Anda di halaman 1dari 33

NAMA ; KHALIFAH FURQAN senin 02,desember 2019

NIM ; 1805903030050
PRODI ; TEKNIK INDUSTRI
MK ; PAI(pendidikan agama islam)

* M as a-mas a be rke mbangnya Dinas ti Abbas iyah

Pada masa al- Mahdi, perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan di sektor pertanian melalui
irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga dan besi.

Popularitas Dinasti Abbasiyah mencapai puncaknya pada zaman khalifah Harun al- Rasyid dan
putranya al- Makmun. Ketika mendirikan sebuah akademi pertama di lengkapi pula dengan lembaga untuk
penerjemahan. Adapun kemajuan yang dapat dicapai adalah sebagai berikut.
1. Lembaga dan kegiatan ilmu pengetahuan

Sebelum Dinasti Abbasiyah, pusat kegiatan dunia Islam selalu bermuara pada masjid. Masjid dijadikan
center of education. Pada Dinasti Abbasiyah inilah mulai adanya pengembangan keilmuan dan teknologi
diarahkan ke dalam ma‟had. Lembaga ini kita kenal ada dua tingkatan, yaitu :

- Maktab/kuttab dan masjid yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak- anak remaja belajar dasar-
dasar bacaan, menghitung dan menulis serta anak remaja belajar dasar- dasar ilmu agama.

- Tingkat pendalaman, para pelajar yang ingin memperdalam Islam pergi ke luar daerah atau ke masjid-
masjid, bahkan ke rumah gurunya. Pada tahap berikutnya, mulailah dibuka madrasah-
madrasah yang dipelopori Nizhamul Muluk yang memerintah pada tahun 456- 485 H. Lembaga
inilah yang kemudian berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah.

2. Corak gerakan keilmuan

Gerakan keilmuan pada Dinasti Abbasiyah lebih bersifat spesifik, kajian keilmuan yang
kemanfaatannya bersifat keduniaan bertumpu pada ilmu kedokteran, di samping kajian yang bersifat
pada al- Qur‟an dan al- Hadits, sedang astronomi, mantiq dan sastra baru dikembangkan dengan
penerjemahan dari Yunani.

3. Kemajuan dalam bidang agama

Pada masa Dinasti Abbasiyah, ilmu dan metode tafsir mulai berkembang, terutama dua
metode, yaitu tafsir bil al-ma‟tsur (interpretasi tradisional dengan mengambil interpretasi dari nabi
dan para sahabat), dan tafsir bil al-ra‟yi(metode rasional yang lebih banyak bertumpu kepada
pendapat dan pikiran daripada hadits
1. Lembaga dan kegiatan ilmu pengetahuan

Sebelum Dinasti Abbasiyah, pusat kegiatan dunia Islam selalu bermuara pada masjid. Masjid
dijadikan center of education. Pada Dinasti Abbasiyah inilah mulai adanya pengembangan keilmuan dan
teknologi diarahkan ke dalam ma‟had. Lembaga ini kita kenal ada dua tingkatan, yaitu :

- Maktab/kuttab dan masjid yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak- anak remaja belajar dasar- dasar
bacaan, menghitung dan menulis serta anak remaja belajar dasar- dasar ilmu agama.

- Tingkat pendalaman, para pelajar yang ingin memperdalam Islam pergi ke luar daerah atau ke masjid-
masjid, bahkan ke rumah gurunya. Pada tahap berikutnya, mulailah dibuka madrasah- madrasah yang
dipelopori Nizhamul Muluk yang memerintah pada tahun 456- 485 H. Lembaga inilah yang kemudian
berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah.

2. Corak gerakan keilmuan

Gerakan keilmuan pada Dinasti Abbasiyah lebih bersifat spesifik, kajian keilmuan yang
kemanfaatannya bersifat keduniaan bertumpu pada ilmu kedokteran, di samping kajian yang bersifat pada al-
Qur‟an dan al- Hadits, sedang astronomi, mantiq dan sastra baru dikembangkan dengan penerjemahan dari
Yunani.

3. Kemajuan dalam bidang agama

Pada masa Dinasti Abbasiyah, ilmu dan metode tafsir mulai berkembang, terutama dua metode, yaitu
tafsir bil al-ma‟tsur (interpretasi tradisional dengan mengambil interpretasi dari nabi dan para sahabat), dan
tafsir bil al-ra‟yi(metode rasional yang lebih banyak bertumpu kepada pendapat dan pikiran daripada hadits
dan pendapat sahabat).
Dalam bidang hadits, pada zamannya hanya bersifat penyempurnaan, pembukuan dari catatan dan
hafalan dari para sahabat. Pada zaman ini juga mulai diklasifikas ika n secara sistematis dan kronologis.

Dalam bidang fiqh, pada masa ini lahir fuqaha legendaris, seperti Imam Hanifah (700- 767 M), Imam
Malik (713- 795 M), Imam Syafi‟i (767- 820 M) dan Imam Ahmad ibn Hambal (780- 855 M).
Ilmu lughah tumbuh berkembang dengan pesat pula karena bahasa Arab yang semakin dewasa
memerlukan suatu ilmu bahasa yang menyelur uh.

4. Ilmu pengetahuan sains dan teknologi

Kemajuan tersebut antara lain:

a. Astronomi, ilmu ini melalui karya India Sindhind, kemudian diterjemahkan Muhammad ibn Ibrahim al-
Farazi (77 M). Di samping itu, masih ada ilmuwan Islam lainnya, seperti Ali ibn Isa al- Asturlabi, al-
Farghani, al- Battani, Umar al- Khayyam dan al- Tusi.

b. Kedokteran, dokter pertama yang terkenal adalah Ali ibn Rabban al- Tabari. Tokoh lainnya al- Razi, al-
Farabi dan Ibnu Sina.

c. Kimia, tokohnya adalah Jabir ibn Hayyan (721- 815 M). Tokoh lainnya al- Razi, al- Tuqrai yang hidup di
abad ke- 12 M.

d. Sejarah dan geografi, tokohnya Ahmad ibn al- Yakubi, Abu Ja‟far Muhammad bin Ja‟far bin Jarir al- Tabari.
Kemudian ahli ilmu bumi yang terkenal adalah Ibnu Khurdazabah (820- 913 M).

5. Perkembangan politik, ekonomi dan administrasi

Pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah periode I, kebijakan- kebijakan politik yang dikembangkan
antara lain:

a. Memindahkan ibu kota negara dari Damaskus ke Baghdad

b. Memusnahkan keturunan Bani Dinasti umayyah

c. Merangkul orang- orang Persia, dalam rangka politik memperkuat diri, Abbasiyah memberi peluang dan
kesempatan besar kepada kaum Mawali.

d. Menumpas pemnberontakan- pemberontaka n

e. Menghapus politik kasta

f. Para khalifah tetap dari keturunan Arab, sedang para menteri, panglima, gubernur dan para pegawai
lainnya dipilih dari keturunan Persia dan Mawali
g. Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat penting dan

mulia h. Kebebasan berfikir sebagai HAM diakui sepenuhnya.

i. Para menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya dalam pemerintah

Selain kemajuan di atas, pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah, pertumbuhan ekonomi
dapat dikatakan maju dan menunjukkan angka vertikal. Devisa negara penuh dan melimpah ruah.
Khalifah al- Mansur merupakan tokoh ekonomi Abbasiyah yang mampu meletakkan dasar- dasar yang
kuat dalam ekonomi dan keuangan negara. Di sektor perdaganganpun merupakan yang terbesar di
dunia saat itu dan
Baghdad sebagai kota pusat perdaganga.

6. Kesenian

Di antara khalifah Bani Abbasiyah yang mencinta i kesenian adalah Harun ar- Rasyid. Beliau
menyukai syair- syair. Di antara penyair di masa ini yang terkenal adalah Abu Nawas, yang pada
dasarnya seorang ahli hikmah.

Khalifah –khalifah Bani Abbasiyah juga menyuka i seni arsitektur. Dengan kemenangan demi
kemenangan yang dicapai khalifah sebelum ar- Rasyid dan al- Makmun , sehingga makmurlah Negara
serta stabilitas politik yang stabil. Khalifah Harun dan para pembesar Negara menimati kemewahan itu
dengan hidup di istana- istana yang indah, seperti istana al-Khuld yang diambil dari nama Jamalul
Khuld yang diterangkan dalam al- Quran[6]. Istana as- Salam yang diambil dari ayat- ayat al- Qur‟an[7],
yakni Darussalam.

