Anda di halaman 1dari 15

1.

KONSEP TEORI
A. DEFINISI
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi menahun menular yang disebabkan
oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Kuman tersebut biasanya masuk ke
dalam tubuh manusia melalui udara (pernapasan) kedalam paru-paru, kemudian kuman
tersebut menyebar dari paru-paru ke organ yang lain melalui peredaran darah, yaitu :
kelenjar limfe, saluran pernapasan atau penyebaran langsung ke organ tubuh lain
(Depkes RI, 1998).
Menurut Price ( 2005 ) tuberculosis ( TB ) adalah suatu penyakit infeksi menular
yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis yang penyebarannya melalui saluran
pernafasan, saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit.
Menurut Hanikamioji ( 2009 ) Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.

B. ETIOLOGI
Tuberculosis paru disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran 1 - 4/ μm dan tebal 0,3 - 0,6/ μm. Sebagian kuman
terdiri atas lemak ( lipid). Lemak inilah yang membuat kuman tahan asam dan lebih
tahan terhadap gangguan fisik da kimia, kuman juga mampu hidup dalam udara kering
maupun dingin , bahkan bias bertahan hidup bertahun- tahun dalam lemari es. Hal ini
terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dan sifat lain dari kuman ini adalah
aerob, sehingga kuman ini hidup pada jaringan yang kaya oksigen. Dimana bagian
apical paru- paru merupakan tempat predileksi penyakit tuberculosis paru ( Suyono,
2003 ).

C. PATOFISIOLOGI
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis terjadi
melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-
kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Saluran pencernaan
merupakan tempat masuk utama jenis bovin, yang penyebarannya melalui susu yang
terkontaminasi.
Tuberkulosis adalh penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara
sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya sel T) adalah sel
imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang
diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respon ini disebut sebagai
reaksi hipersensitivitas (lambat)
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti
keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis
kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan
fibroblast, menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa
membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang
mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Gohn dan gabungan
terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks
Gohn respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana
bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang
dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkhial.
Proses ini dapat akan terulang kembali ke bagian lain dari paru-paru, atau basil dapat
terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitas yang kecil dapat menutup
sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut bila peradangan mereda
lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat
perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat
mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan
dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas keadaan ini dapat menimbulkan
gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi
tempat peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh
darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah
dalam jumlah kecil dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran
ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri.
Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan
tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga
banyak organisme masuk kedalam sistem vaskular dan tersebar ke organ-organ tubuh.
D. MANIFESTASI KNINIS
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang
mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala
umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas
sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik
dan gejala sistemik:
1. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan
bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
2. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau
bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat
banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya
batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
3. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-
hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
4. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul
apabila sistem persarafan di pleura terkena.
5. Gejala sistemik, meliputi:
a) Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam
hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang
serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.
b) Gejala sistemik lain
c) Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan
serta malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-
bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun
jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis TB menurut Asril Bahar (2001):
1. Pemeriksaan Radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks
paru (segmen apikal lobus atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga
mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor
paru.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-
kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat
tuberkulosis baru mulai sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke
kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai
meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan
jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal
lagi.
b. Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman
BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu
pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan
yang sudah diberikan.
c. Tes Tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau
pernah mengalami infeksi M. Tuberculosae, M. Bovis, vaksinasi BCG dan
Myobacteria patogen lainnya.
F. PENATALAKSANAAN
1. Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
2. Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap
(OAT – KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
1) Tahap awal (intensif)
a) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.\
b) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2
minggu.
c) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.
2) Tahap Lanjutan
a) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama
b) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan
d. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
1) Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia:
a) Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
b) Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
2) Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
a) Kategori Anak: 2HRZ/4HR
3) Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket
berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak
sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak.
4) Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu
tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini
dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
a) Paket Kombipak. Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu
paket, yaitu Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol. Paduan
OAT ini disediakan program untuk mengatasi pasien yang mengalami
efek samping OAT KDT.
5) Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk
memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas)
pengobatan sampai selesai. Satu paket untuk satu pasien dalam satu masa
pengobatan.
6) KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
a) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin
efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
b) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko
terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan
resep
c) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat
menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2005) :
a. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
c. Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan
ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
d. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru.
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan sebagainya.
f. insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).
2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang dilakukan yaitu :
a. Identitas klien
b. Riwayat penyakit sekarang
c. Riwayat penyakit dahulu
d. Riwayat penyakit keluarga
e. Riwayat psikososial
f. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak –
desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal
dirumah yang sumpek.
2) Pola nutrisi dan metabolic
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan
menurun.
3) Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi
maupun defekasi
4) Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu
aktivitas
5) Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru
mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
6) Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit
menular.
7) Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan
pendengaran) tidak ada gangguan.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa
kawatir klien tentang penyakitnya.
9) Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah
karena kelemahan dan nyeri dada.
10) Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan
stress pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap
pengobatan.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya
aktifitas ibadah klien.
2. Pemeriksaan fisik
a. Berdasarkan sistem – sistem tubuh
1) Sistem integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun
2) Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
a) inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma,
pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah.
b) Palpasi : Fremitus suara meningkat.
c) Perkusi : Suara ketok redup.
d) Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah,
kasar dan yang nyaring.
3) Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
4) Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.
5) Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
6) Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan
sehari – hari yang kurang meyenangkan.
7) Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456
8) Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan: Sekret kental atau sekret
darah, Kelemahan, upaya batuk buruk. Edema trakeal/faringeal.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan: Berkurangnya keefektifan
permukaan paru, atelektasis, Kerusakan membran alveolar kapiler, Sekret yang
kental, Edema bronchial.
3. Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan: Daya tahan
tubuh menurun, fungsi silia menurun, sekret yang inenetap, Kerusakan jaringan
akibat infeksi yang menyebar, Malnutrisi, Terkontaminasi oleh lingkungan, Kurang
pengetahuan tentang infeksi kuman.
4. Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan:
Kelelahan, Batuk yang sering, adanya produksi sputum, Dispnea, Anoreksia,
Penurunan kemampuan finansial.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan
dengan: Tidak ada yang menerangkan, Interpretasi yang salah, Informasi yang
didapat tidak lengkap/tidak akurat, Terbatasnya pengetahuan/kognitif.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Intervensi Rasional
Dx

1 1. Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas, - Penurunan bunyi napas indikasi


kecepatan, imma, kedalaman dan atelektasis, ronki indikasi akumulasi
penggunaan otot aksesori. secret/ketidakmampuan membersihkan
2. Catat kemampuan untuk jalan napas sehingga otot aksesori
mengeluarkan secret atau batuk efektif, digunakan dan kerja pernapasan
catat karakter, jumlah sputum, adanya meningkat.
hemoptisis - Pengeluaran sulit bila sekret tebal,
3. Berikan pasien posisi semi atau sputum berdarah akibat kerusakan paru
Fowler, Bantu/ajarkan batuk efektif atau luka bronchial yang memerlukan
dan latihan napas dalam. evaluasi/intervensi lanjut.
4. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, - Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi
suction bila perlu. maksimal membuka area atelektasis
5. Pertahankan intake cairan minimal dan peningkatan gerakan sekret agar
2500 ml/hari kecuali kontraindikasi. mudah dikeluarkan
6. Lembabkan udara/oksigen inspirasi. - Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction
7. Berikan obat: agen mukolitik, dilakukan bila pasien tidak mampu
bronkodilator, kortikosteroid sesuai mengeluarkan sekret.
indikasi. - Membantu mengencerkan secret
8. Bantu inkubasi darurat bila perlu. sehingga mudah dikeluarkan
- Mencegah pengeringan membran
mukosa.
- Menurunkan kekentalan sekret,
lingkaran ukuran lumen trakeabronkial,
berguna jika terjadi hipoksemia pada
kavitas yang luas.
- Diperlukan pada kasus jarang
bronkogenik. dengan edema laring atau
perdarahan paru akut.
