Anda di halaman 1dari 25

TUGAS ILMU KEPERAWATAN DASAR II

“KONSEP OKSIGENASI KEPERAWATAN”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK B

AISYAH PURNAMA SARI (1911312008)


AYYASA AMARA (1911312029)
BUNGA ANGRAYNI (1911312026)
ELMA SOVIA ZAIDIR (1911311044)
FERAWATI (1911311050)
LUTFIANA FAJRI (1911312002)
MOEDIS CHINTIA RIDANI (1911312011)
RAHMI EKA FAJRI (1911312017)
REGINA FATIKAHHEMAS (1911312020)
REGITA ANJELINA PUTRI M (1911312005)
SUCI AJENG SAFITRI (1911311047)
SUKMA DWI RAHMATULLAH (1911312014)
VITA DELFI YANTI (1911312023)
KELAS : 2A

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah “Konsep Oksigenasi Keperawatan” dengan tepat
waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak bisa untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Makalah ini adalah sekumpulan materi tentang Ilmu Keperawatan
Dasar II yang dibuat untuk memenuhi tugas di mata kuliah Ilmu Keperawatan Dasar II

Makalah ini tidak hanya diambil dari satu sumber saja, melainkan dari berbagai
sumber.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk makalah ini supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini, penulis mohon maaf.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak terutama kepada
dosen pembimbing dalam menyusun makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat, terima kasih.

Padang, 5 Februari 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................................i

Daftar Isi........................................................................................................................ii

Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang...............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................1

1.3 Manfaat .................................................................................................... ......1

Bab II Kerangka Teori

2.1 Definisi Oksigenasi........................................................................................

2.2 Sistem Tubuh yang Berperan dalam Kebutuhan Oksigenasi.........................

2.2.1 Saluran Pernafasan bagian Atas........................................................

2.2.2 Saluran Pernafasan bagian Bawah....................................................

2.3 Proses Oksigenasi..........................................................................................

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Oksigenasi............................................

2.5 Gangguan Oksigenasi....................................................................................

Bab III Penutup

3.1 Kesimpulan.....................................................................................................

3.2 saran................................................................................................................

Daftar Pustaka................................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang di butuhkan oleh manusia
dalam mempertahanankan keseimbangan fisiologi maupun psikologi. Salah satunya
adalah kebutuhan oksigen. Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital
dalam proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel
tubuh. Secara normal diperoleh dengan cara menghirup O2.
Oksigenasi adalah proses penambahan oksigen O2 ke dalam system . Oksigenasi
merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat dibutuhkan dalam proses
metabolisme sel. Sebagai hasilnya, terbentuklah karbon dioksida, energi, dan air. Akan
tetapi penambahan CO2 yang melebihi batas normal pada tubuh akan memberikan
dampak yang cukup bermakna terhadap akrivitas sel. (wahit iqbal Mubarak, 2007).
Pemberian terapi oksigen adalah suatu tata cara pemberian bantuan gas oksigen
pada penderita yang mengalami gangguan pernapasan ke dalam paru yang melalui
saluran pernapasan dengan menggunakan alat khusus.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi oksigenasi?
2. Apa saja sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan oksigenasi?
3. Bagaimana proses oksigenisasi?
4. Apa saja faktor-faktor yang membengaruhi kebutuhan oksigenisasi?
5. Apa saja gangguan pada oksigenasi?

1.3 Manfaat
1. Untuk mengetahui definisi oksigenisasi.
2. Untuk mengetahui proseds dalam oksigenisasi.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi oksigenisasi.
4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang membengaruhi kebutuhan oksigenisasi.
5. Untuk mengetahui apa saja gangguan pada oksigenasi.
BAB II
KERANGKA TEORI

2.1 Definisi Oksigenasi

Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan


untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh dalam mempertahankan hidup dan aktivitas
berbagai organ ataupun sel (Iqbal, 2005).

Oksigen merupakan kebutuhan dasar yang paling vital dalam kehidupan manusia.
Dalam tubuh oksigen berperan penting diproses metabolisme sel. Kekurangan oksigen
akan menimbulkan dampak yang bermakna bagi tubuh, salah satu dampaknya adalah
kematian. Berbagai upaya perlu selalu dilakukan untuk menjamin agar kebutuhan dasar
ini terpenuhi dengan baik. Untuk itu dalam konsep ini perawat perlu memahaminya
secara mendalam (Iqbal, 2005).

2.2 Sistem Tubuh yang Berperan dalam Kebutuhan Oksigenasi

Sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan oksigenasi terdiri dari saluran
pernapasan bagian atas dan bagian bawah.

2.2.1 Saluran Pernapasan Bagian Atas

Saluran pernapasan bagian atas berfungsi menyaring, menghangatkan, dan


melembabkan udara yang terhirup. Saluran pernapasan ini terdiri dari:

A. Hidung

Hidung terdiri atas nares anterior (saluran dalam lubang hidung) yang memuat
kelenjar sebaseus dengan ditutupi bulu yang kasar dan bermuara ke rongga hidung, dan
rongga hidung yang dilapisi oleh selaput lendir yang mengandung pembuluh darah.
Proses oksigenasi di awali dengan penyaringan udara yang masuk melalui hidung oleh
bulu yang ada dalam vestibulum (bagian rongga hidung), kemudian dihangatkan serta
dilembabkan.
B. Faring

Faring merupakan pipa yang memiliki otot, memanjang dari dasar tengkorak
sampai esofagus yang terletak di belakang nasofaring (di belakang hidung), di belakang
mulut (orofaring), dan di belakang laring (laringo faring).

C. Laring (Tenggorokan)

Laring merupakan saluran pernapasan setelah faring yang terdiri atas bagian dari
tulang rawan yang diikat bersama ligamen dan membran, terdiri atas dua lamina yang
bersambung di garis tengah.

D. Epiglotis

Epiglotis merupakan katup tulang rawan yang bertugas membantu menutup


laring pada saat proses menelan.

2.2.2 Saluran Pernapasan Bagian Bawah

Saluran pernapasan bagian bawah berfungsi mengalirkan udara dan


memproduksi surfaktan. Saluran ini terdiri dari:

A. Trakea

Trakea atau disebut sebagai batang tenggorok, memiliki panjang kurang lebih
9cm yang dimulai dari laring sampai kira-kira ketinggian vetebra torakalis kelima.
Trakea tersusun atas 16 sampai 20 lingkaran tidak lengkap berupa cincin, dilapisi
selaput lendir yang terdiri atas epitelium bersilia yang dapat mengeluarkan debu atau
benda asing.

