Anda di halaman 1dari 3

KELURAHAN POBOYA, PALU.

foto suku topoda'a daerah tambang emas kel.poboya

Gambaran umum daerah poboya

kelurahan Poboya, sebuah kelurahan yang terletak di Kecamatan Palu Timur, Kota Palu, Sulawesi
Tengah. Adapun luas wilayah kelurahan Poboya ini adalah 1403 Ha dengan batas – batas wilayah
sebagai berikut.

Sebelah Utara : Kelurahan Tondo

Sebelah Selatan : Kelurahan Lasoani

Sebelah Barat : Kelurahan Tanamodindi

Sebelah Timur : Kabupaten Parigi Moutong

Wilayah kelurahan Poboya ini berjarak sekitar lima kilometer dari kota Palu dan berjarak sekitar 8
kilometer dari Ibukota Provinsi. Dalam bidang kependudukan, di Kelurahan Poboya yang mempunyai
jumlah penduduk sebesar 1648 orang dimana penduduk yang berjenis kelamin laki – laki memayoritasi
masyarakat dengan jumlah 833 orang. Sedangkan penduduk yang berjenis kelamin perempuan
berjumlah 815 orang. Jumlah kepala keluarga yang ada di kelurahan Poboya adalah 403 KK.

Ditinjau dari kependudukan di kelurahan Poboya bermayoritaskan agama Islam dengan jumlah 1620
orang (98,3%). Sedangkan penduduk yang beragama lain seperti Kristen Protestan berjumlah 22 orang
(1,3%) dan Hindu berjumlah 8 orang (0,4%).

Sebagian besar masyarakat Poboya bermata pencaharian sebagai petani yaitu sebanyak 297 orang. Dan
yang bermata pencaharian sebagai PNS sebanyak 45 orang, sebagai pengusaha sebanyak 21 orang, serta
sebagai buruh sebanyak 75 orang.

Perlu diketahui bahwa saat ini penduduk asli kelurahan poboya hanya mempunyai presentase sebesar
20%. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk merupakan pendatang baru didaerah kelurahan
poboya. Kebanyakan dari mereka berasal dari Manado, Gorontalo, Jawa, Makassar, Kalimantan, dan
juga Nusa Tenggara. Kedatangan mereka dikarenakan telah ditemukannya tempat pertambangan emas
di wilayah pegunungan poboya. Hal ini juga tentunya membuat perubahan pada pola mata pencaharian
pada masyarakat asli poboya yang langsung beralih pekerjaan sebagai penambang emas. Karena adanya
tambang emas ini, menambah mata pencaharian baru sebagai mata pencaharian sampingan masrakat
Poboya, secara otomatis penghasilan pun bertambah dan kini perekonomian masyarakat Poboya sudah
lebih maju dari sebelumnya. Tampak pada pembangunan rumah – rumah penduduk yang masih dalam
tahap renovasi, dan perenovasian sekolah – sekolah . Dan kini di Desa ini telah banyak masyarakat yang
memiliki kendaraan bermotor, selain mata pencaharian tambang emas ,di daerah ini juga terdapat
hutan yang membuat daerah ini masih sangat hijau dan jauh dari polusi, sejauh ini masyarakat
memanfaatkan sebagian kecil hutan yang tersedia untuk menanam kelapa dan beberapa masyarakat
bermata pencaharian sebagai petani kopra. Namun Selain dampak positif tadi dari adanya
pertambangan emas didaerah ini tidak dapat terlepas pula dari dampak negative terdapat pula dampak
negative yang ditimbulkan dari kegiatan penambangan emas itu, dampaknya antara lain, gangguan
kesehatan pada masyarakat serta perubahan pada dunia social dan budaya.

suku Topoda’a

Di pertambangan emas ini terkenal para orang – orang Da’a (suku Topoda’a) yang bekerja di tempat itu
sebagai kuli angkut emas. Topoda’a adalah salah satu cabang dari suku Kaili yang ada di Sulawesi
Tengah. Topoda’a berasal dari kata Topo yang artinya orang, dan Da’a yang artinya tidak. Topoda’a juga
dapat diartikan orang yang berbahasa Da’a. Suku Topoda’a berasal dari Kabupaten Donggala, tepatnya
di daerah Gunung Gawalise dan Manonda, Marawola, Banawa Selatan, dan Soi. Suku Topoda’a ini
sebagian besar beragama Nasrani.
Para orang – orang Da’a ini mulai berdatangan ke daerah Poboya ketika mulai tersiar kabar mengenai
adanya penambangan emas ini, yaitu sekitar pada bulan Mei – Juni 2009. Jadi sebagian besar dari
mereka meninggalkan pekerjaan mereka sebagai buruh angkut di pasar – pasar dan beralih ke pekerjaan
baru mereka. Menurut informasi yang didapatkan, upah yang mereka dapatkan saat bekerja sebagai
buruh angkut di pasar – pasar lebih sedikit daripada menjadi kuli angkut di pertambangan emas. Saat
bekerja di pasar, mereka hanya mendapatkan uang tidak kurang dari Rp50.000 dalam sehari, sedangkan
saat bekerja di pertambangan emas mereka bisa mendapatkan uang sebanyak Rp150.000-Rp250.000
dalam sehari. Tentu saja faktor inilah yang mempengaruhi mereka untuk beralih profesi dan pindah ke
daerah poboya.

Mereka tidak terhitung sebagai penduduk dikelurahan poboya sebab mereka tidak tinggal menetap di
wilayah tersebut, tetapi hanya menetap secara temporer dan hanya datang untuk bekerja di
pertambangan emas itu. Dalam pekerjaan juga tak jarang terjadi persaingan antara orang – orang Da’a
untuk mendapatkan upah lebih banyak dari yang lainnya. Dilihat dari segi fisik, para Topoda’a
mempunyai tinggi kurang lebih 150 cm dan lebih cenderung terlihat seperti ras Negroid yang
mempunyai warna kulit gelap. Ada salah satu cirri khas dari Topoda’a ini adalah dimana saat mereka
bekerja selalu mengalungkan botol yang berisikan air minum mineral yang telah dicampur dengan
suplemen penambah tenaga

Anda mungkin juga menyukai