2 1. Kaji dispnea, takipnea, bunyi Tuberkulosis paru dapat rnenyebabkan
pernapasan abnormal. Peningkatan meluasnya jangkauan dalam paru-pani
upaya respirasi, keterbatasan ekspansi yang berasal dari bronkopneumonia
dada dan kelemahan yang meluas menjadi inflamasi,
2. Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, nekrosis, pleural effusion dan
catat tanda-tanda sianosis dan meluasnya fibrosis dengan gejala-
perubahan warna kulit, membran gejala respirasi distress.
mukosa, dan warna kuku. Akumulasi secret dapat menggangp
3. Demonstrasikan/anjurkan untuk oksigenasi di organ vital dan jaringan.
mengeluarkan napas dengan bibir Meningkatnya resistensi aliran udara
disiutkan, terutama pada pasien dengan untuk mencegah kolapsnya jalan napas.
fibrosis atau kerusakan parenkim. Mengurangi konsumsi oksigen pada
4. Anjurkan untuk bedrest, batasi dan periode respirasi.
bantu aktivitas sesuai kebutuhan. Menurunnya saturasi oksigen
5. Monitor GDA (PaO2) atau meningkatnya PaC02
6. Berikan oksigen sesuai indikasi. menunjukkan perlunya penanganan
yang lebih. adekuat atau perubahan
terapi.
Membantu mengoreksi hipoksemia
yang terjadi sekunder hipoventilasi dan
penurunan permukaan alveolar paru.
3 1. Review patologi penyakit fase - Membantu pasien agar mau mengerti
aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi dan menerima terapi yang diberikan
melalui bronkus pada jaringan untuk mencegah komplikasi
sekitarnya atau aliran darah atau sistem - Orang-orang yang beresiko perlu
limfe dan resiko infeksi melalui batuk, program terapi obat untuk mencegah
bersin, meludah, tertawa., ciuman atau penyebaran infeksi.
menyanyi. - Kebiasaan ini untuk mencegah
2. Identifikasi orang-orang yang terjadinya penularan infeksi.
beresiko terkena infeksi seperti anggota - Mengurangi risilio penyebaran
keluarga, teman, orang dalam satu infeksi
perkumpulan - Febris merupakan indikasi terjadinya
3. Anjurkan pasien menutup mulut dan infeksi
membuang dahak di tempat - Pengetahuan tentang faktor-faktor ini
penampungan yang tertutup jika batuk membantu pasien untuk mengubah
4. Gunakan masker setiap melakukan gaya hidup dan
tindakan. menghindari/mengurangi keadaan yang
5. Monitor temperatur lebih buruk
6. Identifikasi individu yang berisiko - Periode menular dapat terjadi hanya
tinggi untuk terinfeksi ulang 2-3 hari setelah permulaan kemoterapi
Tuberkulosis paru, seperti: jika sudah terjadi kavitas, resiko,
alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass penyebaran infeksi dapat berlanjut
intestinal, menggunakan obat penekan sampai 3 bulan
imun/ kortikosteroid, adanya diabetes - INH adalah obat pilihan bagi
melitus, kanker. penyakit Tuberkulosis primer
7. Tekankan untuk tidak menghentikan dikombinasikan dengan obat-obat
terapi yang dijalani. lainnya. Pengobatan jangka pendek
8. Pemberian terapi INH, etambutol, INH dan Rifampisin selama 9 bulan
Rifampisin. dan Etambutol untuk 2 bulan pertama
9. Pemberian terapi Pyrazinamid - Obat-obat sekunder diberikan jika
(PZA)/Aldinamide, para-amino salisik obat-obat primer sudah resisten.
(PAS), sikloserin, streptomisin. - Untuk mengawasi keefektifan obat
10. Monitor sputum BTA dan efeknya serta respon pasien
terhadap terapi.
