Anda di halaman 1dari 8

UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)

PENGANTAR FARMASI BAHAN ALAM


“ BIOTA LAUT “

Disusun Oleh :
Kelompok 3 (4B)

1. Annisa Fitriani Bakhri (E0016050)


2. Krisma Salmadea (E0016063)
3. Pramita Utari (E0016073)
4. Rizka Aeni Saftri (E0016076)
5. Shelvi Dwi Agustya (E0016078)

PROGRAM STUDI PROGRAM SARJANA FARMASI

STIKes BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI

2019/2020
1. Bintang Laut (Asterias forbesii)
Karakteristik A. forbesii tubuhnya terdiri atas keping utama (central disk)
dengan lima buah lengan yang pipih, mulut A. forbesii terdapat pada bagian
tengah. A.forbesii mampu bergerak dengan menggunakan kaki amburakral tetapi
gerakannya sangat lambat. Sudah memiliki alat pencernaan yang sempurna yaitu
terdiri dari mulut, faring, esophagus yang pendek, lambung, intestine dan anus.
Respirasi dengan menggunakan dermal branchia dan kaki tabung. Sistem syaraf
terdiri atas cincin syaraf dan tali-tali syaraf pada bagian lengan-lengannya.
Sistem peredaran darahnya meliputi pembuluh darah yang mengelilingi bagian
mulut dan dihubungkan dengan lima buah pembuluh radial ke setiap lengan
(Juwana, sri.,et al.,2002)

a. Klasifikasi
Klasifikasi bintang laut menurut (Gosner (1971) dalam Juariah, siti.,et al)
adalah sebagai berikut :
1. Kingdom : Animalia
2. Phylum : Echinodermata
3. Class : Stelleroidea
4. Subclass : Asteroidaea
5. Ordo : Forcipulatida
6. Family : Asteriidae
7. Genus : Asterias
8. Spesies : Asterias forbesii
b. Kandungan Gizi dan Manfaat Bintang Laut
Menurut siti Juariah (2014) Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ekstrak metanol (Asterias forbesii) mengandung komponen senyawa
alkaloida, terpenoida, saponin dan flavonoida, sedangkan ekstrak n-heksana
dan etil asetat hanya mengandung senyawa saponin dan flavonoid. Hasil
pengujian aktifitas anti bakteri dinyatakan bahwa ekstrak metanol bintang
laut memiliki daya hambat tinggi. Setelah dilakukan pengujian senyawa
triterpenoida menggunakan KLT preparative dapat dinyatakan bahwa
bakteri Gram negative (E.coli, P.auroginosa) lebih aktif dibandingkan
dengan bakteri Gram positif (S. aureus, B. subtilis).
De marino et al., (1998) mengemukakan bahwa senyawa pada bintang
laut famili Asteriidae mampu menghasilkan anti mikroba, ekstrak bintang
laut Asterina pectifera aktif tehadap Aspergillus sp. dan Cryptococcus
neoformans (Choi et al., 1999), bintang laut Anasterias minuta berfungsi
sebagai antifungal (Chludil et al., 2000). Senyawa bintang laut Aphelasterias
japonica bersifat hemolitik (Ivanchina et al., 2000), kandungan saponin yang
terdiri atas polihidroksisterol dan monosakarida serta disakarida banyak
ditemukan pada bintang laut dari kelas Asteroidea (Iorizzi et al., 2001).
Senyawa bintang laut Certonardoa semiregularis mengandung antiviral
(Wang et al., 2002) selanjutnya dilaporkan bahwa beberapa senyawa yang
terdapat pada bintang laut Certonardoa semiregularis berfungsi sebagai
sitotoksik (Wang et al., 2004)
Menurut Ganiswarna (1995) saponin bekerja sebagai anti bakteri
dengan cara mengganggu stabilitas membran sel bakteri sehingga
menyebabkan sel bakteri lisis, jadi mekanisme kerja saponin termasuk dalam
kelompok anti bakteri yang mengganggu permeabilitas membran sel bakteri,
yang mengakibatkan kerusakan membran sel dan menyebabkan keluarnya
berbagai komponen penting dari dalam sel bakteri yaitu protein, asam
nukleat dan nukleotida Flavanoid merupakan golongan terbesar dari
senyawa fenol, senyawa fenol mempunyai sifat efektif menghambat
pertumbuhan virus, bakteri dan jamur. Sehubungan dengan mekanisme kerja
dari flavonoid dalam menghambat pertumbuhan bakteri, antara lain bahwa
flavonoid menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel
bakteri (Sabir, 2008).
Mirzoeva et al., (1997) berpendapat bahwa flavonoid mampu
menghambat motilitas bakteri. Mekanisme yang berbeda dikemukakan oleh
Di Carlo et al., (1999) yang menyatakan bahwa gugus hidroksil yang
terdapat pada struktur senyawa flavonoid menyebabkan perubahan
komponen organik dan transpor nutrisi yang akhirnya akan mengakibatkan
timbulnya efek toksik terhadap bakteri. Sedangkan senyawa terpenoid dapat
menghambat pertumbuhan mikroba yakni dengan cara mengganggu proses
terbentuknya membran dan atau dinding sel, membran atau dinding sel tidak
terbentuk atau terbentuk tidak sempurna (Ajizah, 2004).

