DISUSUN OLEH :
KELOMPOK B
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah “Konsep Oksigenasi Keperawatan” dengan tepat
waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak bisa untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Makalah ini adalah sekumpulan materi tentang Ilmu Keperawatan
Dasar II yang dibuat untuk memenuhi tugas di mata kuliah Ilmu Keperawatan Dasar II
Makalah ini tidak hanya diambil dari satu sumber saja, melainkan dari berbagai
sumber.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk makalah ini supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini, penulis mohon maaf.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak terutama kepada
dosen pembimbing dalam menyusun makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................................................i
Daftar Isi........................................................................................................................ii
Bab I Pendahuluan
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................
3.2 saran................................................................................................................
Daftar Pustaka................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Manfaat
1. Untuk mengetahui definisi oksigenisasi.
2. Untuk mengetahui proseds dalam oksigenisasi.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi oksigenisasi.
4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang membengaruhi kebutuhan oksigenisasi.
5. Untuk mengetahui apa saja gangguan pada oksigenasi.
BAB II
KERANGKA TEORI
Oksigen merupakan kebutuhan dasar yang paling vital dalam kehidupan manusia.
Dalam tubuh oksigen berperan penting diproses metabolisme sel. Kekurangan oksigen
akan menimbulkan dampak yang bermakna bagi tubuh, salah satu dampaknya adalah
kematian. Berbagai upaya perlu selalu dilakukan untuk menjamin agar kebutuhan dasar
ini terpenuhi dengan baik. Untuk itu dalam konsep ini perawat perlu memahaminya
secara mendalam (Iqbal, 2005).
Sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan oksigenasi terdiri dari saluran
pernapasan bagian atas dan bagian bawah.
A. Hidung
Hidung terdiri atas nares anterior (saluran dalam lubang hidung) yang memuat
kelenjar sebaseus dengan ditutupi bulu yang kasar dan bermuara ke rongga hidung, dan
rongga hidung yang dilapisi oleh selaput lendir yang mengandung pembuluh darah.
Proses oksigenasi di awali dengan penyaringan udara yang masuk melalui hidung oleh
bulu yang ada dalam vestibulum (bagian rongga hidung), kemudian dihangatkan serta
dilembabkan.
B. Faring
Faring merupakan pipa yang memiliki otot, memanjang dari dasar tengkorak
sampai esofagus yang terletak di belakang nasofaring (di belakang hidung), di belakang
mulut (orofaring), dan di belakang laring (laringo faring).
C. Laring (Tenggorokan)
Laring merupakan saluran pernapasan setelah faring yang terdiri atas bagian dari
tulang rawan yang diikat bersama ligamen dan membran, terdiri atas dua lamina yang
bersambung di garis tengah.
D. Epiglotis
A. Trakea
Trakea atau disebut sebagai batang tenggorok, memiliki panjang kurang lebih
9cm yang dimulai dari laring sampai kira-kira ketinggian vetebra torakalis kelima.
Trakea tersusun atas 16 sampai 20 lingkaran tidak lengkap berupa cincin, dilapisi
selaput lendir yang terdiri atas epitelium bersilia yang dapat mengeluarkan debu atau
benda asing.
B. Bronkus
Bronkus merupakan bentuk percabangan atau kelanjutan dari trakea yang terdiri
atas dua percabangan kanan dan kiri. Bagian kanan lebih pendek dan lebar dari pada
bagian kiri yang memiliki tiga lobus atas, tengah, dan bawah, sedangkan bronkus kiri
lebih panjang dari bagian kanan yang berjalan dari lobus atas dan bawah.
C. Bronkiolus
E. Paru
Paru merupakan organ utama dalam sistem pernapasan. Paru terletak dalam
rongga torak setinggi tulang selangka sampai dengan diafragma. Paru terdiri atas
beberapa lobus yang diselaputi oleh pleura parietalis dan pleura viseralis, serta
dilindungi oleh cairan pleura yang berisi cairan surfaktan.
