Mufdlilah et al. Kesmas: National Journal Public Health. 2018; 12 (4): 202-206 Masyarakat
DOI: 10,21109 / kesmas.v12i4.1509
* Program Magister Kebidanan, Fakultas Ilmu Kesehatan, 'Aisyiyah Universitas Yogyakarta, Yogyakarta,
Indonesia, ** Kependudukan Nasional dan Keluarga Berencana Badan Perwakilan Daerah Istimewa Provinsi
Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia
Abstrak
program keluarga berencana memiliki makna strategis, komprehensif, dan fundamental dalam mewujudkan sehat dan sejahtera Indonesia. Tingginya insiden
akseptor kontrasepsi drop-out perlu upaya untuk membuat akseptor terus menggunakan kontrasepsi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan faktor-faktor yang
menyebabkan akseptor putus. Penelitian ini merupakan survei analitik dengan pendekatan cross-sectional. Penelitian dilakukan pada Juli-Desember 2016.
Penelitian pop-modulasi adalah akseptor kontrasepsi yang putus dalam waktu 3 bulan berturut-turut dan tidak mendapatkan hamil dengan ukuran sampel dari 52
orang. Data dikumpulkan dengan kuesioner terbuka dan tertutup. Dari hasil penelitian diketahui umur (OR = 6,486; 95% CI = 1,500-28,041), pendidikan (OR =
1,129; 95% CI = 0,265
- 4,804), catatan kontrasepsi (OR = 5,845; 95% CI = 1,252-27,287), dan efek samping (OR = 5,983; 95% CI = 1,150-31,136). Kesimpulannya, catatan
kontrasepsi, efek samping, biaya, dan usia secara signifikan mempengaruhi akseptor putus, sementara pendidikan tidak mempengaruhi akseptor putus.
Kata kunci: Drop-out akseptor, efek samping, kontrasepsi
Abstrak
Program Keluarga Berencana (KB) memiliki Makna Yang Sangat strategis, komprehensif Dan mendasar hearts mewujudkan orangutan Indonesia Yang
sehat Dan sejahtera. Tingginya Angka Kejadian Akseptor KB putus memerlukan Suatu Upaya agar Akseptor KB differences using alat Kontrasepsi.
Penelitian Penyanyi bertujuan untuk review mengetahui faktor-faktor penyebab Akseptor putus. Penelitian Penyanyi merupakan Pengumpulan analitik
DENGAN pendekatan potong lintang. Penelitian dilakukan Pada Bulan Juli Sampai Desember 2016. Populasi Penelitian Yaitu Akseptor KB Yang putus
selama 3 bulan berturut-Turut Dan TIDAK sedang hamil DENGAN Jangka Waktu sampel 52 orangutan. Data Pengumpulan dilakukan DENGAN kuesioner
Tertutup Dan Terbuka. Berdasarkan hasil temuan Penelitian, diketahui Usia (OR = 6486; 95% CI = 1,500 - 28.041), Pendidikan (OR = 1.129; 95% CI =
0265 - 4804), Riwayat KB (OR = 5845; 95% CI = 1.252 - 27.287), Dan Efek Samping (OR = 5.983; 95% = 1.150 - 31.136). Sebagai KESIMPULAN, Usia,
Pendidikan, Dan Efek Samping berpengaruh signifikan penyebab Akseptor KB putus, sedangkan Pendidikan TIDAK berpengaruh Terhadap Akseptor KB
putus. Kata kunci: Akseptor putus, Efek Samping, Kontrasepsi
Copyright @ 2018, Kesmas: National Public Health Journal, p-ISSN: 1907-7505, e-ISSN: 2460-0601, Akreditasi Nomor: 32a / E / KPT / 2017, http://journal.fkm.ui.ac. id / kesmas
pengantar
Menurut keluarga berencana di seluruh dunia dalam Buletin Jendela data Dan Informasi Kesehatan, Indonesia memiliki 65
juta wanita reproduksi. Jumlah tersebut merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya,
seperti Vietnam dengan 25.300.000, Filipina dengan 23 juta, Thailand dengan 17,9 juta, Myanmar dengan 14,1 juta, Kamboja
dengan 4 juta, Lao dengan 1,6 juta, dan Timor Leste dengan 0,3 juta. Berdasarkan 2012 data yang Kependudukan dan
Keluarga Berencana Badan Nasional (BKKBN) Daerah Istimewa Yogyakarta, jumlah pasangan usia reproduksi sama dengan
47.692 orang yang terdiri dari 1.780 peserta kontrasepsi baru dan 36.267 participants.1,2 kontrasepsi aktif
Berdasarkan data dari World Health Statistics, tingkat akseptor kontrasepsi di Asia Tenggara coun-mencoba di 2005-2012,
termasuk Thailand pada 80%, Kamboja pada 79%, Vietnam 78%, Indonesia pada 61%, Filipina pada 49 %, Lao pada 38%,
dan Timor Leste pada 22% dengan persentase rata-rata penggunaan kontrasepsi sebesar 58,1% berarti bahwa Indonesia
melebihi rata-rata untuk penggunaan kontrasepsi. Namun, total fertility rate (TFR) dari Indonesia (2,9%) berada di bawah TFR
rata-rata negara-negara lain di Asia Tenggara, yaitu Timor Leste di 6,6%, Filipina 3,5%, Kamboja 3,4%, Lao di 3,3%,
Malaysia 2,6%, Brunei Darussalam di 2,3%, Vietnam 1,9%, Thailand 1,6%, Singapura 1,3% .3,1 persentase akseptor
kontrasepsi di Daerah Istimewa Yogyakarta pada 2013 menunjukkan 46,84% akseptor injeksi, 25,13% pil akseptor, 11. 53%
akseptor IUD, 9,17% akseptor implan, 3,48% akseptor tubektomi, 0,3% akseptor vasektomi dan 3.13% akseptor kondom.
Sementara itu, hanya ada 1.356 peserta kontra-ceptive baru yang terdiri dari 771 akseptor IUD (56,86%), 60 akseptor
tubektomi (4,42%), 3 akseptor vasektomi (0,22), 60 akseptor kondom (4,42%), 87 akseptor im-tanaman ( 6.42%), 345
akseptor injeksi (25,44%), dan 30 akseptor pil (2,21%). 4
Ada dua metode kontrasepsi, yaitu pemilihan metode kontrasepsi jangka panjang (LTCM) dan Non-LTCM. penggunaan
non-LTCM lebih besar dari LTCM sebagai rasio penggunaan LTCM pada tahun 2012 adalah 10,6 LTCM dan non-LTCM di
47,3 dengan rasio 45 penggunaan. Peluang akseptor drop-out yang lebih besar terjadi pada Non-LTCM oleh 20-40% karena
kontrasepsi ini terakhir hanya 1-3 bulan. Selain itu, drop-out dapat disebabkan oleh beberapa, alasan seperti berat badan,
penurunan berat badan, perdarahan, hipertensi, pusing, mual, tidak menstruasi, kelemahan, etc.5,6
Tingkat akseptor drop-out di Yogyakarta pada 2013 cukup tinggi di sekitar 16-20% dibandingkan tahun lalu di bawah 10%.
Alasan akseptor drop-out berharap-ing untuk hamil adalah sebanyak 5%, masalah dalam metode kontrasepsi se-lected pada
5%, sedangkan alasan lain (biaya, ketidaknyamanan, perceraian, hubungan seksual jarang)
Mufdlilah et al, Faktor Penyebab Kontrasepsi Akseptor Putus
sebesar 3%, kegagalan untuk menggunakan kontrasepsi pada 2%, dan keinginan untuk mengubah metode kontrasepsi di 13% .
7,8 The re-sults analisis yang dilakukan oleh Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Dewan Daerah Istimewa
Yogyakarta acara bahwa 16 peserta kontrasepsi di wilayah ini hanya menaikkan 1 aktif kontrasepsi par-ticipant, yang berarti
bahwa banyak peserta baru beralih ke kontrasepsi lain. Oleh karena itu, penilaian terhadap kejadian dan penyebab kebutuhan
drop-out yang akan dilaksanakan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan faktor-faktor yang menyebabkan
akseptor putus.
metode
Penelitian ini telah melalui persetujuan etis No.01 / KEP-SAY-VII-2015. Penelitian ini adalah analisis studi sur-vey dengan
pendekatan cross-sectional. Populasi penelitian adalah semua akseptor kontrasepsi berturut-turut dihentikan atau mereka
berhenti menggunakan alat kontrasepsi. Sam-ple adalah 52 akseptor dengan kriteria yang berurutan berhenti menggunakan
alat kontrasepsi dalam waktu 3 bulan, LTCM atau Non-LTCM, dan tidak hamil pada saat data yang diambil. pengumpulan
data menggunakan kuesioner. Penelitian ini berlangsung di Daerah Istimewa Yogyakarta bekerjasama dengan Kependudukan
dan Keluarga Berencana Badan Nasional Gunung Kidul dan Kabupaten Bantul. Analisis statistik dilakukan dengan
2
menggunakan chi-square (χ ).
