Anda di halaman 1dari 6

1.

Appendicitis
Pada tahun 2019 di RSUP Soeradji Klaten sebanyak 32 pasien Appendicitis., dan
sebanyak 18 Appendicitis dengan peritonitis. Appendicitis adalah inflamasi pada appendix
vermiformis. Appendicitis jika terjadi perforasi menyebabkan peritonitis.Insidensi
Appendicitis pada anak adalah 1 : 1000 anak pertahun.
Manifestasi pada Appendicitis berupa nyeri perut kanan bawah, demam, mual,
muntah, konstipasi atau diare. Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri paling maksimal di
titik McBurney pada abdomen kuadran kanan bawah. Appendicitis dengan Peritonitis dapat
ditemukan distensi pada abdomen defens muskular dan nyeri tekan hampir seluruh regio
abodmen. Pada rectal toucher terdapat nyeri arah jam 10-11. Pada anak rectal tusse sulit
karena menimbulkan nyeri saat memasuki jari serta anak tidak kooperatif.
Pada PAS (Pediatric Appendicitis Score ) adalah parameter pada appendicitis pada
anak. Penilain PAS berupa perununan nafsu makan, demam, mual atau muntah, leukositosis,
shift to left (netrofilia) , mingrasi nyeri, masing-masing bernilai skor 1, sedangkan pada nyeri
pada perut kanan bawah dan nyeri saat batuk atau perkusi atau melopat, masing-masing
bernilai skor 2. Hasil skor <4 adalah resiko renda, 4-6 adalah resiko sedang >6 adalah resiko
tinggi pada pasien appendicitis
Pemeriksaan radiologis pada Appendicitis yaitu foto polos abdomen, pada
Appendicitis memberat terdapat gambaran opasitas di kanan bawah (gambaran fungsional
caecal ileus), dan kadang didapatkan gambaran fekalit. Yang kedua USG, pada apendiks non
comprisible karena penebalan dinding. Pada hasil USG apendiks tidak tervisualisasi,
diagnosis dari Appendicitis belum dapat disingkirkan. Pada pasien gemuk dan letak
retrocaecal apendik sering tidak tervisualisasi. appendicogram adalah pemeriksaan radiografi
menggunakan BaSO4 (barium sulfat). Hasil Appendicogram berupa filling atau positive
appendicogram adalah keseluruhan lumen apendiks terisi penuh oleh BaSO4, menandakan
bahwa tidak Appendicitis. Partial filling adalah suspensi BaSO4 hanya mengisi sebagian
lumen apendiks dan tidak merata. Non filling atau negative adalah BaSO4 tidak dapat
mengisi lumen apendiks, yang mengindikasikan Appendicitis.
Terapi pada pemberian antibiotik, analgetik, jika disertai muntah diberika antiemetik.
Tindakan pembedahan pada Appencitis pada anak adalah berupa laparoscopy appendectomy,
open appendectomy dan laparatomy appendectomy. Kontraindikasi laparascopy
appendectomy adalah Appendicitis dengan Peritonitis. Tindakan pembedahan Appendicitis
dengan Peritonitis berupa laparatomy appendectomy. Tindakan laparascopy dengan cara
membuat luka kecil di perut. Sebuah tabung kecil dan sempit yang disebut kanula kemudian
akan dimasukkan, kanula digunakan untuk mengembang perut dengan gas karbon dioksida.
Gas ini melihat appendiks lebh jelas. Laparoscopy akan dimasukkan melalui sayatan. Kamera
akan menampilkan gambar pada layar. Ketika apendiks ditemukan, itu akan diikat dengan
diambil. Luka kecil kemudian dibersihkan, dijahit dan ditutup dengan perban. Tindakan open
appendectomy berupa luka atau sayatan sepanjang 2 hingga 4 inci dibuat di sisi kanan bawah
perut atau perut Anda. Open appendectomy membutuhkan sayatan melintang di kuadran
kanan bawah di atas titik McBurney (2/3 dari garis bayangan antara umbilikus dan tulang
iliaka superior anterior (SIAS)). Sayatan berupa vertikal. Apendiks dikeluarkan melalui
sayatan. Tindakan laparatomy apendiktomi merupakan tindakan konvensional dengan
membuka dinding abdomen. Tindakan ini juga digunakan untuk melihat apakah ada
komplikasi pada jaringan apendiks maupun di sekitar apendiks. Tindakan laparatomy
dilakukan dengan membuang apendiks yang terinfeksi melalui suatu insisi di regio kanan
bawah perut dengan lebar insisi sekitar 2 hingga 3 inci. Setelah menemukan apendiks yang
terinfeksi, apendiks dipotong dan dikeluarkan dari perut.

2. Fimosis
Pada tahun 2019 di RSUP Soeradji Klaten sebanyak 31 pasien Fimosis.
Fimosis adalah sebagai penyempitan pada cincin preputium ketat dan tidak dapat ditarik
pada glans penis. Insidensi Fimosis pada anak 1 dari 1000 anak pertahun. Faktor sering
terjadinya Fimosis pada anak yaitu karena buruknya kebersihan pada penis. Manifestasi
berupa nyeri pada saat kencing, kadang disertai darah, nyeri perut dan demam.
Fimsosis pada anak sering disertai dengan infeksi pada saluran kemih. Pada pemeriksaan
fisik sering ditemukan suhu >38 derajat celcius. Pada pemeriksaan Fimosis dibedakan
menjadi beberapa grade yaitu, grade retraksi maksimal, tidak ketat di belakang glans penis,
grade 1 retraksi penuh pada kulup, tetapi ketat pada glans penis, grade 2 Ekposure sebagian
glans dan preputium, grade 3 retraksi sebagian, meatus terlihat, grade 4 retraksi sedikit,
meatus tidak terlihat, dan grade 5 tidak ada retraksi. Pemeriksaan laboratorium kadang
disertai dengan hasil urinalisa berupa ditemukan leukosit maupun bakteri.
Terapi pada Fimosis adalah pemberian analgetik dan antibitiotik. Tindakan
pembedahan dari Fimosis adalah sirkumsisi. Teknik sirkumsisi dilakukan dengan memotong
prepusium pada jam 12, sejajar dengan sumbu panjang penis kearah proksimal (dorsal slit)
kemudian dilakukan potongan melingkar ke kiri dan ke kanan sepanjang sulkus koronarius
glands.