Paru sebagai alat pernapasan utama terdiri atas dua bagian, yaitu paru kanan dan
kiri. Pada bagian tengah organ ini terdapat organ jantung beserta pembuluh darah yang
berbentuk kerucut, dengan bagian puncak disebut apeks. Paru memiliki jaringan yang
bersifat elastis, berpori, serta berfungsi sebagai tempat pertukaran gas oksigen dan
karbondioksida. (Alimul, 2006).
Merupakan proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam alveoli atau
dari alveoli ke atmosfer yang terjadi saat respirasi (inspirasi-ekspirasi). Ventilasi paru
dipengaruhi oleh beberapa faktor:
Tekanan udara atmosfir merupakan jumlah tekanan berbagai gas yang terkandung
dalam udara. Saat inspirasi udara atmosfir akan masuk ke dalam alveoli, sehingga
tekanan atmosfir yang rendah akan menyebabkan tekanan oksigen yang masuk ke
dalam alveolipun rendah. Hal ini akan dijumpai pada dataran tinggi dimana makin
tinggi suatu tempat tekanan udara makin rendah dan ini berbanding lurus dengan
tekanan O2.
Oleh karena itu saat seseorang berada dalam ketinggian tertentu diperlukan
suplemen oksigen pada udara inspirasinya. Pada lingkungan normal, udara atmosfir
yang dihisap terdiri dari nitrogen (N2), Oksigen (O2), dan karbon dioksida (CO2). Dari
ketiga gas tersebut, hanya O2 yang masuk kapiler, sedangkan CO2 dan N2 kembali di
ekspirasi keluar. Bahkan CO2 dari kapiler berpindah ke alveoli di buang keluar bersama
udara ekspirasi. Proses Pertukaran O2 dan CO2 antara darah kapiler dan alveoli disebut
ventilasi alveolar.
Selama inspirasi udara akan melewati saluran nafas, mulai hidung, pharynx,
laring, trachea, bronchus, bronchioles, sampai ke alveoli dan sebaliknya saat ekspirasi.
Ada beberapa keadaan yang menyebabkan jalan nafas ini menjadi lebih sempit atau
tersumbat, misalnya secret yang berlebihan atau kental, spasme atau konstriksi, ada
benda asing atau ada masa baik pada saluran nafas sendiri atau diluar saluran nafas yang
mendesak saluran nafassehingga mempersulit ventilasi.
Yaitu daya pengembangan dan pengempisan paru dan thorak. Kemampuan ini
terbentuk oleh:
d. Adanya surfaktan, yaitu zat phospholipid yang terdapat pada lapisan cairan
yang meliputi permukaan alveoli dan bersifat menurunkan tegangan permukaan
alveoli sehingga paru-paru mudah dikembangkan dan mencegah terjadinya kolap
paru. Surfaktan ini dihasilkan oleh sel septal (sel alveoli type II) dengan bahan baku
yang dibawa melalui aliran darah. Surfaktan ini akan dengan mudah dikeluarkan saat
alveoli teregang optimal (saat nafas dalam). Oleh karena itu pernafasan dangkal
merupakan resiko untuk terjadinya atelectasis.
4) Pengaturan Nafas
Pusat pernafasan terdapat pada Medulla oblongata dan Pons. Area bilateral dan
bagian ventral di dalam Medulla oblongata sangat sensitive terhadap perubahan
konsentrasi hydrogen dan karbondioksida. Tetapi sebenarnya tidak ada pengaruh
langsung dari perubahan konsentrasi hydrogen dan karbondioksida dalam darah, karena
saraf-saraf ini hanya terangsang oleh ion hydrogen secara langsung, sementara ion
hydrogen tidak mudah melewati sawar darah otak atau sawar darah cairan
cerebrospinalis,sehingga kenaikan konsentrasi hydrogen dalam darah kurang
memberikan pengaruh terhadap pusat pernafasan.Pusat nafas biasanya terangsang oleh
peningkatan CO2 darah yang merupakan hasil metabolism sel yang mampu dengan
mudah melewati sawar darah otak atau sawar darah cairan cerebrospinalis. Kenaikan
CO2 inilah yang akan meningkatkan konsentrasi hydrogen dan akan merangsang pusat
nafas. Perangsangan pusat pernafasan oleh peningkatan CO2 merupakan mekanisme
umpan balik yang penting untuk mengatur konsentrasi CO2 seluruhtubuh. Adanya
trauma kepala atau edema otak atau peningkaan tekanan intracranial dapat
menyebabkan gangguan pada system pengendalian ini.