hasil
Penelitian ini dilakukan pada 52 kontrasepsi-tive akseptor drop-out melalui kuesioner terbuka dan tertutup da-ta dibantu
oleh perekam suara selama wawancara. Karakteristik responden meliputi usia, pendidikan le-vel, pekerjaan, catatan
kontrasepsi, dan efek samping. Tabel 1 menunjukkan bahwa usia yang paling ibu yang putus adalah> 35 tahun (53,8%),
sebagian besar responden mencapai pendidikan yang lebih tinggi (36,5%), responden unem-ployed atau ibu rumah tangga
(46,2%), responden pernah menggunakan alat kontrasepsi (26,9% ), dan pada ibu rata-rata drop out karena efek samping
obesitas (26,9%).
Hasil analisis bivariat menemukan eratnya signifikan
tion antara umur, catatan kontrasepsi, dan efek samping
dengan kejadian drop out (p value = 0,05) (Tabel
2). Tabel 3 menyajikan hasil analisis multivariat
menunjukkan usia ibu (OR = 6,486; 95% CI = 1,500 -
Tingkat 28,041) pendidikan (OR = 1,129; 95% CI = 0,265 -
4,804), catatan kontrasepsi (OR = 5,845; 95% CI =
1,252-27,287) dan efek samping (OR = 5,983; 95% CI
1,150-31,136). Ada tiga variabel yang menyebabkan akseptor putus yang usia ibu, catatan kontrasepsi, dan efek samping,
sementara pengetahuan tidak influ-ence akseptor putus.
Diskusi
Berdasarkan hasil analisis, ada beberapa Reason
203
Kesmas: Jurnal Nasional Kesehatan Masyarakat2018; 12 (4): 202-206
catatan:
OR = Odds Ratio
Catatan:
* Signifikan p Nilai <0,05; OR = Odds Ratio; CI = Confidence Interval
204
keluarga sejahtera, baik dari segi ekonomi mereka, e-ducation, dan kesehatan. Penelitian ini didukung oleh N. Peyman dan
Oakley, 11 menyatakan bahwa catatan kontrasepsi dapat menyebabkan drop out karena dukungan kurang, khusus
memperlakukan-ment, penanganan, efek samping, pendekatan budaya, upaya klinis, dan rendah rasa percaya diri dari
acceptos.
Jenis kontrasepsi yang banyak digunakan oleh akseptor adalah suntikan kontrasepsi karena injeksi tidak membuat risiko
langsung, akseptor merasa nyaman dengan layanan, juga praktis dan terjangkau. Namun, tidak semua orang tahu efek dari
penggunaan jangka panjang dari hormon kontra-ceptives. Ini penggunaan jangka panjang dari kontrasepsi adalah metode
kontrasepsi sebagian besar dipilih oleh wanita usia subur dibandingkan dengan Non-LTCM. Penggunaan metode kontrasepsi-
tive ini membutuhkan dukungan dan motivasi yang kuat, baik dari akseptor sendiri dan suami mereka menjadi penyebab hal
itu menyebabkan keluhan atau efek samping pada akseptor. Oleh karena itu diperlukan komunikasi, informasi, dan ed-ucation
pada pilihan kontrasepsi hormonal yang baik dan cocok dengan usia, kapan harus berhenti, dan selalu mengingatkan untuk
menjadwal ulang kunjungan sehingga penggunaan kontrasepsi tidak dihentikan atau drop out.12
Faktor lain yang menyebabkan akseptor kontrasepsi putus adalah efek samping. efek samping adalah reaksi yang mungkin
mengakibatkan setelah penggunaan obat atau alat. Sisi ef-fect dapat ringan atau berat. Hal ini ringan jika masih bisa diatasi,
penggunaan alat kontrasepsi akan dilanjutkan. Jika tidak, jika reaksi tidak dapat diatasi dan dis-turbing, sebagian besar
akseptor akan menghapus atau tidak con-tinue penggunaan alat kontrasepsi. Dalam penelitian ini, efek samping yang terkena
dampak adalah perasaan tidak nyaman, sakit kepala, dan gangguan menstruasi, sehingga akseptor memutuskan untuk tidak
con-tinue penggunaan alat kontrasepsi. Gangguan menstruasi adalah salah satu efek samping antara akseptor kontrasepsi,
sehingga penggunaan kontrasepsi dihentikan karena dapat mempengaruhi kesehatan orang.12 perkotaan gangguan menstruasi
