Anda di halaman 1dari 44

APLIKASI MINGGU KE 5

ASUHAN KEPERAWATAN TN. K DENGAN GANGGUAN SISTEM


IMUNOLOGI : POST OP LIMFADENITIS TB + TB PARU ON OAT HIV ON ARV
MENGGUNAKAN PENDEKATAN
TEORI ”SELF CARE” OREM DI RUANGAN DAHLIA 2
RS RSPI SULIANTI SAROSO JAKARTA

DISUSUN OLEH:
MAESAROH
2017980009

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
JAKARTA
2018
BAB I
KONSEP TEORI

A. Pendahuluan
Dorothe Orem lahir di Baltimore, Maryland di tahun 1914. Ia memperoleh gelar
sarjana keperawatan pada tahun 1939 dan Master Keperawatan pada tahun 1945.
Selama karir profesionalnya, dia bekerja sebagai seorang staf keperawatan, perawat
pribadi, perawat pendidik dan administrasi, serta perawat konsultan. Ia menerima
gelar Doktor pada tahun 1976. Dorothea Orem adalah anggota subkomite kurikulum
di Universitas Katolik. Ia mengakui kebutuhan untuk melanjutkan perkembangan
konseptualisasi keperawatan. Ia pertama kali mempubilkasikan ide-idenya dalam
“Keperawatan : Konsep praktik”, pada tahun 1971, yang kedua pada tahun 1980 dan
yang terakhir di tahun 1995.
Pengertian Keperawatan Menurut Orem, menurutnya teori keperawatan adalah
Pelayanan manusia yang berpusat kepada kebutuhan manusia untuk mengurus diri
bagaimana mengaturnya secara terus menerus untuk dapat menunjang kesehatan dan
kehidupan, sembuh dari penyakit atau kecelakaan dan menanggulangi akibat-
akibatnya. Sehingga asuhan keperawatan dilakukan dengan keyakinan bahwa setiap
orang mempunyai kemampuan untuk merawat diri sendiri sehingga membantu
individu memenuhi kabutuhan hidup, memlihara kesehatan dan kesejahteraannya,
oleh karena itu teori ini dikenal sebagai Self Care (perawatan diri) atau Self Care
Defisit Teori.

B. Hubungan Model dengan Paradigma Keperawatan


1. Manusia
Model Orem membahas dengan jelas individu dan berfokus pada diri dan
perawatan diri. Namun demikian, seseorang dianggap paling ekslusif dalam kontek
ini sedangkan kompleksitas perawatan manusia dan tindakan manusia tidak
dipertimbangkan. Dalam hal ini, model tersebut berada dalam kategori yang
didefinisikan sebagai paradigma total, bahwa manusia dianggap sebagai sejumlah
kebutuhan perawatan diri.
2. Lingkungan
Lingkungan juga dibahas dengan jelas dalam model ini. Namun, hal ini terutama
dianggap sebagai situasi tempat terjadinya perawatan diri atau kurangnya
perawatan diri.
3. Sehat dan Sakit
Ide ini juga terdapat dalam model tersebut, namun dibahas dalam kaitannya dengan
perawatan diri. Alasannya bahwa jika individu dalam keadaan sehat mereka dapat
memenuhi sendiri deficit perawatan diri yang mereka alami. Sebaliknya jika
mereka sakit atau cedera, orang tersebut bergeser dari status agens perawtan diri
menjadi status pasien atau penerima asuhan. Penyamaan sehat dengan perawatan
diri dalam hal ini berarti sehat sakit tidak dibahas dalam konsep yang berbeda.
Akan timbul masalah disini jika orang yang sehat tidak dapat melakukan perawatan
untuk dirinya sendiri.
4. Keperawatan
Model ini membahas dengan cara yang jelas dan sistematik sifat dari keperawatan
dan kerangka kerja untuk memberikan asuhan keperawatan. Harus diketahui bahwa
hal tersebut ditampilkan dalam bentuk pendekatan mekanistik berdasarkan
pendekatan supportif-edukatif, kompensasi partial, dan kompensasi total.
Pendekatan tersebut merupakan pendekatan langsung yang dapat ditatalaksanakan.

C. Tujuan keperawatan pada model Orem”s secara umum


1. Menurunkan tuntutan self care pada tingkat dimana klien dapat memenuhinya, ini
berarti menghilangkan self care deficit.
2. Memungkinkan klien meningkatkan kemampuannya untuk memenuhi tuntutan self
care.
3. Memungkinkan orang yang berarti (bermakna) bagi klien untuk memberikan
asuhan dependen jika self care tidak memungkinkan, oleh karenanya self care
deficit apapun dihilangkan.
4. Jika ketiganya diatas tidak tercapai perawat secara langsung dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhan self care klien.
D. Konsep sentral
1. Self Care
Self Care adalah suatu penampilan atau aktivitas pasien berdasarkan keinginan
individu dan dilaksanakan untuk mempertahankan hidup , sehat dan kesejahteraan
2. Unsur Self Care
Kekuatan dan kemampuan yang dimiliki pasien , yang meliputi : umur, jenis
kelamin, status perkembangan, status kesehatan, orientasi sosialkultural, faktor
sistem pelayanan kesehatan ( diagnostik dan pengobatan ), faktor lingkungan,
sumber-sumber yang adekuat.
3. Kebutuhan Self Care Terapeutik
Totalitas tindakan Self Care yang diperlihatkan dalam jangka waktu tertentu untuk
memenuhi kebutuhan Self Care dengan maksud memberikan keuntungan kepada
orang lain secara spesifik
Persyaratan Self Care yang universal :
a. Pemenuhan kebutuhan udara / oksigen
b. Pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit
c. Pemenuhan kebutuhan nutrisi
d. Pemenuhan kebutuhan eleminasi
e. Pemenuhan kebutuhan aktivitas dan istirahat
f. Pemenuhan kebutuhan interaksi sosial
g. Pencegahan terhadap bahaya
h. Peningkatan fungsi-fungsi manusia dan perkembangan dalam kelompok sosial
4. Self Care Deficit
Defisit antara apa yang bisa dilakukan pasien ( Self Care Agency ) dengan apa
yang perlu dilakukan untuk mempertahankan fungsi optimum ( Self Care Demand )
Ketika ada Self care Deficit , maka ada 5 metode bantuan :
a. Tindakan untuk berbuat untuk orang lain
b. Membimbing dan mengarahkan
c. Memberikan dukungan fisik / psikologis
d. Memberikan dan mempertahankan lingkungan yang mendukung perkembangan
individu
e. Pendidikan
5. Unsur Keperawatan
5 area aktivitas praktek keperawatan :
a. Masuk kedalam dan mempertahankan hubungan perawat dan klien dengan
individu, keluarga, kelompok sampai pasien secara sah dikeluarkan dari
keperawatan
b. Menentukan apakah dan bagaimanakah pasien dapat ditolong
c. Berespon terhadap permintaan , keinginan dan kebutuhan pasien akan kontak
dan bantuan keperawatan
d. Merumuskan , memberikan dan mengatur bantuan langsung pada pasien dan
orang terdekat dalam bentuk pelayanan keperawatan
e. Mengkoordinasi dan mengintegrasikan keperawatan dengan kehidupan sehari-
hari, pelayanan kesehatan lain yang dibutuhkan , pendidikan yang dibutuhkan.
6. Sistem Keperawatan
Sistem Keperawatan meliputi :
a. Total Care ( Wholly Compensatory System )
Merupakan suatu tindakan keperawatan dengan memberikan bantuan secara
penuh kepada pasien dikarenakan ketidakmampuan pasien dalam memenuhi
tindakan keperawatan secara mandiri yang memerlukan bantuan dalam
pergerakan, pengontrolan dan ambulasi, serta adanya manipulasi gerakan.
b. Partial Care ( Partly Compensatory System )
Merupakan system dalam memberikan perawatan diri secara sebagian saja dan
ditujukan pada pasien yang memerlukan bantuan secara minimal seperti pada
pasien post op abdomen dimana pasien ini memiliki kemampuan seperti cuci
tangan, gosok gigi, akan tetapi butuh pertolongan perawat dalam ambulasi dan
melakukan perawatan luka.
c. Minimal Care ( Supporative and Educative System )
Dukungan pendidikan dibutuhkan oleh klien yang memerlukannya untuk
dipelajari, agar mampu melakukan perawatan mandiri.