B. Difusi Gas
Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen dialveoli dengan kapiler paru
dan CO2 di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu luasnya permukaan paru, tebal membran respirasi atau permeabilitas yang
terdiri atas epitel alveoli dan interstisial (keduanya dapat mempengaruhi proses difusi
apabila terjadi proses penebalan). Perbedaan tekanan dan konsentrasi O2 (hal
inisebagai mana O2 dari alveoli masuk kedalam darah oleh karena tekanan O2 dalam
rongga alveoli lebih tinggi dari tekanan O2 dalam darah vena pulmonalis, masuk dalam
darah secara difusi).
Alveoli dipisahkan dengan darah kapiler oleh membrane pulmonal dan dinding
kapiler. Tebal membrane pulmonal hanya sekitar 0.1-1.5 μm. Oksigen dan CO2 dapat
melewati membrane tersebut secara difusi dengan bebas. Oksigen dari alveoli ke darah
dan CO2 dari darah ke alveoli. Kemampuan berpindah secara difusi ini karena
pengarauh tekanan parsial gas-gas tersebut.
Tekanan parsial gas adalah tekanan yang menyebabkan substansi gas memiliki
daya menembus dinding sekitar. Tekanan parsial gas O2 di atmosfir berkisar 159
mmHg dan CO2 berkisar 0.15 mmHg. Di alveoli, tekanan parsial O2 sekitar sekitar 104
mmHg dan CO2 sekitar 40 mmHg. Di dalam darah, tekanan parsial O2 100 mmHg dan
CO2 46 mmHg. Tekanan parsial ini menyebabkan oksigen cenderung bergerak dari
atmosfir (159 mmHg) ke alveoli (104mmHg) dan dari alveoli oksigen cenderung masuk
ke kapiler karena tekanan parsialnya lebih rendah (100 mmHg). Sedangkan CO2
cenderung bergerak dari kapiler ke alveoli (46 → 40 mmHg) dan dari alveoli cenderung
ke atmosfir bebas (0.15 mmHg).
Membran respirasi yang akan dilalui oleh udara terdiri dari lapisan epitel alveoli,
interstitial alveoli (sangat sedikit) dan lapisan endotel kapiler paru.Ketebalan membran
respirasi ini dapat meningkat oleh berbagai keadaan, misalnya karena peningkatan julah
cairan instertitial yang dijumpai pada keadaan edema paru yang disebabkan oleh
peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru (misalnya pada kelebihan volume cairan
intravaskuler atau congesti paru akibat payah jantung kiri), peningkatan permeabilitas
kapiler paru (misalnya pada radang akut parenkim paru) atau penurunan tekanan
osmotic koloid (misalnya karena hipoalbuminemia yang dapat dijumpai pada
kekurangan gizi yang berat, syndrome nefrotik, atau proses keganasan), sehingga udara
selain harus melewati membrane respirasi yang biasanya juga harus melewati cairan
ini. Oleh karena itu kecepatan difusi berbanding terbalik dengan tebalnya membran.
Bila luas permukaan total berkurang menjadi tinggal sepertiga saja, pertukaran
gas-gas tersebut terganggu secara bermakna bakhan dalam keadaan istirahat sekalipun.
Penurunan luas permukaan membrane yang paling sedikitpun dapat menganggu
pertukaran gas yang hebat saat olah raga kompetitif atau gerak badan lainnya.Pada
konsolidasi paru seperti dijumpai pada randang paru akut, atau pada tuberkulosa paru,
pengangkatan sebagian lobus paru, terjadi penurunan luas permukaan membrane
respirasi.
