Dalam perkembangannya dengan kepemimpinan, terdapat beberapa teori motivasi yang muncul dan berkembang seperti teori hierarki kebutuhan Maslow, teori X dan Y Douglas McGregor, teori motivasi Higiene, teori kebutuhan McClelland, teori harapan Victor Vroom, Teori Keadilan dan motivasi dan Reinforcement Theory. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menjelaskan kesesuaian antara gaya kepemimpinan dengan perilaku individu, oleh karena itu dipilihlah teori X dau Y yang berkaitan dengan perilaku yang dimiliki pegawai/ karyawan dalam organisasi tersebut. Teori X dan Teori Y merupakan salah satu teori motivasi manusia yang diciptakan dan dibangun oleh Douglas McGregorpada 1960-an (www.wapedi.mobi). McGregor adalah psikolog sosial yang terkenal dengan teorinya tersebut McGregor menjelaskan bahwa para manajer/pemimpin organisasi perusahaan memiliki dua jenis pandangan terhadap para pegawai/karyawan yaitu teori X atau teori Y. 2.1.1Teori X Teori ini menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk pemalas yang tidak suka bekerja serta senang menghindar dari pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pekerja memiliki ambisi yang kecil untuk mencapai tujuan perusahaan namun menginginkan balas jasa serta jaminan hidup yang tinggi. Oleh karena itu, teori X memberikan petuah manajer harus memberikan pengawasan yang ketat, tugas-tugas yang jelas, dan menetapkan imbalan atau hukuman. Proposisi utama teori X, yaitu: a. Manajemen bertanggung jawab untuk mengatur unsur-unsur dari usaha produktif-uang, bahan, peralatan, dan orang-dalam kepentingan ekonomi berakhir; b. Menghormati orang lain, ini adalah proses mengarahkan usaha mereka, memotivasi mereka, mengendalikan tindakan mereka, dan memodifikasi perilaku mereka agar sesuai dengan kebutuhan organisasi; dan c. Tanpa intervensi aktif oleh manajemen, orang akan pasif-bahkan resisten-untuk kebutuhan organisasi. Oleh karena itu mereka harus dibujuk, dihargai, dihukum, dan dikendalikan. Kegiatan mereka harus diarahkan. Lebih lanjut menurut asumsi teori X, orang-orang ini pada hakikatnya menganggap bahwa: a. Tidak menyukai bekerja; b. Tidak menyukai kemauan dan ambisi untuk bertanggung jawab, dan lebih menyukai diarahkan atau diperintah; c. Mempunyai kemampuan yang kecil untuk berkreasi mengatasi masalah-masalah organisasi; d. Hanya membutuhkan motivasi fisiologis dan keamanan saja; dan e. Harus diawasi secara ketat dan sering dipaksa untuk mencapai tujuan organisasi. 2.1.2Teori Y Menyadari kelemahan dari asumí teori X itu maka McGregor memberikan alternatif teori lain yang dinamakan teori Y. Teori ini memiliki anggapan bahwa kerja adalah kodrat manusia seperti halnya kegiatan sehari-hari lainnya. Pekerja tidak perlu terlalu diawasi dan diancam secara ketat karena mereka memiliki pengendalian serta pengerahan diri untuk bekerja sesuai tujuan perusahaan. Pekerja memiliki kemampuan kreativitas, imajinasi, kepandaian serta memahami tanggung jawab dan prestasi atas pencapaian tujuan kerja. Pekerja juga tidak harus mengerahkan segala potensi diri yang dimiliki dalam bekerja Proposisi utama dari Teori Y adalah sebagai berikut: a. Manajemen bertanggung jawab untuk mengatur unsur-unsur dari usaha produktif-uang, bahan, peralatan, dan orang-orang dalam kepentingan ekonomi berakhir. b. Orang tidak dengan sifat pasif atau resisten terhadap kebutuhan organisasi. Mereka telah menjadi begitu sebagai hasil dari pengalaman dalam organisasi. c. Motivasi, pengembangan potensi, kapasitas untuk mengasumsikan tanggung jawab, dan kesiapan untuk mengarahkan perilaku ke arah tujuan organisasi semuanya hadir dalam orang-manajemen tidak menempatkan mereka di sana. Ini adalah tanggung jawab manajemen untuk memungkinkan orang untuk mengenali dan mengembangkan karakteristik manusia ini untuk diri mereka sendiri. d. Tugas pokok manajemen adalah untuk mengatur kondisi organisasi dan metode operasi agar orang dapat mencapai tujuan-tujuan mereka sendiri dengan mengarahkan usaha mereka ke arah tujuan-tujuan organisasi. Lebih lanjut menurut asumsi teori Y, orang-orang ini pada hakikatnya menganggap bahwa: a. Pekerjaan itu pada hakekatnya seperti bermain dapat memberikan kepuasan kepada orang. Keduanya bekerja dan bermain merupakan aktiva-aktiva fisik dan mental. Sehingga di antara keduanya tidak ada perbedaan, jika keadaan sama-sama menyenangkan. b. Manusia dapat mengawasi diri sendiri, dan hal itu tidak bisa dihindari dalam rangka mencapai tujuan-tujuan organisasi. d. Kemampuan untuk berkreativitas di dalam memecahkan persoalan- persoalan organisasi secara luas didistribusikan kepada seluruh karyawan. e. Motivasi tidak saja berlaku pada kebutuhan-kebutuhan sosial, penghargaan dan aktualisasi diri tetapi juga pada tingkat kebutuhan- kebutuhan fisiologi dan keamanan. f. Orang-orang dapat mengendalikan diri dan kreatif dalam bekerja jika dimotivasi secara tepat. Dengan memahami asumsi dasar teori Y ini, McGregor menyatakan selanjutnya bahwa merupakan tugas yang penting bagi menajemen untuk melepaskan tali pengendali dengan memberikan kesempatan mengembangkan potensi yang ada pada masing-masing individu. Motivasi yang sesuai bagi orang-orang untuk mencapai tujuannya sendiri sebaik mungkin, dengan memberikan pengarahan usaha-usaha mereka untuk mencapai tujuan organisasi.