B. Limpadenitis
1. Definisi
Limfadenitis adalah peradangan (inflamasi) atau pembesaran kelenjar getah
bening akibat penyakit infeksi atau inflamasi. Kelenjar getah bening (KGB) itu
sendiri merupakan jaringan normal berupa bulatan (nodul) berukuran
kecil berukuran beberapa milimeter hingga 2 cm. KGB tersebar di sepanjang
pembuluh limfe yang berlokasi di seluruh tubuh. Fungsi utama kelenjar getah
bening (KGB) ini adalah sebagai salah satu mekanisme pertahanan tubuh yang
berfungsi untuk menyingkirkan mikroorganisme dan sel – sel abnormal yang
terkumpul di cairan limfe.
2. Etiologi
Siklus munculnya penyakit ini adalah bakteria dapat masuk melalui makanan ke
rongga mulut dan melalui tonsil mencapai kelenjar limfa di leher, sering tanpa
tanda TBC paru. Kelenjar yang sakit akan membengkak dan mungkin sedikit
nyeri. Mungkin secara berangsur kelenjar di dekatnya satu persatu terkena radang
yang khas. Di samping itu, dapat terjadi juga perilimfadenitis sehingga beberapa
kelenjar melekat satu sama lain berbentuk massa. Bila mengenai kulit, kulit akan
meradang,merah, bengkak, mungkin sedikit nyeri. Kulit akhirnya menipis dan
jebol, mengeluarkan bahan seperti keju. Tukak yang terbentuk akan berwarna
pucat dengan tepi membiru dan menggangsir, disertai sekret yang jernih. Tukak
kronik itu dapat sembuh dan meninggalkan jaringan parut yang tipis atau berbintil-
bintil. Suatu saat tukak meradang lagi dan mengeluarkan bahan seperti keju lagi,
demikian berulang-ulang. Streptococcus dan bakteri Staphylococcal adalah
penyebab paling umum dari limfadenitis, meskipun virus, protozoa, rickettsiae,
jamur, dan basil TB juga dapat menginfeksi kelenjar getah bening. Penyakit yang
melibatkan kelenjar getah bening di seluruh tubuh termasuk mononucleosis,
infeksi sitomegalovirus, toksoplasmosis, dan brucellosis. Gejala awal limfadenitis
adalah pembengkakan kelenjar yang disebabkan oleh penumpukan cairan jaringan
dan peningkatan jumlah sel darah putih akibat respon tubuh terhadap infeksi.
Kehilangan nafsu makan, vehicles keringat, nadi cepat, dan kelemahan.

3. Manifestasi Klinik
Gejala untuk menganalisa apakah terkena penyakit ini adalah kelenjar getah
bening yang terserang biasanya akan membesar dan jika diraba terasa lunak dan
nyeri, selain itu gejala klinis yang timbul adalah demam, nyeri tekan, dan tanda
radang. Kulit di atasnya terlihat merah dan terasa hangat, pembengkakan ini akan
menyerupai daging tumbuh atau biasa disebut dengan tumor. Dan untuk
memastikan apakah gejala-gejala tersebut merujuk pada penyakit limfadenitis
maka perlu adanya pengangkatan jaringan untuk pemeriksaan di bawah
mikroskop. Limfadenitis pada taraf parah disebut limfadenitis kronis. Limfadenitis
ini terjadi ketika penderita mengalami infeksi kronis, misal pada kondisi ketika
seseorang dengan faringitis kronis akan ditemukan pembesaran kelenjar getah
bening leher (limfadenitis). Pembesaran di sini ditandai oleh tanda radang yang
sangat minimal dan tidak nyeri. Pembesaran kronis yang spesifik dan masih
banyak di Indonesia adalah akibat tuberkulosa. Limfadenitis tuberkulosa ini
ditandai oleh pembesaran kelenjar getah bening, padat/keras, multiple dan dapat
berhubungan satu sama lain. Dapat pula sudah terjadi perkijuan seluruh kelenjar,
sehingga kelenjar itu melunak seperti abses tetapi tidak nyeri seperti abses banal.
Apabila abses ini pecah kekulit, lukanya sulit sembuh oleh karena keluar secara
terus menerus sehingga seperti fistula. Limfadenitis tuberculosa pada kelenjar
getah bening dapat terjadi sedemikian rupa, besar dan berhubungan sehingga leher
penderita itu disebut seperti bull neck. Pada keadaan seperti ini kadang-kadang
sulit dibedakan dengan limfoma malignum. Limfadenitis tuberkulosa
diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologi, terutama yang tidak
disertai oleh tuberkulosa paru.
4. Patofisiologi
Kelenjar getah bening (KGB) adalah bagian dari sistem pertahanan tubuh kita.
Tubuh kita memiliki kurang lebih sekitar 600 kelenjar getah bening, namun hanya
di daerah sub mandibular, ketiak atau lipat paha yang teraba normal pada orang
sehat. Terbungkus kapsul fibrosa yang berisi kumpulan sel-sel pembentuk
pertahanan tubuh dan merupakan tempat penyaringan antigen (protein asing) dari
pembuluh-pembuluh getah bening yang melewatinya. Pembuluh-pembuluh limfe
akan mengalir ke kelenjar getah bening sehingga dari lokasi kelenjar getah bening
akan diketahui aliran pembuluh limfe yang melewatinya. Oleh karena dilewati
oleh aliran pembuluh getah bening yang dapat membawa antigen dan memiliki sel
pertahanan tubuh maka apabila ada antigen yang menginfeksi maka kelenjar getah
bening dapat menghasilkan sel-sel pertahanan tubuh yang lebih banyak untuk
mengatasi antigen tersebut sehingga kelenjar getah bening membesar. Pembesaran
kelenjar getah bening dapat berasal dari penambahan sel-sel pertahanan tubuh
yang berasal dari kelenjar getah bening itu sendiri seperti limfosit, sel plasma,
monosit dan histiosit atau karena datangnya sel-sel peradangan (neutrofil) untuk
mengatasi infeksi di kelenjar getah bening (limfadenitis), infiltrasi sel-sel ganas
atau timbunan dari penyakit metabolite macrophage (gaucher disease). Dengan
mengetahui lokasi pembesaran kelenjar getah bening maka kita dapat
mengarahkan kepada lokasi kemungkinan terjadinya infeksi atau penyebab
pembesaran kelenjar getah bening. Benjolan, bisa berupa tumor baik jinak atau
ganas, bisa juga berupa pembesaran kelenjar getah bening. Kelenjar ini ada banyak
sekali di tubuh kita, antara lain di daerah leher, ketiak, dalam rongga dada dan
perut, di sepanjang tulang belakang kiri dan kanan sampai mata kaki. Kelenjar
getah bening berfungsi sebagai penyaring bila ada infeksi lokal yang disebabkan
bakteri atau virus. Jadi, fungsinya justru sebagai benteng pertahanan tubuh. Jika
tidak terjadi infeksi, kemungkinan adalah tumor. Apalagi bila pembesaran kelenjar
di daerah-daerah tersebut di atas, pertumbuhannya cepat dan mudah membesar.
Bila sudah sebesar biji nangka, misalnya, bila ditekan tidak sakit, maka perlu
diwaspadai. Jalan terbaik, adalah dilakukan biopsy di kelenjar tersebut. Diperiksa
jenis sel-nya untuk memastikan apakah sekedar infeksi atau keganasan. Jika tumor
dan ternyata ganas, pembesaran kelenjar akan cepat terjadi. Dalam sebulan,
misalnya sudah membesar dan tak terasa sakit saat ditekan. Beda dengan yang
disebabkan infeksi, umumnya tidak bertambah besar dan jika daerah di sekitar
benjolan ditekan, terasa sakit.
5. Penatalaksanaan
Tata laksana pembesaran kelenjar getah bening leher didasarkan kepada
penyebabnya. Banyak kasus dari pembesaran kelenjar getah bening leher sembuh
dengan sendirinya dan tidak membutuhkan pengobatan apa pun selain dari
observasi. Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6 minggu dapat menjadi indikasi
untuk dilaksanakan biopsy kelenjar getah bening. Biopsy dilakukan bila terdapat
tanda dan gejala yang mengarahkan kepada keganasan, kelenjar getah bening yang
menetap atau bertambah besar dengan pengobatan yang tepat, atau diagnosis
belum dapat ditegakkan. Pembesaran kelenjar getah bening biasanya disebabkan
oleh virus dan sembuh sendiri, walaupun pembesaran kelenjar getah bening dapat
berlangsung mingguan. Pengobatan pada infeksi kelenjar getah bening oleh
bakteri (limfadenitis) adalah anti-biotic oral 10 hari dengan pemantauan dalam 2
hari pertama flucloxacillin 25 mg/kgBB empat kali sehari. Bila ada reaksi alergi
terhadap antibiotic golongan penicillin dapat diberikan cephalexin 25 mg/kg
(sampai dengan 500 mg) tiga kali sehari atau erythromycin 15 mg/kg (sampai 500
mg) tiga kali sehari.
6. Komplikasi
a. Pembentukan abses. Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi
akibat suatu infeksi bakteri. Jika bakteri menyusup ke dalam jaringan yang
sehat, maka akan terjadi infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan
rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih
yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam
rongga tersebut dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati. Sel
darah putih yang mati inilah yang membentuk nanah, yang mengisi
ronggatersebut. Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya
akan terdorong. Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan
menjadi dinding pembatas abses; hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk
mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses pecah di dalam,
maka infeksi bisa menyebar di dalam tubuh maupun dibawah permukaan kulit,
tergantung kepada lokasi abses.
b. Selulitis (infeksi kulit). Selulitis adalah suatu penyebaran infeksi bakteri ke
dalam kulit dan jaringan di bawah kulit. Infeksi dapat segera menyebar dan
dapat masuk ke dalam pembuluh getah bening dan aliran darah. Jika hal ini
terjadi, infeksi bisa menyebar ke seluruh tubuh.
c. Sepsis (septikemia atau keracunan darah). Sepsis adalah kondisi medis yang
berpotensi berbahaya atau mengancam nyawa, yang ditemukan dalam
hubungan dengan infeksi yang diketahui atau dicurigai (biasanya namun tidak
terbatas pada bakteri-bakteri).
d. Fistula (terlihat dalam limfadenitis yang disebabkan oleh TBC). Limfadenitis
tuberkulosa ini ditandai oleh pembesaran kelenjar getah bening, padat / keras,
multiple dan dapat berkonglomerasi satu sama lain. Dapat pula sudah terjadi
perkijuan seluruh kelenjar, sehingga kelenjar itu melunak seperti abses tetapi
tidak nyeri. Apabila abses ini pecah ke kulit, lukanya sulit sembuh oleh karena
keluar secara terus menerus sehingga seperti fistula. Fistula merupakan
penyakit yang erat hubungannya dengan immune system / daya tahan tubuh
setiap individual.
C. HIV
1. Definisi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan sebuah retrovirus
yangmemiliki genus lentivirus yang menginfeksi, merusak, atau mengganggu
fungsi selsistem kekebalan tubuh manusia sehingga menyebabkan sistem
pertahanan tubuhmanusia tersebut menjadi melemah (WHO, 2014). Virus HIV
menyebar melalui cairan tubuhdan memiliki cara khas dalam menginfeksi sistem
kekebalan tubuh manusiaterutama sel Cluster of Differentiation 4 (CD4) atau sel-
T. HIV menyerang sel -sel sistem kekebalan tubuh manusia terutama sel-T CD4+
dan makrofag yangmerupakan sistem imunitas seluler tubuh (Rockstroh J.K,
2012). Infeksi dari virus ini akan menyebabkan kerusakan secara progresif dari
sistem kekebalan tubuh,menyebabkan defisiensi imun sehingga tubuh tidak
mampu melawan infeksi danpenyakit. Seiring dengan berjalannya waktu, HIV
dapat merusak banyal sel CD4sehingga kekebalan tubuh semakin menurun dan
tidak dapat melawan infeksi danpenyakit sama sekali, infeksi ini akan berkembang
menjadi AcquiredImmunodeficiency Syndrome (AIDS) (Allen S, 2010).
2. Etiologi
Acquired Immunodeficienccy Syndrome (AIDS) disebabkan oleh HIV yang
merupakan retrovirus pada manusia yang termasuk dalam kaluarga lentivirus
(Robbins, et al., 2007). HIV dibedakan menjadi dua bentuk secara genetik, namun
saling berhubungan secara antigen yaitu HIV-1 dan HIV-2. Keduanya merupakan
retrovirus yang menyerang sel limfosit T CD4 yang memiliki reseptor dengan
afinitas yang tinggi untuk HIV. Perbedaan dari HIV-1 dan HIV-2 terdapat pada
efisiensi transmisi dan tingkat perkembangan penyakit (Robbins, et al., 2007).
3. Patofisiologi