B. Bronkus

Bronkus merupakan bentuk percabangan atau kelanjutan dari trakea yang terdiri
atas dua percabangan kanan dan kiri. Bagian kanan lebih pendek dan lebar dari pada
bagian kiri yang memiliki tiga lobus atas, tengah, dan bawah, sedangkan bronkus kiri
lebih panjang dari bagian kanan yang berjalan dari lobus atas dan bawah.

C. Bronkiolus

Bronkiolus merupakan saluran percabangan setelah bronkus.


D. Alveoli

Alveoli merupakan kantung udara tempat terjadinya pertukaran oksigen dengan


karbondioksida.

E. Paru

Paru merupakan organ utama dalam sistem pernapasan. Paru terletak dalam
rongga torak setinggi tulang selangka sampai dengan diafragma. Paru terdiri atas
beberapa lobus yang diselaputi oleh pleura parietalis dan pleura viseralis, serta
dilindungi oleh cairan pleura yang berisi cairan surfaktan.

Paru sebagai alat pernapasan utama terdiri atas dua bagian, yaitu paru kanan dan
kiri. Pada bagian tengah organ ini terdapat organ jantung beserta pembuluh darah yang
berbentuk kerucut, dengan bagian puncak disebut apeks. Paru memiliki jaringan yang
bersifat elastis, berpori, serta berfungsi sebagai tempat pertukaran gas oksigen dan
karbondioksida. (Alimul, 2006).

2.3 Proses Oksigenasi

Proses oksigenasi melibatkan system pernafasan dan sistem kardiovaskuler.


Proses tersebut terdiri dari 3 tahapan, yaitu ventilasi paru, difusi gas dan transportasi
gas.
A. Ventilasi

Merupakan proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam alveoli atau
dari alveoli ke atmosfer yang terjadi saat respirasi (inspirasi-ekspirasi). Ventilasi paru
dipengaruhi oleh beberapa faktor:

1) Tekanan oksigen di atmosfer

Tekanan udara atmosfir merupakan jumlah tekanan berbagai gas yang terkandung
dalam udara. Saat inspirasi udara atmosfir akan masuk ke dalam alveoli, sehingga
tekanan atmosfir yang rendah akan menyebabkan tekanan oksigen yang masuk ke
dalam alveolipun rendah. Hal ini akan dijumpai pada dataran tinggi dimana makin
tinggi suatu tempat tekanan udara makin rendah dan ini berbanding lurus dengan
tekanan O2.

Oleh karena itu saat seseorang berada dalam ketinggian tertentu diperlukan
suplemen oksigen pada udara inspirasinya. Pada lingkungan normal, udara atmosfir
yang dihisap terdiri dari nitrogen (N2), Oksigen (O2), dan karbon dioksida (CO2). Dari
ketiga gas tersebut, hanya O2 yang masuk kapiler, sedangkan CO2 dan N2 kembali di
ekspirasi keluar. Bahkan CO2 dari kapiler berpindah ke alveoli di buang keluar bersama
udara ekspirasi. Proses Pertukaran O2 dan CO2 antara darah kapiler dan alveoli disebut
ventilasi alveolar.

2) Keadaan saluran napas

Selama inspirasi udara akan melewati saluran nafas, mulai hidung, pharynx,
laring, trachea, bronchus, bronchioles, sampai ke alveoli dan sebaliknya saat ekspirasi.
Ada beberapa keadaan yang menyebabkan jalan nafas ini menjadi lebih sempit atau
tersumbat, misalnya secret yang berlebihan atau kental, spasme atau konstriksi, ada
benda asing atau ada masa baik pada saluran nafas sendiri atau diluar saluran nafas yang
mendesak saluran nafassehingga mempersulit ventilasi.

3) Complience dan Recoil

Yaitu daya pengembangan dan pengempisan paru dan thorak. Kemampuan ini
terbentuk oleh:

a. Gerakan turun naik diafragma melalui kontraksi dan relaksasi otot


diafragma untuk memperbesar dan memperkecil rongga dada. Gerakan ini akan
terhambat apabila individu mengalami nyeri pada abdomen, akibat trauma/
pembedahan, distensi abdomen yang akan menghalangi turunnya diafragma.

b. Elevasi dan depresi iga-iga untuk meningkatkan dan menurunkan diameter


anteroposterior rongga dada melalui kontraksi dan relaksasi otot-otot pernafasan.
Keadaan ini dapat terganggu jika individu mempunyai bentuk dada yang
abnormal,terjadi fraktur beberapa iga (multiple fracture costae), gangguan hubungan
saraf-otot atau kerusakan pusat nafas

c. Elastisitas jaringan paru yang memungkinkan alveoli bisa mengembang dan


mengempis. Ada 2 kemungkinan dalam abnormalitas elastisitas jaringan paru, yaitu
pertama jaringan paru berubah menjadi jaringan ikat,sehingga kemampuan
compliance paru menurun dan kedua jaringan paru bisa berkembang tetapi saat
recoil terbatas sehingga CO2 tertahan, seperti dijumpai pada emphysema.

d. Adanya surfaktan, yaitu zat phospholipid yang terdapat pada lapisan cairan
yang meliputi permukaan alveoli dan bersifat menurunkan tegangan permukaan
alveoli sehingga paru-paru mudah dikembangkan dan mencegah terjadinya kolap
paru. Surfaktan ini dihasilkan oleh sel septal (sel alveoli type II) dengan bahan baku
yang dibawa melalui aliran darah. Surfaktan ini akan dengan mudah dikeluarkan saat
alveoli teregang optimal (saat nafas dalam). Oleh karena itu pernafasan dangkal
merupakan resiko untuk terjadinya atelectasis.