* Masa Kejayaan Dinasti Abbasiyah

Dalam setiap pemerintahan pada khususnya tentu memilik i perkembangan dan kemajuan, sebagaimana
halnya dalam pemerintahan yang dipegang oleh dinasti Abbasiyah. Dinasti ini mempunya i kemajuan bagi
kelangsunga n agama islam, sehingga masa dinasti Abbasiyah ini dikenal dengan “The Golden Age of Islam.
Khilafah di Baghdad yang didirikan oleh Saffah dan Mansur mencapai masa keemasannya mulai dari
Mansur sampai Wathiq dan yang paling jaya adalah periode Harun dan puteranya, Ma‟mun. Istana khalifah
Harun yang identik dengan megah dan penuh dengan kehadiran para pujangga, ilmuwa n, dan tokoh- tokoh
penting dunia. Dengan Harun tercatat buku legendaries cerita 1001 malam. Baik segi politik, ekonomi, dan
budaya, periodenya tercatat sebagai The Golden Age of Islam.
Adapun kemajuan- kemajuan yang telah dicapai oleh dinasti Bani Abbasiyah ialah sebagai berikut :
1. Administras i

Sebelum Abbasiyah, dalam pemerintahan pos- pos terpenting diisi oleh Bani Umayyah notabene bangsa arab,
namun pada masa abbasiyah orang non- arab mendapat fasilitas dan menduduk i jabatan strategis. Khalifah
sebagai kepala pemerintahan,pe nguasa tertinggi sekaligus menguasa i jabatan keagamaan, pemimpin sacral.
Disebut juga bahwa para khalifah tidak peduli dan mentaati suatu aturan atau cara yang tetapuntuk
mengangkat putera mahkota, yaitu sejak masa al- Amin. Pada masa ini, jabatan penting diisi oleh seorang
wazir yang menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan yang digariskan oleh hukum Islam untuk
mengangkat dan menurunka n para pegawai. Wazir adalah pelaksana non- militer yang diserahkan sang
khalifah kepadanya. Ada dua macam wazir, yaitu wazir yang memilik i kekuasaan yang sangat
tinggi(ta fwid)da n wazir (tanfiz) yang kekuasaannya terbatas.
Yang pertama disebut juga wazir utama atau sekarang sama dengan perdana menteri yang dapat bertindak
tanpa harus direstui khalifah, termasuk mengangka t dan memecat para gubernur dan hakim. Pada saat para
khalifah lemah, kekuasaan dan kedudukan wazir meningka t tajam. Sementara wazir tidak berkuasa penuh,
hanya mentaaati perintah khlifah saja.

2. Sosial

Philip Khore Hitti, bahwa para sejarawan Arab lebih berkonsentrasi pada persoalan Khalifah Abbasiyah,
lebih mengutamaka n persoalan politik dibandingka n dengan persoalan lain, yang menyebabkan mereka tidak
begitu memberikan gambaran memadai tentang kehidupan sosial- ekonomi. Dengan adanya asimilasi, Aab-
Mawali membawa dinasti ini kehilanga n jati diri sebagai bangsa Arab menjadi bangsa majemuk. Untuk
memperlancar proses pembaruan antara Arab dengan rakyat taklukan, lembaga poligami, selir, dan
perdagangan budak terbukti efektif. Saat unsur Arab murni surut, orang Mawali dan anak- anak perempuan
yang dimerdekakan, mulai menggantika n posisi mereka. Aristokrasi Arab mulai digantikan oleh hierarki
pejabat yang mewakili berbagai bangsa, yang semula didominas i oleh Persia dan kemudian oleh Turki.

3. Kegiatan ilmiah

Pada periode Abbasiyah adalah era baru dan identik dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Dari segi
pendidikan, ilmu pengetahuan termasuk science, kemajuan peradaban, dan kultur pada zaman ini bukan
hanya identik sebagai masa keemasan Islam, akan tetapi era ini mengukur dengan gemilang dalam kemajuan
peradaban dunia. Semasa dinasti Umayyah kegiatan dan aktivitas nalar ilmu yang ditanam itu berkembang
pesat yang mencapai puncakya pada era Abbasiah.
Sebelum Dinasti Abbasiyah, pusat kegiatan Dunia Islam sel\lu bermuara pada masjid. Masjid dijadikan
centre of education. Pada Dinasti Abbasiyah inilah mulai adanya pengembanga n keilmuan dan teknologi
diarahkan kedalam ma‟had.
Abad X Masehi disebut abad pembangunan daulah Islam,iyah dimana dunia Islam, mulai dari Cordon di
Spanyol sampai ke Multan di Pakistan, mengalami kebangunan di segala bidang, terutama dalam bidang
berbagai macam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Duni Islam, pada waktu itu dalam keadaan maju,
jaya dan makmur.
Diantara pusat- pusat ilmu pengetahuan dan filsafat yang terkenal ialah Damaskus, Alexandria, Qayrawan,
Fustat, Kairo, al- Madaain, Jundeshahpur, dan lain- lain. Banyaknya cendekiawan yang diangkat menjadi
pegawai pemerintahan dan istana para kahlifah Abbasiyah, misalnya Mansur yng banyak mengangkat
pegawai pemerintahan dan istana dari cendekiawan- cendekiawa n Persia. Yang terbesar dan banyak
berpengaruh pada mulanya ialah keluarga Barmak dan kemudian, seperti jabatan wazir yang diberikn
Mansur kepada Khalid ibn Barmak, kemudian ke anak dan cucu- cucunya. Mereka ini berasal dari Bactra,
dikenal sebagai keluarga yang gemar pada ilmu pengetahuan dan filsafat, yang condong kepada paham
Mu‟tazila h. Mereka disamping sebagai wazir, juga menjadi pendidik anak- anak Khalifah. Diakuinya
Mu‟tazila h sebagai mazhab resmi Negara pada masa Khalifah Ma‟mun (827 M). Mu‟tazila h adalah aliran
yang menganjurka n kemerdekaan dan kebebasan berfikir kepada manusia. Aliran ini telah berkembang
dalam masyarakat terutama pada masa awal Dinasti Abbasiyah, yang banyak memajukan kegiatan
intelektual dengan lebih menggunaka n rasio baik dalam penerjemahan ilmu- ilmu luar maupun memadukan
dengan ajaran Islam. Inilah faktor utama jasa mereka memelihara Yunani dan selanjutnya dikembangkan
melalui Kairo, dan selanjutnya di transfer melalui pusat- pusat kegiatan ilmiah di Eropa Barat Daya seperti
Seville, Cordova, al- Hamra.
Pribadi beberapa Khalifah terutama pada masa awal Abbasiyah seperti Mansur, Harun, dan Ma‟mun adalah
kutu buku dan sangat mencinta i ilmu pengetahuan sehingga terpengaruh dalam kbijaksanaannya yang
banyak ditujukan kepada peningkatan ilmu pengetahuan. Selain itu semua, karena permasalahan yang
dihadapi oleh umat Islam semakin kompleks dan berkembang, oleh karena itu perlu dibuka ilmu
pengetahuan dalam berbagai bidang, khususnya ilmu- ilmu naqli eperti ilmu agama, bahasa, dan adab.
Adapun ilmu aqli seperti kedokteran, Manthiq, olahraga, ilmu angkasa luar dan ilmu- ilmu yang lain telah
dimulai oleh umat Islam dengan metode yang teratur. Kegiatan ilmiah dikalangan umat Islam, semasa
Abbasiyah yang menandakan Islam memperoleh kemajuan disegala bidang.
Adapun ilmu yang berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah terdiri dari perkembangan ilmu naqli (sumber
dari Al- Qur‟an dan Hadis) yaitu seperti ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu kalam,ilmu tasawuf, ilmu bahasa, ilmu
fiqih,serta pembukuan kitab- kitab hukum. Sedangkan perkembangan ilmu aqli diantaranya ilmu kedokteran
dan ilmu filsafat, dan lain lain.

4. Peran Pemerintah

Pada masa kejayaan Islam banyak Khalifah mencintai dan mendukung penuh atas aktivitas mereka paling
menonjol dan besar melalui penerjemahan yang merupakan kegiatan yang paling besar melalui
penerjemahan yang merupakan kegiatan yang paling besar peranannya dalam mentransfer ilmu pengetahuan.
Mereka menerjemahkan dari buku- buku asing, seperti bahasa Sansekerta, Suryani, atau Yunani kedalam
bahasa arab yang telah dimula i sejak zaman Umayyah. Misalnya, Khalid ibn Yazid, seorang penguasa,
pecinta ilmu yang memerintahka n kepada para cendekiawan Mesir atau yang tingga l di Mesir agar mereka
menerjemahkan buku- buku tentang kedokteran, bintang, dan kimia yang berbahasa Ynani ke dalam bahasa
arab. Demikian juga Khalifah Umar II menyuruh menerjemahkan buku- buku kedokteran kedalam bahsa
arab.
Pada 832 M, Ma‟mun mendirikan Bait al- HIkmah di Baghdadsebaga i akademi pertama, lengkap dengan
teropong bintang, perpustakaan, dan lembaga penerjemahan. Kepala akademi ini yang pertama adalah Yahya
ibn Musawaih (777- 857 M) murid Gibril ibn Bakhtisyu, kemudian diangkat Hunain ibn Ishaq, murid Yahya
sebagai ketua kedua.
Sekitar akhir abad ke- 10 m, kegiatan kaum muslibuka n hanya menerjemahkan, bahkan mulai memberikan
syarahan (penjelasan), dan melkukan tahqiq (pengeditan). Pada mulanya muncul dalam bentuk karya tulis
yang ringkas, lalu dalam wujud yang lebih luas dan dipadukan dalam berbagai pemikiran dan petikan,
analisis dan kritik yang disusun dalam bentuk bab- bab dan pasal- pasal. Dengan kepekaan mereka, hasil
kritik dan analisis itu memancing lahirnya teori- teori baru sebagai hasil renungan mereka sendiri. Misalnya
apa yang yang telah dilakukan oleh Muhammad ibn Musa al- Khawarizmi dengan memisahkan aljabar dari
ilmu hisab yang pada akhirnya menjadi ilmu tersendiri secara sistematis. Pada masa inilah lahir karya- karya
ulama yang telah tersusun rapi. Semasa Abbasiyah muncul ulama- ulama besar .
Pada mulanya, para lama memelihara dan mentransfer ilmu mereka melalui hafalan atau lembaran- lembaran
yang tidak teratur. Kemudian barulah abad ke- 7 M,mereka menulis hadis, fikih, tafsir, dan banyak buku dari
berbagai bahasa arab dan menjadi buku- buku yang disusun secara sistematis. Diantara kebanggaan zaman
pemerintahan Abbasiyah adalah terdapatnya 4 imam yaitu Abuu Hanifah, Malik, Syafi‟i, dan Ahmad ibn
Hanbal, mazhab fikih yang ulung ketika itu. Mereka merupakan para Ulama fikih yang paling agung dan
tiada bandingannya di dunia Islam.