4 1. Catat status nutrisi paasien: turgor berguna dalam mendefinisikan
kulit, timbang berat badan, integritas derajat masalah dan intervensi yang
mukosa mulut, kemampuan menelan, tepat.
adanya bising usus, riwayat Mengukur keefektifan nutrisi dan
mual/rnuntah atau diare. cairan
2. Kaji pola diet pasien yang Membantu menghemat energi
disukai/tidak disukai. khusus saat demam terjadi peningkatan
3. Monitor intake dan output secara metabolik.
periodik. Mengurangi rasa tidak enak dari
4. Catat adanya anoreksia, mual, sputum atau obat-obat yang digunakan
muntah, dan tetapkan jika ada yang dapat merangsang muntah.
hubungannya dengan medikasi. Memaksimalkan intake nutrisi dan
5. Awasi frekuensi, volume, menurunkan iritasi gaster
konsistensi Buang Air Besar (BAB). Memberikan bantuan dalarn
6. Anjurkan bedres perencaaan diet dengan nutrisi adekuat
7. Lakukan perawatan mulut sebelum unruk kebutuhan metabolik dan diet.
dan sesudah tindakan pernapasan. Membantu menurunkan insiden
8. Anjurkan makan sedikit dan sering mual dan muntah karena efek samping
dengan makanan tinggi protein dan obat.
karbohidrat. Nilai rendah menunjukkan
9. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan malnutrisi dan perubahan program
komposisi diet. terapi.
10. Konsul dengan tim medis untuk demam meningkatkan kebutuhan
jadwal pengobatan 1-2 jam metabolik dan konsurnsi kalori.
sebelum/setelah makan
11. Awasi pemeriksaan laboratorium.
(BUN, protein serum, dan albumin).
12. Berikan antipiretik tepat.
5 1. Kaji kemampuan belajar pasien Kemampuan belajar berkaitan
misalnya: tingkat kecemasan, dengan keadaan emosi dan kesiapan
perhatian, kelelahan, tingkat partisipasi, fisik. Keberhasilan tergantung pada
lingkungan belajar, tingkat kemarnpuan pasien
pengetahuan, media, orang dipercaya. Indikasi perkembangan penyakit
2. Identifikasi tanda-tanda yang dapat atau efek samping obat yang
dilaporkan pada dokter misalnya: membutuhkan evaluasi secepatnya.
hemoptisis, nyeri dada, demam, Meningkatkan partisipasi pasien
kesulitan bernafas, kehilangan mematuhi aturan terapi dan mencegah
pendengaran, vertigo. putus obat.
3. Tekankan pentingnya asupan diet Mencegah keraguan terhadap
Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) pengobatan sehingga mampu menjalani
dan intake cairan yang adekuat. terapi.
4. Berikan Informasi yang spesifik Kebiasaan minurn alkohol
dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal berkaitan dengan terjadinya hepatitis
minum obat. Efek samping etambutol:
5. jelaskan penatalaksanaan obat: menurunkan visus, kurang mampu
dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya melihat warna hijau.
terapi dalam jangka waktu lama. Menurunkan kecemasan.
Ulangi penyuluhan tentang interaksi Penyangkalan dapat memperburuk
obat Tuberkulosis dengan obat lain. mekanisme koping
6. jelaskan tentang efek samping obat: Debu silikon beresiko keracunan
mulut kering, konstipasi, gangguan silikon yang mengganggu fungsi
penglihatan, sakit kepala, peningkatan paru/bronkus.
tekanan darah Merokok tidak menstimulasi
7. Anjurkan pasien untuk tidak minurn kambuhnya Tuberkulosis; tapi
alkohol jika sedang terapi INH. gangguan pernapasan/ bronchitis.
8. Rujuk perneriksaan mata saat mulai
dan menjalani terapi etambutol.
9. Dorong pasien dan keluarga untuk
mengungkapkan kecemasan. Jangan
menyangkal.
10. Berikan gambaran tentang pekerjaan
yang berisiko terhadap penyakitnya
misalnya: bekerja di pengecoran
logam, pertambangan, pengecatan.
11. Anjurkan untuk berhenti merokok.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall, (2000). Buku saku Diagnosa Keperawatan. Alih bahasa. Edisi 8. Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Depkes RI : Jakarta.
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Tambayong, J. 2003. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai