Anda di halaman 1dari 8

2) Stroke hemoragik intraserebral

a) Terapi hemostatik

Perluasan perdarahan (hemoragik) yang terjadi setelah beberapa saat

setelah serangan sering kali ditemukan. Hal ini disebabkan oleh masih

berlanjutnya proses perdarahan akibat ruptur arteria serebral, terjadinya

perdarahan ulang, maupun perdarahan sekunder di jaringan sekitar hematom. Hal

tersebut berakibat bertambahnya efek masa, pergeseran garis tengah otak,

meningkatnya tekanan intra kranial, memburuknya defisit neurologik, sehingga

meningkatkan mortalitas dan disabilitas. Sehingga diperlukan terapi hemostatik

untuk mencegahnya (Saiful, 2008). Contoh obat yang digunakan adalah : eptacog

alfa (recombinant activated factor VII [rFVIIa], dan asam aminokaproid.

Pada penelitian keempat Mayer et al. (2008) terapi dengan rFVIIa pada

kasus ini terbukti dapat mengurangi hematoma, akan tetapi tidak meningkatkan

suvival atau outcome fungsional setelah stroke intraserebral (Gofir, 2009).

b) Terapi yang berkaitan dengan obat anti koagulan

Obat anti koagulan dapat berperan sebagai faktor pemicu yang menjadikan

stroke hemoragik intraserebral mengalami eksaserbasi atau semakin buruk.

Implementasi dari hipotesis ini dalam terapi stroke hemoragik intraserebral yang

berkaitan dengan pemakain anti koagulan adalah selain menghentikan pemakain

obat anti koagulan dan memperbaikki defisiensi faktor koagulasi secepat

mungkin, juga terapi yang terkait dengan penangan faktor resiko yang mendasari

terjadinya stroke hemoragik intraserebral (Saiful, 2008). Pasien stroke hemoragik intraserebral
akibat dari pemakai wafarin harus

secepatnya diberikan fresh frosen plasma atau prothrombic complex concentrate

dan vitamin K. Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka

pemberian obat dapat dimulai pada hari ke 7-14 setelah terjadinya perdarahan

(Anonim 2007).

3) Stroke hemoragik subarakhnoid

a) Terapi untuk vasospasme

Beberapa hari setelah terjadi stroke hemoragik subarakhnoid terjadi

inflamasi pembuluh darah yang dikelilingi darah subarakhnoid yang


mengakibatkan penyempitan lumen pembuluh darah. Femona ini disebut

vasospasme dan menyerang 60%-70% penderita stroke hemoragik subarakhnoid

dan mengakibatkan iskemia simptomatis pada 50% kasus (Anggraeni, 2008).

Pengatasan untuk masalah ini, pasien dapat diberikan nimodipin (Anonim, 2007).

b) Antifibrinolitik

Obat-obat anti fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat

yang sering dipakai adalah epsilon asam aminokaproid dengan dosis 36 gram/hari

atau asam traneksamat dengan dosis 6-12 gram/hari (Anonim, 2007).

10. Hipertensi pada Stroke Akut

Hipertensi sering kali dijumpai pada pasien dengan stroke akut. Bahkan

pasien yang sebelumnya dalam kondisi normotensi sekalipun. Peningkatan

tekanan darah pada stroke iskemik akut sesungguhnya merupakan respon dari

jaringan otak yang bertujuan untuk meningkatkan tekanan perfusi otak, agar aliran

darah ke area penumbra pun akan meningkat. Diharapkan dengan berjalannyarespon tersebut
kerusakan di area penumbra tidak bertambah berat

(Wahjoepramono, 2005). Terdapat dua konsep yang dapat dipakai untuk

manajemen hipertensi pada stroke akut, yaitu: (1) tanpa pemberian obat, (2)

dengan pemberian obat antihipertensi (Setyopranoto, 2007). Penanganan

hipertensi pada stroke hemoragik berbeda dengan stroke iskemik karena tekanan

yang tinggi dapat menyebabkan perburukan edema perihematoma serta serta

kemungkinan perdarahan ulang.

1) Stroke iskemik (berdasarkan Guidelines Stroke 2007)

a) Pada penderita dengan tekanan darah diastolik >140 mmHg (atau >110

mmHg bila akan dilakukan terapi trombolisis) diperlakukan sebagai

penderita hipertensi emergensi berupa drip kontinyu nikardipin, diltiazem,

nimodipin, dan lain-lain.

b) Jika tekanan darah sistolik >220 mmHg dan /atau tekanan darah diastolik

>120 mmHg, berikan labetolol i.v selama 1-2 menit.

c) Jika tekanan darah sistolik <220 mmHg dan/ atau tekanan darah diastolik

<120 mmHg, terapi darurat harus ditunda kecuali adanya bukti perdarahan

intraserebral, gagal ventrikel jantung kiri, infark miokard akut, gagal ginjal
akut, edema paru, diseksi aorta, ensefalopati hipertensi dan sebagainya.