* Faktor Pe nye bab Ke mundura n Dinas ti Abbas iyah

Sejak abad ke- 7 M bangsa Arab dengan cepat sekali menguasa i satu persatu wilayah kemajuan dunia saat itu
sampai mereka pernah menjadi penguasa yang sangat kuat dimana peta kekuatan Islam melebar sampai
Asia, Afrika, dan Eropa Barat Daya. Setelah mengalami masa kejayaan, Dinasti Abbasiyah akhirnya
mengalami kemunduran dan kehancuran.
Berakhirnya kekuasaan Dinasti Seljuk atas Baghdad atau Khilafah Abbasiyah merupakan awal dari periode
kelima. Pada periode ini, Khalifah Abbasiyah tidak lagi berada dibawah kekuaasaan suatu dinasti tertentu,
walaupun banyak sekali Dinasti Islam berdiri.
Adapun faktor penyebab kehancuran Abbasiyah, diantaranya, sebagai berikut.

1. Inte rnal

Semasa Abbasiyah wilayah kekuasaannnya meliputi barat sampai samudera Atlantik, disebelah timur sampai
India dan perbatasan China, dan diutara dari laut Kashpia sampai keselatan, teluk Persia. Wilayah kekuasaan
Abbasiyah yang hampir sama luasnya dengan wilayah kekuasaan dinasti Mongol, tidak mudah dikendalikan
oleh para Khalifah yang lemah. Di samping itu, sistem komunikas i masih sangat lemah dan tidak maju saat
itu, menyebabkan tidak cepat dapat informasi akurat apabila suatu daerah ada masalah, konflik, atau terjadi
pemberontakan. Oleh karena itu, terjadinya banyak wilayah lepas dan berdiri sendiri.
Sebenarnya pasca Khalifah Ma‟mun dinasti ini mulai mengalami kemunduran. Ementara itu jauhnya
wilayah- wila ya h yang terletak di ketiga benua tersebut, dan kemudian hari didorong oleh para Khalifah yang
makin lemah dan malas yang dipengaruhi oleh kelompok- kelompok yang tidak terkendali bagi Khalifah,
Karena tidak adanya suatu sistem dan aturan yang baku menyebabkan sering gonta- gantinya putera mahkota
dikalangan istana dan terbelahnya suara istana yang tidak menjadi keatuan bulat terhadap pengangkatan para
pengganti Khalifah. Seperti perang saudara antara Amin- Ma‟mun adalah bukti nyata. Disamping itu, tidak
adanya kerukunan antara tentara, istana, dan elit politik lain yang juga memacu kemunduran dan kehancuran
dinasti ini.
Selain agama juga faktor ekonomi cukup dominan atas lemahnya sendi- sendi kekhalifaha n Abbasiyah.
Beban pajak yang berlebihan dn pengaturan wilayah- wila ya h (Provinsi) demi keuntunga n kelas penguasa
telah menghanc urka n bidang pertaniandan industri. Saat para Wali, Amir, dan lain- lain termasuk kalangan
istana makin kaya, rakyat justru makin lemah dan miskin. Dengan adanya independens i dinasti- dinasti
tersebut perekonomian pusat menurun karena mereka tidak lagi membayar upeti kepada pemerintahan pusat.
Sementara itu, disisi lain meningkatnya ketergantunga n pada tentara bayaran. Disamping itu, faktor yang
penting yaitu merosotnya moral para Khalifah Abbasiyah pada zaman kemunduran, serta melalaikan
salahsatu sendi Islam, yaitu jihad.
Dalm buku yang ditulis Abu Su‟ud, disebutkan faktor- faktor intern yang membuat Daulah Abasiyah lemah
kekudian hancur antara lain :
adanya persaingan tidak sehat diantara beberapa bangsa yang terhimpun dalam Daulah Abasiyah, terutama
Arab, Persia, dan Turki
terjadinya perselisihan pendapat diantara kelompok pemikiran agama yang ada, yang berkembang menjadi
pertumpahan darah.
munculnya dinasti- dinasti kecil sebagai akibat perpecahan social yang berkepanjangan.
akhirnya terjadi kemerosotan tingkat perekonimian sebagai akibat dari bentrokan politik.
2. Eks te rnal

Disamping faktor- faktor internal, ada juga faktor ekstern yang membawa nasib dinasti ini terjun kejurang
kehancuran total. Yaitu serangan Bangsa Mongol. Latar belakang penghancura n dan penghapusan pusat
Islam di Baghdad, salahsatu faktor utama adalah ganggua n kelompok Asasin yang didirikan oleh Hasan ibn
Sabbah (1256 M) dipegununga n Alamut, Iraq. Sekte, anak cabang Syi‟ah Isma‟iliya h ini sangat mengganggu
di wilayah Persia dan sekitarnya. Baik di wilayah Islam maupun di wilayah Mongol tersebut.
Setelah beberapakali penyerangan terhadap Assasin akhirnya Hullagu, cucu Chengis Khan dapat berhasil
melumpuhka n pusat kekuatan mereka di Alamut. Kemudian menuju ke Baghdad. Setelah membasmi
mereka di Alamut, tentara Mongol mengepung kota Baghdad selam dua bulan, setelah perundinga n damai
gagal, akhirnya Khalifah menyerah, namun tetap dibunuh oleh Hulagu. Pembantaian massal itu menelan
korban sebanyak 800. 000 orang.
Ketika bangsa Mongol dapat menaklukkan Baghdad tahun 656/ 1258, ada seorang pangeran keturunan
Abbasiyah yang lolos dari pembunuha n dan meneruskan Khilafah dengan gelar Khalifah yang berkuasa
dibidang keagamaan saja dibawah kekuasaan kaum Mamluk di Kairo, Mesir tanpa kekuasaan duniawi yang
bergelar sultan. Jabatan yang disandang oleh keturunan Abbasiyah dimesir itu akhirnya diambil oleh Sultan
salami dan Turki Usmani ketika meguasai Mesir tahun 1517, dengan demikian, maka hilangla h Khalifah
Abbasiyah untuk selamnya.

Dengan nama- nama itu mereka ingin mewujudkan surga di bumi ini. Memang demikianla h sifat
penguasa jika kekayaan Negara melimpah dan stabilitas politik aman, hasrat untuk hidup bersenang- senang
akan timbul dengan sendirinya. Hal ini kadangkala membuat penguasa melupakan memperkuat sistem
meliternya.
C. Faktor-faktor Pe ndukung M as a Ke e mas an

Ada beberapa faktor yang turut mempengaruhi masa keemasan Bani Abbasiyah, khususnya dalam
bidang bahasa,adalah:

1. Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa- bangsa lain yang lebih dahulu mengalami
perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Asimilasi berlangsung secara efektif dan bernilai guna.
Bangsa itu memberi saham- saham tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan.

2. Gerakan terjemahan yang berlangsung dalam tiga fase.

a. Fase pertama, pada masa khalifah al- Mansur hingga Harun al- Rasyid. Pada fase ini yang banyak
diterjemahkan adalah karya- karya dalam bidang astronomi dan mantiq

b. Fase kedua, berlangsung mulai khalifah al- Ma‟mun hingga tahun 300 H.

c. Fase ketiga, berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas. Bidang-
bidang yang diterjemahkan semakin luas.

Dengan gerakan terjemahan, bukan saja membawa kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan umum,
tetapi juga ilmu pengetahuan agama. Akan tetapi, secara garis besar ada dua faktor penyebab tumbuh dan
kejayaan Bani Abbasiyahya itu:

1. Faktor internal: faktor yang berasal dari dalam ajaran Islam yang mampu memberikan motivasi bagi
para pemeluk untuk mengembangka n peradabannya.