3. Hernia Ingunialis
Pada tahun 2019 di RSUP Soeradji Klaten sebanyak 21 pasien Hernia Ingunial.
Hernia Ingunialis adalah kegagalan pada processus vaginalis. Processus vaginalis adalah
kantung peritoneum yang menempel pada testis yang tertinggal di belakang saat turun secara
retroperitoneal ke dalam skrotum. Insidensi Hernia Ingunialis paling sering disebabkan oleh
bayi premature. Faktor penyebab lain Hernia Ingunialis berupa riwayat keluarga, cysctic
fibros, dan lain-lain. Klasifikasi Hernia Ingunialis dibagi menjadi inguinal hernia, direct
hernia dan femoral hernia. Manifestasi pada Hernia Ingunialis adalah tedapat benjolan.
Hernia inkaserata merupakan kondisi yang hanya ini menimbulkan gangguan pasase
(obstruksi) seperti obstipasi, distensi dan vomiting. Sedangkan hernia yang strangulata telah
terjadi kondisi gangguan vaskularisasi ke arah testis sehingga terjadi atrofi testis. Gejala syok
dan peritonitis merupakan “delay symptom” pada hernia strangulata. Pemeriksaan Radiologi
kadang tidak dibutuhkan pada Hernia Ingunialis.
Tindakan pembedahan pada Hernia Ingunialis adalah herniotomi. Herniotomi pada
anak hal yang harus di perhatikan berupa insisi transversal sesuai lipatan kulit, kantong hernia
diikat pada daerah proximal maksimal dan jahitan kulit dengan subkutikuler (intrakutan).
4. Penyakit Hirchsprung
Pada tahun 2019 di RSUP Soeradji Klaten sebanyak 15 pasien Hirchsprung.
Penyakit Hirchsprung yang dikenal dengan “Kongenital Megacolon”. Penyakit Hisprung
adalah kelainan bawan berupa aganglion pada usus, mulai dari sginghter anal internal ke arah
proximal sampai panjang segmen tertentu, tetapi selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya
sebagian rektum.
Insidensi pada penyakit Hirchsprung adalah 1 dari 5000 kelahiran. Penyakit Hisprung
biasanya disertai dengan kelainan kongetial seperti, Down Sindrom (Trisomi 21),
Neucritophaty Sindrom, dsb. Manifestasi klinis penyakit Hirchsprung khas biasanya adalah
keterlambatan mekonium > 24 jam, muntah hijau dan distensi abdomen.
Pada pemeriksaan foto barium enema dan foto polos abdomen dilakukan pada
penyakit hisprung. Pada foto polos abdomen cenderung menampilkan obstruksi usus letak
rendah. Pada pemeriksaan foto barium enema pada penyakit Hirchsprung terdapat gambaran
khas berupa segmen sempit, zona transisi dan segmen dilatasi. Pemeriksaan diagnostik
penyakit Hisprung adalah Biopsi. Diagnosis patologi anatomi penyakit Hisprung melalui
Biopsi pada rektum. Biopsi di lakukan mencari ganglion, plexus Auerbach dan plexus
Meissner.
Tindakan pembedahan pada penyakit Hirchsprung berupa tindakan sementara dan
definitif. Tindakan pembedahan sementara, berupa tindakan dekompresi di kolon berganglion
normal. Tindakan pembedahan definitif berupa prosedur Swenson, Duhamel, Soave,
TAERPT (TransAnal Endorectal Pull Through). Swenson memperkenalkan prosedur
rektosigmoidektomi dengan preservasi sfingter anal. Anastomosis dilakukan langsung di luar
rongga peritoneal. Pembedahan ini disebut sebagai prosedur rektosigmoidektomi dilanjutkan
dengan pull- through abdomino-perineal. Prosedur ini merupakan proses dur bedah definitif
pertama yang berhasil untuk penanganan pasien Hirchsprung. Dalam prosedur ini puntung
rektum ditinggalkan 2-3 cm dari garis mukokutan. Pada masa pascabedah ditemukan
beberapa komplikasi seperti kebocoran anastomosis, stenosis, inkontinensi, enterokolitis dan
lain-lain. Tindakan Soave berbeda dengan dua prosedur bedah seperti diuraikan di
atas. Soave melakukan pendekatan abdominoperineal dengan membuang lapisan mukosa
rektosigmoid dari lapisan seromuskular. Selanjutnya dilakukan penarikan kolon berganglion
normal keluar anus melalui selubung seromuskular rektosigmoid. Prosedur ini disebut juga
sebagai prosedur pull-through endorektal. Setelah 21 hari, sisa kolon yang diprolapskan
dipotong. Boleh pada waktu yang hampir bersamaan melakukan prosedur pull- through
endorektal persis seperti prosedur Soave dengan anastomosis langsung tanpa kolon
diprolapskan lebih dahulu. Teknik ini dilakukan untuk mencegah retraksi kolon bila terjadi
nekrosis bagian kolon yang diprolapskan. Duhamel memperkenalkan dengan rektum
dipertahankan. Kolon berganglion normal di proximal ditarik melalui retrorektal transanal
dan dilakukan anastomosis kolorektal ujung ke sisi. Kemudian kolon proximal ditarik melalui
retrorektal transanal dan dilakukan anastomosis kolorektal ujung kesisi. Prosedur Duhamel
asli, anastomosis kolon proximal dilakukan pada sfingter anal internal dan dinilai kurang baik
sebab sering terjadi stenosis, inkontinensi, dan pembentukan fekaloma dalam puntung rektum
yang ditinggalkan terlalu panjang. Untuk mencegah kekurangan tersebut di atas
dikembangkan berbagai modifikasi. TAERPT (TransAnal Endorectal Pull Through).
Penarikan endorektal transanal dijelaskan otot rektal yang panjang dibedah dan dibiarkan
untuk anastomosis anocolik, yang kadang-kadang akan menyebabkan gejala obstruktif
pascaoperasi dan enterokolitis.

