Anda di halaman 1dari 7

MANUSIA DAN KEBUDAYAAN DI INDONESIA

Diredaksi oleh

KOENTJARANINGRAT
KEBUDAYAAN BALI

I. IDENTIFIKASI

Suku-bangsa Bali merupakan suatu kelompok manusia yang terikat oleh kesadaran akan kesatuan
kebudayaannya, sedangkan kesadaran itu diperkuat oleh adanya bahasa yang sama walaupun ada
kesadaran yang demikian, namun kebudayaan Bali mewujudkan banyak variasidan perbedaan setempat.
Di samping itu agama Hindu yang telah lama terintegrasikan ke dalam kebudayaan Bali, dirasakan pula
sebagai suatu unsur yang memperkuat adanya kesadaran akan kesatuan itu.

Perbedaan pengaruh dari kebudayaan Jawa-Hindu di berbagai daerah di Bali dalam zaman Majapahit
dahulu, menyebabkan adanya dua bentuk masyarakat di Bali, ialah Masyarakat Bali-Aga dan Bali
Maja'pahit (wong Majapahit) Masyarakat Bali-Aga kurang sekali mendapat pengaruh dari kebudayaan
Jawa-Hindu dari Majapahit dan mempunyai struktur tersendiri. Orang Bali-Aga pada umumnya
mendiami desa desa didaerah pegunungan seperti Sembiran, Cempaga Sidatapa, Pedawa, Tigawasa, di
kabupaten Buleleng dan desa Tenginan Pegringsingan di kabupaten Karangasem.

Pulau Bali yang luasnya 5808,8 Km2 dibelah dua oleh suatu pegunungan yang membujur dari barat ke
timur, sehingga membentuk dataran yang agak sempit di sebelah utara, dan dataran yang lebih besar di
sebelah selatan. Pegunungan tersebut yang untuk sebagian besar masih tertutup oleh hutan rimba yang
lebat, mempunyai arti penting dalam pandangan hidup dan kepercayaan penduduk. Di wilayah
pegunungan itulah terletak kuil-kuil (pwa) yang dianggap suci oleh orang Bali, seperti Pura Pulaki, Pura
Batukau, dan terutama sekali Pura Besakih, yang terletak di kaki Gunung Agung; sedangkan arah
membujur dari deret gunung-gunung itu telah menyebabkan penunjukan dari deret gunung-gunung itu
telah menyebabkan penunjukan arah yang berbeda untuk orang di Bali Utara dari orang di Bali Selatan.

Dalam bahasa Bali, kaja berarti ke gunung, dan kelod berarti ke laut. Demikian untuk orang Bali Utara,
kaja itu berarti "selatan', sedangkan untuk orang Bali Selatan, kaja berarti "utara", sebaliknya,kelod
untuk orang Bali Utara berarti "utara", dan untuk orang Bali Selatan berarti "selatan". Perbedaan ini
tidak saja tampak dalam penunjukan arah dalam bahasa Bali, tetapi juga dalam beberapa aspek
kesenian dan juga sedikit bahasa. Orang Bali menyebut daerah di bagian utara itu daerah Den Bukit
(kabupaten Buleleng sekarang) dan daerah daerah di bagian selatan Bali Tengah (kabupaten Tabanan,
Badung, Gianyar,Klungkung).

2. ANGKA.ANGKA DAN DATA-DATA DEMOGRAFI


Angka yang pasti mengenai jumlah orang Bali untuk sekarang ini belum ada. Angka-angka yang
demikian sebagai yang terlihat dalam tabel XX hanya ada untuk tahun 1920 dan 1930.
TABEL XX

Penduduk Pulau Bali Menurut Golongan Agama. Tahun l92O - l97l

Golongan 1920 1930 1961 1971

Bali-hindu 920.394(97,84%) 1.062.805(97,33%) - -

Bali-islam 13.027(1.38%) 16.992(1,56%) - -

Indonesia

Lainnya. 7.356(0,78%) 12.160(1,11%) - -

Jumlah 940.777(100,00%) 10.922.037(100,00%) 1.782.017 2.120.328

Apabila dijumlahkan, orang Bali yang terdapat menurut tabel di atas terlepas dari agama yang
dianut, maka jumlahnya untuk masing masing tahun 1920 dan 1930 adalah 933'421 dan 1.O79.797.
Disamping itu dapat ditambahkan di sini bahwa jumlah orang Bali di Lombok tahun 1930 adalah sekitar
30.000, dan untuk tahun 1948 sekitar 40.000 .orang.

3. BENTUK DESA

Desa di Bali adalah terutama didasarkan atas kesatuan tempat. Sebagian dari tanah di wilayahnya
adalah milik para warga desa sebagai individu tetapi sebagian lagi adalah tanah yang ada di bawah hak
ulayat desa.

Pada daerah yang mempunyai sistem banjar, maka ada bangunan bale banjar tempat warga banjar
mengadakan rapat dan kegiatan-kegiatan lainnya, sedangkan di sekelilingnya terdapat perumahan
warga banjarnya. Komplek bangunan-bangunan (bale) yang ditempati oleh keluarga inti maupun
keluarga-luas, dibangun di atas suatu pekarangan yang biasanya dikelilingi oleh dinding dengan gapura
sempit.

4. MATA PENCAHARIAN HIDUP

Bercocok tanam. Mata pencaharian pokok dari orang Bali adalah bertani. Dapat dikatakan 7O% dari
mereka berpenghidupan bercocok tanam,dan hanya 30% hidup dari peternakan, berdagang, menjadi
buruh, pegawai atau lainnya.
Di daerah Bali bagian utara, tanah dataran sedikit, curah hujan kurang, maka dari itu bercocok

tanam relatif lebih terbatas daripada di Bali bagian selatan. Di samping bercocok tanam di sawah, di Bali
bagian utara sebelah timur dan sebelah baratnya ada usaha menanam buah-buahan (eruk), palawija 7),
kelapa dan kopi (di pegunungan).

Kebun kopi rakyat menurut laporan Jawatan Pertanian, meliputi daerah seluas 26.657 Ha dan
terutama terdapat di pegunungan daerah Buleleng (Singaraja) dan Tabanan.

Subak mempunyai pengurus yang di kepalai oleh klien subak,anggota, serta bagian-bagian bawahan
yang mengatur pengairan serta penanaman pada wilayah sawah tertentu. Di samping itu subak
mempunyai juga aspek keagamaannya dan untuk ini mempunyai suatu sistem upacara-upacara serta
tempat pemujaannya sendiri.

Peternakan. Kecuali bercocok tanam, beternak juga merupakan usaha yang penting dalam masyarakat
pedesaan di Bali. Binatang piaraan yang terutama adalah babi dan sapi. Babi dipelihara terutama oleh
para wanita,biasanya sebagai sambilan dalam kehidupan rumah tangga; sedangkan sapi untuk sebagian
dipergunakan dalam hubungan dengan pertanian, sebagai tenaga pembantu di sawah atau di ladang,
dan untuk sebagian dipelihara untuk dagingnya.

Perikanan. Suatu mata pencaharian lain adalah perikanan, baik perikanan darat maupun perikanan
laut. Perikanan darat boleh dikatakan umumnya merupakan mata pencaharian sambilan dari
penanaman padi sawah, terutama di daerah-daerah dengan cukup air, artinya airnya sepanjang masa itu
ada. Jenis ikan yang dipelihara adalah ikan mas, karper dan mujair

Kerajinan. Di Bali terdapat pula cukup banyak industri dan kerajinan rumah tangga usaha
perseorangan, atau usaha setengah besar, yang meliputi kerajinan pembuatan benda-benda anyaman,
patung, kain tenun, benda-benda mas, perak dan besi, perusahaan mesin-mesin, percetakan, pabrik
kopi, pabrik rokok, pabrik makanan kaleng, tekstil, pemintalan dan lainnya.

Untuk menunjang kepariwisataan, maka timbullah perusahaan- perusahaan seperti perhotelan, taxi,
travel bureau, toko kesenian dan sebagainya, terutama di daerah-daerah Denpasar (Badung), Gianyar,
Bangli dan Tabanan.

5. SISTEM KEKERABATAN

Perkawinan merupakan suatu saat yang amat penting dalam kehidupan orang Bali, karena dengan itu
barulah ia dianggap sebagai warga penuh dari masyarakat, dan baru sesudah itulah,ia memperoleh hak-
hak dan kewajiban-kewajiban seorang warga komuniti dan warga kelompok kerabat

Menurut anggapan adat lama yang amat dipengaruhi oleh klen-klen (dadia) dan sistem kasta
(wangsa),maka perkawinan sistem itu sedapat mungkin dilakukan di antara warga se-klen, atau
setidaknya antara orang-orang yang dianggap sederajat dalam kasta.Demikian, perkawinan adat di Bali
itu bersifat endogami klen, sedangkan perkawinan yang dicita-citakan oleh orang Bali yang masih kolot
adalah perkawinan antara anak-anak dari dua orang saudara laki laki.
Dahulu apabila terjadi perkawinan campuran yang demikian, maka wanita itu akan dinyatakan keluar
dari dadia-nya, dan secara fisik suami-isteri akan dihukum buang (maselong) untuk beberapa lama, ke
tempat yang jauh dari tempat asalnya. Semenjak tahun 1951, hukum semacam itu tidak pernah
dijalankan lagi, dan pada waktu ini perkawinan campuran antar-kasta.

Pada umumnya, seorang pemuda Bali itu dapat memperoleh seorang isteri dengan dua cara, yaitu
dengan cara meminang (memadik,ngidih) kepada keluarga seorang gadis, atau dengan cara melarikan
seorang gadis (mrangkat, ngrorod). Kedua cara itu berdasarkan adat.

Keluarga-batih, Keluarga-luas, dan Rumah-Tangga. Akibat dari perkawinan adalah terbentuknya suatu
keluarga-batih dan bentuk keluarga-batih, ini tergantung pula dari macam perkawinan itu. Karena
poligini (atau poligami)diijinkan, maka ada juga keluarga-keluarga-batih yang sifatnya poligini.walaupun
demikian, keluarga-keluarga yang bersifat poligini ini hanya terbatas dalam lingkungan-lingkungan
tertentu saja yang jumlahnya tidak banyak.

Klen Kecil dan Klen Besar, Tiap-tiap keluarga-batih maupun keluarga luas, dalam sebuah desa di Bali
harus memelihara hubungan dengan kelompok kerabatnya yang lebih luas, ialah klen (runggal
dadia).Struktur dari tunggal dadia ini berbeda-beda diberbagai tempat di Bali. Di desa-desa di
pegunungan, orang-orang dari tunggal dadia yang telah memencar karena hidup neolokal, tidak usah
Lagi mendirikan tempat pemujaan leluhur di masing-masing tempat kediamannya. Didesa-desa di tanah
datar, orang-orang dari tunggal dadia yang hidup neolokal wajib mendirikan tempat pemujaan di
masing-masing tempat kediamannya, yang disebut kemulan taksu.

Di samping itu ada lagi kelompok kerabat yang lebih besar yang melengkapi beberapa kerabat runggal
dadia (singgahi yang memuja kuil leluhur yang sama disebut kuil (pura) paibon atau panti. Kelompok
kerabat yang demikian dapat disebut klen besar.

6. SISTEM KEMASYARAKATAN
Banjar. Di samping kelompok-kelompok kerabat patrilineal yang mengikat orang Bali berdasarkan atas
prinsip keturunan, ada pula bentuk kesatuan-kesatuan sosial yang didasarkan atas kesatuan wilayah,
ialah desa.

Banjar dikepalai oleh seorang kepala yang disebut klen banjar (ktiang). Ia dipilih untuk suatu masa
jabatan yang tertentu oleh warga banjar. Tugasnya tidak hanya menyangkut segala urusan dalam
lapangan kehidupan sosial dari banjar sebagai suatu komuniti, tetapi juga lapangan kehidupan
keagamaan.