Gambar 2. Patofisiologi /Pathway HIV/AIDS (WHO 2010)


4. Klasifikasi stadium klinis
Berdasarkan Klasifikasi menurut WHO digunakan pada beberapa Negara yang
pemeriksaan limfosit CD4+ tidak tersedia. Klasifikasi stadium klinis HIV/AIDS
WHO dibedakan menjadi 4 stadium, yaitu:
a. Stadium 1: Tidak ada penurunan berat badan dan Tanpa gejala atau hanya
Limfadenopati Generalisata Persisten.
b. Stadium 2: Penurunan berat badan <10%, ISPA berulang: sinusitis, otitis
media, tonsilitis, dan faringitis, Herpes zooster dalam 5 tahun terakhir, Luka
di sekitar bibir (Kelitis Angularis), Ulkus mulut berulang, Ruam kulit yang
gatal (seboroik atau prurigo), Dermatitis Seboroik, Infeksi jamur pada kuku.
c. Stadium 3: Penurunan berat badan >10%, Diare, demam yang tidak
diketahui penyebabnya >1 bulan, Kandidiasis oral atau Oral Hairy
Leukoplakia. TB Paru dalam 1 tahun terakhir. Limfadenitis TB, Infeksi
bakterial yang berat: Pneumonia, Piomiosis, Anemia (<8 gr/dl),
Trombositopeni Kronik (<50109 per liter).
d. Stadium 4 : Sindroma Wasting (HIV) (Pneumoni Pneumocystis, Pneumonia,
Bakterial yang berat berulang dalam 6 bulan, Kandidiasis esofagus, Herpes
Simpleks Ulseratif >1 bulan, Limfoma, Sarkoma Kaposi, Kanker Serviks
yang invasif, Retinitis CMV, TB Ekstra paru, Toksoplasmosis, Ensefalopati
HIV, Meningitis Kriptokokus, Infeksi mikobakteria non-TB meluas,
Lekoensefalopati multifokal progresif, Kriptosporidiosis kronis, mikosis
meluas).
5. Manifestasi Klinis
Gejala Menurut WHO dan CDC (2002, dalam Widoyono, 2011),
manifestasi klinis HIV/AIDS pada penderita dewasa berdasarkan stadium klinis
yang disertai skala fungsional dan kalisifikasi klinis, yaitu:
Stadium klinis I: pada skala I memperlihatkan kondisi asimtomatis, dimana
klien tetap melakukan aktivitas secara normal maupun disertai adanya
limfadenopati presistent generalisata.
Stadium klinis II: pada skala II memperlihatkan kondisi asimtomatis,
dimana klien tetap melakukan aktivitas normal tetapi disertai adanya penurunan
berat badan <10% dari berat badan sebelumnya, manifestasi mukokotaneius minor
(dermatitis seborhhoic, prurigo, infeksi jamur pada kuku, ulserasi mukosa oral
berulang, cheilitis angularis), herpes zoster dalam 5 tahun terakhir, dan ISPA
berulang.
Stadium III: pada skala III memperlihatkan adanya kelemahan, berbaring
di tempat tidur <50% sehari dalam 1 bulan terakhir disertai penurunan berat badan
>10%, diare kronis dengan penyebab tidak jelas >1 bulan, demam dengan
penyebab yang tidak jelas (intermitent atau tetap) >1 bulan, kandidiasis oral, oral
hairy leukoplakia, TB pulmoner dalam satu tahun terakhir, dan infeksi bacterial
berat (misal: pneumonia, piomiostitis).
Stadium klinis IV: pada skala IV memperlihatkan kondisi yang sangat
lemah, selalu berada ditempat tidur > 50% setiap hari dalam bulan-bulan terakhir
disertai HIV wasting syndrome (sesuai yang ditetapkan CDC), peneumocystis
carinii pneumonia (PCP), encephalitis toksoplasmosis, diare karena
cryptosporidiosis >1 bulan, cryptococcosis ekstrapulmoner, infeksi virus
sitomegalo, infeksi herpes simpleks >1 bulan, berbagai infeksi jamur berat
(histoplasma, coccoidioidomycosis), kandidiasis esophagus, trachea atau bronkus,
mikobakteriosis atypical, salmonelosis non tifoid disertai eptikemia, TB
ekstrapulmoner, limfoma maligna, sarcoma Kaposi’s ensefalopati HIV.
6. Komplikasi
Menurut Gunawan (2006), komplikasi dari penyakit HIV/AIDS menyerang
paling banyak pada bagian tubuh seperti:
a. Neurologik. Pada neurologik, virus ini dapat menyebabkan kompleks dimensia
AIDS karena serangan langsung HIV pada sel saraf, berefek perubahan
kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfagia, dan isolasi
sosial
b. Gastrointestinal. Pada gastrointestinal dapat menyebabkan beberapa hal
seperti: diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,
limpoma, dan sarcoma kaposi.
c. Respirasi. Infeksi karena pneumocitis, carinii, cytomegalovirus, virus
influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek, batuk,
nyeri, hipoksia, keletihan, dan gagal nafas.
d. Dermatologik. Lesi kulit stafilokukus, virus herpes simpleks dan zoster,
dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekubitus dengan
efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi sekunder dan sepsis.
e. Sensorik. Pada bagian sensorik virus menyebabkan pandangan pada sarcoma
kaposis pada konjuntiva berefek kebutaan. Pendengaran pada otitis eksternal
dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
1) ELISA
Merupakan pemeriksaan serologi standart/uji penapsian terhadap antibodi
HIV. Sensitivitasnya tinggi yaitu sebesar 98,1-100%. Biasanya tes ini
memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi (Carroll, 2007) Sputum
BTA
2) Western Bolt: Merupakan tes konfirmasi uji pemastian terhadap komponen
protein HIV.
3) PCR (Polymerase Chain Reaction)
8. Penatalaksanaan
Menurut Penatalaksanaan klinis infeksi HIV/AIDS dikonsentrasikan pada
terapi umum dan terapi khusus serta pencegahan penularan yang meliputi
penderita dianjurkan untuk berisitirahat dan meminimalkan tingkat kelelahan
akibat infeksi kronis, dukungan nutrisi yang adekuat berbasis makronutrien dan
mikronutrien, konseling termasuk pendekatan psikologis dan psikososial, motivasi
dan pengawasan dalam pemberian antiretroviral therapy (ARV), membiasakan
gaya hidup sehat antara lain dengan berolahraga yang ringan dan teratur,
mencegah hubungan seksual dengan pasangan yang berganti-ganti atau orang yang
mempunyai banyak pasangan.
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN TN. K DENGAN GANGGUAN SISTEM