4) Pengaturan Nafas

Pusat pernafasan terdapat pada Medulla oblongata dan Pons. Area bilateral dan
bagian ventral di dalam Medulla oblongata sangat sensitive terhadap perubahan
konsentrasi hydrogen dan karbondioksida. Tetapi sebenarnya tidak ada pengaruh
langsung dari perubahan konsentrasi hydrogen dan karbondioksida dalam darah, karena
saraf-saraf ini hanya terangsang oleh ion hydrogen secara langsung, sementara ion
hydrogen tidak mudah melewati sawar darah otak atau sawar darah cairan
cerebrospinalis,sehingga kenaikan konsentrasi hydrogen dalam darah kurang
memberikan pengaruh terhadap pusat pernafasan.Pusat nafas biasanya terangsang oleh
peningkatan CO2 darah yang merupakan hasil metabolism sel yang mampu dengan
mudah melewati sawar darah otak atau sawar darah cairan cerebrospinalis. Kenaikan
CO2 inilah yang akan meningkatkan konsentrasi hydrogen dan akan merangsang pusat
nafas. Perangsangan pusat pernafasan oleh peningkatan CO2 merupakan mekanisme
umpan balik yang penting untuk mengatur konsentrasi CO2 seluruhtubuh. Adanya
trauma kepala atau edema otak atau peningkaan tekanan intracranial dapat
menyebabkan gangguan pada system pengendalian ini.

B. Difusi Gas

Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen dialveoli dengan kapiler paru
dan CO2 di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu luasnya permukaan paru, tebal membran respirasi atau permeabilitas yang
terdiri atas epitel alveoli dan interstisial (keduanya dapat mempengaruhi proses difusi
apabila terjadi proses penebalan). Perbedaan tekanan dan konsentrasi O2 (hal
inisebagai mana O2 dari alveoli masuk kedalam darah oleh karena tekanan O2 dalam
rongga alveoli lebih tinggi dari tekanan O2 dalam darah vena pulmonalis, masuk dalam
darah secara difusi).

Alveoli dipisahkan dengan darah kapiler oleh membrane pulmonal dan dinding
kapiler. Tebal membrane pulmonal hanya sekitar 0.1-1.5 μm. Oksigen dan CO2 dapat
melewati membrane tersebut secara difusi dengan bebas. Oksigen dari alveoli ke darah
dan CO2 dari darah ke alveoli. Kemampuan berpindah secara difusi ini karena
pengarauh tekanan parsial gas-gas tersebut.

Tekanan parsial gas adalah tekanan yang menyebabkan substansi gas memiliki
daya menembus dinding sekitar. Tekanan parsial gas O2 di atmosfir berkisar 159
mmHg dan CO2 berkisar 0.15 mmHg. Di alveoli, tekanan parsial O2 sekitar sekitar 104
mmHg dan CO2 sekitar 40 mmHg. Di dalam darah, tekanan parsial O2 100 mmHg dan
CO2 46 mmHg. Tekanan parsial ini menyebabkan oksigen cenderung bergerak dari
atmosfir (159 mmHg) ke alveoli (104mmHg) dan dari alveoli oksigen cenderung masuk
ke kapiler karena tekanan parsialnya lebih rendah (100 mmHg). Sedangkan CO2
cenderung bergerak dari kapiler ke alveoli (46 → 40 mmHg) dan dari alveoli cenderung
ke atmosfir bebas (0.15 mmHg).

Selain tekanan parsial, kemampuan suatu gas dalam menembus(difusi)


membrane pulmonal juga ditentukan beberapa factor lain, berikut beberapa faktor yang
menentukan difusi gas:
1) Ketebalan membrane respirasi

Membran respirasi yang akan dilalui oleh udara terdiri dari lapisan epitel alveoli,
interstitial alveoli (sangat sedikit) dan lapisan endotel kapiler paru.Ketebalan membran
respirasi ini dapat meningkat oleh berbagai keadaan, misalnya karena peningkatan julah
cairan instertitial yang dijumpai pada keadaan edema paru yang disebabkan oleh
peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru (misalnya pada kelebihan volume cairan
intravaskuler atau congesti paru akibat payah jantung kiri), peningkatan permeabilitas
kapiler paru (misalnya pada radang akut parenkim paru) atau penurunan tekanan
osmotic koloid (misalnya karena hipoalbuminemia yang dapat dijumpai pada
kekurangan gizi yang berat, syndrome nefrotik, atau proses keganasan), sehingga udara
selain harus melewati membrane respirasi yang biasanya juga harus melewati cairan
ini. Oleh karena itu kecepatan difusi berbanding terbalik dengan tebalnya membran.

2) Luas permukaan membrane pulmonal

Bila luas permukaan total berkurang menjadi tinggal sepertiga saja, pertukaran
gas-gas tersebut terganggu secara bermakna bakhan dalam keadaan istirahat sekalipun.
Penurunan luas permukaan membrane yang paling sedikitpun dapat menganggu
pertukaran gas yang hebat saat olah raga kompetitif atau gerak badan lainnya.Pada
konsolidasi paru seperti dijumpai pada randang paru akut, atau pada tuberkulosa paru,
pengangkatan sebagian lobus paru, terjadi penurunan luas permukaan membrane
respirasi.

3) Koefisien Difusi

Koefisien difusi tiap gas dalam membrane respirasi tergantung pada daya
larutnya didalam membrane itu dan berbanding terbalik dengan akar pangkat dua berat
molekulnya. Kecepatan difusi CO2 20 kali lebih cepat dari O2 sehingga kekurangan
O2 belum tentu disertai kelebihan CO2 Sebaliknya O2 berdifusi 2 kali lebih cepat
daripada nitrogen (N). Kecepatan difusi CO 200 kali lebih cepat dari O2 sehingga
mudah terjadi keracunan. Selain itu karena kecepatan difusi O2 lebih rendah dari CO2,
penurunan O2 tidak selamanya disertai peningkatan CO2.

4) Perbedaan tekanan parsial gas antara alveoli dan kapiler

Perbedaan tekanan diantara kedua sisi membrane respirasi adalah perbedaan


tekanan partial gas didalam alveoli dengan didalam darah kapiler paru. Bila tekanan
partial suatu gas didalam alveoli lebih besar daripada tekanan partial di dalam darah
kapiler paru, seperti O2, terjadi perpindahan gas dari alveoli ke dalam darah kapiler
paru, tetapi bila tekanan partial gas dalam darah kapiler paru lebih besar dari pada
tekanan partial dalam alveoli, seprti CO2, terjadi perpindahan gas dari darah kapiler
paru ke alveoli. Oleh karena itu difusi paru juga ditentukan oleh ventilasi paru.

5) Tingkat kelarutan gas pada membrane (semakin besar semakin mudah


berdifusi)

→ O2 ; 1, CO2 : 20.3, N2 : 0.53

Nitrogen yang diinspirasi tidak akan masuk ke dalam darah karena tekanan
parsial di atmosfir sangat rendah. Selain itu tingkat kelarutan N2 hanya 0.53 sehingga
sulit menembus membrane pulmonal

C. Transportasi Gas

Transportasi gas merupakan proses pendistribusian O2 kapiler ke jaringan tubuh


dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Transportasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu curah jantung (kardiak output), kondisi pembuluh darah, latihan (exercise),
perbandingan sel darah dengan darah secara keseluruhan (hematokrit), serta eritrosit
dan kadar Hb.

Pada kondisi normal, hampir seluruh oksigen diikat oleh hemoglobin (Hb) yang
berada di dalam eritrosit (RBC) untuk dihantarkan keseluruh tubuh. Eritrosit bersama
cairan plasma dipompa oleh jantung keseluruh sel di tubuh. Sebagian kecil O2 (3%)
langsung larut dalam plasma dalam bentuk oksigen bebas. Setelah sampai di
kapilerorgan, O2 lepas dari Hb dan berdifusi ke jaringan interstisial dan selanjutnya
masuk ke dalam sel. Dengan berikatan dengan Hb, transportasi O2 ditingkatkan sampai
60 x lipat.

Ikatan Oksigen-Hemoglobin

Ketika berdifusi dari alveoli ke dalam kapiler, tekanan parsial O2 masih 100
mmHg. Tekanan yang cukup tinggi ini membuat sekitar 97% O2 terikat dengan Hb (Hb
O2). Ketika sampai dikapiler organ (tempat tujuan) tekanan parsial oksigen menurun
sampai 40 mmHg, akibatnya sekitar 27% O2 dilepas oleh Hb masuk ke insterstisial
sehingga hanya tinggal 70% O2 yang terikat dengan Hb. Bila tubuh sedang stress
(missal berolahraga), oksigen akan banyak habis terpakai sehingga tekanan parsial O2
menurun, hal ini menyebabkan kemampuan Hb mengikat O2 menurun sehingga O2
banyak dilepas ke jaringan.

Transport Karbon-Dioksida di Jaringan

Di dalam sel, O2 akan bereaksi (bermetabolisme) dengan karbohidrat (CH2O)


untuk suplai energy bagi kehidupan sel. Sisa metabolism berupa CO2 dan air (H2O).
Berikut reaksi utama untuk kehidupanini:

CH2O + O2 → CO2 + H2O + energi

Bila air tetap berguna untuk proses kehidupan, maka CO2 akan dikeluarkan dari
sel, CO2 beredar di pembuluh darah untuk nantinya keluar melalui ekspirasi udara paru.
Karbon dioksida cenderung keluar dari sel karena memiliki tekanan parsial gas di dalam
sel (55 mmHg) lebih tinggi disbanding tekanan parsial di darah (46 mmHg). Setelah
sampai di kapiler paru, CO2 akan cenderung ke alveoli karena tekanan parsial CO2 di
alveoli lebih rendah (40mmHg).

Didalam darah, CO2 ditranspor dalam 3 bentuk:

1) Karbon dioksida akan masuk ke eritrosit dan diikat oleh ion bikarbonat menjadi
asam karbonat (HCO3) dengan bantuan enzim karbonik anhydrase

2) Masuk ke eritrosit dan diikat oleh Hb menjadi karbamino hemoglobin (Hb-


CO2) namun dalam jumlah yang terbatas. Hemoglobin dapat mengikat O2 dan CO2
sekaligus

3) Bentuk CO2 bebas yang larut dalam plasma.

