Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

PERITONITIS GENERALISATA

Disusun oleh:

NAMA : SRI WAHYUNINGSIH

NIM : N520184289

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS

TAHUN 2018/2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga perut yang
biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan
penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada perforasi,
perdarahan intraabdomen, infeksi, obstruksi dan strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan
perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga
terjadilah peritonitis.
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat
penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus
gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka
tembus abdomen.
Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri (secara inokulasi
kecil-kecilan); kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, resistensi yang menurun,
dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yang
memudahkan terjadinya peritonitis.
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap
keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan
melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Dalam penulisan referat ini akan dibahas mengenai penanganan peritonitis. Peritonitis
selain disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen yang berupa inflamasi dan penyulitnya, juga
oleh ileus obstruktif, iskemia dan perdarahan. Sebagian kelainan disebabkan oleh cidera
langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan yang diinginkan penulis yaitu diperolehnya pengalaman nyata dalam
memberikan Asuhan Keperawatan pada Tn. A dengan Peritonitis Generalisata Hari
ke 2 di Ruang Lily RSUD Sunan Kalijaga Demak

2. Tujuan Khusus

Setelah dilakukan Asuhan Keperawatan selama 3x24 jam maka diharapkan penulis
dapat :
1. Melaksanakan pengkajian pada klien dengan Peritonitis Generalisata
2. Membuat analisa data keperawatan pada klien dengan Peritonitis Generalisata

3. Menentukan diagnosa keperawatan pada klien dengan Peritonitis Generalisata

4. Merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan Peritonitis Generalisata

5. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan Peritonitis Generalisata

6. Mengidentifikasi faktor pendukung, penghambat serta dapat mencapai solusinya


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN
Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum yang biasanya di akibatkan oleh infeksi
bakteri, organisme yang berasal dari penyakit saluran pencernaan atau pada organ-
organ reproduktif internal wanita (Baugman dan Hackley, 2000).
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, suatu membran yang melapisi rongga
abdomen (Corwin, 2000).
Peritonitis adalah peradangan pada semua bagian peritonium. Ini berarti baik
perritoneum parietal, yaitu membran yang melapisi dinding abdomen, mauoun
peritoneum viseral, yang terletak di atas visera atau organ-organ internal, meradang.
( WHO.2002:63)

B. ETIOLOGI
Peradangan pada peritneum ini umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri atau jamur.
Berdasarkan asal infeksinya, peritonitis dibagi menjadi dua, yaitu peritonitis primer dan
peritonitis sekunder. Peritonitis primer disebabkan oleh infeksi yang memang bermula
pada peritoneum. Kondisi ini bisa dipicu oleh gagal hati dengan asites, atau akibat
tindakan CAPD pada gagal ginjal kronis.
Sedangkan peritonitis sekunder terjadi akibat penyebaran infeksi dari saluran
pencernaan. Kedua jenis peritonitis tersebut sangat berbahaya dan mengancam nyawa.
Pada penderita sirosis, kematian akibat peritonitis bisa mencapai 40%.
Faktor Risiko Peritonitis
Beberapa kondisi yang dapat meningkatkan risiko peritonitis primer adalah
 Sirosis. Sirosis bisa menyebabkan penumpukan cairan pada rongga perut (asites) yang
dapat memicu infeksi.
 Menjalani CAPD. Menjalani CAPD tanpa memperhatikan kebersihan dan sterilitasnya
berisiko menimbulkan infeksi.
Sedangkan faktor risiko pada peritonitis sekunder, antara lain adalah:
 Pecahnya organ dalam, seperti usus buntu yang pecah pada penyakit usus buntu atau
lambung yang pecah akibat tukak lambung,
 Radang panggul.
 Penyakit saluran pencernaan, seperti penyakit Crohn dan diverkulitis.
 Pankreatitis
 Pasca pembedahan rongga perut.
 Luka pada perut akibat tusukan pisau atau tembakan.

C. MANIFESTASI KLINIS
1) Nyeri seluruh perut spontan maupun pada palpasi
2) Demam menggigil
3) Pols tinggi, kecil
4) Perut gembung tapi kadang-kadang ada diarrhea
5) Muntah
6) Pasien gelisah, mata cekung
7) Pembengkakan dan nyeri di perut
8) Demam dan menggigil
9) Kehilangan nafsu makan
10) Haus
11) Mual dan muntah
12) Urin terbatas