dan berat badan adalah efek samping dari penggunaan kontrasepsi,
Penelitian ini didukung oleh dokter Amerika yang efek samping dari kontrasepsi yang berat badan, sakit kepala, nyeri pada
payudara, menstruasi tidak teratur, perubahan mood, libido rendah, jerawat, dan nausea.14 ini juga sejalan dengan studi oleh
Whetsoff, 15 yang banyak kontrasepsi oral accep-tor drop out karena menyebabkan sakit kepala, berat badan, dan tiga bulan
bercak. Penelitian ini didukung oleh pendapat Musdalifah yang akseptor drop out karena perasaan tidak nyaman dan tidak
aman, kurang dukungan dari suami, sehingga mereka memilih untuk berhenti menggunakan kontrasepsi. Peran suami untuk
dukungan ibu putus karena keluhan efek samping sangat penting karena suami adalah orang yang selalu ingin pasangannya
sehat. Peran posisi suami adalah penentu dalam pengambilan
Mufdlilah et al, Faktor Penyebab Kontrasepsi Akseptor Putus
keputusan keluarga, jadi istri harus taat dan menghormati keputusan husband.16 yang
Khan, 17 juga berpikir bahwa terjadinya akseptor kontra-ceptive yang putus karena efek samping yang disebabkan oleh
kurangnya konseling. Studi oleh Tolley, 10 menemukan bahwa 30% dari akseptor kontrasepsi tidak menggunakan kontra-
ceptives karena efek samping 1,4 kali karena kurang dukungan dari suami dan dukungan manajemen yang terkait dengan
kontrasepsi, dan karena efek samping menghasilkan seperti pendarahan dalam pertama enam bulan dan enam hari bercak
dalam penggunaan injeksi kontrasepsi pada 70%, IUD pada 34%, dan implan di 10%, jadi ini disebabkan akseptor kontrasepsi
drop out pada 2-4%. Selain itu, alasan berhenti menggunakan kontrasepsi adalah catatan kegagalan karena preg-nancy,
kesadaran kurang, dan sisi effects.18
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh antara pendidikan dan penyebab kontrasepsi karena
pengetahuan setiap orang berbeda. Hal ini dapat influ-enced oleh rumor, budaya, lingkungan, dan sup-port lain termasuk
petugas kesehatan. Pendidikan terakhir dari sebagian besar responden di lokasi penelitian adalah pendidikan tinggi. Rendah
atau tingkat pendidikan tinggi tidak cukup untuk memindahkan pola pikir masyarakat untuk berpartisipasi. Hal ini sejalan
dengan studi oleh Littlejhon, 19 yang menyatakan bahwa tidak ada ras, perbedaan pendidikan yang mempengaruhi
penggunaan con-traceptive injeksi. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Follan, 20 bahwa
pendidikan mempengaruhi terhadap kejadian akseptor kontrasepsi drop-out. Dalam studi ini, penerimaan akseptor layanan
kontrasepsi melalui persetujuan dan kontrasepsi sistem informasi dipahami oleh akseptor termasuk efek samping yang terjadi
pada masing-masing akseptor. Hal ini sangat didukung oleh sumber daya manusia dalam memberikan pelayanan terutama
keterampilan, adaptasi kontrasepsi yang diterima oleh akseptor petugas sistem tubuh, dan pengalaman akseptor di ef-fects sisi
penggunaan kontrasepsi.
Kesimpulan
Pendidikan tidak berpengaruh menyebabkan akseptor putus, tapi kontrasepsi catatan, efek samping, dan pengaruh usia
akseptor putus.
Rekomendasi
Upaya untuk memberikan promosi kesehatan tentang kontrasepsi harus dikembangkan, sehingga akseptor bisa
mendapatkan lebih jelas dalam formasi. Selain itu, menjaga kesadaran masyarakat untuk tidak berhenti menggunakan
kontrasepsi dianjurkan untuk bantuan im-membuktikan tingkat kesehatan masyarakat.
Pengakuan
Para peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang Kependudukan dan Keluarga Berencana Badan Nasional Daerah
Istimewa Yogyakarta yang telah memfasilitasi, baik dalam bentuk dana dan fasilitas dalam penelitian ini.
205
Kesmas: Jurnal Nasional Kesehatan Masyarakat2018; 12 (4): 202-206
Referensi
1. Pusat data Dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Situasi Keluarga Berencana di Indonesia. Buletin Jendela data Dan Informasi Kesehatan.
2013; 2 (2): 1-44.
2. Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta pada Gambar. Yogyakarta: Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta;
2011.
3. Organisasi Kesehatan Dunia. statistik kesehatan dunia 2013. Jenewa: Organisasi Kesehatan Dunia; 2013. 172 p.
4. Badan Kependudukan Dan Keluarga Berencana Nasional. Evaluasi Program Pelaksanaan populasi Dan Keluarga Berencana PADA Tahun 2012. Jakarta: Badan
Kependudukan Dan Keluarga Berencana Nasional; 2013.
5. Statistik Indonesia, Badan Kependudukan Dan Keluarga Berencana Nasional, Dan Departemen Kesehatan, Dan ICF Internasional. Survei de-mografi dan Kesehatan
Indonesia 2012. Jakarta: Statistik Indonesia, Badan Kependudukan Dan Keluarga Berencana Nasional, Dan Departemen Kesehatan, Dan ICF Internasional; 2013.
6. Statistik Indonesia Dan Makro Internasional. Survei demografidan Kese-hatan Indonesia 2007. Calverton, Maryland, USA: BPS dan Makro Internasional; 2008.
7. Badan Pusat Statistik, Badan Kependudukan Dan Keluarga Berencana Nasional, Kementerian Kesehatan dan ICF Internasional. Laporan pen-dahuluan survei
demografi kesehatan Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik, Badan Kependudukan Dan Keluarga Berencana Nasional, Kementerian Kesehatan dan ICF
Internasional; 2012.
8. Badan Kependudukan Dan Keluarga Berencana Nasional. Rakernas de-velopment penduduk dan keluarga berencana pada tahun 2012. Jakarta: Badan
Kependudukan Dan Keluarga Berencana Nasional; 2013.
9. Mufdlilah dan Kanthi A. Dukungan suami Terhadap putus Bagi ak-septor Keluarga Berencana (KB) di desa Dan kota Daerah Istimewa Yogyakarya. Musawa: Jurnal
Studi Jender Dan Islam. 2016; 15 (1): 103-
13.
10. Tolley E, Loza S, Kafafi L, Cummings S. Dampak efek samping menstruasi pada penghentian kontrasepsi: menemukan dari studi longitudinal di Kairo, Mesir.
perspektif keluarga internasional. 2005; 31 (1): 15-23
11. Peyman N, penggunaan kontrasepsi Oakley D. Efektif: eksplorasi dari-ory berbasis pengaruh. Penelitian Pendidikan Kesehatan. 2009; 24 (4). 575-85
12. Rahardja MB. KUALITAS Pelayanan Keluarga Berencana Dan pengantian Kontrasepsi di Indonesia. Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2011; 6 (3):
140-4.
13. Sabatini R, Cagiano R, Rabe T. Efek samping dari hormon kontrasepsi-tion. Journal of Reproductive Medicine dan Endokrinologi. 2011; 8 (1): 130-56.
14. Anda Dokter Keluarga. efek samping dari kontrasepsi hormonal. American Family Physician. 2010; 82 (12): 1509.
15. Westhoff CL, Heartwell S, Edwards S, Zieman M, Stuart G, Cwiak C, et al. Oral penghentian kontrasepsi: lakukan efek samping peduli? American Journal of
Obstetrics & Gynecology. 2007; 196 (4): 412.e1- 412.e7.
16. Musdalifah, Hanis. Faktor yang terkait dengan putus pada akseptor kb di kabupaten Labakkang. Journal of Stikes Nani Hasanuddin. 2013; 3 (4): 1-11.
17. Khan MA. efek samping dan penghentian kontrasepsi oral di Ruralbangladesh, Kontrasepsi. 2001; 64 (3). 161-7.
18. Indrawati L. Determinan Kejadian Berhenti pakai (drop out), Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 2014; 17 (1). 55-62.
19. Littlejhon KE. penggunaan hormon kontrasepsi dan penghentian karena ketidakpuasan: perbedaan dengan ras dan pendidikan, kependudukan. 2012; 49 (4): 1433-
52.
20. O-Fallon JB, Ilene SS, Javier C, Franscisco R. Analisis penghentian kontrasepsi-tive antara perempuan. Cara reversibel Pengguna di Perkotaan Honduras. 2011; 12
(1): 11-20.
206