Subak. Mengapakah subak itu berdiri seolah-olah lepas dari banjar dan mempunyai seorang kepala
sendiri, ialah klian banjar yang bertanggungiawab kepada seorang kepala adat ,yang ada di atasnya,
ialah sedahan agung. Hal itu disebabkan karena orang-orang yang menjadi warga suatu subak itu. tidak
semuanya sama dengan orang-orang yang menjadi warga sesuatu banjar. Warga subak adalah para
pemilik atau penggarap sawah-sawah yang menerima air irigasinya dari bendungan bendungan yang
diurus oleh suatu subak. Sudah tentu tidak semua pemilik atau penggarap tadi hidup dalam satu banjar,
tetapi di dalam beberapa banjar.
Seka. Dalam kehidupan kemasyarakatan desa di Bali ada organisasi organisasi yang bergerak dalam
lapangan hidup yang khusus, ialah organisasi seka. Organisasi yang demikian itu bisa didirikan untuk
waktu yang lama, bahkan untuk waktu yang meliputi angkatan-angkatan yang turun temurun, tetapi ada
pula yang hanya bersifat sementara.Ada seka-seka yang fungsinya adalah menyelenggarakan hal-hal
atau upacara-upacara yang berkenaan dengan desa, misalnya seka bais (perkumpulan tari baris), seka
truna (perkumpulan para pemuda), seka daha (perkumpulan gadis-gadis). Seka dalam arti ini tentu
sifatnya permanen, tetapi ada juga seka-seka yang bersifat sementara, ialah seka-seka yang didirikan
berdasarkan atas suatu kebutuhan tertentu, seperti misalnya seka memula(perkumpulan menanam),
seka manyi perkumpulan menuai), seka gong(perkumpulan gamelan) dan lain-lain, Seka-seka seperti ini
biasanya juga merupakan perkumpulan-perkumpulan yang terlepas dari organisasi desa dan banjar.

Gotong-royong. Dalam kehidupan berkomuniti dalam masyarakat desa di Bali, ada beberapa macam
cara dan sistem gotong-royong, ialah antara individu dan individu, atau antara keluarga dan keluarga.
Gotong royong serupa itu disebut nguopin dan meliputi lapangan-lapangan aktivitet di sawah (seperti
menanam, menyiangi, panen dan sebagainya).

Sistem Pelapisan. Sistem pelapisan masyarakat di Bali didasarkan atas keturunan; karena itu tidak dapat
dilepaskan dari pembicaraan mengenai kelompok-kelompok kerabat yang bersifat patrilineal. Ada
berbagai Klen yang mempunyai sejarah keturunan (babad, pamancangoh, pretasti) sendiri-sendiri yang
masing-masing kembali sampai pada sejarah penaklukan oleh Majapahit dalam abad ke-14.

Susunan tinggi-rendah dari klen-klen di daerah dataran tampak pada gelar-gelar yang dipakai oleh
warganya di depan nama mereka.Gelar-gelar itu dapat digolongkan menjadi. tiga golongan berdasarkan
atas sistem pelapisan wangsa Sistem ini terpengaruh oleh sistem kasta yang termasuk dalam kitab-kitab
suci agama Hindu Kuno, ialah sistem keempat kata: Brahmana, Ksatrya, Waisya dan Sudra.

Gelar-gelar bagi warga klen-klen Brahmana adalah Ma Bagus untuk laki-laki, dan lda Ayu untuk wanita;
gelar bagi warga klen klen Satria adalah Cokorda, dan bagi warga klen klen Waisya. adalah Gusti Kecuali
itu banyak gelar-gelar lain yang diturunkan oleh klen klen tertentu tetapi yang kurang terang mengenai
kedudukannya dalam wangsa.