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Oksigenasi

Empat faktor mempengaruhi kemampuan sirkulasi, ventilasi, perfu, dan


transportasi gas-gas pernapasan ke jaringan: (1) Fisiologis, (2) pengembangan, (3) gaya
hidup, dan (4) lingkungan hidup. Faktor fisiologis dibahas di sini, dan yang lainnya
terperangkap di bagian dasar pengetahuan keperawatan yang mengikuti.
A. Faktor fisiologis.
Setiap kondisi yang mempengaruhi fungsi kardiopulmo secara langsung
mempengaruhi kemampuan tubuh untuk memenuhi kebutuhan oksigen. Gangguan
pernapasan mencakup hiperventilasi, hipoventilasi, dan hipoksia. Gangguan jantung
mencakup distur dalam konduksi, kerusakan fungsi valvular, hipoksia miokardial,
kondisi jantung, dan hipoksia jaringan perifer. Proses fisiologis lain yang
mempengaruhi oksigen pasien mencakup perubahan - perubahan yang mempengaruhi
kapasitas darah pembawa oksigen, berkurangnya konsentrasi oksigen yang diilhami,
meningkatnya permintaan metabolisme tubuh, dan perubahan yang mempengaruhi
gerakan dinding dada akibat kelainan otot atau perubahan otot neuromus kular.
a. Kemampuan pembawa oksigen menurun.
Hemoglobin membawa sebagian besar oksigen ke jaringan. Anemia dan
menghirup oksigen pengganti beracun mengurangi kapasitas darah pembawa oksigen
dengan mengurangi jumlah hemoglobin yang tersedia untuk mengangkut oksigen.
Anemia. , lebih rendah dari kadar hemoglobin normal) adalah akibat berkurangnya
produksi hemoglobin, meningkatnya kerusakan sel darah merah, dan/atau hilangnya
darah. Pasien merasa lelah, kurang terkena imbasnya aktivitas, meningkatnya sesak
napas, denyut jantung, dan wajah pucat (khususnya terlihat di mata). Penurunan
oksigen sebagai efek kedua dengan anemia. Respons fisiologis terhadap hipokemia
kronis adalah perkembangan peningkatan sel-sel darah merah (poly cythemia). Ini
adalah respon adaptif tubuh untuk meningkatkan jumlah hemoglobin dan situs pengikat
oksigen yang ada.
Karbon monoksida (CO) adalah bahan beracun yang paling umum, yang
menurunkan kapasitas darah yang membawa oksigen. Dalam kadar toksisitas
hemoglobin erat mengikat dengan CO, menciptakan anemia fungsional, karena
kekuatan ikatan tersebut, CO tidak mudah memisahkan diri dari hemoglobin, sehingga
hemoglobin tidak tersedia untuk mengangkut oksigen.
Hipovolemia. Kondisi seperti shock dan dehidrasi parah mengakibatkan
kehilangan cairan ekstraseluler dan mengurangi sirkulasi darah, atau hipovolemia.
Karena telah mengalir dalam volume darah, muncullah hipoksia pada jaringan
tubuh. Dengan hilangnya cairan yang cukup banyak, tubuh berupaya menyesuaikan
dengan penyerapan tepi pembuluh darah dan meningkatkan denyut jantung agar
meningkatkan volume darah yang kembali ke jantung, sehingga meningkatkan
keluaran jantung.
Penurunan konsentrasi oksigen yang terinspirasi. Dengan penurunan
konsentrasi oksigen yang diilhami, kapasitas membawa oksigen dari darah menurun.
Berkurang dalam fraksi konsentrasi oksigen yang diilhami (FiO2) disebabkan oleh
hambatan saluran udara atas atau bawah, yang membatasi pengiriman oksigen yang
diilhami ke alveoli; Oksigen lingkungan hidup menurun (di tempat tinggi); Atau,
hipoventilasi (terjadi pada kasus kelebihan dosis obat)
Tingkat metabolisme meningkat. Meningkatkan aktivitas metabolisme
meningkatkan kebutuhan oksigen. Tingkat oksigenasi menurun ketika sistem tubuh
tidak dapat memenuhi permintaan ini. Denyut gluolio yang meningkat adalah
normal pada kehamilan, penyembuhan luka, dan olahraga karena tubuh
menggunakan energi atau membangun jaringan. Kebanyakan orang dapat memenuhi
permintaan oksigen yang meningkat dan tidak menunjukkan tanda-tanda
kekurangan oksigen. Demam meningkatkan kebutuhan akan jaringan untuk oksigen;
Sebagai hasil peningkatan produksi karbon dioksida. Ketika demam per sists, tingkat
metabolisme tetap tinggi, dan tubuh mulai memecah penyimpanan protein. Hal ini
menyebabkan otot menyusut dan massa otot menurun, termasuk otot-otot
pernapasan seperti diafragma dan otot-otot interkostalis.
Tubuh berupaya menyesuaikan diri dengan meningkatnya kadar karbon
dioksida dengan meningkatkan kecepatan dan kedalaman pernapasan. Warna WOB
pasien meningkat, dan pada akhirnya sang pasien menunjukkan tanda-tanda dan
simp dari hypoxemia. Pasien dengan penyakit paru-paru lebih berisiko mengalami
hipoksemia.
b. Kondisi yang mempengaruhi gerakan dinding dada
Kesesuaian apa pun untuk mengurangi gerakan dinding dada menghasilkan
menurunnya ventilasi. Jika diafragma tidak sepenuhnya turun dengan bernapas, volume
udara yang terilham menurun, mengantarkan lebih sedikit oksigen ke alveoli dan
jaringan.
Kehamilan. Seraya janin tumbuh selama kehamilan, kandungan yang
diperbesar mendorong isi perut ke atas terhadap diafragma. Selama tiga bulan
terakhir kehamilan, kapasitas inspiratif menurun, yang mengakibatkan diskrining
tenaga kerja dan meningkatnya kelelahan.
Obesitas. Pasien yang mengalami obesitas yang tidak sehat telah mengurangi
volume paru-paru dari toraks dan perut bagian bawah yang berat, khususnya sewaktu
berada di posisi pinggang dan rahim yang membuncit. Banyak TDK masalah Pasien
obesitas menderita apnea tidur obstruktif. Pasien obesitas yang tidak sehat
mengalami penurunan jumlah anggota paru-paru dan dinding dada akibat gangguan
perut ke dada, meningkatnya warna kulit, dan berkurangnya volume paru-paru. Pada
beberapa pasien obesitas. Hipoventilasi sindrom berkembang di mana oksigenasi
adalah de. Berkerut dan karbon dioksida ditahan. Pasien obesitas juga rentan
terhadap atelektasis atau pneumonia setelah pembedahan karena paru-paru tidak
mengembang sepenuhnya dan lobus bawah dapat mempertahankan sekresi paru.
Kelainan otot dan tulang.
Musculoskeletal yang Abnormal. Kerusakan Musculoskeletal di thoracic
mengurangi oksigen. Gangguan ini timbul akibat konfigurasi struktural yang tidak
normal, trauma, gangguan otot, dan penyakit pada sistem saraf pusat. Kontentur-
konfigurasi berputarsia yang tidak normal merusak oksigen mencakup yang
mempengaruhi tulang rusuk seperti pectus excavatum dan kolom vertebral Seperti
kyfosis, lordosis, atau skoliosis.
Trauma. Dada Flail adalah kondisi dimana beberapa tulang rusuk
menyebabkan ketidakstabilan di sebagian dinding dada. Dinding dada yang tidak
stabil memungkinkan paru-paru yang mendasari daerah yang terluka kontrak pada
inspira tion dan tonjolan pada kedaluwarsa, mengakibatkan hipoksia. Para pasien
pembedahan toraks atau pembedahan perut bagian atas menggunakan pernapasan
yang dangkal untuk menghindari rasa sakit, yang juga mengurangi gerakan dinding
dada.suko Opioids digunakan untuk mengobati rasa sakit menekan pusat
pernapasan, tingkat pernapasan yang menyusut dari furthen dan pemuaian dinding
dada.
Penyakit saraf otot. Penyakit-penyakit Neuromuscular mempengaruhi
oksigen pada jaringan dengan menurunkan kemampuan pasien untuk memperluas
dan membatasi dinding dada. Ventilasi mengalami kerusakan, mengakibatkan
ateletasis, hipercapni hormon, dan hipoksemia. Contoh kondisi yang menyebabkan
ventilasi hipo mencakup myasthenia gravis, sindrom Guillain-Barre, dan
poliomyelitis.Rig.
Pusat perubahan sistem saraf. Penyakit atau trauma medulla oblongata
dan/atau saraf tulang belakang menyebabkan gangguan pernapasan. Sewaktu
medulla oblongata terpengaruh, regulasi pernafasan saraf terganggu, dan pola
pernapasan abnormal berkembang. Trauma serviks di C3 hingga C5 biasanya
menyebabkan kelumpuhan saraf phrenik. Apabila saraf phrenik rusak, diafragma
tidak turun dengan benar, dengan demikian mengurangi volume paru-paru inspirasi
dan mengakibatkan hipokemia. Trauma tulang belakang dibawah vertebra C5
biasanya meninggalkan saraf phrenic utuh tapi kerusakan saraf tha innervate yang
otot intercostal, mencegah ekspansi anteroposterior dada.

c. Pengaruh penyakit kronis.