2. Faktor eksternal, ada 4 pengaruh, yaitu:

a. Semangat Islam

b. Perkembangan organisasi negara

c. Perkembangan ilmu pengetahuan

d. Perluasan daerah Islam.


Adapun penyebab keberhasilan kaum penganjur berdirinya khilafah Bani Abbasiyah adalah karena mereka
berhasil menyadarkan kaum muslimin pada umumnya, bahwa Bani Abbas adalah keluarga yang dekat
kepada Nabi dan bahwasanya mereka akan mengamalka n al- Qur‟an dan Sunnah Rasul serta menegakkan
syariat Islam. Bani Abbasiyah mencapai puncak keemasannya disebabkan oleh beberapa faktor. Antaranya
ialah:

1. Islam semakin meluas di Baghdad.


2. Adanya perkembangan ilmu pengetahuan.
3. Terdapat jabatan wazir dalam penyelenggaraan negara pada masa Bani Abbasiyah.
4. Ilmu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang sangat mulia dan berharga. Para khalifah
membuka kesempatan mengembangka n pengetahuan seluas- luasnya.
5. Rakyat bebas berfikir dan memperoleh hak asasinya dalam pelbagai bidang.
6. Daulah Abbasiyah bersungguh- sungguh membangunka n ekonominya. Mereka memilik i
pembendaharaan yang banyak disebabkan penghematan dalam pengeluaran.
7. Para khalifah mempunya i ilmu pengetahuan yang tinggi sehingga banyak buku- buku yang dikarang
dalam pelbagai jenis ilmu pengatahuan, buku- buku pengetahuan bahasa asing juga turut
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.

Adanya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa- bangsa lain yang terlebih dahulu mengalami
perkembangan ilmu pengetahuan, asimilasi itu berlangsung dengan efektif dan bangsa- bangsa tersebut
berkongsi pengetahuan yang bermanfaat.
Kemunduran dan kehancuran Dinasti Abbasiyah yang menjadi awal kemunduran dunia Islam terjadi dengan
proses kausalitas sebagaimana yang dialami oleh dinasti sebelumnya. Konflik internal, ketidak mampuan
khalifah dalam mengkonsolidasi wilayah kekuasaannya, budaya hedonis yang melanda keluarga istana dan
sebagainay, disamping itu juga terdapat ancaman dari luar seperti serbuan tentara salib ke wilayah- wilayah
Islam dan serangan tentara Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan. Dalam makalah ini penulis akan
membahas sebab- sebab kemunduran dan kehancuran Dinasti Abbasiyah serta dinamikanya.

Tak ada gading yang tak retak. Mungkin pepatah inilah yang sangat pas untuk dijadikan cermin atas
kejayaan yang digapai bani Abbasiah. Meskipun Daulah Abbasiyah begitu bercahaya dalam mendulang
kesuksesan dalam hampir segala bidang, namun akhirnya iapun mulai menurun dan akhirnya runtuh.
Menurut beberapa literatur, ada beberapa sebab keruntuhan daulah Abbasyiah, yaitu:

* Faktor Inte rnal

Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, faktor- faktor penyebab kemunduran itu tidak
datang secara tiba- tiba. Benih- benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya karena khalifah pada
periode ini sangat kuat, sehingga benih- benih itu tidak sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani
Abbas terlihat bahwa apabila khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil,
tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan.

Disamping kelemahan khalifah, banyak faktor lain yang menyebabkan khilafah Abbasiyah menjadi mundur,
masing- masing faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Perebutan Kekuasaan di Pusat Pemerintahan

Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang- orang Persia. Persekutuan
dilatar belakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa Bani Umayyah berkuasa. Keduanya
sama- sama tertindas. Setelah khilafah Abbasiyah berdiri, dinasti Bani Abbas tetap mempertahankan
persekutuan itu. Menurut Ibnu Khaldun, ada dua sebab dinasti Bani Abbas memilih orang-
orang Persia daripada orang- orang Arab. Pertama, sulit bagi orang- orang Arab untuk melupakan Bani
Umayyah. Pada masa itu mereka merupakan warga kelas satu. Kedua, orang- orang Arab sendiri terpecah
belah dengan adanya ashabiyah (kesukuan). Dengan demikian, khilafah Abbasiyah tidak ditegakkan di atas
ashabiyah tradisional.

2. Munculnya Dinasti- Dinasti Kecil Yang Memerdekakan Diri

Wilayah kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama hingga masa keruntuhan sangat luas, meliputi
berbagai bangsa yang berbeda, seperti Maroko, Mesir, Syria, Irak, Persia, Turki dan India. Walaupun
dalam kenyataannya banyak daerah yang tidak dikuasa i oleh Khalifah, secara riil, daerah- daerah itu
berada di bawah kekuasaaan gubernur- guber nur bersangkutan. Hubunga n dengan Khalifah hanya ditandai
dengan pembayaran upeti.
3. Kemerosotan Perekonomian

Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk
lebih besar dari yang keluar, sehingga Baitul- Mal penuh dengan harta. Perekonomian masyarakat sangat
maju terutama dalam bidang pertanian, perdagangan dan industri. Tetapi setelah memasuki masa
kemunduran politik, perekonomian pun ikut mengalami kemunduran yang drastis.[8]
Setelah khilafah memasuki periode kemunduran ini, pendapatan negara menurun sementara penge luaran
meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan negara itu disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah
kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat. diperingannya pajak dan
banyaknya dinasti- dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak lagi membayar upeti. Sedangkan
pengeluaran membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan para khalifah dan pejabat semakin mewah.
jenis pengeluaran makin beragam dan para pejabat melakukan korupsi.[9]

Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian negara morat- marit. Sebaliknya, kondisi
ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan politik dinasti Abbasiyah, faktor ini saling berkaitan dan tak
terpisahkan.

* Faktor Eks te rnal


Selain yang disebutkan diatas, yang merupakan faktor- faktor internal kemunduran dan kehancuran Khilafah
bani Abbas. Ada pula faktor- faktor eksternal yang menyebabkan khilafah Abbasiyah lemah dan akhirnya
hancur.

1. Perang Salib

Kekalahan tentara Romawi telah menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang- orang kristen
terhadap ummat Islam. Kebencian itu bertambah setelah Dinasti Saljuk yang menguasai Baitul Maqdis
menerapkan beberapa peraturan yang dirasakan sangat menyulitkan orang- orang Kristen yang ingin
berziarah kesana. Oleh karena itu pada tahun 1095 M, Paus Urbanus II menyerukan kepada ummat kristen
Eropa untuk melakukan perang suci, yang kemudian dikenal dengan nama Perang Salib.
2. Serangan Mongolia ke Negeri Muslim dan Berakhirnya Dinasti Abbasiyah

Orang- orang Mongolia adalah bangsa yang berasal dari Asia Tengah. Sebuah kawasan terjauh di China.
Terdiri dari kabilah- kabilah yang kemudian disatukan oleh Jenghis Khan (603- 624 H).
Sebagai awal penghancuran Bagdad dan Khilafah Islam, orang- orang Mongolia menguasai negeri- negeri
Asia Tengah Khurasan dan Persia dan juga menguasai Asia Kecil.[14] Pada bulan September 1257, Hulagu
mengirimkan ultimatum kepada Khalifah agar menyerah dan mendesak agar tembok kota sebelah luar
diruntuhkan. Tetapi Khalifah tetap enggan memberikan jawaban. Maka pada Januari 1258, Hulagu khan
menghancurkan tembok ibukota.[15] Sementara itu Khalifah al- Mu‟tashim langsung menyerah dan
berangkat ke base pasukan mongolia. Setelah itu para pemimpin dan fuqaha juga keluar, sepuluh hari
kemudian mereka semua dieksekusi. Dan Hulagu beserta pasukannya menghancurkan kota Baghdad dan
membakarnya. Pembunuhan berlangsung selama 40 hari dengan jumlah korban sekitar dua juta orang.[16]
Dan Dengan terbunuhnya Khalifah al- Mu‟tashim telah menandai babak akhir dari Dinasti Abbasiyah.
Dari uraian masalah di atas, maka dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut:

1. Kemunduran dinasti Abbasiyah, secara umum disebabkan oleh dua faktor; Internal dan Eksternal.

- Secara internal dapat dirinci sebagai berikut:

Tampilnya penguasa lemah yang sulit mengendalikan wilayah yang sangat luas ditambah sistem
komunikasi yang masih sangat lemah dan belum maju menyebabkan lepasnya daerah satu per satu.

Kecenderungan para penguasa untuk hidup mewah, mencolok dan berfoya- foya kemudian diikuti oleh
para hartawan dan anak- anak pejabat ikut menyebabkan roda pemerintahan terganggu dan rakyat menjadi
miskin.
Perang saudara antara al- Amin dan al- Ma‟mun secara jelas membagi Abbasiyah dalam dua kubu, yaitu
kubu Arab dan Persia, Pertentangan antara Arab- non Arab, perselisihan antara muslim dengan non-
muslim, dan perpecahan di kalangan umat Islam sendiri.