3) Koefisien Difusi
Koefisien difusi tiap gas dalam membrane respirasi tergantung pada daya
larutnya didalam membrane itu dan berbanding terbalik dengan akar pangkat dua berat
molekulnya. Kecepatan difusi CO2 20 kali lebih cepat dari O2 sehingga kekurangan
O2 belum tentu disertai kelebihan CO2 Sebaliknya O2 berdifusi 2 kali lebih cepat
daripada nitrogen (N). Kecepatan difusi CO 200 kali lebih cepat dari O2 sehingga
mudah terjadi keracunan. Selain itu karena kecepatan difusi O2 lebih rendah dari CO2,
penurunan O2 tidak selamanya disertai peningkatan CO2.
Nitrogen yang diinspirasi tidak akan masuk ke dalam darah karena tekanan
parsial di atmosfir sangat rendah. Selain itu tingkat kelarutan N2 hanya 0.53 sehingga
sulit menembus membrane pulmonal
C. Transportasi Gas
Pada kondisi normal, hampir seluruh oksigen diikat oleh hemoglobin (Hb) yang
berada di dalam eritrosit (RBC) untuk dihantarkan keseluruh tubuh. Eritrosit bersama
cairan plasma dipompa oleh jantung keseluruh sel di tubuh. Sebagian kecil O2 (3%)
langsung larut dalam plasma dalam bentuk oksigen bebas. Setelah sampai di
kapilerorgan, O2 lepas dari Hb dan berdifusi ke jaringan interstisial dan selanjutnya
masuk ke dalam sel. Dengan berikatan dengan Hb, transportasi O2 ditingkatkan sampai
60 x lipat.
Ikatan Oksigen-Hemoglobin
Ketika berdifusi dari alveoli ke dalam kapiler, tekanan parsial O2 masih 100
mmHg. Tekanan yang cukup tinggi ini membuat sekitar 97% O2 terikat dengan Hb (Hb
O2). Ketika sampai dikapiler organ (tempat tujuan) tekanan parsial oksigen menurun
sampai 40 mmHg, akibatnya sekitar 27% O2 dilepas oleh Hb masuk ke insterstisial
sehingga hanya tinggal 70% O2 yang terikat dengan Hb. Bila tubuh sedang stress
(missal berolahraga), oksigen akan banyak habis terpakai sehingga tekanan parsial O2
menurun, hal ini menyebabkan kemampuan Hb mengikat O2 menurun sehingga O2
banyak dilepas ke jaringan.
Bila air tetap berguna untuk proses kehidupan, maka CO2 akan dikeluarkan dari
sel, CO2 beredar di pembuluh darah untuk nantinya keluar melalui ekspirasi udara paru.
Karbon dioksida cenderung keluar dari sel karena memiliki tekanan parsial gas di dalam
sel (55 mmHg) lebih tinggi disbanding tekanan parsial di darah (46 mmHg). Setelah
sampai di kapiler paru, CO2 akan cenderung ke alveoli karena tekanan parsial CO2 di
alveoli lebih rendah (40mmHg).
1) Karbon dioksida akan masuk ke eritrosit dan diikat oleh ion bikarbonat menjadi
asam karbonat (HCO3) dengan bantuan enzim karbonik anhydrase
B. Faktor Perkembangan
Tahap perkembangan pasien dan proses penuaan yang normal mempengaruhi
oksigen jaringan.
a. Bayi dan balita.
Bayi dan balita berisiko terkena infeksi saluran pernapasan bagian atas karena
sering terkena infeksi saluran pernapasan lainnya, sistem kekebalan tubuh yang tidak
matang, dan terkena asap rokok orang lain. Selain itu, selama proses batang gigi
beberapa bayi mengalami penyumbatan hidung, sehingga merangsang pertumbuhan
bakteri dan meningkatkan potensi infeksi saluran pernapasan. Infeksi saluran tikus
tingkat tinggi biasanya tidak berbahaya dan balita atau berakhir tanpa banyak
masalah.
b. Usia sekolah anak-anak dan remaja.