Oksigen menurun sebagai konsekuensi langsung dari penyakit paru-paru kronis.


Perubahan pada diameter anteroposterior dinding dada (laras, dada) terjadi karena otot-
otot dan udara yang digunakan secara berlebihan sehingga tidak bisa menempel pada
emphysema. Diafragma diratakan, dan medan paru-paru membengkak. Mengakibatkan
kadar hipokemia yang bervariasi dan/atau hypercapnia (McCance dan hueter, 2010).

B. Faktor Perkembangan
Tahap perkembangan pasien dan proses penuaan yang normal mempengaruhi
oksigen jaringan.
a. Bayi dan balita.
Bayi dan balita berisiko terkena infeksi saluran pernapasan bagian atas karena
sering terkena infeksi saluran pernapasan lainnya, sistem kekebalan tubuh yang tidak
matang, dan terkena asap rokok orang lain. Selain itu, selama proses batang gigi
beberapa bayi mengalami penyumbatan hidung, sehingga merangsang pertumbuhan
bakteri dan meningkatkan potensi infeksi saluran pernapasan. Infeksi saluran tikus
tingkat tinggi biasanya tidak berbahaya dan balita atau berakhir tanpa banyak
masalah.
b. Usia sekolah anak-anak dan remaja.
Anak-anak dan remaja usia sekolah terpapar oleh infeksi pernapasan dan
faktor-faktor risiko pernapasan seperti merokok atau asap rokok. Anak yang sehat
biasanya tidak memiliki efek infeksi pernapasan pada paru-paru. Asosiasi paru-paru
amerika (2008) melaporkan kurangnya merokok di collegestudents (19.2%) telah
turun pada tahun 2006 dibandingkan dengan mereka yang merokok pada tahun 1999
(30,6%). Meskipun angka ini masih lebih tinggi daripada tujuan nasional yang
ditetapkan departemen kesehatan dan layanan masyarakat as (12%), ada harapan
bahwa angka itu akan terus merosot. Faktor risiko terbesar bagi mereka yang masih
merokok di perguruan tinggi adalah jika mereka mulai merokok di sekolah
menengah (American Lung Association, 2008). Orang yang mulai merokok pada
masa remaja dan terus merokok hingga usia paruh baya lebih berisiko terkena
penyakit kardiopulmonary dan kanker paru-paru.
c. Muda dan dewasa usia menengah.
Orang dewasa muda dan menengah pertama terpapar berbagai faktor risiko
kardiopulmonary: diet yang tidak sehat, kurang olahraga, stres, overthe-counter dan
obat-obatan resep yang tidak digunakan sebagai yang dimaksudkan, senyawa ilegal,
dan merokok. Revisi faktor-faktor yang dapat dimodifikasi ini mengurangi risiko
pasien terkena penyakit jantung atau paru. Ini juga waktunya untuk individu
metapkan kebiasaan dan gaya hidup seumur hidup. Pada tahun 2007 20,6% orang
dewasa adalah perokok (LungUSA, 2010). Penting untuk membantu pasien anda
membuat pilihan yang benar dan keputusan yang terinformasi tentang cara mereka
menjalani perawatan kesehatan. Peningkatan biaya rokok plus kebijakan udara bebas
dari asap negara dan hukum yang mengurangi merokok di tempat umum telah
terbukti membantu penghentian merokok (asosiasi paru-paru amerika, 2008).
d. Orang dewasa yang lebih tua.
Sistem jantung dan pernapasan mengalami perubahan selama proses penuaan.
Keduanya berhubungan dengan keropos jantung, SA node, dan kartilago kosta.
Sistem pembukaannya mengalami kehilangan ketuban. Osteoporosis
mengakibatkan perubahan ukuran dan bentuk thoraks. Trakea dan bronchi besar
membesar dari cal cification dari saluran udara. Alveoli memperbesar, mengurangi
luas permukaan yang tersedia untuk pertukaran gas. Jumlah silia fungsional
berkurang, menyebabkan penurunan dalam efektivitas kegunaan mech batuk,
meningkatkan risiko infeksi pernapasan (Meiner, 2011).
C. Faktor Gaya Hidup
Modifikasi gaya hidup sulit bagi para pasien karena mereka sering kali harus
mengubah kebiasaan yang menyenangkan seperti merokok atau menyantap makanan
tertentu. Faktor risiko modifica ion penting termasuk berhenti merokok, kelebihan berat
badan, pola makan rendah kolesterol dan rendah sodium, pengendalian hipertensi, dan
olahraga secukupnya.Meskipun sulit untuk mengubah perilaku jangka panjang,
membantu pasien memperoleh perilaku sehat mengurangi risiko untuk atau
memperlambat atau menghentikan kemajuan penyakit kardiopulmonary (Meiner,
2011).
a. Nutrisi.
Nutrisi mempengaruhi fungsi kardiopulmonary dalam beberapa hal. Obesitas
berat menurun terhadap paru-paru dan bertambahnya berat badan meningkatkan
kebutuhan oksigen di jaringan. Pasien kurang gizi mengalami kemunduran otot
pernapasan, yang mengakibatkan berkurangnya kekuatan otot dan ekskursi
pernapasan. Efisiensi batuk berada di tempat kedua hingga kelemahan otot
pernapasan, yang membuat pasien berisiko retensi sekresi paru.
Pasien yang menderita obesitas dan/atau kekurangan gizi berisiko terkena
anemia. Pola makan tinggi karbohidrat berperan dalam meningkatkan beban karbon
dioksida bagi pasien dengan pemulihan karbon dioksida. Seraya karbohidrat
dimetabolisme, semakin banyak karbon dioksida terbentuk dan dikeluarkan melalui
paru-paru.
Kebiasaan makan juga mempengaruhi meluasnya penyakit kardiovaskular.
Nutrisi kardioprotektif termasuk menu kaya serat; Butir - butir utuh; Buah - buahan
dan sayuran segar; Kacang-kacangan; Antioksidan; Daging tanpa lemak, ikan, dan
ayam; Dan asam lemak omega-3. Pembaruan terakhir oleh komite nasional
gabungan (JNC, 2003) merekomendasikan bahwa restriksi natrium dalam menu
makanan bermanfaat dalam mengurangi kebutuhan obat antihyper tensif; Dalam
beberapa kasus itu menyebabkan hipertrikosis tekanan darah untuk menurun. Diet
tinggi kalium mencegah hipertensi dan membantu meningkatkan kontrol pada
pasien dengan hipertensi. Buah seberat 2000-kalori; Sayuran; Dan makanan rendah
lemak yang kaya akan serat, kalium, kalsium, dan magnesium serta rendah lemak
jenuh dan total turut mencegah dan mengurangi dampak hipertensi.
b. Olahraga.
Olahraga meningkatkan aktivitas metabolisme dan kebutuhan oksigen tubuh.
Tingkat kecepatan dan kedalaman pernapasan meningkat, memungkinkan seseorang
menghirup lebih banyak oksigen dan menghembuskan karbon dioksida secara
berlebihan. Program latihan fisik memiliki banyak manfaat (lihat bab 38). Orang
yang berolahraga selama 30 hingga 60 menit setiap hari memiliki denyut nadi dan
tekanan darah yang lebih rendah, menurunkan kadar kolesterol yang meningkat
aliran darah, dan ekstraksi oksigen yang lebih besar melalui otot-otot yang bekerja.
Orang-orang yang sepenuhnya terkondisi mengalami peningkatan konsumsi oksigen
sebesar 10% sampai 20% karena peningkatan keluaran jantung dan peningkatan
efisiensi otot miokardial (JNC, 2003).
c. Merokok.
Merokok dan asap rokok rokok diuji dengan beberapa penyakit, termasuk
penyakit jantung, pd, dan kanker paru-paru. Merokok mengakibatkan kerusakan
pada pembuluh darah dan penyakit arteri koroner (McCance dan hueter, 2010).
Nikotin yang dihirup menyebabkan pembuluh darah perifer dan koroner naik - turun,
meningkatkan tekanan darah dan mengecatkan aliran darah ke pembuluh - pembuluh
perifer.
Wanita yang minum pil kb dan merokok lebih berisiko mengalami
thrombophlebitis dan emboli paru. Merokok selama kehamilan dapat
mengakibatkan bayi berberat badan rendah, melahirkan sebelum lahir, dan bayi
dengan fungsi paru-paru yang menurun (LungUSA, 2010). Bahkan, asap rokok bisa
berbahaya bagi bayi yang berberat badan rendah, yang dilahirkan sebelum lahir, dan
yang keguguran (ac, 2010).
Risiko terkena kanker paru-paru 10 kali lebih besar bagi seseorang yang
merokok daripada bagi yang tidak merokok. Di amerika serikat, penggunaan
tembakau memungkinkan terjadinya 30% kematian akibat kanker. Hal ini mencakup
87% kematian akibat kanker paru-paru dan kanker pada laring, mulut, faring,
esofagus, dan kandung kemih. Merokok telah dikaitkan dengan munculnya kanker
lain, termasuk ginjal, leher rahim, dan leuke mia (ac, 2010). Nikotin patch, permen
karet, dan lozenges tersedia di counter, dan obat hirup dan pernapasan nikotin dapat
diperoleh lewat resep. Obat resep seperti bupropion (Zyban) dan varenicline
(Chantix) juga tersedia untuk membantu orang berhenti merokok (LungUSA, 2010).
Kontak terhadap asap tembakau lingkungan (asap rokok bekas) meningkatkan
risiko kanker paru-paru dan penyakit kardiovaskular pada seorang yang tidak
perokok. Anak-anak yang orang tuanya merokok punya prioritas yang lebih tinggi
untuk menderita asma, radang paru-paru, dan infeksi telinga. Bayi-bayi yang
menghirup asap rokok berisiko tinggi menderita sindroma kematian bayi mendadak
(ac, 2010).
d. Penyalahgunaan obat.
Penggunaan alkohol secara berlebihan dan obat-obatan lainnya merusak
oksigen jaringan dalam dua cara. Pertama, orang yang secara kronis mengkonsumsi
zat-zat selalu kurang gizi. Dengan berkurangnya konsumsi makanan kaya zat besi,
penurunan produksi hemoglo bin. Kedua, penggunaan alkohol yang berlebihan dan
obat-obatan tertentu lainnya menekan pusat pernapasan, mengurangi tingkat dan
tingkat pernapasan serta jumlah oksigen yang terhirup. Penyalahgunaan zat-zat yang
dilakukan oleh merokok atau menghirup zat-zat seperti kokain murni atau asap cat
atau lem dapat mengakibatkan cedera langsung pada jaringan paru-paru yang
mengakibatkan kerusakan paru-paru permanen. Laporan tentang penyalahgunaan
bahan hirup (yang dihirup) oleh para remaja untuk mendapatkan dampak euforia
mencakup penggunaan beragam senyawa seperti cat pengencer cat kuku, pengencer
cat kuku, lem, cat semprot, nitrit oksida, dan produk-produk rumah tangga lainnya.
Kematian mendadak dapat terjadi karena irama jantung; Atau, kerusakan kronis
dapat mengakibatkan kerusakan paru-paru, dan ginjal (Stoppler, 2005).
e. Stres.
Keadaan terus-menerus dari stres atau kecemasan yang parah meningkatkan
tingkat metabolisme dan kebutuhan oksigen tubuh. Tubuh menanggapi
kekhawatiran dan tekanan lain dengan peningkatan kecepatan dan kedalaman
pernapasan. Kebanyakan orang menyesuaikan diri; Tetapi beberapa orang,
khususnya yang menderita penyakit kronis atau penyakit yang akut yang
mengancam seperti MI, tidak dapat mentoleransi kebutuhan oksigen yang berkaitan
dengan kecemasan.
D. Faktor Lingkungan
Lingkungan juga mempengaruhi oksigen. Jumlah kasus penyakit paru-paru lebih
tinggi di daerah perkotaan daripada di pedesaan. Selain itu, tempat kerja pasien kadang-
kadang meningkatkan risiko terkena penyakit paru-paru. Pencemar kerja mencakup
asbes, bedak, debu, dan serat udara. Misalnya, para pekerja pertanian di kawasan kering
di sebelah barat daya amerika serikat berisiko terhadap coccidioidomycosis, suatu
penyakit jamur yang disebabkan oleh menghirup spora bakteri Coccidioides immitis
dari udara. Asbes adalah penyakit paru-paru kerja yang berkembang setelah terpapar
asbes. Paru-paru dengan asbes sering kali menyebar interstitial fibrosis, menciptakan
penyakit paru-paru membatasi. Pasien yang terpapar asbes berisiko tertular kanker
paru-paru, dan risiko ini meningkat seiring dengan timbulnya asap tembakau.
2.5 Gangguan Oksigenasi