D. PATOFISIOLOGI
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa.
Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel
menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan
biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita
fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami
kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat
menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin,
dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan
selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi
dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk.
Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi
hipovolemia.
Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem.
Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut
meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta
oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan
retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya
kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.Terjebaknya cairan di cavum
peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat
usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi
menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan
meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi,
syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung
usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan
mengakibatkan obstruksi usus.
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena
adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai
usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi
usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial,
pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi
yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan
karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis.
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan kuman S.
Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang tercemar.
Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk keusus halus dan
mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi
ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi, perforasi ileum
pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam selama kurang lebih 2 minggu yang
disertai nyeri kepala, batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defans
muskuler, dan keadaan umum yang merosot karena toksemia.
Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritoneum yang mulai di
epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis generalisata. Perforasi
lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang
mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul
mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsangan peritonium oleh
asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas. Kemudian menyebar keseluruh perut
menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang
fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu menunjukkan rangsangan
peritoneum berupa mengenceran zat asam garam yang merangsang, ini akan mengurangi
keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.
Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan,makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa,
dan obstruksi vena sehingga udem bertambah kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi
infark dinding apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks
sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun
general.
Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul abdomen
dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga
intra peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi dari organ berongga
tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi feses.
Rangsangan kimia onsetnya paling cepat dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi
dibagian atas, misalnya didaerah lambung maka akan terjadi perangsangan segera
sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah
seperti kolon, mula-mula tidak terjadi gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu
untuk berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena
perangsangan peritoneum.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Tes darah dan urin (leukositosis, hematokrit meningkat, asidosis metabolik)
2) Studi pencitraan seperti X-ray dan scan computerized tomography (CT),

Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan :


a) Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.
b) Usus halus dan usus besar dilatasi.
c) Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.
3) Exploratory surgery (Eksplorasi bedah).

F. PENATALAKSANAAN
Menurut Netina (2001), penatalaksanaan pada peritonitis adalah sebagai berikut :
1) Penggantian cairan, koloid dan elektrolit merupakan focus utama dari
penatalaksanaan medik.
2) Analgesik untuk nyeri, antiemetik untuk mual dan muntah.
3) Intubasi dan penghisap usus untuk menghilangkan distensi abdomen.
4) Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk memperbaiki fungsi
ventilasi.
5) Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan ventilator juga diperlukan.
6) Therapi antibiotik masif (sepsis merupakan penyebab kematian utama).
7) Tujuan utama tindakan bedah adalah untuk membuang materi penginfeksi dan
diarahkan pada eksisi, reseksi, perbaikan, dan drainase.
8) Pada sepsis yang luas perlu dibuat diversi fekal.
Penatalaksanaan medis pada peritonitis yaitu ;
1) Bila peritonitismeluas dan pembedahan dikontraindikasikan karena syok dan
kegagalan sirkulasi, maka cairan oral dihindari dan diberikan cairan vena yang berupa
infuse NaCl atau Ringer Laktat untuk mengganti elektrolit dan kehilangan protein.
Lakukan nasogastric suction melalui hidung ke dalam usus untuk mengurangi tekanan
dalam usus.
2) Berikan antibiotika sehingga bebas panas selama 24 jam:
a) Ampisilin 2g IV, kemudian 1g setiap 6 jam, ditambah gantamisin 5 mg/kg berat
badan IV dosis tunggal/hari dan metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
b) Antibiotik harus diberikan dalam dosis yang tinggi untuk menghilangkan gembung
perut di beri Abot Miller tube.
3) Pasien biasanya diberi sedative untuk menghilangkan rasa nyeri. Minuman dan
makanan per os baru di berikan setelah ada platus.
4) Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik, drainase bedah dan perbaikan
dapat diupayakan.
5) Pembedahan atau laparotomi mungkin dilakukan untuk mencegahperitonitis. Bila
perforasi tidak dicegah, intervensi pembedahan mayor adalah insisi dan drainase
terhadap abses.
Hampir semua penyebab peritonitis memerlukan tindakan pembedahan (laparotomi
eksplorasi). Pertimbangan dilakukan pembedahan :
a) Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri tekan
terutama jika meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda perdarahan (syok, anemia
progresif), tanda sepsis (panas tinggi, leukositosis), dan tanda iskemia (intoksikasi,
memburuknya pasien saat ditangani).
b) Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensi usus,
extravasasi bahan kontras, tumor, dan oklusi vena atau arteri mesenterika.
c) Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan
saluran cerna yang tidak teratasi.
d) Pemeriksaan laboratorium.
 Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien: meliputi nama, usia, jenis kelamin, agama, suku,
pekerjaan dan pendidikan peritonitis biasanya lebih sering terjadi pada usia
dewasa.
b. Riwayat Kesehatan.
a) Keluhan utama: Klien dengan Peritonitis biasanya mengeluhkan perut
kembung, disertai mual dan muntah serta demam.
b) Riwayat penyakit sekarang:
Sebagian besar atau penyebab terbanyak peritonitis adalah infeksi sekunder
dari apendisitis perforasi, perforasi ulkus peptikum, typhus abdominalis, klien
biasanya nampak lemah dengan disertai demam dan mual, muntah.
c) Riwayat penyakit dahulu:
Klien dengan peritonitis sering terdapat riwayat penyakit saluran cerna atau
organ dalam pencernaan.
d) Riwayat penyakit keluarga :
Tidak terdapat korelasi kasus pada anggota keluarga terhadap kejadian
peritonitis.
c. Pemeriksaan fisik.
B1 (Breath)
Klien dengan peritonitis bisanya menampakkan gejala dispneu, nafas
dangkal dan cepat, Ronchi (-), whezing (-), perkusi sonor, taktil fremitus tidak
ada gerakan tertinggal.
B2 (Blood)
Biasanya menampakkan adanya peningkatan nadi, penurunan tekanan
darah (pre syok), perfusi dingin kering, suara jantung normal, S1/S2 tunggal,
perkusi pekak pada lapang paru kiri ICS 3-5, iktus kordis ICS 4-5, balance
cairan deficit.
B3 (Brain)
Klien nampak lemah, biasanya mengalami penurunan kesadaran, convulsion
(-), pupil isokor, lateralisasi (-).
B4(Bladder)
Klien nampak mengalami penurunan nafsu makan dan minum,
oliguri,distensi/retensi (-).
B5 (Bowel)
Klien nampak mengalami penurunan nafsu makan, abdomen nampak
distended, bising usus dan peristaltik usus menurun, perubahan pola BAB,
klien nampak mual dan muntah.
B6 (Bone)
Klien dengan peritonitis biasanya nampak letih dan lesu, klien nampak
bedrest, mengalami penurunan masa dan kekuatan otot.