2.2 KESESUAIAN TEORI PERILAKU X DAN Y DENGAN GAYA
KEPEMIMPINAN Jika melihat teori perilaku X dan Y, gaya kepemimpinan yang sesuai diterapkan dalam suatu organisi adalah otoriter dengan demokratis atau sentralistik dengan partisipatif. Pegawai/ karyawan dengan asumsi berperilaku teori X, maka pemimpinnya akan cenderung menggunakan gaya otoriter atau sentralistik. Hal ini disebabkan para pegawai/ karyawan ini membutuhkan tekanan atau dorongan kuat dari atasan/ pemimpinnya untuk bekerja lebih giat. Mereka membutuhkan arahan dari pimpinannya karena mereka tidak dapat bergerak sendiri. Menurut Rivai (2003), kepemimpinan otoriter adalah gaya kepemimpinan yang menggunakan metode pendekatan kekuasaan dalam mencapai keputusan dan pengembangan strukturnya, sehingga kekuasaanlah yang paling diuntungkan dalam organisasi. Pemimpin ini memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang diambil dari dirinya secara penuh. Selain itu, pemimpin ini akan membagi tugas dan tanggung jawab sesuai keinginannya sendiri, sedangkan bawahannya hanya akan melaksanakan tugas yang diberikan tersebut. Berikut ciri-ciri gaya kepemimpinan bertipe otoriter: a. Tanpa musyawarah; b. Tidak mau menerima saran dari bawahan; c. Mementingkan diri sendiri dan kelompok; d. Selalu memerintah; e. Memberikan tugas mendadak; f. Cenderung menyukai bawahan yang ABS (asal bapak senang); g. Sikap keras terhadap bawahan; h. Setiap keputusannya tidak dapat dibantah; i. Kekuasaan mutlak di tangan pimpinan;
j. Hubungan dengan bawahan kurang serasi;
k. Bertindak sewenang-wenang;
l. Tanpa kenal ampun atas kesalahan bawahan;
m. Kurang mempercayai bawahan;
n. Kurang mendorong semangat kerja bawahan;
o. Kurang mawas diri;
p. Selalu tertutup;
q. Suka mengancam;
r. Kurang menghiraukan usulan bawahan;
s. Ada rasa bangga bila bawahannya takut;
t. Tidak suka bawahan pandai dan berkembang;
u. Kurang memiliki rasa kekeluargaan;
v. Sering marah-marah; dan
w. Senang sanjungan. Ciri-ciri gaya kepemimpinan otoriter di atas sesuai atau cocok dengan individu atau pegawai yang diasumsikan berperilaku teori X. Pegawai dengan perilaku teori X diasumsikan tidak dapat berbuat apa-apa, cenderung malas, dan cenderung menunggu perintah dari atasan. Oleh karena itu, dibutuhkanlah pemimpin dengan gaya otoriter seperti ciri-ciri di atas, cenderung mengambil keputusan sendiri dan cenderung senang memerintah bawahannya. Hal ini juga berlaku untuk pemimpin dengan gaya kepemimpinan sentralistik. Pemimpin dengan gaya seperti ini mengambil keputusan secara terpusat atau keputusan berada di tangannya sendiri. Pemimpin ini tidak menghendaki adanya campur tangan dari bawahannya. Pegawai atau karyawan dengan asumsi berperilaku teori Y, maka akan sesuai dengan pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan demokratis atau partisipatif. Pegawai ini cenderung berinisiatif tinggi dalam mengerjakan pekerjaannya dan tidak perlu menunggu disuruh untuk bekerja. Oleh karena itu dibutuhkan pemimpin yang demokratis, yaitu pemimpin yang memberikan wewenang secara luas kepada para bawahan. Menurut Robbins dan Coulter (2002), gaya kepemimpinan demokratis mendeskripsikan pemimpin yang cenderung mengikutsertakan karyawan dalam pengambilan keputusan, mendelegasikan kekuasaan, mendorong partisipasi karyawan dalam menentukan bagaimana metode kerja dan tujuan yang ingin dicapai, dan memandang umpan balik sebagai suatu kesempatan untuk melatih karyawan. Setiap kali ada permasalahan, pemimpin dengan tipe ini selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang utuh. Selain itu, pemimpin juga memberikan banyak informasi tentang tugas serta tanggung jawab bawahannya. Berikut ciri-ciri gaya kepemimpinan demokratis: a. Pendapatnya terfokus pada hasil musyawarah;
b. Tenggang rasa;
c. Memberi kesempatan pengembangan karier bawahan;
d. Selalu menerima kritik bawahan;
e. Menciptakan suasana kekeluargaan;
f. Mengetahui kekurangan dan kelebihan bawahan;
g. Komunikatif dengan bawahan;
h. Partisipasif dengan bawahan;
i. Tanggap terhadap situasi;
j. Kurang mementingkan diri sendiri;
k. Mawas diri;
l. Tidak bersikap menggurui;
m. Senang bawahan kreatif;
n. Menerima usulan atau pendapat bawahan;
o. Lapang dada;
p. Terbuka;
q. Mendorong bawahan untuk mencapai hasil yang baik;
r. Tidak sombong;
s. Menghargai pendapat bawahan;
t. Mau membirnbing bawahan;
u. Mau bekerja sama dengan bawahan;
v. Tidak mudah putus asa;
w. Tujuannya dipahami bawahan;
x. Percaya pada bawahan;
y. Tidak berjarak dengan bawahan;
z. Adil dan bijaksana;
Berdasarkan ciri-ciri kepemimpinan demokratis tersebut, maka
akan sesuai dengan pegawai yang diasumsikan memiliki perilaku teori Y. Selain gaya kepemimpinan demokratis, gaya kepemimpinan partisipatif juga sesuai dengan pegawai berperilaku teori Y ini. Gaya kepemimpinan partisipatif yaitu pemimpin yang menghendaki para bawahannya untuk berpartisipasi dalam mengambil keputusan. Pemimpin cenderung mendorong para bawahannya untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan ini. Teori X melihat pegawai dari segi pesimitik, sehingga pemimpin akan memimpin dengan gaya otoriter dan sentralistik, cenderung mengubah kondisi kerja dan mengefektifkan penggunaan reward & punishment untuk meningkatkan produktivitas karyawan. Sedangkan teori Y melihat pegawai dari segi optimistik, sehingga pemimpin akan memimpin dengan gaya demokratis dan partisipatif, cenderung melakukan pendekatan humanistik kepada mereka, menantang mereka untuk lebih berprestasi, mendorong pertumbuhan pribadi, dan mendorong kinerja. Namun bukan berarti pemimpin akan menghilangkan pengawasan pada mereka. Pemimpin memang menghendaki para pegawai memberikan saran dan masukan dalam pengambilan keputusan, namun tetap pemimpinlah yang akan menjaga kekuasaan untuk melaksanakan keputusan tersebut.
2.3 KEKUATAN DAN KELEMAHAN TEORI X DAN Y
2.3.1 Kekuatan Teori X dan Y a. Teori ini akan dapat dijadikan sebagai satu bentuk penilaian awal terhadap individu di mana, dengan hanya melihat dari segi tingkah laku seseorang, ia dapat mengenal pasti individu tersebut dan dikategorikan dalam X atau Y. b. Andaian-andaian daripada teori ini boleh dijadikan sebagai panduan kepada pengurus organisasi dalam mereka membentuk dan memotivasikan pekerja. c. Boleh dijadikan sebagai pembuat keputusan. d. Mengenal pasti individu-individu yang benar-benar komited dengan tugas yang diamanahkan dan juga inidividu-individu yang mengaanggap kerja hanya sebagai satu bentuk tanggung jawab yang perlu dilaksakakan dan tidak mempunyai harapan yang tinggi dalam kerja nya.
2.3.2 Kelemahan Teori X dan Y
Teori ini hanya menilai individu dari segi luaran saja dan juga tingkah laku yang dapat dilihat dari mata kasar. a. Teori ini tidak membenarkan faktor kebolehan dari segi akademik mempengaruhi keputusan yang dibuat. b. Seringkali wujudnya kesan atas penilaian yang dibuat oleh pihak pengurusan kerana pengurus yang bersifat pilih kasih akan menjurus kepada pemilihan keputusan yang tidak tepat. c. Wujud jurang besar antara pekerja-pekerja yang dikategorikan sebagai perilaku X dan perilaku Y.