5. Hernia umbilikalis
Pada tahun 2019 di RSUP Soeradji Klaten sebanyak 5 pasien Henia Umbilikalis.
Hernia umbilikalis adalah suatu kondisi ketika bagian usus menonjol keluar dari pusar.
Hernia umblikalis pada anak, biasanya akan mengecil sendiri pada usia <1 tahun. Insidensi
Hernia umblikalis pada anak di Ameriksa sekitar 15-25% dari angka kelahiran. Hernia
umblikalis pada anak paling sering disebabkan karena bayi prematur dan berat badan lahir
rendah. Manifestasi berupa benjolan pada bagian pusar atau umbilikal. Bila defek
berdiameter > 1,5 cm dan menetap setelah usia 5 tahun sebaiknya dioperasi.
Tindakan operasi yaitu repair hernia. Dengan cara insisi infraumbilikus, subkutis
dibuka untuk melokalisir batas kantung hernia. Kantung dibuka dan dijahit fasia secara
transversal setelah penutupan peritoneum. Komplikasi operasi berupa hematoma, seroma,
rekuren dan ILO.

6. Undescensus Testis
Pada tahun 2019 di RSUP Soeradji Klaten sebanyak 4 pasien UDT.
Undescensus Testis (UDT) atau dikenal Kriptorkismus adalah gangguan perkembangan testis
yang di tandai dengan gagalnya penurunan salah satu atau kedua testis secara komplit ke
dalam skrotum.Insidensi pada Undescensus Testis sangat di pengaruhi oleh umur kehamilan
dan tingkat kematangan umur bayi. Pada bayi prematur sekitar 30,3% dan 3,4 % pada bayi
cukup bulan. Lokasi UDT tersering pada kanalis inguinalis (72%), supra skrotal (20%)
memberikan intra abdomen (8%). Diagnosis pada Undescensus Testis dari anamnesi berupa
bayi prematur, penggunaan obat saat ibu hamil (estrogen), riwayat UDT pada kelurga.
Pemeriksaan f isik berupa posisi terlentang "Frog leg position” dan jongkok. Testis yang
atrofi dapat dijumpai pada jalur penurunan yang normal. Pemeriksaan penunjang berula USG
hanya dapat mendeteksi testis inguinal (37,5%) dan tidak dapat mendeteksi testis intra
abdomen. CT scan dan MRI memiliki ketepatan lebih tinggi dibandingkan USG
diperuntukkan testis intra abdomen (testis yang tidak teraba). MRI juga dapat mendeteksi
kecurigaan keganasan testis.
Terapi UDT adalah memperkecil risiko terjadinya infertilitas dan keganasan dengan
melakukan reposisi testis baik secara terapi hormonal atau tindakan pembedahan
(orchiopexy). Terapi hormonal karena defisiensi aksis hipotalamus-hipofisis dan gonad.
Salah satunya HCG diberikan 100 IU/kg 2x seminggu selama 3-4 minggu. Tindakan
pembedahan dengan orchiopexy. Biasanya dilakukan pada anak setelah berusia > 1 tahun
(pada beberapa pusat layanan bedah anak dilakukan pada usia 12-18 bulan karena dianggap
lebih aman). Keberhasilan orchiopexy berkisar 67-100%. Pada UDT yang gubernakulumnya
pendek dilakukan teknik Stephen Fowler Orchiopexy" ini dilakukan 1 tahap yaitu dengan