1. Hipoksia

Tidak kuatnya pemenuhuan O2 seluler akibat dari defisiensi O2 yang didinspirasi


atau meningkatnya penggunaan O2 pada tingkat seluler. Hipoksia dapat disebabkan
oleh menurunnya hemoglobin, kerusakan gangguan ventilasi, menurunnya perfusi
jaringan seperti pada syok, berkurannya konsentrasi O2 jika berada dipuncak gunung.
Tanda tanda Hipoksia adalah kelelahan, kecemasan menurunnya kemampuan
konsentrasi, nadi meningkat, pernafasan cepat dan dalam sianosis, sesak nafas.

2. Perubahan pola pernapasan

a. Takipnea, takipnea adalah frekuensi pernapasan teratur namun cepat secara


tidak merata (ngt; 24/ menit).

b. Branipnea, adalah frekuensi pernapasan teratur namun lambat secara tiak


normal ( kurang dari 12 /menit).

c. Hiperventilasi

Merupakan upaya tubuh dalam meningkatkan jumlah O2 dalam paru-paru


agar pernafasan lebih cepat dan dalam. Hiperventilasi dapat disebabkan karena
kecemasan, infeksi, keracunan obat-obatan, keseimbangan asam basa seperti
osidosis metabolik Tanda-tanda hiperventilasi adalah takikardi, nafas pendek, nyeri
dada, menurunnya konsentrasi, disorientasi, tinnitus.

d. Kussmaul, dalah pernapasan cepat secara tidak normal dan frekuensi


meningkat, misal dalam keadaan asidosis metabolik

e. Hipoventilasi

Terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat untuk memenuhi penggunaan


O2 tubuh atau untuk mengeluarkan CO2 dengan cukup. Biasanya terjadi pada
keadaaan atelektasis (Kolaps Paru). Tanda-tanda dan gejalanya pada keadaan
hipoventilasi adalah nyeri kepala, penurunan kesadaran, disorientasi, ketidak
seimbangan elektrolit.

f. Dispnea, merupakan perasaan sesak dan berat saat bernafas.


g. Ortopnea, merupakan kesulitan bernafas kecuali dalam posisi duduk atau
berdiri dan pola ini sering di temukan pada seseorang yang mengalami kongestik
paru.

h. Cheyne stokes, merupakan frekuensi dan kedalaman pernapasan tidak


teratur, di tandai dengan periode apnea dan hiperventilasi yang berubah-ubah.

i. Pernapasan paradoksial, merupakan pernapasan dimana dinding paru-paru


bergerak berlawanan arah dari keadaan normal.

j. Biot, erupakan pernapasan dangkal secara tidak normal untuk dua atau tiga
napas di ikuti periode apnea yang tidak teratur.

k. Stridor, merupakan pernapasan bising yang terjadi karena penyempitan


pada saluran pertanyaan.

3. Obstruksi jalan napas

Merupakan gangguan yang menimbulkan penyumbatan pada saluran


pernapasan.

4. Pertukaran gas

Merupakan proses pengambilan gas oksigen dari lingkungan dan pengeluaran


karbon dioksida dari dalam tubuh makhluk hidup. Bernafas merupakan salah satu ciri
utama makhluk hidup. Proses pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida berlangsung
secara difusi. Oksigen akan menuju semua sel dalam semua jaringan melalui alat-alat
pernafasan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Oksigenasi adalah proses penambahan oksigen O2 ke dalam system . Oksigenasi


merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat dibutuhkan dalam proses
metabolisme sel. Sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan oksigenasi terdiri dari
saluran pernapasan bagian atas dan bagian bawah. Saluran pernafasan bagian atas
terdiri dari : hidung, faring, laring, dan epiglotis, sedangkan saluran pernafasan bagian
bawah terdiri dari : trakea, bronkus, bronkiolus, alveoi, dan paru.

Proses oksigenasi melibatkan system pernafasan dan sistem kardiovaskuler.


Proses tersebut terdiri dari 3 tahapan, yaitu ventilasi paru, difusi gas dan transportasi
gas. Empat faktor mempengaruhi kemampuan sirkulasi, ventilasi, perfu, dan
transportasi gas-gas pernapasan ke jaringan: (1) Fisiologis, (2) pengembangan, (3) gaya
hidup, dan (4) lingkungan hidup.

3.2 Saran

Maka dari itu, kita harus saling menjaga lingkungan kita dalam keadaan bersih
dan sehat agar terhindar dari polusi yang membuat gangguan pada pernapasan dalam
keadaan memburuk. Dan juga kita harus memberantas penebangan pohon secara liar
yang membuat oksigen yang kita dapat berkurang karenanya.
DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, S. 2012. Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi). Yogyakarta: Graha


Ilmu.
Atoilah, Elang Mohamad & Engkus Kusnadi. 2013. Askep Pada Klien Dengan
Gangguan Kebutuhan Dasar Manusia. Bogor : IN MEDIA.
Pearce, Evelyn C.. 2008. Anatomi dan fisiologi untuk para medis. Jakarta: PT
Gramedia..
Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 2 Edisi 4. Jakarta
: Salemba Medika.

Potter & Perry. 2009. Fundamental keperawatan 7 th ed. Vol 2. Jakarta : Salemba
Medika.
Perry, Potter. 2013. Fundamental of Nursing Eight Edition. Louis Missouri : Elsevier.
Tarwoto & Wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Edisi
3. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai