Anda di halaman 1dari 8

Feria Syafitri Ramadhanti

1706986170
K3LL

Peristiwa Chernobyl dan Bhopal

Dalam kehidupan sehari-hari, terdapat banyak sekali resiko serta bahaya yang
dapat mengancam keselamatan diri. Tak jarang pula bahaya yang melanda dapat
berskala besar hingga memakan banyak korban. Peristiwa bencana yang sampai
sekarang sangat dikenal oleh kalangan luas di antaranya adalah peristiwa Chernobyl
dan Bhopal.

Peristiwa Chernobyl terjadi 34 tahun yang lalu, tepatnya pada 26 April 1986 di
Chernobyl, Republik Ukrania. Pada saat itu, terjadi ledakan pada unit 4 reaktor instalasi
daya nuklir yang mengakibatkan hancurnya pengungkung serta struktur inti dari
reaktor nuklir. Ledakan reaktor Chernobyl terjadi akibat adanya kecacatan dalam
desain reaktor itu sendiri serta adanya human error. Peristiwa tersebut bermula dari
adanya pelanggaran spesifikasi teknis pabrik yang dilakukan oleh operator yang
bekerja pada reaktor nuklir. Operator tersebut menjalankan reaktor dengan daya yang
sangat rendah, tanpa melakukan tindakan pencegahan yang memadai maupun
mengkoordinasikan serta mengkomunikasikan prosedur yang benar dengan personel
keselamatan. Keempat reaktor nuklir yang ada merupakan reaktor dengan saluran daya
tinggi, serta sangat tidak stabil pada daya rendah. Jika reaktor kehilangan air pendingin,
maka reaksi nuklir akan berjalan lebih cepat dari seharusnya. Ketika reaktor dijalankan
dengan daya rendah, terjadilah lonjakan daya yang tidak terkendali, yang
mengakibatkan hancurnya unit 4 dari reaktor nuklir. Lonjakan daya yang terjadi juga
menyebabkan peningkatan panas secara tiba-tiba yang mengakibatkan pecahnya
tabung tekanan yang berisi bahan bakar. Partikel bahan bakar kemudian bereaksi
dengan air dan menimbulkan ledakan uap yang menyebabkan ledakan kedua dan
memaparkan inti reaktor nuklir ke lingkungan.

Hancurnya struktur reaktor nuklir menimbulkan kebakaran pada moderator


grafit yang berlangsung selama 10 hari. Di samping itu, ledakan reaktor nuklir
menyebabkan terlepasnya sejumlah besar materi radioaktif ke lingkungan sekitar
reaktor. Awan yang timbul dari ledakan reaktor tersebut mengandung berbagai jenis
radionuklida yang kemudian menyebabkan tersebarnya materi tersebut ke seluruh
penjuru Eropa. Dalam kurun waktu empat bulan, sebanyak 28 pekerja reaktor nuklir
yang terpapar radiasi meningga dunia akibat radiasi serta luka bakar termal.
Tersebarnya materi radioaktif menyebabkan timbulnya 4.000 kasus kanker tiroid di
Chernobyl, yang rata-rata terjadi pada anak-anak dan remaja pada saat peristiwa
ledakan terjadi. Dilaporkan bahwa unit 4 reaktor nuklir mengandung sekitar 190 metrik
ton bahan bakar uranium dioksida serta produk fisi. Diperkirakan 13-30% dari isi
reaktor terlepas ke udara. Kontaminasi yang terjadi tidak tersebar secara merata,
tergantung kepada cuaca di sekitar lokasi ledakan. Diperkirakan Belarus menerima
sekitar 60% dari kontaminasi materi radoaktif yang terjadi di Uni Soviet.

Pelepasan materi radioaktif akibat ledakan reaktor nuklir menimbulkan


sejumlah efek radiasi akut pada tanaman serta hewan yang berada dalam daerah yang
terpapar dosis radiasi tinggi—yaitu berada dalam radius 30 km dari reaktor nuklir. Efek
yang ditimbulkan antara lain matinya tanaman coniferous, matinya hewan invertebrate
yang hidup di tanah, matinya mamalia, serta hilangnya reproduktivitas dari tanaman
dan hewan. Setelah adanya penurunan paparan radiasi yang terjadi secara alami,
populasi hewan dan tanaman kembali pulih. Pemulihan biota dipercepat dengan tidak
adanya aktivitas manusia pada daerah tersebut.

