D. Manifestasi Klinik
Terjadi retensi urin akibat sumbatan di vesika urinaria oleh bekuan darah.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah yang dilakukan yakni penentuan kadar kreatinin, ureum dan
elektrolit untuk mengetahui faal ginjal; fosfatase asam yang mungkin meningkat
pada metastase prostat, dan fosfatase alkali yang dapat meningkat pada setiap
jenis metastase tulang. Kadar kalsium, fosfat, asam urat dan hormon paratiroid
ditentukan bila terdapat kemungkinan urolithiasis.
2. Pemeriksaan urine dilakukan untuk pemeriksaan mikroskopik, bakteriologik dan
sitologik. Pemeriksaan urinalisis dapat mengarah kepada hematuria yang
disebabkan oleh faktor glomeruler ataupun non glomeruler. Pemeriksaan hapusan
darah tepi dapat menunjukkan proses mikroangiopati yang sesuai dengan sindrom
hemolitik-uremik, trombosis vena ginjal, vaskulitis, atau SLE. Pada keadaan
terakhir, adanya autoantibodi dapat ditunjukkan dengan reaksi Coombs positif,
adanya antibodi antinuclear, leukopenia dan penyakit multisistem.
Trombositopenia dapat diakibatkan oleh berkurangnya produksi trombosit (pada
keganasan) atau peningkatan konsumsi trombosit (SLE, purpura trombositopenik
idiopatik, sindrom hemolitik-uremik, trombosis vena ginjal). Walaupun morfologi
SDM urin dapat normal pada perdarahan saluran kemih bawah dan dismorfik
pada perdarahan glomerular, morfologi sel tidak secara pasti berhubungan dengan
lokasi hematuria.
3. Pada pemeriksaan pH urine yang sangat alkalis menandakan adanya infeksi
organisme pemecah urea di dalam saluran kemih, sedangkan pH urine yang
sangat asam mungkin berhubungan dengan batu asam urat.
4. Sitologi urine diperlukan untuk mencari kemungkinan adanya keganasan sel-sel
urotelial.
5. IVP adalah pemeriksaan rutin yang dianjurkan pada setiap kasus hematuria &
sering digunakan untuk menentukan fungsi ekskresi ginjal. Umumnya,
menghasilkan gambaran terang saluran kemih dari ginjal sampai dengan kandung
kemih, asal faal ginjal memuaskan. Pemeriksaan ini dapat menilai adanya batu
saluran kemih, kelainan bawaan saluran kemih, tumor urotelium, trauma saluran
kemih, serta beberapa penyakit infeksi saluran kemih.
6. USG berguna untuk menetukan letak dan sifat massa ginjal dan prostat (padat
atau kista), adanya batu atau lebarnya lumen pyelum, penyakit kistik,
hidronefrosis, atau urolitiasis ureter, kandung kemih dan uretra, bekuan darah
pada buli-buli/pielum, dan untuk mengetahui adanya metastasis tumor di hepar.
Ultrasonografi dari saluran kemih sangat berguna pada pasien dengan hematuria
berat, nyeri abdomen, nyeri pinggang, atau trauma. Jika hasil penelitian awal ini
tetap normal, disarankan dilakukan pemeriksaan kreatinin dan elektrolit serum.
7. Endoultrasonografi, yaitu ekografi transurethral sangat berguna untuk
pemeriksaan prostat dan buli-buli
8. Arteriografi dilakukan bila ditemukan tumor ginjal nonkista untuk menilai
vaskularisasinya walaupun sering digunakan CT-Scan karena lebih aman dan
informative. Bagian atas saluran kemih dapat dilihat dengan cara uretrografi
retrograd atau punksi perkutan.
9. Payaran radionuklir digunakan untuk menilai faal ginjal, misalnya setelah
obstruksi dihilangkan
10. Pemeriksaan endoskopi uretra dan kandung kemih memberikan gambaran jelas
dan kesempatan untuk mengadakan biopsy
11. Sistometrografi biasanya digunakan untuk menentukan perbandingan antara isi
dan tekanan di buli-buli
12. Sistoskopi atau sisto-uretero-renoskopi (URS) dikerjakan jika pemeriksaan
penunjang di atas belum dapat menyimpulkan penyebab hematuria. (Wim de
Jong, dkk, 2004)
F. Penatalaksanaan
Jika terdapat gumpalan darah pada buli-buli yang menimbulkan retensi urine,
coba dilakukan kateterisasi dan pembilasan buli-buli dengan memakai cairan garam
fisiologis, tetapi jika tindakan ini tidak berhasil, pasien secepatnya dirujuk untuk
menjalani evakuasi bekuan darah transuretra dan sekaligus menghentikan sumber
perdarahan. Jika terjadi eksanguinasi yang menyebabkan anemia, harus dipikirkan
pemberian transfusi darah. Demikian juga jika terjadi infeksi harus diberikan antibiotika.
(Mellisa C Stoppler, 2010). Setelah hematuria dapat ditanggulangi, tindakan selanjutnya
adalah mencari penyebabnya dan selanjutnya menyelesaikan masalah primer penyebab
hematuria. (Mellisa C Stoppler, 2010).