IMUNOLOGI : POST OP LIMFADENITIS TB + TB PARU ON OAT HIV ON ARV
MENGGUNAKAN PENDEKATAN
TEORI ”SELF CARE” OREM DI RUANGAN DAHLIA 2
RS RSPI SULIANTI SAROSO JAKARTA

A. Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian
- Data Dasar (Basic Conditioning Factor)
a. Identitas
1) Nama Klien : Tn. K
2) Usia : 22 tahun
3) Agama : Islam
4) Jenis kelamin : Laki-laki
5) Alamat : Jl. Kalibaru Barat Kemayoran Jakarta
6) Pendidikan : SMK Akutansi
7) Pekerjaan : Swasta
8) Status Perkawinan : Belum Menikah
9) Sumber Informasi : Pasien dan Keluarga
10) Tanggal masuk RS : 11 November 2018
11) Tanggal operasi : 12 November 2018
12) Tanggal Pengkajian : 13 Nopember 2018 Jam 10.00
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama : Nyeri.
2) Riwayat penyakit sekarang
Pada saat di lakukan pengkajian pada tanggal 13 Novemberr 2018
pasien mengeluh nyeri luka post operasi leher sebelah kanan
(limfadenitis). Terpasang drain, pasien juga mengeluhkan tubuhnya
terasa lemah, , BB : 60 Kg, TB : 160 cm, kesadaran compos mentis
3) Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengatakan pernah dirawat 3 minggu yang lalu, dengan kejang,
terdapat abses pada otak. Hasil pemeriksaan darah pasien positif
terkena HIV sedang pengobatan ARV juga terkena TB dan sedang
menjalani OAT sudah 3 bulan.
4) Riwayat penyakit Keluarga
Pasien menyangkal bahwa di keluarganya ada yang menderita
penyakit serupa. Keluarga tidak mempunyai riwayat HT/Stroke dan
tidak memiliki riwayat penyakit asma, DM.
5) Status perkembangan: Dewasa muda
Saat ini pasien memasuki usia dewasa muda, pasien menyukai sesama
jenis mulai dirasakan sejak SD kelas 3.
6) Sosial budaya
Suku jawa beragama Islam, tamat SMK Akutansi, berbahasa
Indonesia, bekerja sebagai seorang freelance, selama sehat pasien
berteman dengan orang lain seperti biasanya.
7) Sistem pelayanan kesehatan
Untuk mengatasi masalah kesehatan pasien memanfaatkan Fasilitas
Kesehatan terdekat, perawatan ini dibiayai BPJS Kesehatan.
8) Sistem keluarga
Pasien belum menikah. Saat sakit pasien ditemani oleh ibunya.
9) Pola hidup
Sebelum sakit pasien berkerja sebagai pekerja freelance, dan pasien
merupakan penyuka sesama jenis.
10) Sumber-sumber
Ibunya merupakan sumber kekuatan pasien saat ini. Sumber
pembiayaan perawatan dan pengobatan saat ini menggunakan fasilitas
BPJS Kesehatan.
SELF CARE AGENCY SISTEM PELAYANAN
THERAPEUTIC SELF
KEPERAWATAN MASALAH KEPERAWATAN
CARE DEMAND
ABILITIES LIMITATION MENURUT OREM

Keseimbangan Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik Wholly Compensantory System  Bersihan jalan nafas tidak efektif
pemasukan udara Klien memerlukan bantuan perawat  Gangguan penyapihan ventilator
atau oksigenasi Inspeksi : Inspeksi : sepenuhnya, diantara nya:  Gangguan pertukaran gas
 Kesadaran  Penurunan kesadaran - Klien dengan penggunaan alat  Gangguan ventilasi spontan
- composmentis (Apatis / Somnolen / Delirium / sopor / koma) bantu pernafasan (RM dan  Pola napas tidak efektif
Hasil : Composmentis Ventilator : OPA, NPA)  Risiko aspirasi
 Penurunan curah jantung
 GCS : 15  GCS : Partially Compensatory System  Risiko penurunan curah jantung
E: 4 M: 6 V:5 E:.....M:.....V:..... Klien memerlukan bantuan perawat  Risiko perfusi miokard tidak efektif
Hasil : 15 sebagian, diantaranya :
- Klien dengan pemberian oksigen
 Pernafasan spontan  Pernapasan spontan / tracheostomy / RM / (nasal canul, simple mask)
 Irama teratur simple mask / NRM (…………… liter/menit)
 Pernapasan tidak spontan / ventilator. (modus Supportif dan Edukatif
……………) Klien memerlukan pendidikan
 Pola napas tidak teratur : kesehatan, diantaranya:
Dispnue / Bradipneu / Takipnue / Orthopnue / - Management respiratory
Biots / Kusmaul / chynestokes / Paroxysmal
nocturnal dispnea

 RR : 12-22 x/mnt  RR : . . . . . . . . . . . . x/menit


Hasil : 22 x/m

 Pernapasan :  Pernapasan
(dada / perut) □ penggunaan otot bantu napas
□ cuping hidung
□ retraksi dinding dada
 Kemampuan mengeluarkan  Ketidak mampuan mengeluarkan sputum
sputum  Bentuk dada Abnormal
 Bentuk dada (Barel chest / Funnel chest / Pigeon chest)
(ratio AP / PA 1 : 2)
Hasil : ratio AP / PA 1 : 2

 Gangguan tulang belakang :(-)  Gangguan tulang belakang : ( + )


(kifosis / scoliosis / lordosis)
 Clubbing finger : ( - )
 Tidak ada nyeri  Clubbing finger ( + )
 Nyeri :
P:
Q:
R:
S:
T:
 Tools . . . . . . . . (form Terlampir)

Palpasi Palpasi
 Ekspansi dada (simetris)  Ekspansi dada (ansimetris)

 CRT < 2 detik  CRT > 2 detik ( ………….. detik)


 distensi vena jugularis (-)  distensi vena jugularis ( + ) : ……… cm
 Deviasi trakea ( - )  Deviasi trakea ( + ) : kiri / kanan
 Taktil premitus ( - )  Taktil premitus ( + )
 massa, lesi, dan bengkak: ( - )  massa, lesi, dan bengkak : ( + )
Hasil: ……………….
 Syncope : ( - )  Syncope : ( + )

Tanda Vital: Tanda Vital:


 Tekanan Darah  TD : .............................mmHg
- sistole : 90 – 120 mmhg
- diastole : 60 – 80 mmhg
Hasil : 101/54

 Nadi  Nadi radial : ............... x/menit


60 – 100 x/menit □ Bradikardi Takikardi
Hasil : 99x/menit
 Irama - Irama :  Reguler
Regular  Ireguler
- Intensitas :  Kuat
 Lemah
 Suhu  suhu : ............... 0C
36 – 37 0C
Hasil : 37 0C
Perkusi
 Hasil perkusi Perkusi
(resonans,Dullness,tympany)  Hasil perkusi
(Hypersonor/flatness/pekak)
Auskultasi
 Bunyi napas Auskultasi
(vesikuler, bronchial,  Bunyi napas tidak normal
bronkovesikuler) (Ronchi / Wheezing / Crekles / Rales / Stridor /
Fricson rub)
Pemeriksaan penunjang
Tes Kulit : Pemeriksaan penunjang
 Uji Mantoux : ( - ) Tes Kulit :
 Uji Skin Prick (uji tusuk)  Uji Mantoux : ( )
(-)  Uji Skin Prick (uji tusuk) : ( )
 EKG
Kesan : irama sinus / normal  EKG
 Rongten Thoraks Kesan : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Kesan : Dalam Batas Normal  Rongten Thoraks
 Ct scan Kesan : TB Paru lama
Kesan : Dalam Batas Normal
 ECHO  Ct scan
Kesan : Dalam Batas Normal Kesan : . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Laboratorium  ECHO
AGD Kesan : . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
 PH : 7.35 – 7.45 Laboratorium
 PCO2 : 38 – 42 mmHg AGD
 PaO2 : 75 – 100 mmHg  PH :
 HCO3 : 22 – 28 mmol/L  PCO2 : . . . . . . . . . . mmHg
 SaO2 : 94 – 100 %  PaO2 : . . . . . . . . . . mmHg
Hasil : . . . . . . . . . . . .  HCO3 : . . . . . . . . . . mmol/L
 SaO2 : . . . . . . . . . . . %
Kesan : . . . . . . . . . . . . . . . . . .

 Hemoglobin
 Wanita : 12 – 16 gr/dl
 Pria : 14 – 18 gr/dl  Hemoglobin
Hasil : 12,8  Wanita : . . . . . . . . gr/dl
 Pria : . . . . . . . . . . . gr/dl
 Hematokrit
 Wanita : 37 – 43 %
 Pria : 40 – 48 %  Hematokrit
Hasil : . . . . . . . . . . . .  Wanita : . . . . . . . . . %
 Pria : 38 %
 Sputum
 BTA : + / -
Hasil : . . . . . . . . . . . .  Sputum
 BTA : + / -
 BTA : gen expert  BTA : gen expert
Hasil : . . . . . . . . . . . .
Kesan : . . . . . . . . . . . . . .

Pemeriksaan penunjang lainnya


 Spirometri : . . . . . . . . . . . . .
 Bronskoskopi : . . . . . . . . . .
 Biopsi paru : . . . . . . . . . . . .
 Biopsi : . . . . . . . . . . . . . . . .
..........................

Riwayat kesehatan
 Riwayat penyakit dahulu
......................................................
Merokok :  Ya  Tidak
Konsumsi alkohol :  Ya  Tidak
Batuk produktif :  Ya  Tidak
Jika ya,
jumlah sputum : banyak / sedikit
Konsistensi sputum : kental / encer
Warna sputum : putih / hijau / darah

 Riwayat pengobatan :
............................
Keseimbangan Cairan Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik Wholly Compensantory System :  Gangguan sirkulasi spontan
dan elektrolit Inspeksi : inspeksi Klien memerlukan bantuan perawat  Perfusi perifer tidak efektif
 Tidak ada tanda-tanda  Kekurangan cairan : sepenuhnya, diantara nya:  Risiko gangguan sirkulasi spontan
dehidrasi  Mukosa bibir kering - Dalam keadaan Retensi urin klien  Risiko perdarahan
Hasil : Tidak ada tanda-tanda  Turgor kulit tidak elastis membutuhkan terapi anti diuretik  Risiko perfusi gastrointestinal tidak
dehidrasi  Mata cekung ataupun penggunaan kateter efektif
Partially Compensatory System :  Risiko perfusi perifer tidak efektif
 Kelebihan cairan : - Membutuhkan bantuan untuk  Risiko perfusi renal tidak efektif
 Asites BAB/ BAK (ditempat tidur/kamar  Risiko perfusi serebal tidak efektif
 Edema (ekstremitas, anasarka) mandi)
 Sesak napas Supportif dan Edukatif :
- Menganjurkan latihan rentang
 Balance cairan gerak pasif/ aktif
 Intake : - Menganjurkan pemberian
 Balance cairan (Minum / Diet cair / Transfuse / Infuse) kompres hangat pada area vesika
□ intake Hasil : . . . . . . . . . . . . . . . urinaria/ baldder
- 30 – 50 ml / kg BB - Memotivasi klien untuk BAB dan
BAK di toilet
Hasil : 30 – 50 ml / kg BB  Out put :
(Urin / Perdarahan / Muntah / Diare)
Hasil : . . . . . . . . . . . . . . .
□ output
urin : 0,5 – 1 cc / kg BB

Hasil : 0,5 – 1 cc / kg BB

Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
 Elektrolit serum
Pemeriksaan penunjang Hasil : . . . . . . . . . . . .
Laboratorium
 Elektrolit serum
□ Natrium : 136 – 145 gr/dl
□ Kalium : 3,5 – 5,0 mmol
□ Clorida : 98 – 106 mmol
□ Bikarbonat (HCO3) : 22 –
26 mmol/l
Hasil : . . . . . . . . . . . .  Hematokrit)
Hasil : . . . . . . . . . . . .
 Hitung darah (Hematokrit)
- Pria dewasa: 40-54 %.
- Wanita dewasa: 37-47 %.  pH urin
Hasil : . . . . . . . . . . . . Hasil : . . . . . . . . . . . .

 pH urin : 4,6 – 8.  berat jenis urin


Hasil : . . . . . . . . . . . . Hasil : . . . . . . . . . . . .

 berat jenis urin : 1,003-1,030


Hasil : . . . . . . . . . . . .

Pemenuhan Pemeriksaan Fisik  Wholly Compensantory System  Berat badan lebih/kurang


kebutuhan nutrisi inspeksi Pemeriksaan fisik Klien memerlukan bantuan  Deficit nutrisi
 Napsu makan : normal inspeksi perawat sepenuhnya, diantara  Diare
 Meningkat / Menurun nya:  Disfungsi motilitas intestinal
 Porsi makan : dihabiskan - Kebutuhan nutrisi dan cairan  Hypervolemia
 Porsi makan : dipenuhi melalui parenteral  Hypovolemia
 Habis  Tidak atau NGT (sonde)  Kesiapan persiapan peningkatan
 . . . . . . . . . . Sendok  Partially Compensatory System keseimbangan cairan
 Frekuensi makan : 3 x/ hari Klien memerlukan bantuan  Kesiapan peningkatan nutrisi
Hasil:………………. x/hari  Frekuensi Makan / hari : perawat sebagian, diantaranya :  Ketidak stabilan kadar glukosa darah
 1 2 3 4 - Klien mengalami kelemahan  Obesitas
 >4x sehingga pemenuhan nutrisi  Risiko berat badan lebih
 Diet Rendah serat klien di bantu keluarga atau  Risiko deficit nutrisi
 Diet rendah kalium perawat dengan cara di suap  Risiko disfungsi motilitas
 Diet rendah Karbohidrat  Supportif dan Edukatif gastrointestinal
 Penampilan umum Klien memerlukan pendidikan  Risiko hypovolemia
(rambut, postur tubuh, berat  Rambut tampak : kering, rontok, merah, kesehatan, diantaranya:  Risiko ketidak seimbangan cairan
badan, tinggi badan) distribus tidak merata. - Pengaturan jenis diet di  Risiko ketidak seimbangan elektrolit
Hasil: ………………. konsumsi  Risiko ketidak seimbangan gula darah
penurunan - Pengajarkan pola diet yang  Risiko syok
benar
 berat badan, . . . . . . . . . . . . . . kg
 Tinggi Badan, . . . . . . . . . . . . . . cm
 Obesitas : . . . . . . . . . . . . . . Kg
 Overweight : . . . . . . . . . . . . . . Kg
 Malnutrisi : . . . . . . . . . . . . . . Kg
 Konjungtiva tidak anemis
 Indeks masa tubuh (18,5 –  Konjungtiva anemis
24,9)  IMT . . . . . . . . . . . . . . . . .
Hasil : . . . . . . . . . . . .
 Lingkar lengan atas
□ Laki-laki : 29,3 cm  Lingkar lengan Atas, . . . . .cm
□ Perempuan : 28,5 cm
Hasil : . . . . . . . . . . . .

 Tidak ada keluhan mual


muntah  Mual / muntah
Hasil : . . . . . . . . . . . .
 Tidak ada gangguan
mengunyah, menelan,  Gangguan mengunyah
motilitas, proses penyerapan  Gangguan proses menelan
 Batu empedu
 Kandidiasis oral
 Kandidiasis esophagus

Hasil inspeksi
 Poliphagia
 Dysphagia
auskultasi
 Bising usus ( 9 – 12 x/mt) auskultasi
Hasil : . . . . . . . . . . . .  Bising usus . . . . . . . . . . . . . . x/mnt

palpasi
 Tidak ada nyeri tekan pada palpasi
semua kuadran abdomen  Nyeri abdomen
P:....................
 Tidak ada pembesaran organ Q:....................
R:....................
S:....................
T:....................
Hepar  Tools . . . . . . . . (form Terlampir)
□ wanita : 7,5 cm Hasil palpasi
□ pria : 10,5 cm  Hepatomegaly
Hasil : . . . . . . . . . . . . Ukuran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . cm

limpa
12 cm, 7cm tinggi, 4cm tebal dan
beratnya sekitar 150 gram  Splenomegali
Hasil : . . . . . . . . . . . . Ukuran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . cm
perkusi 
 Suara timpani pada semua
kuadran abdomen (usus
besar, usus kecil)
Hasil : . . . . . . . . . . . .

 Suara pekak pada kuadran


kanan atas (hati)
Hasil : . . . . . . . . . . . .

Pemeriksaan penunjang
 USG abdomen
Kesan: dalam batas normal
 Rontgen
Kesan: dalam batas normal

Laboratorium
 Albumin (0 – 8 mg / dl)
 SGOT : 3-45 u/L
 SGPT : 0-35 u/L
Pemenuhan Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik Wholly Compensantory System :  Gangguan eliminasi urine
kebutuhan eliminasi Inspeksi Inspeksi Klien memerlukan bantuan perawat  Inkontenensia fekal
sepenuhnya, diantara nya:  Inkontenensia urin berlanjut
Eliminasi urin Eliminasi urin - Dalam keadaan konstipasi klien  Inkontenensia urin berlebih
 BAK spontan (Dysuria / Polyuria / Inkontenensia urin / membutuhkan terapi suposutoria  Inkontenensia urin fungsional
 Frekuensi (4 – 5 x/hr) Hematuria / Anuria) - Dalam keadaan Retensi urin klien  Inkontenensia urin reflex
Hasil : . . . . . . . . . . . . membutuhkan terapi antidiuretik  Inkontenensia urin stress
ataupun penggunaan kateter  Inkontenensia urin urgensi
 Jumlah : 1000 – 1500 cc/hr Kesan : Partially Compensatory System :  Kesiapan peningkatan eliminasi urin
Hasil : . . . . . . . . . . . .  IWL : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . cc - Membutuhkan bantuan untuk  Konstipasi
 Warna : kuning jernih  SWL : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . cc BAB/ BAK (ditempat tidur/kamar  Retensi urin
Hasil : . . . . . . . . . . . . mandi)  Risiko inkontinensia urin urgensi
Supportif dan Edukatif :  Risiko konstipasi
Eliminasi fekal Eliminasi fekal - Menganjurkan latihan rentang
 BAB spontan (Konstipasi / Diare / Melena) gerak pasif/ aktif
 Frekuensi BAB 1-2 X/ hari - Menganjurkan pemberian
 Konsistensi lunak Kesan : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . kompres hangat pada area VU
 BAB mandiri ke kamar mandi