2) Stroke hemoragik intraserebral

a) Tekanan sistolik >230 mmHg atau diastolik >140 mmHg dapat diberikan

nitropruside

b) Tekanan sistolik >180-230 mmHg; atau diastolik >105-140 mmHg; atau

tekanan darah arterial rata-rata 130 mmHg dapat diberikan labetolol, esmolol, enalapril, atau
preparat anti hipertensi intravena lainnya yang

pemberiannya dapat secara titrasi seperti diltiazem, lisinopril, dan

verapamil.

c) Tekanan sistolik <180 mmHg atau diastolik <105 mmHg tangguhkan

pemberian antihipertensi

d) Pertahankan tekanan perfusi serebral >70 mmHg (Wahjoepramono, 2005)

11. Hiperglikemia pada Stroke Akut

Penanganan penderita stroke dan diabetes melitus tidak berbeda banyak

dengan penderita dengan nondiabetes, kecuali memerlukan penanganan

hiperglikemianya. Kadar gula darah yang yang dianjurkan adalah 80-140 mg/dL.

Kadar gula yang terlalu rendah juga tidak diharapkan karena apabila kadar gula

darah terlalu rendah juga akan menimbulkan terjadinya penurunan kesadaran yang

terlihat seperti stroke itu sendiri, sedangkan hiperglikemia akan menyebabkan

terbentuknya asam laktat yang lebih banyak yang akan merusak jaringan otak itu

sendiri (Baoezier, 2008). Koreksi segera hiperglikemia dengan insulin subkutan

atau intravena terbukti memperbaikki keluaran pasien (Bustami, 2007). Pemberian

insulin dapat dilihat pada Tabel I

Tabel III. Skala luncur insulin reguler manusia (Anonim, 2007)

Gula darah (mg/dL) Dosis insulin subkutan (Unit)

150-200 2

201-250 4

251-300 6

301-350 8

351-400 1012. Dislipidemia pada Stroke Akut

Pada pasien yang mengalami faktor resiko dislipidemia dapat diatasi


dengan pemberian statin. Selain menggunakan statin, pada pasien dengan

hipertrigliseridemia atau kadar HDL-C yang rendah dapat diberikan ezetimibe,

niasin atau gemfibrosil (Gofir, 2009).

13. Kenaikan Tekanan Intra Kranial

Tekanan intra kranial yang normal pada orang dewasa adalah 5-20 mmHg.

Tekanan intra kranial dapat meningkat karena beberapa sebab. Penyebab dapat

bersifat sementara saja, misalnya karena batuk dan bersin yang keras, mengejan

dengan kuat, atau hal lainnya yang menyebabkan tekanan dalam sistem vena

meningkat. Hal patologis yang dapat menyebabkan kenaikan tekanan intra kranial

yang berbahaya adalah stroke, cedera kepala, ensefalopati hipertensif dan

sebagainya. Pada sroke iskemik, terjadinya edema serebral merupakan penyebab

kenaikan volume otak; sedangkan pada stroke hemoragik, adanya massa

perdarahan jelas akan menambah massa intrakranial (Wahjoepramono, 2005).

Untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan:

a. Meninggikan posisi kepala 20-30°

b. Posisi pasien hendaklah menghindari penekanan vena

c. Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik

d. Hindari hipertermia

e. Jaga normovolemia

f. Pemberian osmoterapi (Anonim, 2007). Zat osmoterapi yang sering digunakan adalah manitol,
suatu obat osmotik

intravaskuler yang dapat menarik cairan dari jaringan otak yang mengalami

edema dan yang non edema (Gofir, 2009). Dosis manitol yang dianjurkan 0,25-

0,50g/kgBB (Anonim, 2007), untuk mengendalikan kenaikan tekanan intrakranial.

Diuretik lain (seperti furosemid) dapat digunakan untuk memberikan diuresis

cepat dan berlanjut dengan menurunkan kenaikan intra kranial (Gofir, 2009).

14. Demam dan Infeksi pada Stroke Akut

Demam akan mempengaruhi outcome stroke karena secara eksperimental

demam akan memperluas jaringan infark. Rekomendasi :

a. Atasi suhu tubuh > 37.5°C dengan obat antipiretika, parasetamol 500 mg

b. Berikan antibiotika pada kasus-kasus infeksi (Rasyid dan Soertidewi, 2007).


Infeksi saluran kemih juga cukup sering terjadi pada pasien stroke dan

dapat menyebabkan sepsis pada sekitar 5% pasien. Pneumonia merupakan

penyebab kematian yang cukup sering pada pasien stroke. Hal ini biasanya terjadi

pada pasien dengan imobilisasi atau dengan kemapuan batuk yang menurun.

