TB PARU
Disusun oleh:
Theresia Bornok Bintang , S.Ked
FAB 118 080
Pembimbing:
dr. Sutopo M.Widodo, Sp.KFR
dr. Tagor Sibarani
dr. Yosua Hendriko
1
BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB (Mycobacterium tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang paru tetapi dapat juga
menyerang organ tubuh lainnya. Tuberkulosis paru merupakan masalah yang timbul tidak
hanya di negara berkembang, tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan salah
satu penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas, baik di negara berkembang maupun
di negara maju.1
Laporan mengenai TB anak diperkirakan jumlah kasus per tahun adalah 5 - 6% dari total
kasus TB. Pada tahun 1989, WHO memperkirakan bahwa setiap tahun terdapat 1,3 juta kasus
baru TB anak dan 450.000 anak usia < 15 tahun meninggal dunia karena TB.5 Di Asia tenggara,
selama 10 tahun, diperkirakan bahwa jumlah jumlah kasus baru adalah 35,1 juta, 8% diantaranya
(2,8 juta) disertai infeksi HIV. Menurut WHO (1994), Indonesia menduduki peringkat ketiga
dalam jumlah kasus baru TB (0,4 juta kasus baru), setelah India (2,1 juta kasus) dan Cina (1,1
juta kasus). Sebanyak 10% dari seluruh kasus terjadi pada anak berusia < 15 tahun.2
Berdasarkan Global Tuberculosis Control Tahun 2009 (data tahun 2007) angka prevalensi
semua tipe kasus TB, insiden semua kasus TB dan Kasus baru TB Paru BTA Positif dan
kematian kasus TB. Peningkatan jumlah kasus TB di berbagai tempat saat ini diduga disebabkan
oleh berbagai hal, yaitu: 1) diagnosis tidak tepat, 2) pengobatan tidak adekuat, 3) program
penanggulangan tidak dilaksanakan dengan tepat, 4) infeksi endemik HIV, 5) migrasi penduduk,
6) mengobati sendiri (self treatment), 7) meningkatnya kemiskinan dan 8) pelayanan kesehatan
yang kurang memadai.1
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Survey Primer
Tn. 5 tahun,
I. Vital Sign :
- Nadi : 138 kali/menit, regular
- Pernafasan : 36 kali/menit
- Suhu : 36,6°C
II. Airways : Bebas, tidak terdapat sumbatan.
III. Breathing : Spontan, 36x/menit, pola torakoabdominal, pergerakan dada simetris
kanan-kiri, tidak tampak ketertinggalan gerak.
IV. Circulation : Denyut nadi 138x/menit, regular, kuat angkat, isi cukup CRT <2’’
V. Disability : GCS 15 (Eye 4, Verbal 5, Motorik 6)
VI. Exposure : Tampak sesak
Evaluasi Masalah
Berdasarkan survey primer sistem triase, kasus ini merupakan kasus yang termasuk
dalam priority sign karena pasien datang gangguan breathing dan circulation dalam keadaan
sesak. Pasien diberi label kuning.
Tatalaksana Awal
Tatalaksana awal pada pasien ini adalah ditempatkan diruangan non-bedah, pemberian
oksigen nasal canul 2-3 liter/menit posisi semi fowler.
I. IDENTITAS
Nama : Ny. M
Usia : 30 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : PT W.N.A
Tanggal MRS : 1/11/ 2019 Jam 09.50 WIB
4
E. Hidung :Bentuk normal, septum deviasi (-), sekret (-), nafas cuping hidung (-).
F. Mulut : Mukosa bibir kering (-), caries dentis (-) Tonsil : T1-T1 tenang,
Faring : Hiperemis (-)
G. Leher :Pembesaran KGB di supraclavicular dextra berupa nodul ukuran 0,5-1
cm, jumlah multiple, mobile, tidak ada nyeri tekan dan tiroid tidak teraba
membesar, JVP tidak meningkat.
H. Thorax
a. Pulmo :
Depan Belakang
Inspeksi Kanan
Palpasi Kanan
b. Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba ICS V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : SI-SII tunggal reguler, Murmur (-), Gallop (-).