- Secara ekternal disebabkan oleh karena Abbasiyah menghadapi perlawanan yang sangat gencar dari dunia
luar. Pertama, mereka mendapat serangan secara tidak langsung dari pasukan Salib di Barat. Kedua,
serangan secara langsung dari orang Mongol yang berasal dari Timur ke wilayah kekuasaan Islam.

*Se bab-Se bab Ke munduran Dinas ti Abbas iyah

Sebagaimana terlihat dalam periodeisasi khilafah Abbasiyah, masa kemunduran dimulai sejak
periode kedua. Namun demikian, faktor- faktor penyebab kemunduran itu tidak datang secara tiba- tiba.
Benih- benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya karena khilafah pada periode ini sangat kuat,
benih- benih itu tidak sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa para khilafah
kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil, tetapi jika khilafah lemah, mereka akan
berkuasa mengatur roda pemerintahan.
Menurut W. Montgomery Watt, bahwa beberapa faktor yang menyebabkan kemunduran pada masa
daulah Abbasiyah adalah sebagai berikut:
1. Luasnya wilayah kekuasaan daulah Abbasiyah, sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit
dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya di kalangan para penguasa dan pelaksana
pemerintah sangat rendah.
2. Dengan profesionalisas i angkatan bersenjata, ketergantunga n khalifah kepada mereka sangat tinggi.
3. Keuangan negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk tentara bayaran sangat besar. Pada
saat kekuatan militer menurun, khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak ke Bagdad. .
Sedangkan menurut Dr. Badri Yatim, M.A., di antara hal yang menyebabkan kemunduran daulah
Bani Abbasiyah adalah sebagai berikut:
1. Persaingan Antar Bangsa
Khilafah Abbasiyah yang didirikan Bani Abbas bersekutu dengan orang- orang Persia. Persekutuan
dilatarbelakangi persamaan nasib semasa kekuasaan Bani Umayyah. Keduanya sama- sama tertindas. Setelah
abbasiyah berdiri, persekutuan tetap dipertahankan. Pada masa ini persaingan antar bangsa memicu untuk
saling berkuasa. Kecenderungan masing- masing bangsa untuk mendominasi kekuasaan sudah dirasakan
sejak awal khalifah Abbasiyah berdiri.
2. Kemerosotan Ekonomi
Khilafah Abbasiyah mengalami kemunduran ekonomi bersamaan dengan kemunduran di bidang
politik. Pada periode pertama, pemerintahan Abbasiyah merupakan pemerintahan yang kaya. Dan yang
masuk lebih besar daripada pengeluaran, sehingga baitul mal penuh dengan harta. Setelah khilafah
mengalami periode kemunduran, negara mengalami defisit anggaran, dengan demikian terjadi kemerosotan
ekonomi.
3. Konflik Keagamaan
Konflik keagamaan yang muncul menjadi isu sentra pada masa khilafah Abbasiyah, sehingga
mangakibatkan perpecahan. Berbagai aliran keagamaan seperti Mu‟tazilah, Syi‟ah, Ahlussunnah, dan
kelompok- kelompok lainnya menjadikan pemerintahan Abbasiyah mengalami kesulitan untuk
mempersatukan berbagai faham keagamaan yang ada.
4. Ancaman dari luar
Selain yang disebutkan daiatas, ada pula faktor- faktor eksternal yang menyebabkan kemunduran
dinasti Abasiyah lemah dan hancur. Pertama, Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang menelan
banyak korban. Konsentrasi dan perhatian pemerintah Abbasiyah terpecah belah untuk menghadapi tentara
salibsehingga memunculkan kelemahan- kelemahan. Kedua, serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan
Islam menyebabkan kekuatan Islam menjadi lemah, apalagi serangan Hulagu Khan dengan pasukan Mongol
yang biadab menyebabkan kekuatan Abbasiyah menjadi lemah dan akhirnya menyerah kepada kekuatan
Mongol.
* be rdirinya dan pe rke mbangan dinas ti Umayyah

Dinasti Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan pada tahun 41H/661 M di Damaskus dan
berlangsung hingga pada tahun 132 H/750 M. Nama Dinasti Umayyah dinisbatkan kepada Umayyah bin
Abd Syams bin Abdu Manaf. Ia adalah salah seorang tokoh penting di tengah Quraisy pada masa jahiliyah.
Ia dan pamannya Hasyim bin Abdu Manaf selalu bertarung dalam memperebutkan kekuasaan dan
kedudukan. Muawiyah bin Abu Shofyan adalah seorang politisi handal di mana pengalaman politiknya
sebagai Gubernur Syam pada zaman Khalifah Ustman bin Affan cukup mengantarkan dirinya mampu
mengambil alih kekusaan dari genggaman keluarga Ali Bin Abi Thalib. Tepatnya setelah Hasan bin Ali
menyerahkan kursi kekhalifahan secara resmi kepada Muawiyah bin Abu Sofyan dalam peristiwa Ammul
Jam a‟ah .

Oleh karena itu Muawiyah bin Abu Sofyan dinyatakan sebagai pendiri Dinasti Bani Umayyah.
Dilihat dari sejarahnya Bani Umayyah memang begitu kental dengan kekuasaannya, terutama pada masa
zaman jahiliyah. Dalam setiap persaingan, ternyata Bani Umayyah selalu lebih unggul dibandingkan
keluarga Bani Hasyim. Hal ini disebabkan Bani Umayyah memilik i unsur- unsur sebagai berikut:

1. Umayyah berasal dari keturunan keluarga bangsawan


2. Umayyah memilik i harta yang cukup
3. Umayyah memiliki 10 anak yang terhormat dan menjadi pemimpin di masyarakat, di antaranya Harb,
Sufyan, dan Abu Sufyan.

Keluarga Bani Umayyah masuk Islam ketika terjadi Fathul Mak k ah pada tahun ke- 8 H. Abu Sofyan
diberi kehormatan untuk mengumumkan pengamanan Nabi SAW, yang salah satunya adalah barang siapa
masuk ke dalam rumahnya maka amanlah dia, masuk kedalam Masjidil Haram dan rumahnya Nabi SAW
maka dia juga akan merasa aman. Dengan ini banyak kaum dari kalangan Bani Umayyah yang berlomba-
lomba untuk masuk Islam dan menyebarkan Islam keberbagai wilayah..
Muawiyyah tumbuh sebagai pemimpin karier. Pengalaman politik telah memperkaya dengan
kebijaksanaan- kebijaksanaan dalam memerintah, mulai dari seorang pemimpin pasukan di bawah komando
Panglima Abu Ubaidah bin Jarrahyang berhasil merebut wilayah Palestina, Suriah, dan Mesir dari tangan
Imperium Romawi yang telah menguasai ketiga daerah itusejak tahun 63 SM.

Muawiyah bin Abi Sufyan adalah bapak pendiri dinasti Umayyah. Namanya disejajarkan dalam
deretan Khulafaur Rasyidin. Bahkah kesalahannya yang mengkhianati prinsip pemilihan kepala negara oleh
rakyat, dapat dilupakan orang karena jasa- jasa dan kebijaksanaan politiknya yang mengagumkan. Muawiyah
mendapat kursi kekhalifahan setelah Hasan bin Ali bin Abi Thalib berdamai dengannya pada tahun 41 H.
Umat islam sebagiannya membaiat Hasan setelah ayahnya wafat. Namun Hasan menyadari kelemahannya
sehingga ia berdamai dan menyerahkan kepemimpinan umat islam kepada Muawiyah sehingga tahun itu
dinamakan „amul jama‟ah‟, tahun persatuan. Muawiyah menerima kekhalifahan di Kufah dengan syarat-
syarat yang diajuka oleh Hasan, yakni:

a. Agar Muawiyah tidak menaruh dendam pada seorang pun penduduk Irak;
b. Menjamin keamanan dan memaafkan kesalahan- kesalahan mereka;
c. Agar pajak tanah negeri Ahwaz diperuntukan kepadanya dan diberikan tiaptahun;
d. Agar Muawiyah membayar kepada saudaranya, Husain 2 juta dirham
e. Pemberian kepada Bani Hasyim haruslah lebih banyak dari pemberian kepada Bani Abdis Syam.

Dinasti Umayyah berkuasa selama 91 tahun (41- 132 hijriyah atau 661- 750 M). Dengan 14 orang
khalifah yang dimulai Umayyah ibn Abu Sufyan dan diakhiri Marwan ibn Muhammad.