Pneumonia harus dipikirkan jika timbul demam setelah serangan stroke dan

antibiotik yang sesuai harus diberikan (Wahjoepramono, 2005).

15. Gangguan Gastrointestinal pada Stroke Akut

Penggunaan nasogatric tube dicurigai menyebabkan terjadinya perubahan

pada mukosa lambung. Pemberian antikoagulasi dan antifibrinolitik pada

penderita dengan riwayat ulkus lambung kadang-kadang menyebabkan

perdarahan lambung. Preparat reseptor H2 antagonis dapat diberikan pada

penderita dengan riwayat ulkus lambung, khususnya penderita dengan pengobatanaspirin,


antikoagulasi, fibrinolitik, anti inflamasi non steroid, atau kortikosteroid

(Setyopranoto, 2006).

16. Kejang pada Stroke Akut

Bangkitan kejang dan status epileptikus sering terjadi pada stroke akut.

Bangkitan (seizure). Pengobatan dapat dimulai segera setelah bangkitan pertama

atau menunggu bangkitan berikutnya. Obat-obatan yang digunakan adalah

fenitoin, karbamasepin, asam valproat, dan obat-obat antiepilepsi yang baru

(Gofir, 2009). Pemberian antikolvusan profilatik pada penderita stroke iskemik

tanpa kejang tidak dianjurkan. Pada stroke hemoragik intraserebral dapat

diberikan obat antiepilepsi profilaksis, selama 1 bulan dan kemudian diturunkan

dan dihentikan bila tidak ada kejang selama pengobatan (Anonim, 2007). Anggraeni, R., 2008,
Penatalaksanaan Medis Perdarahan Subarakhnoid Primer,

Makalah Lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Penyakit

Saraf, 313-338, Airlangga University Press, Surabaya

Anonim, 2003, Usia Muda Perlu Tahu Penyakit Stroke, Yayasan Stroke

Indonesia, http://www.yastroki.or.id/read.php?id=255, diakses pada

tanggal 20 Juni 2010

Anonim, 2006, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi, Departemen

Kesehatan RI, Jakarta

Anonim, 2007, Guidelines Stroke 2007, Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf


Indonesia, Jakarta

Anonim, 2008, Stroke, Pembunuh No. 3 di Indonesia,

http://www.medicastore.com, diakses pada tanggal 1 Agustus 2010

Anonim, 2009, Informasi Spesialite Obat, Volume 44, Penerbit Ikatan Sarjana

Farmasi Indonesia, Jakarta

Baoezier, F., 2008, Manajemen Hiperglikemia Pada Stroke Akut, Makalah

Lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Penyakit Saraf, 67-

84, Airlangga University Press, Surabaya

Bustami, M., 2007, Penanganan Neuroemergensi dan Neurointensif Pada Pasien

Stroke Akut., Pustaka Cendikia Press, Yogyakarta

Cipolle, R.J., Strand, L.M., and Morley, P.C., 2004, Pharmaceutical Care

Practice, McGraw-Hill Companies, Inc., New York

Dewoto, H R., 2009, Antikoagulan, Antitrombotik, Trombolitik dan Hemostatik,

Farmakologi dan Terapi Edisi 5, FK Universitas Indonesia, Jakarta

Djuanda. A., Sani, A., Azwar, A., Handaya., Almatsier, M., Setiabudy, R.,

Firmansyah, R., Ismail, S., MIMS Indonesia, Edisi 8 2008/2009, PT Info

Master, Indonesia

Fagan. S.C., and Hess, D.C., dalam Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Matzke, B.R.,

Well, B.G., dan Poyes. M.L., 2005, Pharmacotherapy a

Pathophysiologic Approach, 3rd edition, Appleton and Lange Stampord

Conecticut, USASaid, U., 2004, Interaksi Hormonal Dan Kualitas Kehidupan Pada Wanita,

Bagian/Departemen Obstetri dan Ginekologi FK UNSRI/ RSMH

Palembang,

http://digilib.unsri.ac.id/download/INTERAKSI%20HORMONAL%20%

20DAN%20KUALITAS%20HIDUP%20WANITA.pdf , diakses pada

tanggal 20 Juni 2010

Saiful-Islam, M., 2008, Perkembangan Terapi Medikal Stroke Perdarahan

Intraserebral, Makalah Lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan

Ilmu Penyakit Saraf, 219-234, Airlangga University Press, Surabaya

Setyopranoto, I., 2006., Penerapan Evidence Based Medicine Pada Kegawatan

Stroke Iskemik Akut, Kumpulan Makalah Lengkap: Continuing


Professional Development 2006, 17-36, RS DR. Sardjito, Yogyakarta

Setyopranoto, I., 2006., Penerapan Evidence Based Medicine Pada Manjemen

Stroke Perdarahan Intraserebral, Kumpulan Makalah Lengkap:

Continuing Professional Development 2006, 37-60, RS DR. Sardjito,

Yogyakarta

Soertidewi, L., 2007, Peran Unit Stroke Dalam Tata Laksana Stroke

Komprehensif, Unit Stroke Manajemen Stroke Secara Komprehensif, 21-

37, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Stringer, J.L., 2006, Konsep Dasar Farmakologi Panduan untuk Mahasiswa,

Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta

Sukandar, E.Y., Andrajati, R., Sigit, J.I., Adnyana, I.K., Setiadi, A.A.P.,

Kusnandar., 2008, ISO Farmakoterapi, PT ISFI Penerbitan, Jakarta

Susilo, H., 2008, The Evidence Of Antiplatelets In The Primary And Secondary

Stroke Prevention, Makalah Lengkap Pendidikan Kedokteran

Berkelanjutan Ilmu Penyakit Saraf, 291-300, Airlangga University Press,

Surabaya

Sutedjo, A.Y., 2006, Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan

Laboratorium, Amara Books, Yogyakarta

Sutrisno, A., 2007, Stroke??? You Must Know Before You Get It!, Penerbit PT

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Tirtawati, K., Zulkaida, A., 2008, Locus of Control Pada Insan Pasca Stroke Usia

40-65 Tahun, Fakultas Psikologi Gunadarma, Jakarta

Tugasworo, D., 2009, The Role Cilostazol In The Mangement Of Stroke And

Intracranial Arterial Stenosis, Makalah Simposium Nasional Otak danJantung ke-10, 127-131, Badan
Penerbit Universitas Diponegoro,

Semarang

Wahjoepramono, E.J., 2005, Stroke Tata Laksana Fase Akut, Fakultas Kedokteran

Universitas Pelita Harapan, Jakarta

Winkler, S.R., 2008, Pharmacotherapy principles and Practices, 161-173,

McGraw Hills Companies, United State

Wirawan, R.B., 2009, Manajemen Nyeri Pasca Stroke, Makalah Simposium


Nasional Otak dan Jantung ke-10, 37-42, Badan Penerbit Universitas

Diponegoro, Semarang

Yus, 2009, Valsartan Obat Antihipertensi Turunkan Angka Kejadian

Kardiovaskular Pada Pasien Hipertensi, http://www. valsartan-obat-antihipertensi-turunkan-angka-


kejadian-kardiovaskular-pada-pasienhipertensi_2.pdf, diakses pada tanggal 20 Juni 2010

Adams H.P Jr, del Zoppo G, Alberts M.J, et al. 2007. Guidelines for the early managment of adults with
ischemic stroke. A guideline from the American Heart Association ;38:1655–1711.

Christopher G. 2007. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical Neurology. 3rd Edition.
Philadelphia : Saunders.

Chung, Chin-Sang. 1999. Neurovascular Disorder in Textbook of Clinical Neurology editor Christopher
G. Goetz. W.B. New York : Saunders Company. p 10-3.

DiPiro, J.T., R.L. Talbert, G.C. Yee, G.R. Matzke, B.G. Wells, and L.M. Posey. 2008. Pharmacotherapy: A
Pathophysiologic Approach. Seventh Edition. McGraw-Hill Companies. New York. p. 376 – 379.

Feigin, V. 2004. Stroke. Jakarta : Bhuana Ilmu Populer.

Goldstein LB, Adams R, Alberts MJ, et al. 2006. Primary prevention of ischemic stroke. A Guideline
from the American Heart Association/American Stroke Association Stroke Council ;37:1583–
1633.

Goldstein LB. 2007. Acute ischemic stroke treatment in 2007. Circulation 2007;116:1504–1514.

Harsono. 1996. Buku Ajar : Neurologi Klinis. Yogyakarta : Gajah Mada. 67.

Hassmann, K.A. 2010. Ischemic Stroke. Available at http://emedicine.medscape.com/article/793904-


overview [Diakses 16 September 2011].

Junaidi, I., 2004, Panduan Praktis Pencegahan dan Pengobatan Stroke. Jakarta : PT Bhuana Ilmu
Populer Kelompok Gramedia.

Khaja AM, Grotta JC. 2007. Established treatments for acute ischemic stroke. Lancet 2007;369:319–
330.

Rumantir C.U. Gangguan Peredaran Darah Otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD Arifin.

Sukandar, E.Y.,R. Andrajati, J.I. Sigit, I.K.Adnyana, dan A.A.P.Setiadi. 2008. ISO Farmakoterapi. Jakarta
: ISFI Penerbitan.

Anda mungkin juga menyukai