2. Kerang Hijau (Perna viridis)


Kerang hijau (Perna viridis) atau dikenal sebagai green mussel adalah
binatang lunak (moluska) yang hidup di laut, bercangkang dua dan berwarna
hijau. Kerang hijau merupakan organisme yang termasuk kelas Pelecypoda.
Kerang hijau memiliki anatomi dengan Panjang tubuh antara 6,5 – 8,5 cm dan
diameter sekitar 1,5 cm. Golongan biota yang bertubuh lunak (mollusca). Kerang
hijau termasuk Hewan dari kelas pelecipoda, kelas ini selalu mempunyai
cangkang katup sepasang maka disebut sebagai Bivalvia.Hewan ini disebut juga
pelecys yang artinya kapak kecil dan podos yang artinya kaki. Jadi Pelecypoda
berarti hewan berkaki pipih seperti mata kapak. Hewan kelas ini pun berinsang
berlapis-lapis sering disebut Lamelli branchiata. Kerang hijau juga memiliki
nama-nama lokal antara lain kijing (Jakarta), kemudi kapal (Riau), kedaung
(Banten), [pranala nonaktif], bia tamako (Maluku Utara). (Carpenter, 1998).
Kerang hijau hidup pada perairan estuari, teluk dan daerah mangrove dengan
substrat pasir lumpuran serta salinitas yang tidak terlalu tinggi. Umumnya hidup
menempel dan bergerombol pada dasar substrat yang keras, yaitu batu karang,
kayu, bambu atau lumpur keras dengan bantuan bysus. Kerang hijau tergolong
dalam organisme/hewan sesil yang hidup bergantung pada ketersediaan
zooplankton, fitoplankton dan material yang kaya akan kandungan organik.
(Suwignyo, 1984)
a. Klasifikasi
1. Kingdom : Animalia
2. Filum : Moluska
3. Kelas : Bivalvia
4. Subkelas : Peteriomorphia
5. Ordo : Mytiloida
6. Famili : Mytilidae
7. Genus : Perna
8. Spesies : P.viridis

b. Kandungan Zat Aktif dan Manfaat


Kandungan gizi yang terdapat pada kerang hijau, yaitu terdiri dari 40,8
% air, 21,9 % protein, 14,5 % lemak, 18,5 % karbohidrat dan 4,3 % abu
sehingga menjadikan kerang hijau sebanding dengan daging sapi, telur
maupun daging ayam. Meskipun daging kerang hijau hanya sekitar 30% dari
bobot keseluruhan (daging dan cangkang), tetapi dalam 100 gr daging
kerang hijau mengandung 100 kalori yang tentunya sangat bermanfaat untuk
ketahanan tubuh manusia. (Suwignyo, 1984)
Hasil penelitian Pebrian (2010), kadar protein kerang hijau sampel
adalah 11,84 %, nilai ini menunjukan bahwa kadar protein kerang hijau lebih
tinggi dibandingkan dengan kadar protein kerang pada umumnya yaitu
sebesar 8,0 %. Kadar lemak kerang pada umumnya, yaitu 1,1 % (Poedjiadi
1994), sedangkan kadar lemak kerang hijau contoh yang diperoleh adalah
lebih rendah, yaitu sebesar 0,70 %.
Kerang hijau (Perna viridis) merupakan salah satu jenis kerang-kerang
yang memiliki potensi senyawa bioaktif yang berperan sebagai senyawa
antibakteri. Kandungan senyawa yang terkandung diantaranya Steroid,
Flavonoid, Terpenoid, dan Alkaloid. (Darusman, 1994)
3. Gleteng Pasir (Ocypode kuhlii)
Geleteng pasir (Ocypode kuhlii) adalah sejenis kepiting hantu anggota suku
Ocypodidae. Ketam atau yuyu kecil penghuni pantai berpasir ini menyebar
terutama di Indonesia; juga di Nikobar, Thailand selatan, dan Papua Nugini.
(Sakai, 2013)