I. Abdomen
Inspeksi : Datar, supel, distensi (-), retraksi di epigastium (+)
Auskultasi : Bising Usus (+) 10 ×/menit
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba membesar turgor
kulit cukup
J. Ekstermitas : Akral hangat, CRT <2 detik
Pitting Oedem (-/-) Sianosis (-/-)
5
Pemeriksaan laboratorium darah :
Parameter Hasil Nilai rujukan Interpretasi
Hemoglobin 13,8 g/dl 11-16 g/dl Normal
Leukosit 9.620 /uL 4000-10.000/uL Leukositosis
Trombosit 342.000/uL 150000-450000/uL Normal
Hematokrit 43,5 % 37-54% Normal
Gula darah sewaktu 60 mg/dL <200 mg/dL Rendah
Foto thorax :
EKG
USULAN PEMERIKSAAN
- Laju Endap Darah (LED)
- Pemeriksaan sputum (BTA)
V. DIAGNOSIS BANDING
6
Cough:
- Pneumonia
Bronkiolitis
VI. DIAGNOSIS
Susp TB paru dengan bronkiaktasis
hipoglikemia
VII. PENATALAKSANAAN
- Oksigenasi 3 lpm
Bolus D40 2 flash
Infus 2 jalur
IVFD Inf D5 ½ NS 12 tpm
IVFD ASERING + aminofilin 1 amp
- Diet: 3 x Nasi Biasa (TKTP) + Buah-buahan + Puding
- Edukasi:
- Tirah baring
- Pemantauan hasil pengobatan
- Pemantauan efek samping obat
- Edukasi keteraturan minum obat
- Dukungan kepada orang tua, agar dapat mengikuti seluruh program maupun
terapi/ pengobatan.
- Monitoring: Keadaan umum, vital sign (TD,DN, RR, dan t)
Konsul dr. Sp. P
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia
7
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus ini pasien datang dengan keluhan utama sesak nafas, setelah dilakukan
tatalaksana awal berupa pemberian O2 dengan nasal canul 2-3 lpm, setelah itu dilakukan
ananmnesa serta pemeriksaan fisik terhadap pasien. Seorang wanita berusia 30 tahun yang
masuk ke IGD RSDS dengan keluhan utama sesak nafas disertai batuk berdahak dan berdarah
dan nafsu makan dan minum yang kurang. Pemeriksaan fisik: frekuensi nadi 138 kali/menit
reguler, frekuensi nafas 36 kali/menit, dan suhu tubuh 36,60C serta. pembesaran KGB di
supraclavicular dextra berupa nodul ukuran 0,5-1cm, jumlah multiple, mobile, tidak ada nyeri
tekan pada thoraks terdapat retraksi di suprasternal, intercostae, dan epigastrium dan pada
auskultasi paru suara dasar vesikuler ada terdapat rhonki dikedua lapang paru dan pemeriksaan
penunjang tidak kelainan hanya GDS 60 mg/dl. foto thoraks tampak pembesaran limfe
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis).5 Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya, yang menyerang terutama paru dan disebut juga tuberkulosis
paru. Bila menyerang organ selain paru (kelenjar limfe, kulit, otak, tulang, usus, ginjal) disebut
tuberkulosis ekstra paru.1,2
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang, berukuran panjang 1-4 mikron
dan tebal 0,3-0,6 mikron, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan,
oleh karena itu disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman tuberkulosis cepat mati
dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap
dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dormant atau tertidur lama dalam beberapa
tahun. 1,2
Sumber penularan adalah melalui pasien tuberkulosis paru BTA (+).Pada waktu batuk
atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak).
Kuman yang berada di dalam droplet dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama
beberapa jam dan dapat menginfeksi individu lain bila terhirup ke dalam saluran nafas. Bakteri
tuberkulosis yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan dapat menyebar dari paru
ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran
pernafasan, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. 1,2
Berdasarkan anamnesis, pada kasus ini ditemukan keluhan berupa sesak nafas, batuk
berdahak namun tidak berdarah, nafsu makan minum menurun, badan lemas, hal ini sesuai
dengan kepustakaan gejala klinis TB paru berupa batuk terus menerus dan berdahak. Gejala
8
tambahan yang mungkin menyertai adalah batuk darah, sesak nafas dan rasa nyeri dada, badan
lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat
malam walaupun tanpa kegiatan dan demam/meriang lebih dari sebulan.