Sistem pemerintahan pada masa bani Umayyah


Memasuki masa kekuasaan muawiyah yang menjadi awal kekuasaan bani Umayyah, pemerintahan
yang bersifat demokratis berubah menjadi monarchi heridetas (kerajaan turun menurun). Kekhalifahan
muawiyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi dan tipu daya tidak dengan pemilihan atau suara
terbanyak.
Mereka berhasil mengusai hampir seluruh wilayah andalusia (Semenanjung Liberia, sekarang
menjadi Portugis dan Spanyol) dan menaklukkan berbagai kota dan daerah di bagian selatan prancis. Mereka
berhasil pula merombak dua masalah besar yang menunjukkan kemandirian suatu negara yang pertama ialah
mengubah sistem administrasi pemerintahan menjadi bercorak arab dan tidak lagi membutuhkan pegawai-
pegawai asing yang pada mulanya dibutuhkan, yang k edua ialah mencetak uang sendiri.
Dengan berkuasanya Muawiyah kekhalifahan berubah menjadi kerajaan, kemudian digantikan
anaknya Yazid. Pada kekuasaan ini tidak berlangsung begitu lama dikarenakan Yazid bukan orang yang
mempunyai kemampuan. Dalam memerintah rakyatnya dengan politik penindasan Machiav elistik yang tidak
pernah dikenal oleh kaum muslimin sebelumnya. Kemudian kekuasaan diambil alih oleh Abdul Malik ibn
Marwan. Ia orang yang keras dan kuat serta sanggup mematahkan setiap perlawanan yang muncul. Dalam
memerintah negaranya berdasarkan kekusaan yang mutlak.
Perubahan yang paling menonjol dari sistem politik yang dibentuk pada masa Umayyah diantaranya :
1. Politik dalam Negeri
Pemindahan pemerintahan dari madinah ke Damaskus. Kuputusan ini berdasarkan pada
pertimbangan politis dan keamanan.
Pembetukan lembaga yang baru atau pegembangkan kembali dari khalifah ar- Rasyidin, dalam
perkembangan administrasi dan wilayah kenegaraan yang semakin komplek.

2. Politik Luar Negeri


Poltik luar negeri bani Umayyah adalah politik ekspansi yaitu melakukan perluasan diberb agai
daerah kekuasaan ke negara- negara yang belum tunduk pada bani Umayyah. Wilayah islam pada zaman
Khalifah ar- Rasyidin sudah luas, akan tetapi perluasan tersebut belum mencapai batas yang tepat,
dikarenakan masih selalu terjadi pertikaiandan pertempuran di daerah perbatasan. Ketika terjadi perpecahan-
perpecahan dan pemberontakan- pemberontakan dalam negeri kaum muslimin, musuh yang diluar wilayah
islam telah berhasil merampas beberapa wilayah kekuatan islam.
*Masa kejayaan dinasti umayya h dari berbagai segi

Dinasti Umayyah berasal dari nama Umayyah ibn Syams salah satu pemimpin kabilah Quraisy yang dikenali
sebagai Bani Umayyah. Umayyah merupakan anak saudara sepupu Hasyim ibn Abd Manaf yaitu nenek
moyang Rasulullah SAW. Bani Hasyim dan Umayyah sering bersaing merebut kekuasaan di kota Makkah di
zaman jahiliyah akan tetapi Bani Hasyim lebih berpengaruh karena mendapat kekuasaan yang diturunkan
Qusay, kemudian kepada Abd Manaf dan seterusnya kepada Hasyim.

Kedudukan Bani Umayyah sangat mantap di Syam. Hal ini di karenakan, Umayyah pernah kalah dalam
pertarungan dengan Bani Hasyim telah melarikan diri dan menetap disana selama 10 tahun. Pada zaman
khalifah Usman bin Affan, Yazid bin Abi Sufyan menjadi Gubernur di Syam kemudian diikuti oleh adiknya,
Muawiyya h ibn Abi Sufyan menjadi Gubernur selama 20 tahun.

Bani Umayyah juga berpengaruh di Makkah karena merupakan golongan bangsawan yang dihormati oleh
masyarakat. Di zaman Jahiliyyah, Abd Syam, Umayyah, Harb dan seterusnya Abi Sufyan diberi
kepercayaan memimpin pasukan tentara di Makkah secara turun temurun. Selain itu, mereka juga terkenal
dalam bidang perdagangan. Bani Umayyah mempunyai berpengaruh yang sangat besar sebelum Islam dan
juga selepas Islam. Mereka adalah di antara golongan yang terakhir memeluk agama Islam.
Muawiyah ibn Abu Sufyan merupakan pengaggas dinasti bani Umayyah. Bapaknya Abu Sufyan ibn Harb
merupakan salah seorang pemimpin Quraisy yang terkemuka di kota Makkah terutama sebelum beliau
memeluk Islam. Abu Sufyan juga ketua kaum musyrikin Makkah yang menjadi puncak berlakunya pe rang
Badar dan menjadi ketua kaum Quraisy Makkah dalam perang Uhud. Sebelum Muawiyyah mengambil alih
jawatan Khalifah dari Hassan Ibn Ali, telah berlaku konflik antara Muawiyyah dan Sayyidina Ali sehingga
berlakunya Perang Siffin di tebing sungai Furat pada 13 Safar 37H. Konflik ini adalah rentetan dari peristiwa
pembunuhan Usman dan Sayyidina Ali gagal menyelesaikan masalah tersebut sesuai dengan kehendak
Muawiyyah. Sayyidina Ali juga mempunyai alasan tertentu yang menyebabkan ia tidak dapat bertindak
terhadap pembunuha n tersebut.

Kendatipun pemerintahan Bani Umayyah tidak menganut sistem demokrasi bukan berati tidak mengalami
perkembangan dan kemajuan dimasa pemerintahannya. Hal ini meliputi berbagai aspek baik sistem
pemerintahan, administrasi, ilmu pengetahuan, sastra ekonomi, seni dan budaya.

A. PERKEM BANGAN SASTRA


Beberapa cabang seni budaya/sastra meningkat pada masa Bani Umayyah terutama seni bahasa, seni suara,
seni rupa dan seni bangunan (arsitektur). Sementara seni tari tidak dimasukkan dalam kategori seni budaya,
sekalipun tari- tarian berkembang luas khususnya dalam istana- istana dan gedung- gedung orang kaya.

Bani umayyah berusaha untuk mempertahankan kemurnian bangsa Arab, mereka berusaha untuk
meninggikan derajat bangsa Arab sebagai bangsa penguasa di antara bangsa lain yang dikuasai. Karena
kefanatikannya kepada bangsa Arab, khalifah Abdul Malik Ibn Marwan mewajibkan bahasa Arab menjadi
bahasa resmi Negara sehingga semua perintah dan peraturan serta komunikasi secara resmi memakai bahasa
Arab. Akibatnya bahasa Arab dipelajari orang. Tumbuhlah ilmu qowaid dari ilmu lain untuk mempelajari
bahasa Arab. Bahasa Arab menjadi bahasa resmi Negara sampai sekarang pada banyak Negara: Irak, Siria,
Mesir, Libanon, Libia, Tunisia, Aljazair, Maroko, di samping Saudi Arabia, Yaman, Emirat Arab dan
sekitarnya.
Para penguasa Bani Umayyah semuanya menggunakan tenaga- tenaga penyair, muawiyah mempunyai
seorang penyair yang bernama Al- Akhthal. Penyair yang bernama Jarir jatuh ke tangan keluarga Zubair. Ia
pernah dihadapkan kepada Al- Hajjaj, dan kedatangannya diterima dengan hormat. Al- Hajjaj ingin menarik
simpati Jarir dengan bersikap baik- baik kepadanya, karena itu Jarir lalu memuji Al- Hajjaj dengan berbagai
kasidah.

Di bidang seni bangunan (arsitektur), Bani Umayyah berhasil mendirikan beberapa bangunan mewah
diantaranya; Mesjid Baitul Maqdis di Yerussalem yang terkenal dengan kubah batunya (Qubbah al- Sakhara)
yang dibangun oleh khalifah Abdul Malik pada tahun 691 M dan istana Qusayr Amrah yang terbuat dari
kapur berwarna bening kemerah- merahan.
Di samping syair (puisi), seni suara juga tumbuh subur di Hijaz. Pada masa itu hijaz mengirimkan banyak
biduan dan biduanita ke istana para khalifah dan yang pertama ialah Mu‟awiyah. Ia merasa asyik
mendengarkan hikmah sya‟ir yang didendangkan dengan irama menarik.
Di antara banyak biduanita yang terkenal pada zaman kekuasaan Bani umayyah ialah seorang wanita yang
bernama Salamah Al- Qis. Ia belajar seni suara kepada Ma‟bad, Ibnu Aisyah dan Jamilah. Ada lagi seorang
pria terkenal mahir menyanyi, yaitu Thuwais Al- Mughanniy. Ia juga pandai menabuh rebana. Penguasa
Madinah yang bernama Aban bin „Utsman senang bergaul dengannya dan suka mendengarkan lagu- lagu
yang dibawakannya.
B. ILM U PENGETAHUAN
Salah satu aspek dari kebudayaan adalah mengembangkan ilmu pengetahuan. Kalau masa Nabi dari khulau
ar- rasyidin perhatian terpusat pada memahami Alquran dan hadis Nabi untuk memperdalam pengajaran
akidah, akhlah, ibadah, muamalah dari kisah- kisah Alquran, maka perhatian sesudah itu, sesuai dengan
kebutuhan zaman, tertuju pada ilmu- ilmu yang diwariskan oleh bangsa- bangsa sebelum munculnya Islam.
Daerah kekuasaanya, selain yang diwariskan oleh khulafau ar‟rasyidin, telah pula menguasai Andalus,
Afrika Utara, Syam, Irak, Iran, Khurosan, terus ke timur sampai ke benteng tiongkok. Dalam daerah
kekuasaannya ada kota- kota pusat kebudayaan. Yunani Iskandariyah, Antiokia, Harran, Yunde Sahpur, yang
dikembangkan oleh ilmuwan- ilmuwan itu setelah masuk Islam tetap memelihara ilmu- ilmu peninggalan
Yunani itu, bahkan mendapat perlindungan. Di antara mereka ada yang mendapat jabatan tinggi di istana
khalifah. Ada yang menjadi dokter pribadi, bendaharawan, atau wazir, sehingga kehadiran mereka sedikit
banyak mempengaruhi perkembangan Khalid ibn Yazid, cucu Muawiyah, tertarik pada ilmu kimia dari ilmu
kedokteran. Ia menyediakan sejumlah harta untuk menyuruh para sarjana Yunani yang bermukim di Mesir
untuk menerjemahkan buku- buku Kimia dari kedokteran ke dalam bahasa Arab dan itu menjadi terjemahan
pertama dalam sejarah.

Al Walid ibn Abdul Malik memberikan perhatian kepada bimaristan, yaitu rumah sakit sebagai tempat
berobat dari perawatan orang- orang sakit serta sebagai tempat studi kedokteran.
Khalifah Umar Ibn Abbas Azis menyuruh ulama secara resmi untuk membukukan hadis- hadis Nabi.
Khalifah ini juga bersahabat dengan Ibn Abjar, seorang dokter dari Iskandariyah yang kemudian menjadi
dokter pribadinya.
Ilmu pengetahuan pada masa Daulah Bani Umayyah terbagi menjadi dua yaitu:

1. Al- Adaabul Hadisah (ilmu- ilmu baru), yang terpecah menjadi dua bagian:

Al- Ulumul Islamiyah, yaitu ilmu- ilmu Alquran, al- hadist, al- Fiqh, al- ulumul Lisaniyah, at- Tarikh dan
al- Jughrafi.
Al- Ulumud Dakhiliyah, yaitu ilmu- ilmu yang diperlukan oleh kemajuan Islam, seperti ilmu thib,
fisafat, ilmu pasti dan ilmu- ilmu eksakta lainnya yang disalin dari bahasa Persia dan Romawi.

2.Al- Adaabul Qadimah (ilmu- ilmu lama), yaitu ilmu- ilmu yang telah ada di zaman Jahiliah dan di
zaman khalafaur rasyidin, seperti ilmu- ilmu lughah, syair, khitabah dan amsaal.

Pada permulaan masa Daulah Bani Umayyah orang Muslim membutuhkan hukum dan undang- undang, yang
bersumber pada al- Qur‟an. Oleh karena itu mereka mempunyai minat yang besar terhadap tafsir Alquran.
Ahli tafsir pertama dan termashur pada masa tersebut adalah Ibnu Abbas. Beliau menafsirkan Alquran
dengan riwayat dan isnaad. Kesulitan- kesulitan kaum muslimin dalam mengartikan ayat- ayat Alquran dicari
dalam al- Hadis. Karena terdapat banyak hadis yang bukan hadis, maka timbullah usaha untuk mencari
riwayat dan sanad al- hadis, yang akhirnya menjadi ilmu hadis dengan segala cabang- cabangnya. Maka kitab
tentang ilmu hadis mulai banyak dikarang oleh orang- orang Muslim. Diantara para muhaddistin yang
termashur pada zaman itu, yaitu: Abu Bakar Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Abdullah bin
Syihab az- Zuhry, Ibnu Abi Malikah (Abdullah bin Abi Malikah at- Tayammami al- Makky, Al- Auza‟I Abdur
Rahman bin Amr, Hasan Basri Asy- Sya‟bi.
C. KEM AJUAN BIDANG EKONOM I

Pada masa Bani Umayyah ekonomi mengalami kemajuan yang luar biasa. Dengan wilayah penaklukan yang
begitu luas, maka hal itu memungkinkannya untuk mengeksploitasi potensi ekonomi negeri- negeri taklukan.
Mereka juga dapat mengangkut sejumlah besar budak ke Dunia Islam. Penggunaan tenaga kerja ini membuat
bangsa Arab hidup dari negeri taklukan dan menjadikannya kelas pemungut pajak dan sekaligus
memungk inka nnya mengeksploitas i negeri- neger i tersebut, seperti Mesir, Suriah dan Irak.[9]

Pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan diadakan pergantian mata uang. Ia mengeluarkan mata uang
logam Arab. Sebelumnya, pada masa Nabi Muhammad saw., dan khalifah Abu Bakar, mata uang Romawi
dan Persia khususnya pada masa khalifah Umar bin al- Khattab telah banyak yang rusak.

Pembaharuan mata uang yang dilakukan adalah jenis mata uang baru yang bisa dibilang sebagai mata uang
resmi pemerintahan Islam. Mata uang tersebut terbuat dari emas, perak dan perunggu yang dalam bahasa
Romawi disebut dengan Dinar (uang emas), Dirham (uang perak) dan Fals atau Fuls (uang perunggu).[10]

Gubernur Irak yang pada waktu itu dijabat oleh Hajjaj bin Yusuf ternyata banyak melakukan perbaikan dan
pembangunan di Irak ketika ia menjadi gubernur di wilayah itu. Ia berhasil memakmurkan negeri itu setelah
diporak- porandakan oleh peperangan yang berlangsung selama kurang lebih 20 tahun. Ia memperbaiki
irigasi dengan mengalirkan air Sungai Tigris dan Eufrat jauh ke pelosok negeri, sehingga kesuburan tanah
pertanian terjamin. Ia melarang keras perpindahan orang desa ke kota. Kehidupan ekonomi pun dibangun
dengan memperbaiki system keuangan, alat timbangan, takaran dan ukuran. Ia juga menyempurnakan tulisan
mushaf Al‟quran dengan membubuhka n tanda titik pada huruf tertentu.
raya, terutama jalan ke Hedzjaz. Di sepanjang jalan itu digali sumur untuk menyediakan air bagi orang yang
melewati jalan. Untuk mengurus sumur- sumur tersebut ia mengangkat pegawai. Peninggalan al- Walid yang
masih dapat disaksikan sampai kini adalah Masjid Agung Damaskus.
Sektor industri tak luput dari perhatian Umayyah dengan peningkatan produksi handycraft. Industri ini
menjadi tulang punggung ekonomi setelah pertanian.
Abdul Malik bin Marwan mengembangkan lembaga ata‟ atau pembagian harta rampasan perang secara
perlahan- lahan kepada bangsa Syiria. Ketika Yazid I terancam keresahan di Iraq dan pemberontakan Ibnu
Zubair di Hijaz, dia merasa berkewajiban untuk menyerahkan garnizum Cyprus kepada Syiria yang praktis
merupakan satu- satunya kelompok pasukan yang mendapat pembayaran gaji, demikian pula pasukan yang
memblokade Ibnu Zubair di Mekkah dibayar 100 dinar.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz (99 H/717 M), ia terkenal dengan kesederhaan, keadilan dan
kebijaksanaannya. Sebelum menjadi khalifah, hidupnya diliputi oleh kemewahan dan kemegahan. S ebagai
seorang bangsawan, ia memiliki kekayaan yang melimpah dan gaya hidup gemerlap. Setelah menjadi
khalifah, gaya hidupnya berubah. Ia memilih hidup sangat sederhana, ia menjual pakaian dan perhiasannya
yang bagus dan mahal, lalu memasukkkan hasilnya ke dalam perbendaharaan Negara (baitul mal).
Selanjutnya ia melakukan pembersihan di kalangan keluarga Bani Umayyah. Tanah- tanah atau harta orang
lain yang pernah diberikan kepada orang tertentu dimasukkannya ke dalam baitulmal. Kebijakannya di
bidang fiskal mendorong orang non- muslim untuk memeluk agama Islam.
Umar bin Abdul Aziz pernah menghimpunkan sekumpulan ahli fikih dan ulama kemudian beliau berkata
kepada mereka: “Aku menghimpunkan kamu semua untuk bertanya pendapat tentang perkara yang berkaitan
dengan barangan yang diambil secara zalim yang masih berada bersama- sama dengan keluarga aku?” Lalu
mereka menjawab: “Wahai Amirul Mukminin! perkara tersebut berlaku bukan pada masa pemerintahan
kamu dan dosa kezaliman tersebut ditanggung oleh orang yang mencerobohnya.” Walau bagaimanapun
Umar tidak puas hati dengan jawapan tersebut sebaliknya beliau menerima pendapat daripada kumpulan
yang lain termasuk anak beliau sendiri Abdul Malik yang berkata kepada beliau: “Aku berpendapat bahawa
ia hendaklah dikembalikan kepada pemilik asalnya selagi kamu mengetahuinya. Sekiranya kamu tidak
mengembalikannya, kamu akan menanggung dosa bersama- sama dengan orang yang mengambilnya secara
zalim.” Umar berpuas hati mendengar pendapat tersebut lalu beliau mengembalikan semula barangan yang
diambil secara zalim kepada pemilik asalnya.
Khalifah Umar bin Abdul Azis juga memperingan pajak yang diwajibkan kepada Kaum Nasrani di Cyprus
dan Eilah (dekat laut merah). Ia memperlakukan kaum mawali Muslimin (bekas- bekas budak yang telah
memeluk Islam) dengan perlakuan seperti yang diberikan kepada kaum Muslimin Arab. Mereka dibebaskan
dari kewajiban membayar pajak yang dahulu ditetapkan oleh khalifah Umar ibnul Khattab. Ia juga
mengizinkan kaum muslimin memiliki tanah- tanah lahan di negeri- negeri yang termasuk di dalam wilayah
kekuasaan Islam.