7. KEAGAMAAN

Sebagian besar dari orang Bali menganut agama Hindu Bali. Walaupun demikian, ada pula suatu
golongan kecil orang orang Bali yang menganut agama Islam, Kristen dan Katolik.Penganut penganut
agama Islam terutama terdapat di daerah pinggir pantai di beberapa desa di daerah pedalaman, di
beberapa kota seperti Karangasem, Klungkung, dan DenpaAaar, sedang penganut-penganut agama
Kristen dan Katolik terutama terdapat di daerah Denpasar, Jembrana, Singaraja.

Di dalam kehidupan keagamaannya, orang yang beragama Hindu percaya akan adanya satu Tuhan
dalam bentuk konsep Timurti, Yang Esa, Trimurti ini mempunyai tiga wujud atau manifestasi, ialah
wujud Brahmana, yang menciptakan, wujud Wisnu, yang melindungi serta memelihara, dan wujud Siwa,
yang melebur segala yang ada. Agama Hindu juga menganggap penting konsepsi mengenai ruh abadi
(atman), adanya buah dari setiap perbuatan (karmapala), kelahiran kembali dari jiwa (punarbawa) dan
kebebasan jiwa dari lingkaran kelahiran kembali (moksa). Semua ajaran ajaran itu .termaktub dalam
sekumpulan kitab-kitab suci yang bernama Weda.

Dilihat dari segi keseluruhannya di Bali terdapat lima macamu pacara (panca yadnya) yang masing-
masing berdasarkan atas salah satu dari kedua sistem tanggalan tersebut di atas:

l). Manusia yadnya, yang terutama meliputi upacara upacara siklus hidup dari masa-masa kanak kanak
sampai dewasa;

2). pitra yadnya, yang merupakan upacara upacara yang ditujukan kepada ruh-ruh leluhur dan yang
meliputi upacara upacara kematian sampai pada upacara penyucian ruh leluhur (nyelkah,memukur);

3). Dewa yadnya, yang terutama berkenaan dengan upacara-upacara pada kuil-kuil umum dan keluarga

4). Resi yadnya, yang merupakan uapcara'upacara yang berkenaan dengan pentahbisan pendeta
( mediksa )

5). Buta yadnya, yang merupakan upacara upacara yang ditujukan kepada kala dan buta yaitu ruh-ruh
yang dapat mengganggu

8. MASALAH PEMBANGUNAN DAN,MODERNISASI

Proses perubahan dalam masyarakat dan kebudayaan Bali itu memang sudah mulai sejak zaman
kolonial, dengan adanya sistem pendidikan sekolah-sekolah dan dengan kegiatan parawisata yang sudah
dikembangkan secara luas waktu itu. Sekarang telah tampak bahwa proses perubahan masyarakat dan
kebudayaan Bali yang amat mencepat itu, telah mendapat effek sampai ke sendi-sendinya. Di dalam
seksi-seksi di atas telah kita lihat bahwa keketatan hukum adat mengenai sistem kasta dan klen sudah
mulai kendor. Kaum terpelajar dan cendekiawan Bali, dalam kesibukan hidup mereka sehari-hari, tidak
sempat lagi untuk mengikuti detail dari adat-istiadat serta upacara-upacara keagamaan Hindu-Bali
secara teliti, sehingga dalam waktu yang singkat akan timbul penyederhanaan dalam sistem upacara
keagamaan.

Dalam masa pembangunan ekonomi berdasarkan rencana-rencana pembangunan lima tahun


sekarang ini, kecuali usaha intensifikasi produksi pertanian dan usaha mengembangkan industri-industri
kecil, Bali dijadikan suatu daerah pariwisata yang utama. sungguhpun sektor kepariwisataan telah
memberi lapangan kerja kepada banyak orang Bali, dan telah menstimulasi sektor kerajinan, seni lukis,
seni tari dan seni suara, perhotelan,rekreasi dan transport, namun banyak orang Bali sendiri juga mulai
merasa'kan aspek-aspek negatif dari perkembangan itu, yang mengancam nilai nilai budaya yang
mereka junjung tinggi.

Anda mungkin juga menyukai