Setelah unit reaktor 4 meledak, tim pemadam kebakaran berusaha untuk


memadamkan api serta mencegah materi radioaktif masuk ke lingkungan lebih jauh
lagi. Pada awalnya tim pemadam kebakaran mencoba untuk memadamkan api
menggunakan air dingin, namun setelah sepuluh jam upaya tersebut dilakukan, api tak
kunjung padam dan metode tersebut pun ditinggalkan. Pada hari berikutnya, pihak
militer Rusia menjatuhkan timah dan pasir untuk memadamkan api, namun sebaliknya
timah dan pasir meningkatkan panas serta jumlah radiasi yang dihasilkan oleh
kebakaran yang terjadi. Pada akhirnya, tidak sampai sepuluh hari setelah ledakan
reaktor terjadi, api dapat dipadamkan dengan menggunakan nitrogen.

Pada kasus ini, tindakan mitigasi awal dapat meminimalisir konsekuensi


kesehatan yang dapat ditimbulkan oleh paparan radiasi. Setelah terjadinya ledakan,
sekitar 50.000 penduduk Pripyat dievakuasi dalam kurun waktu 40 jam, sementara
lebih dari 100.000 orang dievakuasi dalam kurun waktu beberapa minggu setelah
ledakan terjadi. Tindakan evakuasi dapat mereduksi paparan materi radioaktif yang
akan diterima oleh warga sekitar, di mana hal tersebut bisa meminimalisir dampak
kesehatan yang dapat ditimbulkan. Setelah dievakuasi, warga Pripyat diberikan pil
yodium untuk melawan keracunan radiasi yang telah terjadi, meskipun pemberiannya
dilakukan terlalu terlambat untuk pil yodium bekerja secara efektif.

Pada kala itu, tidak ada yang memperkirakan bahwa reaktor nuklir tersebut
dapat menyebabkan kecelakaan dengan skala besar. Hal tersebut menyebabkan tidak
adanya peralatan dosimetri dan radiometrik yang memungkinkan untuk
memperkirakan situasi radiasi di dekat reaktor segera setelah kecelakaan terjadi. Hal
ini menyebabkan penilaian skala kecelakaan mengalami keterlambatan, serta tidak
adanya pakaian pelindung bagi petugas pemadan kebakaran yang bekerja di sekitar
reaktor. Akibatnya, banyak dari pemadam kebakaran yang bekerja di sekitar reaktor
meninggal dunia akibat paparan radiasi akut. Operator yang bekerja di reaktor nuklir
tidak mengetahui bahwa ada kecacatan pada reaktor, selain itu panduan operasi proses
dan manual kerja tidak mengandung informasi terkait Batasan operasi reaktor. Tidak
adanya manual kerja yang lengkap diseabkan oleh tatanan kerahasiaan sains dan
industru nuklir Soviet, hal tersebut menyebabkan lemahnya industry nuklir Soviet
dalam masalah keselamatan radiasi, serta tidak adanya safety culture.

Saat ini Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengembangkan program


pemulihan bagi daerah yang terkenda dampak ledakan reaktor nuklir yang disebut
dengan Chernobyl Recovery and Development Programme (CRDP). Program tersebut
dilakukan untuk mendorong pemulihan bagi daerah-daerah yang terkenda dampak dan
mengembalikan daerha tersebut ke kondisi awalnya. Program pemulihan yang
diprakarsai oleh PBB berfokus pada mitigasi dampak ekonomi, lingkungan, serta sosial
yang ditimbulkan oleh peristiwa Chernobyl.

Dalam kasus ini, sudah seharusnya terdapat manual kerja yang memuat segala
macam informasi terkait dengan lingkungan bekerja—reaktor nuklir. Selain itu, juga
sudah sepatutnya terdapat alat/pakaian lindung yang dapat menjamin keselamatan
dalam bekerja pada bidang nuklir. Di samping dibutuhkannya instruksi kerja dan alat
keselamatan yang mendukung, diperlukannya juga pelaksanaan prosedur yang sesuai
serta adanya komunikasi dengan personel keselamatan, yang merupakan salah satu dari
penyebab terjadinya peristiwa bencana ledakan reaktor nuklir. Bagi daerah yang
menjadi lokasi pembangkit listrik tenaga nuklir, dapat mengembangkan rencana
darurat yang dapat dijalankan apabila kejadian seperti ledakan reaktor nuklir terjadi,
sehingga penanganan bencana dapat dilakukan dengan lebih cepat. Perencanaan
evakuasi dalam skala besar akan sangat penting apabila kejadian serupa terjadi karena
penyebaran materi radioaktif terjadi dengan sangat cepat yang dapat menyebabkan
suatu kawasan tidak dapat dihuni lagi.

Peristiwa kebocoran gas di Bhopal, India dinobatkan sebagai bencana industry


terburuk di dunia, yang disebabkan oleh perawatan yang tidak memadai, serta
pengawasan yang buruk oleh pemerintah India. Tindakan keselamatan yang malfungsi,
lokasi pabrik yang tidak sesuai, serta kurangnya informasi tentang identitas dan tingkat
toksisitas dari gas yang bocor memperburuk dampak yang ditimbulkan pada manusia
dan hewan di sekitar pabrik. Kebocoran gas di Bhopal terjadi pada 3 Desember 1984,
di mana 40 ton gas metil isosianat bocor dari sebuah pabrik pestisida. Kejadian tersebut
memakan korban sebanyak 3.800 orang meninggal serta menyebabkan morbiditas
yang signifikan dan kematian prematur dengan jumlah yang lebih banyak lagi.
Kebocoran gas bermula dari pengoperasian pabrik dengan prosedur dan peralatan
keamaan yang berada jauh di bawah standar yang ada pada pabrik serupa yang berada
di Virgina Barat. Pemerintah setempat telah menyadari adanya masalah terkait
keselamatan tetapi enggan untuk menempatkan beban industri dan pengendalian polusi
pada industri yang sedang mengalami kesulitan karena khawatir akan dampak ekonomi
dari hilangnya pengusaha besar. Pada malam hari di tanggal 2 Desember 1984, seorang
operator yang bekerja di pabrik pestisida melihat adanya kebocoran kecil pada gas
metil isosianat (MIC) dan adanya peningkatan tekanan di dalam tangka penyimpanan.
Ironisnya, perangkat keselamatan yang dirancang untuk menetralkan pembuangan
racun dari sistem MIC telah dimatikan tingga minggu sebelum kebocoran gas terjadi.
Katup yang rusak menyebabkan satu ton air yang digunakan untuk membersihkan pipa
internal bercamour dengan 40 ton MIC. Unit pendingin berkapasitas 30 ton yang
biasanya digunakan sebagai komponen keselamatan untuk mendinginkan tangki
penyimpanan MIC telah dikosongkan sehingga tidak ada lagi pendingin di dalamnya.
Adanya reaksi MIC dengan air menimbulkan panas yang berada jauh di atas titik
didihnya, dan mengubah MIC yang berbentuk cair menjadi gas. Faktor-faktor tersebut
mengakibatkan tekanan panas dari reaksi eksotermik yang kuat terus terbentuk di
dalam tangki. Terlebih lagi, sistem keamanan gas suar sudah tidak berfungsi selama
tiga bulan. Pada pagi hari di keesokan harinya, terdengar suara gemuruh keras bergema
di sekitar pabrik saat katup mengirimkan segumpal gas MIC ke udara. Dalam hitungan
jam, jalanan Bhopal dipenuhi dengan mayat manusia, serta bangkai hewan. Kejadian
kebocoran gas tersebut diperkirakan memakan korban sebanyak 3.800 orang
meninggal dalam sekejap. Estimasi jumlah kematian yang disebabkan oleh kebocoran
gas sebanyak 10.000 dengan 15.000-20.000 kematian prematur terjadi dalam dua
decade berikutnya. Pemerintah India melaporkan bahwa setidaknya lebih dari 500.000
terpapar oleh gas MIC, di mana 60.000 di antaranya memerlukan perawatan jangka
panjang.

Lokasi dari pabrik pestisida juga merupakan salah satu factor yang
mempengaruhi bencana yang terjadi. Pabrik tersebut dibangun di pinggiran kota yang
hanya berjarak 1 km dari stasiun kereta api dan 3 km dari dua rumah skait besar.
Pembangunan pabrik pada lokasi tersebut bertentangan dengan saran yang diberikan
oleh pemerintahan India. Kala itu pemerintahan India telah menyarankan bahwa
pembangunan industri manufaktur pestisida dan insektisida harus dibangun di kawasan
industri yang berjarak 25 km. Selain itu, penanganan yang buruk juga ikut andil dalam
bencana kebocoran yang terjadi, di mana tangki yang seharusnya hanya diperbolehkan
terisi setengahnya oleh MIC, tangki pada pabrik di Bhopal tangkinya terisi sebanyak
87% dari kapasitasnya. Terlebih lagi, tangki yang berisi MIC harus berada dalam
kondisi dingin, hal ini juga dilanggar oleh pabrik di Bhopal. Panduan dari Union
Carbide menjelaskan bahwa alarm akan menyala ketika suhu pendingin berada di atas
11°C, di mana pendingin di pabrik tersebut ada pada suhu 20°C.

Dalam pengoperasian sehari-hari, terdapat berbagai penyimpangan serius yang


dilakukan oleh pabrik pestisida UCIL. Pabrik tersebut tidak mempekerjakan orang-
orang yang memiliki gelar sebagai operator, namun mempekerjakan beberapa lulusan
SMA yang didapatkan dari pabrik lain. Selain itu, program pelatihan selama 6 bulan
yang seharusnya dilakukan juga tidak dilaksanakan. Pabrik tersebut juga mengurangi
jumlah operator, mereka seharusnya memiliki 12 operator dan 3 pengawas namun
hanya mempekerjakan 6 operator dan 1 orang pengawas. Di samping itu, pabrik
tersebut juga tidak memiliki sistem yang dapat otomatis memantau kebocoran yang
terjadi. Kala itu apabila ada kebocoran yang terjadi, dapat diketahui melalui para
pekerja yang mengalami iritasi mata dan tenggorokan.

Kebocoran gas MIC memberikan dampak bagi kesehatan yang cukup


mengkhawatirkan. Dampak jangka pendek yang ditimbulkan oleh kebocoran gas MIC
di antaranya adalah kemosis, kemerahan pada mata, edema pada paru, pneumonitis,
pneumothorax, diare terus-menerus, rasa sakit terus-menerus pada bagian abdomen,
peningkatan abnormalitas pada kromosom, gangguan ingatan audio visual, gangguan
koordinasi psikomotor, serta gangguan pada kemampuan penalaran dan spasial.
Sementara itu, dampak jangka panjang yang ditimbulkan adalah konjungtivitis kronis
pada mata, penurunan fungsi paru-paru, peningkatan tingkat keguguran, peningkatan
tingkat kematian bayi, penurunan berat janin, dan gangguan pembeljaran asosisasi,
kecepatan motoric, dan presisi. Selain dampak bagi kesehatan, kebocoran gas di
Bhopal juga menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Air tanah di Bhopal
tercemar oleh bahan kimia berbahaya, termasuk merkuri dan kini air tanah di Bhopal
ditetapkan tidak aman untuk dikonsumsi.

Pada kasus kebocoran gas di Bhopal dapat disimpulkan bahwa kejadian


tersebut disebabkan oleh berbagai faktor yang terakumulasi menjadi satu, yang di
antaranya adalah pelanggaran regulasi keselamatan, lokasi pabrik yang tidak sesuai,
human error, kegagalan organisasi, kegagalan teknis, serta kecacatan pada unit-unit
yang ada di dalam pabrik. Bagi pabrik maupun industri lainnya, sudah seharusnya
mengikuti peraturan, regulasi, maupun saran yang telah diberikan oleh berbagai pihak,
dalam kasus Bhopal contohnya adalah saran yang diberikan terkait lokasi pabrik.
Langkah-langkah manajemen keselamatan sangatlah perlu untuk dilakukan, karena
pada kasus ini terbukti bahwa suatu perubahan kecil yang terjadi dapat menyebabkan
konsekuensi dengan skala yang sangat besar. Apabila langkah-langkah manajemen
keselamatann tidak dilakukan maka konsekuensi yang ditimbulkan dapat tidak
terkendali.

Dari kasus ledakan reaktor nuklir Chernobyl serta Bhopal dapat dipelajari
bahwa keselamatan dalam bekerja harus menjadi prioritas utama demi terjaminnya
keselamatan diri. Terlebih dalam kasus Chernobyl, perlu dipelajari bahwa dalam
bidang tenaga nuklir harus benar-benar memperhatikan baik desain maupun cara
pengoperasian pembangkit listrik tenaga nuklir agar peristiwa serupa tidak terulang
kembali. Dari peristiwa kebocoran gas di Bhopal dapat dipelajari bahwa peluasan
industrial harus disertai dengan pengembangan regulasi keselamatan, karena tanpa
adanya regulasi keselamatan yang memadai dapat berujung pada bencana yang dapat
merugikan banyak pihak. Pembangunan yang hendak di lakukan yang berkaitan
dengan bahan kimia maupun nuklir memang tidak akan pernah benar-benar aman
seutuhnya. Apabila pembangunan terkait akan dilaksanakan, maka perawatan terbaik
harus dilakukan demi terjaminnya keamanan. Dengan adanya tuntutan teknis, maka
keamanan dalam bekerja pada bidang bahan kimia maupun nuklir harus dijalankan
dengan lebih ketat.
REFERENSI

Alatas, Z. (2006). Konsekuensi Kecelakaan Reaktor Chernobyl terhadap Kesehatan


dan Lingkungan. Buletin Alara Volume 7 Nomor 3.
Broughton, E. (2005). The Bhopal Disaster and Its Aftermath. Environmental Health.
Nuclear Energy Institute. (2008). Chernobyl Accident and Its Consequences.
S., R. (2017). Safety Security and Risk Management - Aftermath Bhopal Disaster.
V., K., & Y. U. (2012). Chernobyl accident: Causes, Consequences and Problems of
Radiation Measurements.
Varma, R. (2005). The Bhopal Disaster of 1984. Bulletin of Science Technology &
Society.

Anda mungkin juga menyukai