Selama masa pemerintahannya, Umar melakukan berbagai perbaikan dan pembangunan sarana pelayanan
umum, seperti perbaikan lahan pertanian, penggalian sumur baru, pembangunan jalan, penyediaan tempat
penginapan bagi para musafir, perbanyakan masjid dan lain- lain. Orang sakit mendapat bantuan dari
pemerintah. Dinas pos juga diperbaiki agar tidak hanya melayani pengiriman surat resmi para gubernur dan
pegawai khalifah atau sebaliknya, tetapi juga melayani pengirima n surat rakyat.

Kesejahteraan masyarakat digambarkan oleh Umar bin Usaid dalam ungkapannya; Demi Allah, Umar bin
Abdul Aziz tidak meninggal hingga seorang laki- laki datang kepada kami dengan sejumlah harta dalam
jumlah besar dan dia berkata “salurkan harta ini sesuai dengan kehendakmu”, ternyata tidak ada yang berhak
menerima harta itu. Sungguh Umar bin Abdul Aziz telah membuat manusia berkecukupan”.

Upaya untuk meningkatkan perekonomian itu, diantaranya dilakukan dengan membangun sarana jalan dan
bendungan guna menunjang kelancaran transportasi dan meningkatkan penghasilan masyarakat.
Pembangunan perkebunan kapas dan pabrik tenun kesungguhan bagi kemajuan ekonomi masyarakat.
D. KEMAJUAN BIDANG ADMINISTRASI

Guna memenuhi tuntutan perkembangan wilayah dan administrasi kenegaraan yang semakin kompleks.
Administrasi pemerintahan pada masa Bani Umayyah meliputi; jabatan khalifah (kepala negara) yang
memiliki kekuasaan penuh untuk menentukan jabatan- jabatan dan jalannya pemerintahan, wizarah
(kementerian) yang bertugas membantu atau mewakili khalifah dalam melaksanakan tugasnya sehari- hari,
kitabah (kesekretariatan), dan hijabah (pengawalan pribadi).
Selain mengangkat majelis penasehat sebagai pendamping, khalifah Bani Umayyah dibantu oleh beberapa
orang “al- Kuttab (secretaries) untuk membantu pelaksanaan tugas, yang meliputi:

1. Katib ar- Rasail; sekretaris yang bertugas menyelenggarakan administrasi dan surat menyurat dengan
pembesar- pembesar setempat.
2. Katib al- Kharraj; sekretaris yang bertugas menyelenggaraka n penerimaan dan pengeluaran Negara.
3. Katib al- Jundi; sekretaris yang bertugas menyelenggarakan hal- hal yang bekaitan dengan
ketentaraan.
4. Katib as- Syurtah; sekretaris yang bertugas menyelenggarakan pemeliharaan keamanan dan ketertiban
umum.
5. Katib al- Qudat; sekretaris yang bertugas menyelenggarakan tertib hokum melalui badan- badan
peradilan dan hakim setempat.

Perbaikan di bidang administrasi pemerintahan dan pelayanan umum dilaksanakan oleh khalifah Abdul
Malik dan gubernurnya. Di bidang administrasi pemerintahan ia memerintahkan penggunaan bahasa Arab
sebagai bahasa resmi di setiap kantor pemerintah. Sebelum itu bahasa Yunani di di gunakan di Suriah,
bahasa Persia dan bahasa Qibti di Mesir. Abdul Azis bin Marwan, saudara Abdul Malik yang me njadi
gubernur di Mesir, berjasa dalam pembangunan Mesir pada masanya. Ia membuat pengukur air Sungai Nil,
membangun jembatan dan memperluas Masjid Jami Amr bin As.
Hisyam bin Abdul Malik (106- 126 H/724- 743M) dikenal sebagai khalifah yang cermat dan teliti. Ia
memperbaiki administrasi keuangan Negara sehingga pemasukan dan pengeluaran berjalan dengan teratur
tanpa terjadi penggelapan atas uang baitulmal. Karena sangat teliti di bidang keuangan, ia dianggap sebagai
khalifah yang pelit. Uang Negara tidak bias dikeluarkan kecuali untuk hal yang sangat perlu sekali.

* Ke mundura n Daulah Bani Umayyah

Mu‟awiyah mendirikan Daulah Umayyah pada tahun 41 H di Damaskus, dengan berdirinya pusat
pemerintahan Islam yang baru tersebut berarti bergeserlah pusat pemerintahan Islam dari Madinah ke
Damaskus. Perpindahan ibu kota tersebut terjadi melalui proses yang panjang didukung oleh strategi politik
yang dibangun oleh Mu`awiyah. Dan Mu`awiyah memperoleh pengalaman politik dalam masa yang cukup
lama, yakni mulai masa Rasululla h SAW sampai masa khalifah yang terakhir.

Dengan berdirinya Daulah Umayyah, maka sistem politik dan pemerintahan berubah. Pemerintahan
khalifah tidak lagi dilakukan secara musyawarah sebagaimana proses pergantian khalifah- khalifah
sebelumnya. Suksesi pemerintahan dilakukan secara turun- temurun melalui pemilihan, seorang khalifah
tidak lagi harus sekaligus pemimipin agama sebagimana khalifah- khalifah sebelumnya. Urusan agama
diserahkan kepada para ulama, dan ulama hanya dilibatkan dalam pemerintahan jika dipandang perlu oleh
khalifah.

Selama masa pemerintahan dan kekuasaan khalifah pertama (Mu`awiyah), Daulah Umayyah banyak
mencapai keberhasilan, terutama penaklukan sejumlah kota penting di kawasan Asia Tengah, seperti Kabul,
Heart dan Gazna. Dalam pemerintahan, ia mendirikan beberapa departemen yang mengurus masalah-
masalah kepentingan umat, seperti pelayanan pos, pembagian tugas pemerintahan pusat dan daerah,
pemungutan pajak dan pengangkatan gubernur- gubernur di daerah. Ia juga berjasa mendirikan Kantor Cap
(percetakan mata uang).
Masa kekuasaan Umayyah hampir satu abad, tepatnya selama 90 tahun, dengan 14 orang khalifah.
Khalifah pertama adalah Muawiyah Bin Abi Sufyan, sedangakan khalifah yang terakhir adalah Marwan bin
Muhammad.

Adapun hal- hal yang membawa kemunduran yang akhirnya berujung pada kejatuhan Bani Umayyah
dapat diidentifikas ika n antar lain sebagai berikut:

1. Pertentangan keras antara suku- suku Arab yang sejak lama terbagi menjadi dua kelompok, yaitu Arab
Utara yang disebut (Mudariyah) yang menempati Irak dan Arab Selatan (Himyariyah) yang berdiam di
wilayah Suriah. Di zaman Umayyah persaingan antar etnis itu mencapai puncaknya, karena para khalifah
cederung kepada satu fihak dan menafikan yang lainnya.

2. Ketidakpuasan sejumlah pemeluk Islam non Arab. Mereka yang merupakan pendatang baru dari
kalangan bangsa- bangsa yang dikalahkan mendapat sebutan “Mawali”, suatu status yang menggambarakan
inferioritas di tengah- tengah keangkuhan orang- orang Arab yang mendapat fasilitas dari penguasa Umayyah.
Mereka bersama- sama Arab mengalami beratnya peperangan dan bahkan atas rata- rata orang Arab, tetapi
harapan mereka untuk mendapatkan tunjangan dan hak- hak bernegara tidak dikabulkan. Seperti tunjangan
tahunan yang diberikan kepada Mawali ini jumlahnya jauh lebih kecil dibanding tunjangan yang dibayarkan
kepada orang Arab.

3. Latar belakang terbentuknya kedaulatan Bani Umayyah tidak dapat dilepaskan dari konflik - konflik
politik. Kaum syi‟ah dan khawarij terus berkembang menjadi gerakan oposisi yang kuat dan sewaktu- waktu
dapat mengancam keutuhan kekuasaan Umayyah. Disamping menguatnya kaum Abbasiyah pada masa
akhir- akhir kekuasaan Bani Umayyah yang semula tidak berambisi untuk merebut kekuasaan, bahkan dapat
menggeser kedudukan Bani Umayyah dalam memimpin umat.

Anda mungkin juga menyukai