Tidak ada pengobatan spesifik untuk hematuria. Pengobatannya tergantung pada
penyebabnya:
1) Infeksi saluran kemih, biasanya diatasi dengan antibiotik.
2) Batu ginjal, dengan banyak minum. Jika batu tetap tidak keluar, dapat dilakukan
ESWL atau pembedahan.
3) Pembesaran prostat, diatasi dengan obat-obatan atau pembedahan.
4) Kanker, dilakukan pembedahan, untuk mengangkat jaringan kanker, atau
kemoterapi.
G. Komplikasi
2. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian Keperawatan
Pemeriksaan fisik harus fokus pada deteksi hipertensi yang hadir bersamaan dengan
sindrom nefritik dan penyakit pembuluh darah ginjal, edema terkait dengan sindrom
nefrotik, massa perut atau panggul teraba menyarankan ginjal neoplasma, dan
adanya nyeri ketok kostovertebral atau nyeri tekan suprapubik berhubungan dengan
infeksi saluran kemih. Pemeriksaan rektal pada pria dapat mengungkapkan
nodularitas prostat atau pembesaran sebagai penyebab potensial.
Pada pemeriksaan diperhatikan adanya hipertensi yang mungkin merupakan
manifestasi dari suatu penyakit ginjal. Syok hipovolemik dan anemia mungkin
disebabkan karena banyak darah yang keluar. Ditemukannya tanda-tanda perdarahan
di tempat lain adalah petunjuk adanya kelainan sistem pembekuan darah yang
bersifat sistemik.
1. Pucat pada kulit dan konjungtiva sering terlihat pada pasien dengan anemia.
2. Periorbital, skrotum, dan edema perifer, mungkin menunjukkan hipoalbuminemia
dari glomerulus atau penyakit ginjal.
3. Cachexia mungkin menunjukkan keganasan.
4. Nyeri tekan dari sudut kostovertebral, dapat disebabkan oleh pielonefritis atau
dengan perbesaran massa seperti tumor ginjal.
5. Nyeri suprapubik sistitis, baik yang disebabkan oleh infeksi, radiasi, atau obat
sitotoksik.
6. Kandung kemih tidak teraba ketika didekompresi, kandung kemih diisi dengan
200 mL urin percussible. Dalam retensi urin akut, biasanya terlihat dalam kasus-
kasus BPH atau obstruksi oleh bekuan, kandung kemih bisa diraba dan dapat
dirasakan hingga tingkat umbilikus.
7. Palpasi bimanual pada ginjal perlu diperhatikan adanya pembesaran ginjal akibat
tumor, obstruksi, ataupun infeksi ginjal. Massa pada suprasimfisis mungkin
disebabkan karena retensi bekuan darah pada buli-buli.
8. Pada colok dubur, ukuran, bentuk dan konsistensi prostat dinilai mengetahui
adanya pembesaran prostat benigna maupun karsinoma prostat. Setelah
prostatektomi enukleasi maupun endoskopik, simpai prostat dibiarkan sehingga pada
colok dubur memberikan kesan prostat masih membesar. Lobus medial prostat yang
mungkin menonjol ke kandung kemih umumnya tidak dapat dicapai dengan jari.
Karsinoma prostat menyebabkan asimetri dan perubahan konsistensi setempat.
Diagnosis dipastikan melalui biopsy jarum transrektal.
9. Pemeriksaan dengan menggunakan berbagai kateter yang dahulu dibuat dari karet
dan sekarang lateks, politen atau silicon. Ujung kateter dibuat dalam berbagai bentuk
supaya tidak dapat tercabut; yang biasa ialah bentuk Foley yang pada ujungnya
berbentuk balon yang dapat dikembangkan. Untuk ukurannya digunakan skala
Charriere, berdasarkan skala Prancis yang menyatakan ukuran lingkaran di luarnya
dan bukan diameternya. Diameter didapat dengan membagi ukuran Charriere dengan
tiga. (Wim de Jong, dkk, 2004).
Dalam mencari penyebab hematuria perlu dicari data yang terjadi pada saat
episode hematuria, antara lain:
1. Riwayat merokok
2. Kerja paparan bahan kimia atau pewarna (benzenes atau aromatic amine)
3. Riwayat gross hematuria sebelumnya
4. Usia di atas 40 tahun
5. Riwayat gangguan berkemih, nyeri saat berkemih, dan infeksi saluran kemih
6. Penyalahgunaan analgetik
7. Riwayat radiasi panggul.
B. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
b. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan mekanisme pertahanan
primer
c. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan Hb
d. Cemas berhubungan dengan krisis situasional
DAFTAR PUSTAKA
Guyton and Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Moore L Keith, Anne M. 2003. Anatomi klinis Dasar.Jakarta: Hipocrates
Setyohadi, Bambang (dkk). 2006. Ilmu penyakit Dalam (edisi keempat). Jakarta. Departememen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan fisiologi untuk pemula.Jakarta: EGC
Junqueir, Luiz carlos. 2007. Histologi Dasar teks dan atlas. Jakarta: EGC.
Purnomo, Basuki B. 2011. Dasar-Dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto
Silvia and Wilson. 2006. Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: EGC
Patway