Anak-anak dan remaja usia sekolah terpapar oleh infeksi pernapasan dan
faktor-faktor risiko pernapasan seperti merokok atau asap rokok. Anak yang sehat
biasanya tidak memiliki efek infeksi pernapasan pada paru-paru. Asosiasi paru-paru
amerika (2008) melaporkan kurangnya merokok di collegestudents (19.2%) telah
turun pada tahun 2006 dibandingkan dengan mereka yang merokok pada tahun 1999
(30,6%). Meskipun angka ini masih lebih tinggi daripada tujuan nasional yang
ditetapkan departemen kesehatan dan layanan masyarakat as (12%), ada harapan
bahwa angka itu akan terus merosot. Faktor risiko terbesar bagi mereka yang masih
merokok di perguruan tinggi adalah jika mereka mulai merokok di sekolah
menengah (American Lung Association, 2008). Orang yang mulai merokok pada
masa remaja dan terus merokok hingga usia paruh baya lebih berisiko terkena
penyakit kardiopulmonary dan kanker paru-paru.
c. Muda dan dewasa usia menengah.
Orang dewasa muda dan menengah pertama terpapar berbagai faktor risiko
kardiopulmonary: diet yang tidak sehat, kurang olahraga, stres, overthe-counter dan
obat-obatan resep yang tidak digunakan sebagai yang dimaksudkan, senyawa ilegal,
dan merokok. Revisi faktor-faktor yang dapat dimodifikasi ini mengurangi risiko
pasien terkena penyakit jantung atau paru. Ini juga waktunya untuk individu
metapkan kebiasaan dan gaya hidup seumur hidup. Pada tahun 2007 20,6% orang
dewasa adalah perokok (LungUSA, 2010). Penting untuk membantu pasien anda
membuat pilihan yang benar dan keputusan yang terinformasi tentang cara mereka
menjalani perawatan kesehatan. Peningkatan biaya rokok plus kebijakan udara bebas
dari asap negara dan hukum yang mengurangi merokok di tempat umum telah
terbukti membantu penghentian merokok (asosiasi paru-paru amerika, 2008).
d. Orang dewasa yang lebih tua.
Sistem jantung dan pernapasan mengalami perubahan selama proses penuaan.
Keduanya berhubungan dengan keropos jantung, SA node, dan kartilago kosta.
Sistem pembukaannya mengalami kehilangan ketuban. Osteoporosis
mengakibatkan perubahan ukuran dan bentuk thoraks. Trakea dan bronchi besar
membesar dari cal cification dari saluran udara. Alveoli memperbesar, mengurangi
luas permukaan yang tersedia untuk pertukaran gas. Jumlah silia fungsional
berkurang, menyebabkan penurunan dalam efektivitas kegunaan mech batuk,
meningkatkan risiko infeksi pernapasan (Meiner, 2011).
C. Faktor Gaya Hidup
Modifikasi gaya hidup sulit bagi para pasien karena mereka sering kali harus
mengubah kebiasaan yang menyenangkan seperti merokok atau menyantap makanan
tertentu. Faktor risiko modifica ion penting termasuk berhenti merokok, kelebihan berat
badan, pola makan rendah kolesterol dan rendah sodium, pengendalian hipertensi, dan
olahraga secukupnya.Meskipun sulit untuk mengubah perilaku jangka panjang,
membantu pasien memperoleh perilaku sehat mengurangi risiko untuk atau
memperlambat atau menghentikan kemajuan penyakit kardiopulmonary (Meiner,
2011).
a. Nutrisi.
Nutrisi mempengaruhi fungsi kardiopulmonary dalam beberapa hal. Obesitas
berat menurun terhadap paru-paru dan bertambahnya berat badan meningkatkan
kebutuhan oksigen di jaringan. Pasien kurang gizi mengalami kemunduran otot
pernapasan, yang mengakibatkan berkurangnya kekuatan otot dan ekskursi
pernapasan. Efisiensi batuk berada di tempat kedua hingga kelemahan otot
pernapasan, yang membuat pasien berisiko retensi sekresi paru.
Pasien yang menderita obesitas dan/atau kekurangan gizi berisiko terkena
anemia. Pola makan tinggi karbohidrat berperan dalam meningkatkan beban karbon
dioksida bagi pasien dengan pemulihan karbon dioksida. Seraya karbohidrat
dimetabolisme, semakin banyak karbon dioksida terbentuk dan dikeluarkan melalui
paru-paru.
Kebiasaan makan juga mempengaruhi meluasnya penyakit kardiovaskular.
Nutrisi kardioprotektif termasuk menu kaya serat; Butir - butir utuh; Buah - buahan
dan sayuran segar; Kacang-kacangan; Antioksidan; Daging tanpa lemak, ikan, dan
ayam; Dan asam lemak omega-3. Pembaruan terakhir oleh komite nasional
gabungan (JNC, 2003) merekomendasikan bahwa restriksi natrium dalam menu
makanan bermanfaat dalam mengurangi kebutuhan obat antihyper tensif; Dalam
beberapa kasus itu menyebabkan hipertrikosis tekanan darah untuk menurun. Diet
tinggi kalium mencegah hipertensi dan membantu meningkatkan kontrol pada
pasien dengan hipertensi. Buah seberat 2000-kalori; Sayuran; Dan makanan rendah
lemak yang kaya akan serat, kalium, kalsium, dan magnesium serta rendah lemak
jenuh dan total turut mencegah dan mengurangi dampak hipertensi.
b. Olahraga.
Olahraga meningkatkan aktivitas metabolisme dan kebutuhan oksigen tubuh.
Tingkat kecepatan dan kedalaman pernapasan meningkat, memungkinkan seseorang
menghirup lebih banyak oksigen dan menghembuskan karbon dioksida secara
berlebihan. Program latihan fisik memiliki banyak manfaat (lihat bab 38). Orang
yang berolahraga selama 30 hingga 60 menit setiap hari memiliki denyut nadi dan
tekanan darah yang lebih rendah, menurunkan kadar kolesterol yang meningkat
aliran darah, dan ekstraksi oksigen yang lebih besar melalui otot-otot yang bekerja.
Orang-orang yang sepenuhnya terkondisi mengalami peningkatan konsumsi oksigen
sebesar 10% sampai 20% karena peningkatan keluaran jantung dan peningkatan
efisiensi otot miokardial (JNC, 2003).
c. Merokok.
Merokok dan asap rokok rokok diuji dengan beberapa penyakit, termasuk
penyakit jantung, pd, dan kanker paru-paru. Merokok mengakibatkan kerusakan
pada pembuluh darah dan penyakit arteri koroner (McCance dan hueter, 2010).
Nikotin yang dihirup menyebabkan pembuluh darah perifer dan koroner naik - turun,
meningkatkan tekanan darah dan mengecatkan aliran darah ke pembuluh - pembuluh
perifer.
Wanita yang minum pil kb dan merokok lebih berisiko mengalami
thrombophlebitis dan emboli paru. Merokok selama kehamilan dapat
mengakibatkan bayi berberat badan rendah, melahirkan sebelum lahir, dan bayi
dengan fungsi paru-paru yang menurun (LungUSA, 2010). Bahkan, asap rokok bisa
berbahaya bagi bayi yang berberat badan rendah, yang dilahirkan sebelum lahir, dan
yang keguguran (ac, 2010).
Risiko terkena kanker paru-paru 10 kali lebih besar bagi seseorang yang
merokok daripada bagi yang tidak merokok. Di amerika serikat, penggunaan
tembakau memungkinkan terjadinya 30% kematian akibat kanker. Hal ini mencakup
87% kematian akibat kanker paru-paru dan kanker pada laring, mulut, faring,
esofagus, dan kandung kemih. Merokok telah dikaitkan dengan munculnya kanker
lain, termasuk ginjal, leher rahim, dan leuke mia (ac, 2010). Nikotin patch, permen
karet, dan lozenges tersedia di counter, dan obat hirup dan pernapasan nikotin dapat
diperoleh lewat resep. Obat resep seperti bupropion (Zyban) dan varenicline
(Chantix) juga tersedia untuk membantu orang berhenti merokok (LungUSA, 2010).
Kontak terhadap asap tembakau lingkungan (asap rokok bekas) meningkatkan
risiko kanker paru-paru dan penyakit kardiovaskular pada seorang yang tidak
perokok. Anak-anak yang orang tuanya merokok punya prioritas yang lebih tinggi
untuk menderita asma, radang paru-paru, dan infeksi telinga. Bayi-bayi yang
menghirup asap rokok berisiko tinggi menderita sindroma kematian bayi mendadak
(ac, 2010).
d. Penyalahgunaan obat.