Pengkajian pasein dengan peritonitis (Doenges, 1999) adalah meliputi :

 Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan
Tanda : kesulitan ambulasi
 Sirkulasi
Tanda : Takikardi, berkeringat, pucat hipotensi (tanda syok). Edema
jaringan.
 Eleminasi
Gajala : ketidakmampuan defekasi dan flatus. Diare (kadang-kadang)
Tanda : cegukan, distensi abdomen. Penurunan haluaran urine, warna gelap.
Penurunan/tak ada bising usus, bising usus kasar.
 Makanan dan cairan
Gejala : anoreksia, mual, muntah, haus.
Tanda : muntah proyektil. Membran mukosa kering, lidah bengkak, turgor kulit buruk.
 Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri abdomen tiba-tiba berat, umum atau local, menyebar ke bahu, terus
menerus oleh gerakkan.
Tanda : distensi, kaku, nyeri tekan. Otot tegang (abdomen), lutut fleksi, perilaku
distraksi, gelisah, fokus pada diri sendiri.
 Pernapasan
Tanda : pernapasan dangkal, takipnea.
 Keamanan
Geajala : riwayat inflamasi organ pelvic (salpingitis) ; infeksi pasca melahirkan,
abses retroperitoneal..
 Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat adanya trauma penetrasi abdomen ; perforasi kandung kemih ;
penyakit saluran GI (apendiksitis perforasi, ganggren/rupture kandung empedu,
perforasi Ca gaster, perforasi gaster/ulkus duodenal, obstruksi ganggrenosa usus,
perforasi divertikulum, ileitis regional, hernia strangulasi).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d agens cedera fisik ditandai dengan ekspresi wajah nyeri (Domain
12. Kelas 1. Kode Diagnosis 00132)
b. Ketidakefektifan pola napas b.d hiperventilasi ditandai dengan dyspnea (Domain
4 kelas 4 Kode diagnosis 00032)
c. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d Obstruksi jalan nafas ditandai dengan
dyspnea
3. Intervensi
1. Nyeri akut b.d agens cedera fisik ditandai dengan ekspresi wajah nyeri (Domain 12.
Kelas 1. Kode Diagnosis 00132)

NOC :

Setelah dilakukan tindakan kep selama 3x24 jam diharapkan tingkat nyeri berkurang

NIC :

1.Monitor TTV

2.Kaji manajemen nyeri

3.Anjurkan untuk terapi relaksasi

4.Kolab pemberian analgesik

2. Ketidakefektifan pola napas b.d hiperventilasi ditandai dengan dyspnea (Domain 4 kelas
4 Kode diagnosis 00032)
NOC :
Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam diharapkan status pernafasan:ventilasi membaik
NIC :
1. Manajemen jalan nafas
2. Terapi Oksigen
3. Pengaturan posisi
4. Fisioterapi dada
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d Obstruksi jalan nafas ditandai dengan dyspnea

NOC :

Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam diharapkan status pernafasan:ventilasi membaik

1. Manajemen jalan nafas

2. Terapi Oksigen

3. Pengaturan posisi

4. Fisioterapi dada

G. DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah,Edisi 8,Vol.2. Jakarta: EGC
Silvia A. Price. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, ECG ; Jakarta
http://www.webmd.com/digestive-disorders/peritonitis-symptoms-causes-treatments
diakses tanggal : 21 September 2013.
http://en.wikipedia.org/wiki/Peritonitis diakses tanggal : 21 September 2013.
http://rizqidyan.wordpress.com/tag/peritonitis/ diakses tanggal : 21 September 2013.

Anda mungkin juga menyukai