Anda di halaman 1dari 9

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 TEORI X DAN Y


Dalam perkembangannya dengan kepemimpinan, terdapat beberapa teori
motivasi yang muncul dan berkembang seperti teori hierarki kebutuhan
Maslow, teori X dan Y Douglas McGregor, teori motivasi Higiene, teori
kebutuhan McClelland, teori harapan Victor Vroom, Teori Keadilan dan
motivasi dan Reinforcement Theory. Tujuan penelitian ini yaitu untuk
menjelaskan kesesuaian antara gaya kepemimpinan dengan perilaku individu,
oleh karena itu dipilihlah teori X dau Y yang berkaitan dengan perilaku yang
dimiliki pegawai/ karyawan dalam organisasi tersebut.
Teori X dan Teori Y merupakan salah satu teori motivasi manusia
yang diciptakan dan dibangun oleh Douglas McGregorpada 1960-an
(www.wapedi.mobi). McGregor adalah psikolog sosial yang terkenal dengan
teorinya tersebut McGregor menjelaskan bahwa para manajer/pemimpin
organisasi perusahaan memiliki dua jenis pandangan terhadap para
pegawai/karyawan yaitu teori X atau teori Y.
2.1.1Teori X
Teori ini menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah
makhluk pemalas yang tidak suka bekerja serta senang menghindar dari
pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pekerja
memiliki ambisi yang kecil untuk mencapai tujuan perusahaan namun
menginginkan balas jasa serta jaminan hidup yang tinggi. Oleh karena
itu, teori X memberikan petuah manajer harus memberikan pengawasan
yang ketat, tugas-tugas yang jelas, dan menetapkan imbalan atau
hukuman.
Proposisi utama teori X, yaitu:
a. Manajemen bertanggung jawab untuk mengatur unsur-unsur dari
usaha produktif-uang, bahan, peralatan, dan orang-dalam
kepentingan ekonomi berakhir;
b. Menghormati orang lain, ini adalah proses mengarahkan usaha
mereka, memotivasi mereka, mengendalikan tindakan mereka, dan
memodifikasi perilaku mereka agar sesuai dengan kebutuhan
organisasi; dan
c. Tanpa intervensi aktif oleh manajemen, orang akan pasif-bahkan
resisten-untuk kebutuhan organisasi. Oleh karena itu mereka harus
dibujuk, dihargai, dihukum, dan dikendalikan. Kegiatan mereka
harus diarahkan.
Lebih lanjut menurut asumsi teori X, orang-orang ini pada
hakikatnya menganggap bahwa:
a. Tidak menyukai bekerja;
b. Tidak menyukai kemauan dan ambisi untuk bertanggung jawab,
dan lebih menyukai diarahkan atau diperintah;
c. Mempunyai kemampuan yang kecil untuk berkreasi mengatasi
masalah-masalah organisasi;
d. Hanya membutuhkan motivasi fisiologis dan keamanan saja; dan
e. Harus diawasi secara ketat dan sering dipaksa untuk mencapai
tujuan organisasi.
2.1.2Teori Y
Menyadari kelemahan dari asumí teori X itu maka McGregor
memberikan alternatif teori lain yang dinamakan teori Y. Teori ini
memiliki anggapan bahwa kerja adalah kodrat manusia seperti halnya
kegiatan sehari-hari lainnya. Pekerja tidak perlu terlalu diawasi dan
diancam secara ketat karena mereka memiliki pengendalian serta
pengerahan diri untuk bekerja sesuai tujuan perusahaan. Pekerja memiliki
kemampuan kreativitas, imajinasi, kepandaian serta memahami tanggung
jawab dan prestasi atas pencapaian tujuan kerja. Pekerja juga tidak harus
mengerahkan segala potensi diri yang dimiliki dalam bekerja
Proposisi utama dari Teori Y adalah sebagai berikut:
a. Manajemen bertanggung jawab untuk mengatur unsur-unsur dari
usaha produktif-uang, bahan, peralatan, dan orang-orang dalam
kepentingan ekonomi berakhir.
b. Orang tidak dengan sifat pasif atau resisten terhadap kebutuhan
organisasi. Mereka telah menjadi begitu sebagai hasil dari
pengalaman dalam organisasi.
c. Motivasi, pengembangan potensi, kapasitas untuk mengasumsikan
tanggung jawab, dan kesiapan untuk mengarahkan perilaku ke arah
tujuan organisasi semuanya hadir dalam orang-manajemen tidak
menempatkan mereka di sana. Ini adalah tanggung jawab
manajemen untuk memungkinkan orang untuk mengenali dan
mengembangkan karakteristik manusia ini untuk diri mereka sendiri.
d. Tugas pokok manajemen adalah untuk mengatur kondisi organisasi
dan metode operasi agar orang dapat mencapai tujuan-tujuan mereka
sendiri dengan mengarahkan usaha mereka ke arah tujuan-tujuan
organisasi.
Lebih lanjut menurut asumsi teori Y, orang-orang ini pada hakikatnya
menganggap bahwa:
a. Pekerjaan itu pada hakekatnya seperti bermain dapat memberikan
kepuasan kepada orang. Keduanya bekerja dan bermain merupakan
aktiva-aktiva fisik dan mental. Sehingga di antara keduanya tidak
ada perbedaan, jika keadaan sama-sama menyenangkan.
b. Manusia dapat mengawasi diri sendiri, dan hal itu tidak bisa
dihindari dalam rangka mencapai tujuan-tujuan organisasi.
d. Kemampuan untuk berkreativitas di dalam memecahkan persoalan-
persoalan organisasi secara luas didistribusikan kepada seluruh
karyawan.
e. Motivasi tidak saja berlaku pada kebutuhan-kebutuhan sosial,
penghargaan dan aktualisasi diri tetapi juga pada tingkat kebutuhan-
kebutuhan fisiologi dan keamanan.
f. Orang-orang dapat mengendalikan diri dan kreatif dalam bekerja jika
dimotivasi secara tepat.
Dengan memahami asumsi dasar teori Y ini, McGregor
menyatakan selanjutnya bahwa merupakan tugas yang penting bagi
menajemen untuk melepaskan tali pengendali dengan memberikan
kesempatan mengembangkan potensi yang ada pada masing-masing
individu. Motivasi yang sesuai bagi orang-orang untuk mencapai
tujuannya sendiri sebaik mungkin, dengan memberikan pengarahan
usaha-usaha mereka untuk mencapai tujuan organisasi.

2.2 KESESUAIAN TEORI PERILAKU X DAN Y DENGAN GAYA


KEPEMIMPINAN
Jika melihat teori perilaku X dan Y, gaya kepemimpinan yang
sesuai diterapkan dalam suatu organisi adalah otoriter dengan demokratis
atau sentralistik dengan partisipatif. Pegawai/ karyawan dengan asumsi
berperilaku teori X, maka pemimpinnya akan cenderung menggunakan
gaya otoriter atau sentralistik. Hal ini disebabkan para pegawai/ karyawan
ini membutuhkan tekanan atau dorongan kuat dari atasan/ pemimpinnya
untuk bekerja lebih giat. Mereka membutuhkan arahan dari pimpinannya
karena mereka tidak dapat bergerak sendiri. Menurut Rivai (2003),
kepemimpinan otoriter adalah gaya kepemimpinan yang menggunakan
metode pendekatan kekuasaan dalam mencapai keputusan dan
pengembangan strukturnya, sehingga kekuasaanlah yang paling
diuntungkan dalam organisasi.
Pemimpin ini memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang
diambil dari dirinya secara penuh. Selain itu, pemimpin ini akan membagi
tugas dan tanggung jawab sesuai keinginannya sendiri, sedangkan
bawahannya hanya akan melaksanakan tugas yang diberikan tersebut.
Berikut ciri-ciri gaya kepemimpinan bertipe otoriter:
a. Tanpa musyawarah;
b. Tidak mau menerima saran dari bawahan;
c. Mementingkan diri sendiri dan kelompok;
d. Selalu memerintah;
e. Memberikan tugas mendadak;
f. Cenderung menyukai bawahan yang ABS (asal bapak senang);
g. Sikap keras terhadap bawahan;
h. Setiap keputusannya tidak dapat dibantah;
i. Kekuasaan mutlak di tangan pimpinan;

j. Hubungan dengan bawahan kurang serasi;


k. Bertindak sewenang-wenang;


l. Tanpa kenal ampun atas kesalahan bawahan;


m. Kurang mempercayai bawahan;


n. Kurang mendorong semangat kerja bawahan;


o. Kurang mawas diri;


p. Selalu tertutup;


q. Suka mengancam;


r. Kurang menghiraukan usulan bawahan;


s. Ada rasa bangga bila bawahannya takut;


t. Tidak suka bawahan pandai dan berkembang;


u. Kurang memiliki rasa kekeluargaan;


v. Sering marah-marah; dan


w. Senang sanjungan.
Ciri-ciri gaya kepemimpinan otoriter di atas sesuai atau cocok dengan
individu atau pegawai yang diasumsikan berperilaku teori X. Pegawai
dengan perilaku teori X diasumsikan tidak dapat berbuat apa-apa,
cenderung malas, dan cenderung menunggu perintah dari atasan. Oleh
karena itu, dibutuhkanlah pemimpin dengan gaya otoriter seperti ciri-ciri
di atas, cenderung mengambil keputusan sendiri dan cenderung senang
memerintah bawahannya. Hal ini juga berlaku untuk pemimpin dengan
gaya kepemimpinan sentralistik. Pemimpin dengan gaya seperti ini
mengambil keputusan secara terpusat atau keputusan berada di tangannya
sendiri. Pemimpin ini tidak menghendaki adanya campur tangan dari
bawahannya.
Pegawai atau karyawan dengan asumsi berperilaku teori Y, maka akan
sesuai dengan pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan demokratis
atau partisipatif. Pegawai ini cenderung berinisiatif tinggi dalam
mengerjakan pekerjaannya dan tidak perlu menunggu disuruh untuk
bekerja. Oleh karena itu dibutuhkan pemimpin yang demokratis, yaitu
pemimpin yang memberikan wewenang secara luas kepada para bawahan.
Menurut Robbins dan Coulter (2002), gaya kepemimpinan demokratis
mendeskripsikan pemimpin yang cenderung mengikutsertakan karyawan
dalam pengambilan keputusan, mendelegasikan kekuasaan, mendorong
partisipasi karyawan dalam menentukan bagaimana metode kerja dan
tujuan yang ingin dicapai, dan memandang umpan balik sebagai suatu
kesempatan untuk melatih karyawan. Setiap kali ada permasalahan,
pemimpin dengan tipe ini selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu
tim yang utuh. Selain itu, pemimpin juga memberikan banyak informasi
tentang tugas serta tanggung jawab bawahannya. Berikut ciri-ciri gaya
kepemimpinan demokratis:
a. Pendapatnya terfokus pada hasil musyawarah;

b. Tenggang rasa;


c. Memberi kesempatan pengembangan karier bawahan;



d. Selalu menerima kritik bawahan;


e. Menciptakan suasana kekeluargaan;


f. Mengetahui kekurangan dan kelebihan bawahan;


g. Komunikatif dengan bawahan;


h. Partisipasif dengan bawahan;


i. Tanggap terhadap situasi;


j. Kurang mementingkan diri sendiri;


k. Mawas diri;


l. Tidak bersikap menggurui;


m. Senang bawahan kreatif;


n. Menerima usulan atau pendapat bawahan;


o. Lapang dada;


p. Terbuka;


q. Mendorong bawahan untuk mencapai hasil yang baik;


r. Tidak sombong;


s. Menghargai pendapat bawahan;


t. Mau membirnbing bawahan;


u. Mau bekerja sama dengan bawahan;


v. Tidak mudah putus asa;


w. Tujuannya dipahami bawahan;


x. Percaya pada bawahan;



y. Tidak berjarak dengan bawahan;


z. Adil dan bijaksana;


Berdasarkan ciri-ciri kepemimpinan demokratis tersebut, maka


akan sesuai dengan pegawai yang diasumsikan memiliki perilaku teori Y.
Selain gaya kepemimpinan demokratis, gaya kepemimpinan partisipatif
juga sesuai dengan pegawai berperilaku teori Y ini. Gaya kepemimpinan
partisipatif yaitu pemimpin yang menghendaki para bawahannya untuk
berpartisipasi dalam mengambil keputusan. Pemimpin cenderung
mendorong para bawahannya untuk ikut serta dalam pengambilan
keputusan ini.
Teori X melihat pegawai dari segi pesimitik, sehingga pemimpin
akan memimpin dengan gaya otoriter dan sentralistik, cenderung
mengubah kondisi kerja dan mengefektifkan penggunaan reward &
punishment untuk meningkatkan produktivitas karyawan. Sedangkan teori
Y melihat pegawai dari segi optimistik, sehingga pemimpin akan
memimpin dengan gaya demokratis dan partisipatif, cenderung melakukan
pendekatan humanistik kepada mereka, menantang mereka untuk lebih
berprestasi, mendorong pertumbuhan pribadi, dan mendorong kinerja.
Namun bukan berarti pemimpin akan menghilangkan pengawasan pada
mereka. Pemimpin memang menghendaki para pegawai memberikan saran
dan masukan dalam pengambilan keputusan, namun tetap pemimpinlah
yang akan menjaga kekuasaan untuk melaksanakan keputusan tersebut.

2.3 KEKUATAN DAN KELEMAHAN TEORI X DAN Y


2.3.1 Kekuatan Teori X dan Y
a. Teori ini akan dapat dijadikan sebagai satu bentuk penilaian awal
terhadap individu di mana, dengan hanya melihat dari segi tingkah laku
seseorang, ia dapat mengenal pasti individu tersebut dan dikategorikan
dalam X atau Y.
b. Andaian-andaian daripada teori ini boleh dijadikan sebagai
panduan kepada pengurus organisasi dalam mereka membentuk dan
memotivasikan pekerja.
c. Boleh dijadikan sebagai pembuat keputusan.
d. Mengenal pasti individu-individu yang benar-benar komited
dengan tugas yang diamanahkan dan juga inidividu-individu yang
mengaanggap kerja hanya sebagai satu bentuk tanggung jawab yang perlu
dilaksakakan dan tidak mempunyai harapan yang tinggi dalam kerja nya.

2.3.2 Kelemahan Teori X dan Y


Teori ini hanya menilai individu dari segi luaran saja dan juga
tingkah laku yang dapat dilihat dari mata kasar.
a. Teori ini tidak membenarkan faktor kebolehan dari segi akademik
mempengaruhi keputusan yang dibuat.
b. Seringkali wujudnya kesan atas penilaian yang dibuat oleh pihak
pengurusan kerana pengurus yang bersifat pilih kasih akan menjurus
kepada pemilihan keputusan yang tidak tepat.
c. Wujud jurang besar antara pekerja-pekerja yang dikategorikan
sebagai perilaku X dan perilaku Y.

Anda mungkin juga menyukai