a. Klasifikasi
1. Kingdom : Animalia
2. Filum : Arthropoda
3. Sub filum : Crustacea
4. Kelas : Malacostrata
5. Ordo : Decapoda
6. Invraordo : Brachyura
7. Famili : Ocypodidae
8. Genus : Ocypode
9. Spesies : O.kuhlii

b. Kandungan Zat Aktif dan Manfaat


Golongan krustase seperti rajungan pada umumnya mengandung 25%
bahan padat yang sebagian besar terdiri atas kitin, 20-25% daging yang
dapat dimakan, dan sekitar 50-60% berupa hasil buangan. (Angka dan
Suharto, 2000).
Cangkang merupakan bagian terkeras dari semua komponen gleteng
dan selama ini baru dimanfaatkan sebagai pakan ternak atau pupuk organic
mengingat kandungan mineral, terutama kalsiumnya cukup tinggi. Cangkang
gleteng mengandung kitin, protein, CaCO3 serta sedikit MgCO3 dan pigmen
astaxanthin. (Hafiluddin, 2003)

DAFTAR PUSTAKA

Carpenter, K.E. And V.H. Niem (1998). The Living Marine Reaources Of The
Western Central Pasific. Seaweeds, Coral, Bivalvia And Gastropods. Vol. 1.
Rome Fao: 686 Pp.Chludil, H, Maier, MS, Seldes AM. 2000. Bioactive
steroidal glycosides from starfish Anasterias minuta. Molecules 5:352-353.
Choi, D.H., Shin, S. dan I.K., Park. 1999. Characterization of antimicrobial agents
extracted from Asterina pectifera. Int. Journal Antimicrob. Agents., 11: 65– 68.
Darusman LK, Sajuthi D, Sutriah K, Pamungkas D. 1994. Ekstraksi komponen
bioaktif sebagai bahan obat dari karang-karangan, bunga karang, dan ganggang
di Perairan Pulau Pari Kepulauan Seribu (Tahap II: Fraksinasi dan Bioassay).
Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian; Jakarta, Januari 1994. Jakarta:
DIKTI-Depdikbud. hlm 18-29.
De Marino, S., Iorizzi, M., Palagiano, E., Zollo, E., dan Roussakis, C. 1998.
Isolation, structure elucidation, and biological activity of the steroid
oligoglycosides from an Antarctic starfish of the family Asteriidae. Journal.
Nat. Prod., 61:1319-1327.
Ganiswarna, S. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Penerbit UI : Jakarta.
Iorizzi, M., De Marino, S. dan Zollo, E. 2001. Steroidal oligoglycosides from the
Asteroidea. Current Organic Chemistry. 5:951973.
Ivanchina, N.V., Kicha, A.A., Kalinovsky, A.I., Dmitrenok, P.S., Stonik, V.A.,
Riguera, R. dan Jimenez, C. 2000. Hemolytic polar steroidal constituents of the
starfish Aphelasterias japonica. Journal. Nat. Prod., 63:1178-1181.
Juariah, siti. 2014. Tesis. Aktivitas Senyawa Bintang Laut (Asterias forbesii)
Terhadap Beberapa Jenis Bakteri Patogen. Universitas Sumatera Utara
Juwana, sri dkk., 2002. Biologi laut, lmu pengetahuan tentang biota laut. Penerbit:
djambatan, Jakarta
Mirzoeva, O.K., Grishanin, R.N. and Calder, P.C. 1997. Microbiol Res :
Antimicrobial action of propolis dan some of its components: the effects on
growth, membrane potential, dan motility of bacteria. Journal Microbiol Res.
152:239-246.
Sakai, K. & M. Türkay. 2013. "Revision of the genus Ocypode with the description
of a new genus, Hoplocypode (Crustacea: Decapoda: Brachyura)". Memoirs of
the Queensland Museum – Nature 56(2): 665–793.
Suwignyo P.; J. Basmi Dan L. B. Djamar (1984). Studi Beberapa Aspek Biologi
Kerang Hijau Mytilus Viridis L., Di Teluk Jakarta. Fakultas Perikanan Institut
Pertanian Bogor: 101 Hal.
Wang, W., Hong, J., Lee, C.-O., Im, K.S. dan Jung, J. H. 2004. Cytotoxic sterols
and saponins from the starfish Certonardoa semiregularis. Journal Nat. Prod.
67:584591. 591.
Wang, W., Li, R., Alam, N., Liu, Y., Lee, C.-O., Hong, J., Lee, C.K., Im, K.S. dan
Jung, J.H. 2002. New saponins from the starfish Certonardoa semiregularis.
Journal Nat. Prod., 65:1649-1656.

Anda mungkin juga menyukai