Palpasi Palpasi
Pemeriksaan abdomen  Nyeri
Hasil : . . . . . . . . . . . . P:
Q:
R:
S:
T:
 Tools . . . . . . . . (form Terlampir)
 Distensi

Pemeriksaan lain
Bowel
Penggunaan Alat Bantu:
 pampers

Bladder
Penggunaan alat bantu :
 Cateter  Kondom cateter
Kebutuhan Aktivitas Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik Wholly Compensantory System :  Intoleransi aktivitas
dan istirahat Inspeksi Inspeksi Klien memerlukan bantuan perawat  Gangguan mobilitas fisik
sepenuhnya, diantara nya:  keletihan
Aktifitas Aktifitas - Penggunaan alat bantu (kursi  kesiapan peningkatan tidur
 Mampu naik-turun tempat  Kelemahan fisik roda)  risiko intoleransi aktifitas
tidur  Fraktur - Membutuhkan terapi pengobatan  Gangguan Pola Tidur
 Mampu ambulasi dan berjalan  Rupture tendon (analgesic, sedative, narkotik)
sendiri  Kontraktur Partially Compensatory System :
 Tonus otot maksimal  Deformitas - Penggunaan alat bantu (tongkat,
 Mampu melakukan aktivitas  Krepitasi kruk, walker)
dan berpindah - Penggunaan tempat yang tenang,
 Tidak ada nyeri  Nyeri aktifitas pembatasan pengunjung
P: Supportif dan Edukatif :
Q: - Menganjurkan latihan rentang
R: gerak sendi secara aktif maupun
S: pasif
T: - Menjelaskan pentingnya
 Tools . . . . . . . . (form Terlampir) kebutuhan istirahat dalam proses
 Kekuatan otot menurun penyembuhan penyakit
 Atrofi
 Nyeri terus-menerus
perkusi Perkusi
 Reflex patella : + / +  Reflex patella : - /-
 Reflex Babinski : + / +  Reflex Babinski : - /-
 Reflex bisep/trisep : + / +  Reflex bisep/trisep : - /-
Hasil: ………………………….. Hasil: …………………………..

Istirahat istirahat
 Tidur 6-8 jam/hari  Tidur : . . . . . . . . . . . . . . . jam/hri
Hasil : . . . . . . . . . . . .  Insomnia
 Keluhan sering terbangun pada pukul 3 -5
 Siklus tidur normal pagi karena sesak
Hasil : . . . . . . . . . . . .  Keluhan susah untuk memulai tidur karena
nyeri, berdebar-debar
 Tidur nyenyak Hasil : . . . . . . . . . . . .

 Sesak nafas psikogenik (stress/depresi)


 Dipsnea saat istirahat
Hasil : . . . . . . . . . . . .

 Mata sayu
 Lingkaran hitam sekitar kelopak mata

Gejala Sleep apnoea/hypopnoea


 Tidak ada gangguan gejala  Snoring
sleep apnea  Apnea yang disaksikan
 Tidur tidak segar
 Tidur gelisah
 Nocturia
 Rasa ngantuk berlebihan disiang hari
 Konsentrasi yang terganggu
 Episode tersedak saat tidur
 Penurunan libido

Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang


 Foto Rontgen  Foto Rontgen
Kesan: dalam batas normal Kesan: …………………………

 Ct scan  Ct scan
Kesan : Dalam Batas Normal Kesan: …………………………

 MRI 
MRI
Kesan: dalam batas normal Kesan: …………………………
Interaksi dan isolasi  Pasien mampu berinteraksi  Ketidakmampuan berinteraksi yang baik Wholly Compensantory System :  Ganguan identitas diri
Sosial dengan pasien lain dengan baik dengan orang lain - Membutuhkan bantuan  Ganguan interaksi sosial
Hasil : . . . . . . . . . . . . sepenuhnya untuk  Harga diri rendah
 Pasien mampu berinteraksi mengekspresikan keadaan yang  Gangguan Komunikasi verbal
dengan keluarga maupun  Ketidakmampuan berbicara dialmai/dirasaakan
perawat dengan baik Hasil : . . . . . . . . . . . . Partially Compensatory System :
 Pasien mampu memodifikasi - Membutuhkan bantuan
teknik komunikasi yang dapt  Ketidaksesuaian budaya sebagian dalam tindakan
dimengerti  Ketidak mampuan kontak mata komunikasi dua arah yang baik
 Disfonia (suara serak) antara pasien dengan
perawat,keluarga serta petugas
kesehatan lainnya
Supportif dan Edukatif :
- Menganjurkan pasien
mengungkapkan perubahan gaya
hidup
Pencegahan terhadap  Tidak merokok  Klien mengeluh nyeri pada luka post op Wholly Compensantory System :  Kelelahan
Resiko yang limfadenitis - Penggunaan alat bantu (kursi  Resiko trauma
Mengancam Jiwa P : Nyeri bertambah apabila reaksi analgetik roda)  Resiko Injury
 Tidak mengkonsumsi alcohol hilang, nyeri berkurang apabila diberi - Membutuhkan terapi pengobatan  Gangguan rasa nyaman nyeri
terapi analgetik (analgesic, sedative, narkotik)  Resiko Infeksi
 Memperbaiki ventilasi udara Q : Nyeri seperti tersayat, sampai leher sulit Partially Compensatory System :  Gangguan integritas kulit
digerakkan - Penggunaan alat bantu (tongkat,
R : Nyeri pada luka operasi daerah leher kruk, walker)
 Mengerti etika batuk dan bersin sebelah kanan, tidak menyebar - Penggunaan tempat yang tenang,
S : Skala nyeri 6 dari 10 pembatasan pengunjung
T : nyeri jika leher digerakkan Supportif dan Edukatif :
 Tidak adanya deformitas  Terdapat luka operasi hari ke 2 - Menganjurkan latihan rentang
 Tidak terjadi injury  Terpasang drain gerak sendi secara aktif maupun
 Mengunakan alat bantu dalam  Luka masih basah pasif
beraktifitas  Terdapat lesi pada seluruh tubuh pasien - Menjelaskan pentingnya
Hasil : . . . . . . . . . . . .  Pasien mengatakan gatal pada seluruh tubuh kebutuhan istirahat dalam proses
 Pasien sering menggaruk penyembuhan penyakit

 Vaksinasi
Hasil : . . . . . . . . . . . .

 Manajemen stress yang Baik


 Mekanisme koping adequate

Peningkatan Fungsi  Pasien mematuhi instruksi  Tidak mampu mandi/mengenakan pakaian Wholly Compensantory System :  Defisit perawatan diri
dan Perkembangan perawat /makan ke toilet - Membutuhkan bantuan
Hidup dalam  Pasien mampu  Minat melakuakan perawatan diri kurang sepenuhnya dalam
Kelompok Sosial mempertahankan  Keterbatasan pergerakan menyelesaikan perawatan diri
keinginannya untuk sembuh Hasil : . . . . . . . . . . . . Partially Compensatory System :
- Membutuhkan bantuan sebagian
dalam perawatan diri
Supportif dan Edukatif :
- Menganjurkan dan menjelaskan
pentingnya kebutuhan perawatan
diri
PEMBAHASAN

Setelah dilakukan pengkajian pada Tn. K berdasarkan model konsep Dorothea


E. Orem didapat bahwa self care agency klien pada universal self care
Keseimbangan pemasukan udara atau oksigenasi, pemenuhan kenutuhan nutrisi &
kebutuhan aktifitas dan istirahat, sehingga klien membutuhkan self care defisit
dalam menyelesaikan masalah keperawatan dalam gangguan rasa nyaman nyeri,
resiko terjadinya infeksi dan Kerusakan Intergritas kulit. Dimana pada masalah
keperawatan :

1. Gangguan rasa nyaman nyeri, klien membutuhkan bantuan perawat sebagai


(Partially compensatory system) dalam mengatasi manajemen nyeri pada klien
2. Resiko penyebaran infeksi, klien membutuhkan bantuan perawat sebagai
(Partially compensatory system) dalam mengatasi resiko terjadinya infeksi
pada klien karena adanya luka operasi pada bagian leher sebelah kanan
3. Gangguan integritas kulit, klien membutuhkan bantuan perawat sebagai
(Partially compensatory system) dalam mengatasi gangguan integritas kuliat
pada klien di tandai dengan adanya lesi pada seluruh tubuh klien karena gatal.

- Hasil pemeriksaan Laboratorium pada tanggal (11 November 2018)


Nama Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hematologi:
Hb 12,8 g/dL 13.2 - 17.3
Hematokrit 38 % 40 - 52
Eritrosit 4,16
Leukosit 12,8
Trombosit 445
MCH 31
M.C.H.C 34
Kreatinin 1,13
GFR 91,8
Glukosa sewaktu 89
Ureum darah 25
Natrium 141
Kalium 3,63
Klorida 108
- Terapi Pengobatan :

Nama Obat Dosis Pemberian


Vialin ST I-0-I IV
Paracetamol 1000 mgr IV
Lanzoprazol I-0-I IV
ARV FDC 1x1 Oral
OAT 2 FDC 3x Senin, rabu,
Seminggu jumat
Granit Sentron I-0-I IV
Ketorolac I-0-I IV

ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI PROBLEM

DS : adanya luka operasi Gangguan rasa


limfadenitis pada daerah nyaman nyeri
- Klien mengeluh nyeri
pada luka post op leher
limfadenitis
P : Nyeri bertambah
apabila reaksi
analgetik hilang,
nyeri berkurang
apabila diberi
terapi analgetik
Q : Nyeri seperti
tersayat, sampai
leher sulit
digerakkan
R : Nyeri pada luka
operasi daerah
leher sebelah
kanan, tidak
menyebar
S : Skala nyeri 6 dari
10
T : nyeri jika leher
digerakkan
DO :
- Terdapat luka operasi
hari ke 2
- Terpasang drain
Luka masih basah
2. DS : adanya luka operasi Resiko penyebaran
limfadenitis pada daerah leher infeksi
DO :

- Terdapat luka operasi


hari ke 2
- Terpasang drain
- Luka masih basah
- TD : 101/54 mmHg
- Nadi : 99x/menit
- RR : 22x/menit
- Suhu : 38,4
- Leukosit :12800
3. DS : berhubungan dengan Gangguan
- Pasien mengatakan penurunan imun tubuh
integritas kulit
gatal pada seluruh
tubuh
DO :
- Terdapat lesi pada
seluruh tubuh pasien
- Pasien sering
menggaruk

PEMBAHASAN

Berdasarkan kasus pada Tn. K di atas setelah dilakukan pengkajian keperawatan


dengan menggunakan pendekatan teori self care Dorothea E. Orem dan dirumuskan
analisa data maka didapatkan diagnosa keperawatan di antaranya sebagai berikut :

1. Gangguan rasa nyaman nyeri


Rasa nyeri pada Tn. K disebabkan karena adanya luka operasi pada bagian leher
sebelah kanan akibat Limpahdenitis. Pada Tn K akan mengalami rasa nyeri karena
terputusnya kontinuitas jaringan
P :Nyeri bertambah apabila reaksi analgetik hilang, nyeri berkurang apabila
diberi terapi analgetik
Q : Nyeri seperti tersayat, sampai leher sulit digerakkan
R : Nyeri pada luka operasi daerah leher sebelah kanan, tidak menyebar
S : Skala nyeri 6 dari 10
T : nyeri jika leher digerakkan
Hal ini bertujuan untuk dapat mengoptimalkan rasa nyeri. Rasa nyeri terjadi karena
terputusnya kontinuitas jaringan (Potter & Perry, 2010, hlm. 6). Rasa nyeri
menyebabkan gangguan rasa tidak nyaman pada pasien. Jika nyeri timbul akan
merasakan nyeri, nyeri sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan akibat
terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti
oleh reaksi fisik, fisiologis maupun emosional. (Muttaqin, 2008, hlm.87; Asmadi,
2008, hlm.25).

2. Resiko penyebaran infeksi infeksi


Resiko infeksi pada Tn. K disebabkan karena adanya luka operasi pada leher sebelah
kanan akibat limpadenitis Infeksi luka operasi adalah kondisi yang diklasifikasikan
sebagai infeksi insisi dangkal, infeksi insisi dalam, atau infeksi organ/ruang. Surgical
site infections (SSIs) atau infeksi luka operasi terjadi pada sekitar 17% dari kasus
infeksi pada orang yang dirawat di rumah sakit. Kebanyakan kasus infeksi ini terjadi
dalam jangka waktu 2 minggu setelah operasi, meskipun infeksi insisi dalam dan
infeksi organ/ruang dapat terjadi setelah sekian lama. Gejala infeksi luka operasi,
penyebab infeksi luka operasi, dan obat infeksi luka operasi, akan dijelaskan lebih
lanjut di bawah ini (Muttaqin, 2008, hlm.89; Asmadi, 2008, hlm.27).

3. Gangguan integritas kulit


Kerusakan intergriras kulit pada Tn K disebabkan karena adanya infeksi ofortunistik
sebagai penyerta dari penurunan sistem imun pada Tn K yang mengalami HIV. HIV
menginfeksi sel dengan mengikat permukaan sel sasaran yang memiliki reseptor
membrane CD4. Siklus replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel yang
terinfeksi diaktifkan. Saat sel T4 yang terinfeksi diaktifkan, replikasi serta
pembentukan tunas HIV akan terjadi dan sel T4 akan dihancurkan. HIV yang baru
dibentuk kemudian dilepas kedalam plasma darah dan menginfeksi sel- sel CD4
lainnya. Reflikasi virus berlangsung terus sepanjang perjalanan infeksi HIV, tempat
primernya adalah jaringan limfoid. Ketika sistem imun terstimulasi, replikasi virus
terus terjadi yang menyebabkan penuruna bertahap sejumlah CD4. Individu akan
melakukan perlawanan imun yang intensif. Dalam respon imun, limfosit T4
memainkan beberapa peranan yang penting yaitu mengenali anti gen yang asing,
mengaktifkan limfosit B yang memproduksi limfokin dan mempertahankan tubuh
terhadap infeksi parasit. Jika fungsi limfosit T4 terganggu, MO yang biasanya tidak
menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginfasi dan
menyebabkan sakit serius. Infeksi dan malignansi yang timbul akibat gangguan sistem
imun disebut infeksi oportunistik.
INTERVENSI, IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Implementasi Evaluasi


(Diagnostic Hasil (Prescriptive (Plan of Care) (Control Operations) (Regulation Operations)
Operations) Operations)
Gangguan rasa Setelah diberikan asuhan 1. Kaji faktor (13-November-2018) S:
nyaman nyeri keperawatan selama penyebab, kualitas, Mandiri - Klien mengeluh nyeri
berhubungan dengan 3x24 jam diharapkan lokasi, frekuensi, 1. mengkaji faktor berkurang
adanya luka operasi gangguan rasa nyaman dan skala nyeri penyebab, kualitas, O :
pada bagian leher nyeri teratasi 2. Monitor tanda-tanda lokasi, frekuensi, dan - Skala nyeri 5
- Terdapat luka operasi
sebelah kanan akibat Dengan kriteria hasil: vital, perhatikan skala nyeri
hari ke 2
limfadenitis ditandai  Nyeri berkurang takikardia, 2. Memonitoring tanda- - Terpasang drain 15
dengan :  TTV dalam batas hipertensi, dan tanda vital, perhatikan cc
DS : normal peningkatan pernaf takikardia, hipertensi, - Luka masih basah
- Klien mengeluh  pasien menunjukan asan. dan A : masalah teratasi
nyeri pada luka 3. Ajarkan tehnik peningkatan pernafas sebagian
penurunan skala
post op distraksi dan an. P : Intervensi
nyeri
limfadenitis
 Pasien relaksasi 3. mengajarkan tehnik dilanjutkan
P : Nyeri
bertambah menggambarkan rasa 4. Beri posisi yang distraksi dan relaksasi
apabila reaksi nyaman dan rileks nyaman untuk 4. memberikan posisi
analgetik hilang, pasien yang nyaman untuk
nyeri berkurang 5. Beri Health pasien
apabila diberi Education (HE) 5. memberikan Health
terapi analgetik tentang nyeri Education (HE)
Q : Nyeri seperti 6. Kolaborasi dalam tentang nyeri
tersayat, sampai pemberian terapi 6. melakukan kolaborasi
leher sulit analgesik dalam pemberian
digerakkan
terapi analgesik
R : Nyeri pada
luka operasi
daerah leher
sebelah kanan,
tidak menyebar
S : Skala nyeri 6
dari 10
T : nyeri jika leher
digerakkan
DO :
- Terdapat luka
operasi hari ke 2
- Terpasang drain
- Luka masih basah
Resiko penyebaran Setelah diberikan asuhan 1. Monitor karakteristik, 1. Memonitor S:
infeksi berhubungan keperawatan selama warna, ukuran, cairan karakteristik, warna, O:
dengan adanya luka 3x24 jam diharapkan dan bau luka ukuran, cairan dan bau - Terdapat luka operasi
2. Bersihkan luka luka hari ke 2
operasi pada leher resiko terjadinya infeksi
dengan normal salin 2. membersihkan luka - Terpasang drain
sebelah kanan sebagai tidak terjadi dengan 3. Rawat luka dengan dengan normal salin - Luka masih basah
akibat limfadenitis kriteria hasil : konsep steril 3. merawat luka dengan - TD : 101/54 mmHg
ditandai dengan : - klien bebas dari 4. Ajarkan klien dan konsep steril - Nadi : 99x/menit
- Terdapat luka tanda dan gejala keluarga untuk 4. mengajarkan klien dan - RR : 22x/menit
operasi hari ke 2 infeksi melakukan perawatan keluarga untuk - Suhu : 38,4
- Terpasang drain - menunjukkan luka melakukan perawatan - Leukosit :12800
- Luka masih basah kemampuan 5. Berikan penjelasan luka A : Masalah teratasi
- TD : 101/54 untuk mencegah kepada klien dan 5. memberikan Sebagian
mmHg timbulnya infeksi keluarga mengenai penjelasan kepada P : Intervensi dilanjutkan
- Nadi : 99x/menit - jumlah leukosit tanda dan gejala dari klien dan keluarga
- RR : 22x/menit dalam batas normal infeksi mengenai tanda dan
- Suhu : 38,4 - menunjukan 6. Kolaborasi gejala dari infeksi
- Leukosit :12800 perilaku hidup pemberian antibiotic 6. melakukan Kolaborasi
bersih dan sehat pemberian antibiotic
Infection Control
Infection Control
1. Bersihkan lingkungan 7. membersihkan
setelah dipakai klien lingkungan setelah
lain dipakai klien lain
2. Instruksikan 8. menginstruksikan
pengunjung untuk pengunjung untuk
mencuci tangan saat mencuci tangan saat
berkunjung dan berkunjung dan setelah
setelah berkunjung berkunjung
3. Gunakan sabun anti 9. menggunakan sabun
mikroba untuk cuci anti mikroba untuk
tangan cuci tangan
4. Cuci tangan sebelum 10. mencuci tangan
dan sesudah tindakan sebelum dan sesudah
keperawatan tindakan keperawatan
5. Gunakan universal 11. mengguunakan
precaution dan universal precaution
gunakan sarung dan gunakan sarung
tangan selma kontak tangan selma kontak
dengan kulit yang dengan kulit yang tidak
tidak utuh utu
6. Berikan terapi 12. memberikan terapi
antibiotik bila perlu antibiotik bila perlu
7. Observasi dan 13. mengobservasi dan
laporkan tanda dan laporkan tanda dan
gejal infeksi seperti gejal infeksi seperti
kemerahan, panas, kemerahan, panas,
nyeri, tumor nyeri, tumor
8. Kaji temperatur tiap 4 14. mengkaji temperatur
jam tiap 4 jam
9. Catat dan laporkan 15. mencatat dan laporkan
hasil laboratorium, hasil laboratorium,
WBC WBC
10. Ajarkan keluarga 16. mengajarkan keluarga
bagaimana mencegah bagaimana mencegah
infeksi infeksi