Pemeriksaan fisik yang ditemukan pada pasien ini yang sesuai dengan kepustakaan TB
paru yaitu status gizi kurang, pemeriksaan fisik pembesaran KGB di supraclavicular dextra
berupa nodul ukuran 0,5-1cm, jumlah multiple, mobile, pemeriksaan thorax ditemukan adanya
retraksi, vesikuler, dan ronkhi ada kedua lapang paru. Pada pemeriksaan foto thorax ditemukan
gambaran berupa tampak pembesaran limfe didaerah hilus. Berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik dan penunjang, pasien didiagnosis dengan TB paru dalam pengobatan bulan
keempat. Fase lanjutan yang terdiri dari Rifampisin (R) dan Isoniazid (H) yang diberikan
selama 4 bulan.2,3
a. Isoniazid (H)
Bersifat tuberkulostatik dan tuberkulosid, dan efek bakterisidnya hanya terlihat pada
kuman yang sedang tumbuh aktif. Mempunyai 2 efek toksik utama yaituhepatotoksik dan
neuritis perifer. Dosis harian: 10 (7-15) mg/kgBB/ hari
b. Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid pada intra sel dan ekstra sel, dapat memasuki semua jaringan, dan
dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid. Rifampisin
diabsorpsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut sedang kosong. Efek
sampingnya lebih sering terjadi dibanding isoniazid yaitu perubahan warna urine, ludah,
keringat, sputum, dan air mata berwarna orange kemerahan, serta menyebabakan gangguan
gastrointestinal. Dosis harian: 15 (10-20) mg/kgBB/ hari
Tabel 4.2 Dosis kombinasi FDC
Pada fase lanjutan pasien kontrol tiap bulan. Apabila respon pengobatan baik maka
pengobatan OAT dilanjutkan sampai 6 bulan, sedangkan apabila respon pengobatan kurang atau
9
tidak baik maka pengobatan TB tetap dilanjutkan sambil melakukan evaluasi lebih lanjut
kemungkinan tidak ada perbaikan dengan evaluasi kembali diagnosis, ketepatan dosis OAT,
keteraturan minum obat, kemungkinan adanya penyakit penyerta, serta evaluasi asupan gizi.
Setelah pemberian OAT selama 6 bulan, OAT dapat dihentikan dengan melakukan evaluasi baik
klinis maupun pemeriksaan penunjang lain seperti foto thorax. Meskipun gambaran radiologis
tidak menunjukkan perubahan yang berarti, tetapi apabila dijumpai perbaikan klinis yang nyata,
maka pengobatan dapat dihentikan dan pasien dinyatakan selesai pengobatan.
Tatalaksana pasien asma adalah manajemen kasus dengan tujuan untuk meningkatkan
dan mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan
dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Pada prinsipnya penatalaksanaan asma diklasifikasikan
menjadi: 1) penatalaksanaan asma akut/saat serangan, dan 2) penatalaksanaan asma jangka
panjang. Tujuan tatalaksana saat serangan:2 meredakan penyempitan saluran respiratorik
secepat mungkin dan mengurangi hipoksemia, mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal
secepatnya, dan rencana re-evaluasi tatalaksana jangka panjang untuk mencegah kekambuhan.
Penatalaksanaan asma pada anak dibagi menjadi beberapa komponen: Tatalaksana KIE
(Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) pada penderita dan keluarga, mengidentifikasi dan
mengurangi paparan terhadap faktor pencetus, dan terapi Medikamentosa.
Penatalaksanaan pasien di IGD berupa pemberian oksigenasi dan pemberian bolus D40
2 flash untuk meningkatkan kadar GDS. Pengobatan TB dibagi menjadi dua fase yaitu fase
intensif (dua bulan pertama) dan dilanjutkan dengan fase lanjutan (empat bulan atau lebih).
Salenjutnya untuk tatalaksana tb paru menunggu hasil pemeriksaan sputum dan hasil konsul
dari dokter spesialis paru.
10
BAB IV
KESIMPULAN
Telah dilaporkan pasien, Ny. M usia 30 tahun, datang dengan keluhan utama sesak
nafas, disertai batuk berdahak dan berdarah dan nafsu makan dan minum yang kurang.
Pemeriksaan fisik: frekuensi nadi 138 kali/menit reguler dan frekuensi nafas 36 kali/menit.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan ada nafas cuping hidung, pembesaran KGB di
supraclavicular dextra, pada thoraks terdapat retraksi di suprasternal, intercostae, dan
epigastrium dan pada auskultasi paru suara dasar vesikuler ada terdapat rhonki dikedua lapang
paru dan pemeriksaan penunjang didapatkan pemeriksaan darah hipoglikemi dan hasil foto
thoraks tampak pembesaran limfe didaerah hilus dan peningkatan corak bronkovaskular. Dari
hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien didiagnosis sebagai
asma eksaserbasi akut dengan tuberkulosis paru dalam pengobatan.
Pada pasien ini diberikan tatalaksanan di IGD yaitu pemberian oksigen dan
dilakukan pemasangan infus dengan cairan Inf D5 ½ NS lalu dberikan bolus D40 untuk
meningkatkan kadar GDS.
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Bahar A, Amin Z. Tuberkulosis Paru. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta : Balai
penebit FKUI. 2009; p. 998-1001.
3. Price SA. Standridge MP,Tuberkulosis Paru dalam : Patofisiolgo Edisi VI.Jakarta EGC,
2006.
12