Penggunaan alkohol secara berlebihan dan obat-obatan lainnya merusak
oksigen jaringan dalam dua cara. Pertama, orang yang secara kronis mengkonsumsi
zat-zat selalu kurang gizi. Dengan berkurangnya konsumsi makanan kaya zat besi,
penurunan produksi hemoglo bin. Kedua, penggunaan alkohol yang berlebihan dan
obat-obatan tertentu lainnya menekan pusat pernapasan, mengurangi tingkat dan
tingkat pernapasan serta jumlah oksigen yang terhirup. Penyalahgunaan zat-zat yang
dilakukan oleh merokok atau menghirup zat-zat seperti kokain murni atau asap cat
atau lem dapat mengakibatkan cedera langsung pada jaringan paru-paru yang
mengakibatkan kerusakan paru-paru permanen. Laporan tentang penyalahgunaan
bahan hirup (yang dihirup) oleh para remaja untuk mendapatkan dampak euforia
mencakup penggunaan beragam senyawa seperti cat pengencer cat kuku, pengencer
cat kuku, lem, cat semprot, nitrit oksida, dan produk-produk rumah tangga lainnya.
Kematian mendadak dapat terjadi karena irama jantung; Atau, kerusakan kronis
dapat mengakibatkan kerusakan paru-paru, dan ginjal (Stoppler, 2005).
e. Stres.
Keadaan terus-menerus dari stres atau kecemasan yang parah meningkatkan
tingkat metabolisme dan kebutuhan oksigen tubuh. Tubuh menanggapi
kekhawatiran dan tekanan lain dengan peningkatan kecepatan dan kedalaman
pernapasan. Kebanyakan orang menyesuaikan diri; Tetapi beberapa orang,
khususnya yang menderita penyakit kronis atau penyakit yang akut yang
mengancam seperti MI, tidak dapat mentoleransi kebutuhan oksigen yang berkaitan
dengan kecemasan.
D. Faktor Lingkungan
Lingkungan juga mempengaruhi oksigen. Jumlah kasus penyakit paru-paru lebih
tinggi di daerah perkotaan daripada di pedesaan. Selain itu, tempat kerja pasien kadang-
kadang meningkatkan risiko terkena penyakit paru-paru. Pencemar kerja mencakup
asbes, bedak, debu, dan serat udara. Misalnya, para pekerja pertanian di kawasan kering
di sebelah barat daya amerika serikat berisiko terhadap coccidioidomycosis, suatu
penyakit jamur yang disebabkan oleh menghirup spora bakteri Coccidioides immitis
dari udara. Asbes adalah penyakit paru-paru kerja yang berkembang setelah terpapar
asbes. Paru-paru dengan asbes sering kali menyebar interstitial fibrosis, menciptakan
penyakit paru-paru membatasi. Pasien yang terpapar asbes berisiko tertular kanker
paru-paru, dan risiko ini meningkat seiring dengan timbulnya asap tembakau.
2.5 Gangguan Oksigenasi
1. Hipoksia
c. Hiperventilasi
e. Hipoventilasi
j. Biot, erupakan pernapasan dangkal secara tidak normal untuk dua atau tiga
napas di ikuti periode apnea yang tidak teratur.
4. Pertukaran gas
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Maka dari itu, kita harus saling menjaga lingkungan kita dalam keadaan bersih
dan sehat agar terhindar dari polusi yang membuat gangguan pada pernapasan dalam
keadaan memburuk. Dan juga kita harus memberantas penebangan pohon secara liar
yang membuat oksigen yang kita dapat berkurang karenanya.
DAFTAR PUSTAKA
Potter & Perry. 2009. Fundamental keperawatan 7 th ed. Vol 2. Jakarta : Salemba
Medika.
Perry, Potter. 2013. Fundamental of Nursing Eight Edition. Louis Missouri : Elsevier.
Tarwoto & Wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Edisi
3. Jakarta : Salemba Medika.