Gangguan integritas Setelah dilakukan 1. Anjurkan pasien 1. menganjurkan pasien S:


kulit berhubungan tindakan keperawatan untuk menggunakan untuk menggunakan - Pasien mengatakan
dengan adanya selama 3x24 jam pakaian yang longgar pakaian yang longgar gatal pada seluruh
2. Hindari kerutan padaa 2. menghindari kerutan padaa tubuh
penurunan sistem imun diharapkan gangguan
tempat tidur tempat tidur O:
yang di tandai dengan : integritas kulit teratasi 3. Jaga kebersihan kulit agar 3. menjaga kebersihan kulit - Terdapat lesi pada
DS : dengan kriteria hasil : tetap bersih dan kering agar tetap bersih dan kering seluruh tubuh pasien
- Pasien mengatakan - Integritas kulit yang baik 4. Mobilisasi pasien (ubah 4. memobilisasi pasien (ubah - Pasien sering
gatal pada seluruh bisadipertahankan posisi pasien) setiap dua posisi pasien) setiap dua jam menggaruk
tubuh - Melaporkan adanya jam sekali sekali A : Masalah belum
DO : gangguansensasi atau 5. Monitor kulit akan 5. memonitor kulit akan teratasi
- Terdapat lesi pada nyeri pada daerahkulit adanya kemerahan adanya kemerahan P : Intervensi
seluruh tubuh yang mengalami 6. Oleskan lotion atau 6. mengoleskan lotion atau dilanjutkan
pasien gangguan minyak/baby oil pada minyak/baby oil pada derah
- Pasien sering - Menunjukkan derah yang tertekan yang tertekan
menggaruk pemahaman dalamproses 7. Monitor aktivitas dan 7. memonitor aktivitas dan
perbaikan kulit mobilisasi pasien mobilisasi pasien
danmencegah terjadinya 8. Monitor status nutrisi 8. memonitor status nutrisi
sederaberulang pasien pasien
- Mampu melindungi kulit 9. Memandikan pasien 9. Memandikan pasien dengan
danmempertahankan dengan sabun dan air sabun dan air hangat
kelembabankulit dan hangat 10. menggunakan pengkajian
perawatan alami 10. Gunakan pengkajian risiko untuk memonitor
- Status nutrisi adekuat risiko untuk memonitor faktor risikopasien (Braden
- Sensasi dan warna kulit faktor risikopasien Scale, Skala Norton)
normal (Braden Scale, Skala 11. menginspeksi kulit terutama
Norton) pada tulang-tulang yang
11. Inspeksi kulit terutama menonjoldan titik-titik
pada tulang-tulang yang tekanan ketika merubah
menonjoldan titik-titik posisi pasien.
tekanan ketika merubah 12. menjaga kebersihan alat
posisi pasien. tenun
12. Jaga kebersihan alat tenun 13. melakukan kolaborasi
13. Kolaborasi dengan ahli dengan ahli gizi untuk
gizi untuk pemberian pemberian tinggi
tinggi protein,mineral dan protein,mineral dan vitamin
vitamin 14. memoonitor serum albumin
14. Monitor serum albumin dan transferin
dan transferin

CATATAN PERKEMBANGAN RABU 14 NOVEMBER 2018


HARI TANGGAL DIAGNOSA KEPERAWATAN CATATAN PERKEMBANGAN

Rabu, 14 November Gangguan rasa nyaman nyeri S:


2018 berhubungan dengan adanya luka - Klien mengeluh nyeri berkurang
operasi pada bagian leher sebelah O:
kanan akibat limfadenitis - Skala nyeri 2
- Terdapat luka operasi hari ke 3
- Terpasang drain 15 cc
- Luka masih basah
A : masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
- Kaji faktor penyebab, kualitas, lokasi, frekuensi, dan skala nyeri
- Monitor tanda-tanda vital, perhatikan takikardia, hipertensi, dan
peningkatan pernafasan.
- Ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi
- Beri posisi yang nyaman untuk pasien
- Kolaborasi dalam pemberian terapi analgesik
I:
- mengkaji faktor penyebab, kualitas, lokasi, frekuensi, dan skala
nyeri
- Memonitoring tanda-tanda vital, perhatikan takikardia,
hipertensi, dan peningkatan pernafasan.
- mengajarkan tehnik distraksi dan relaksasi
- memberikan posisi yang nyaman untuk pasien
- melakukan kolaborasi dalam pemberian terapi analgesik
E : Pasien pulang
R : Intrevensi dilanjutkan di rumah
Resiko penyebaran infeksi S:
berhubungan dengan adanya luka O:
operasi pada leher sebelah kanan - Terdapat luka operasi hari ke 3
sebagai akibat limfadenitis - Terpasang drain
- Luka masih basah
- TD : 101/54 mmHg
- Nadi : 99x/menit
- RR : 22x/menit
- Suhu : 37,4
- Leukosit :12800
A : Masalah teratasi Sebagian
P : Intervensi dilanjutkan

- Monitor karakteristik, warna, ukuran, cairan dan bau luka


- Bersihkan luka dengan normal salin
- Rawat luka dengan konsep steril
- Ajarkan klien dan keluarga untuk melakukan perawatan luka
- Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga mengenai tanda
dan gejala dari infeksi
- Kolaborasi pemberian antibiotic
I:

-
Memonitor karakteristik, warna, ukuran, cairan dan bau
luka
- membersihkan luka dengan normal salin
- merawat luka dengan konsep steril
- mengajarkan klien dan keluarga untuk melakukan
perawatan luka
- memberikan penjelasan kepada klien dan keluarga
mengenai tanda dan gejala dari infeksi
- melakukan Kolaborasi pemberian antibiotic
E : Pasien pulang sore
Gangguan integritas kulit S :
berhubungan dengan adanya - Pasien mengatakan gatal pada seluruh tubuh
penurunan sistem imun O:
- Terdapat lesi pada seluruh tubuh pasien
- Pasien sering menggaruk
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan

I:
- Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
- Hindari kerutan padaa tempat tidur
- Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
- Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
- Monitor kulit akan adanya kemerahan
- Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
- Monitor status nutrisi pasien
- Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
- Jaga kebersihan alat tenun
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian tinggi protein,mineral dan vitamin
- Monitor serum albumin dan transferin
I:
- menganjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
- menghindari kerutan pada tempat tidur
- menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
- memobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
- memonitor kulit akan adanya kemerahan
- mengoleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan
- memonitor aktivitas dan mobilisasi pasien
- memonitor status nutrisi pasien
- Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
- menginspeksi kulit terutama pada tulang-tulang yang menonjoldan titik-titik
menjaga kebersihan alat tenun
- melakukan kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian tinggi protein,mineral dan
vitamin
- memoonitor serum albumin dan transferin
E : Pasien pulang
R : Intervensi dilanjutkan di rumah
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed 3. Jakarta: EGC.
Goerge, B. Julia. 1995. Nursing Theories The base for Professional Nursing Practice.
Fourth Edition. United State of America : Appleton and Lange Norwalk
Connecticut.
Marriner Tomey, Ann., Raile Alligood, Martha. 2002. Nursing Theorist and Their Work.
United State of America : Mosby Elsevier.
Potter, Patricia A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Ed 4. Jakarta: EGC.
Sunani. 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pengetahuan Tentang Therapi
Anti Retrovial Pada Pasien HIV/AIDS di Poliklinik VCT dan Instalasi Rawat Inap
A RSPAD Gatot Soebroto Jakarta. Jakarta: FIK-UPNVJ.

Anda mungkin juga menyukai