mengeklem dievaluasi a.testikularis dan beberapa menit dan evaluasi vaskularisasi testis
(vascular immunocompromise). Bila baik testis langsung diturunkan, namun kegagalan
tinggi. Ada pilihan lain yaitu dengan melakukan autotransplantasi (menyambung ke
a.epigastrika inferior) secara microskopik.
7. Hipospadia
Pada tahun 2019 di RSUP Soeradji Klaten sebanyak 1 pasien Hipospadia.
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan terletak pada meatus uretra eksternus terletak di
permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempat yang normal pada ujung penis.
Angka kejadian 1: 350 untuk kelahiran laki-laki. Klasifikasi Hipospadia menurut Hadidi
tahun 2004 yaitu granular, distal dan proximal.
Tujuan memperbaiki hipospadia yaitu untuk memperbaiki kelainan anatomi baik
bentuk penis yang bengkok karena pengaruh keberadaan chordae serta meletakkan osteum
uretra eksterna sehingga ada 2 hal pokok dalam perbaikan hipospadia yaitu, Chordektomi
adalah merelease chordae sehingga penis bisa lurus kedepan saat ereksi. Uretroplasty adalah
membuat osteum uretra eksterna diujung kelenjar penis sehingga pancaran urin dan semen
bisa lurus ke depan. Pada semua teknik operasi pada pertama kali dilakukan eksisi chordae
menggunakan preputium bagian dorsal dari kulit penis. Tahap pertama ini dilakukan pada
usia 1,5 - 2 tahun bila ukuran penis sesuai untuk usianya. Setelah eksisi chordae maka penis
akan menjadi lurus, tetapi meatus masih pada tempatnya yang abnormal. Pada saat kedua
dilakukan urethroplasty yang dikerjakan 6 bulan setelah tahap pertama.
DAFTAR PUSTAKA

Holcomb. Appendicitis. In: Ashcraft KW, Murphy JP, Sharp RJ, Sigalet DL, Snyder
CL editors. Pediatric Surgery. 7nd Ed. New York: WB Saunders Company; 2014. p.
470-3.

Holcomb. Hirscphrung Disease. In: Ashcraft KW, Murphy JP, Sharp RJ, Sigalet DL,
Snyder CL editors. Pediatric Surgery. 7nd Ed. New York: WB Saunders Company; 2014.
p. 557-561.

Holcomb. Umbilical Hernia. In: Ashcraft KW, Murphy JP, Sharp RJ, Sigalet DL,
Snyder CL editors. Pediatric Surgery. 7nd Ed. New York: WB Saunders Company; 2014.
p. 780-6.

Holcomb. Inguinal Hernia. In: Ashcraft KW, Murphy JP, Sharp RJ, Sigalet DL,
Snyder CL editors. Pediatric Surgery. 7nd Ed. New York: WB Saunders Company; 2014.
p. 784-9.

Holcomb. Cirumcision. In: Ashcraft KW, Murphy JP, Sharp RJ, Sigalet DL, Snyder
CL editors. Pediatric Surgery. 7nd Ed. New York: WB Saunders Company; 2014. p. 935-
6.

Columbani PM, Scholz S. Hernia Inguinal, Appendicitis, Dalam: Coran AG, editor.
Pediatric Surgery. Edisi ke-7. Philadephia: Elsevier Saunders; 2012

Kartono, Darmawan. Hirchsprung. Ilmu Bedah Anak: Penyakit Hirchsprung. Jakarta:


2004

Buergeimer, L. (2015). Journal Pediatric Surgery: Ingunial Hernia, 28, 480-3.

Anda mungkin juga menyukai