Anda di halaman 1dari 25

PAPER

EPIDEMOLOGI DALAM PELAYANAN KEBIDANAN DENGAN KASUS GANGGUAN JIWA


YANG BERKAITAN DENGAN KEHAMILAN DAN MASA NIFAS

Dibuat untuk Memenuhi Tugas UTS Regulasi dan Kebijakan Publik di Bidang Kesehatan
Program Studi Magister Ilmu Hukum
Universitas Islam Bandung

Dibuat Oleh :
Islamiawati Satalam Sangaji
NPM. 20040018018

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat, taufiq, serta hidayah-Nya kepada kita khususnya bagi penulis, sehingga
kami dapat menyusun makalah ini. Sholawat serta salam semoga tetap
tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang mana telag
menunjukan kita dari jalan yang sesat menuju jalan yang benar.
Dalam pembuatan paper ini, kiranya banyak terdapat kekurangan dan
kesalahan yang disebabkan karena keterbatasan kemampuan kami dalam
penyelesaian makalah ini. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang sifatnya
membangun dari para pembaca terutama dari dosen pembimbing mata kuliah ini
sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Dan semoga paper Ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan
masyarakat luar pada umumnya.
Bandung, 4 Juli 2019

penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
BAB II KASUS POSISI ........................................................................... 4
BAB III PERMASALAHAN KASUS ........................................................ 5
BAB IV ANALISIS TEORI DAN UNDANG-UNDANG ............................ 8
BAB III PENUTUP .................................................................................. 17
A. Kesimpulan .................................................................................. 17
B. Saran .......................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah kesehatan adalah masalah kompleks yang merupakan hasil
dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan
manusia. Datangnya penyakit merupakan hal yang tidak bisa ditolak,
meskipun kadang bisa dicegah atau dihindari. Konsep sehat sakit
sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor-faktor di
luar kenyataan klinis yang mempengaruhi terutama faktor sosial budaya. Jadi,
sangat penting menumbuhkan pengertian yang benar pada benak masyarakat
tentang konsep sehat dan sakit karena dengan konsep yang benar maka
masyarakat pun akan mencari alternatif yang benar pula untuk menyelesaikan
masalah kesehatannya.1
Pemerintah sering dihadapkan pada berbagai masalah di bidang
kesehatan, masalah yang cukup menjadi perhatian para ahli belakangan ini
adalah assessment faktor risiko penyakit tidak menular. Salah satu
penyebabnya adalah karena penyakit tidak menular sekarang ini
memperlihatkan tendensi peningkatan. Peningkatan penyakit tidak menular ini
banyak terjadi di negara berkembang karena perkembangan ekonominya
mulai meningkat. Karena itulah maka terjadi peralihan bentuk penyakit yang
harus dihadapi, yaitu dari penyakit menular dan infeksi menjadi penyakit tidak
menular dan kronis. Proses tersebutlah yang kerap dikenal sebagai transisi
epidemiologi.2
Transisi epidemiologi bermula dari suatu perubahan yang kompleks
dalam pola kesehatan dan pola penyakit utama penyebab kematian dimana
terjadi penurunan prevalensi penyakit infeksi (penyakit menular), sedangkan
penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin meningkat. Hal
ini terjadi seiring dengan berubahnya gaya hidup sosial, ekonomi dan

1 Foster, D. A., McLachlan, H. L., & Lumley, J., (2006). Factors Associated with
breastfeeding at six monts postpartum in a group of Australian Women. International
Breastfeeding Journal, 1, 18
2 Bustan, M, N. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Rineka Cipta, Hal 23

1
meningkatnya umur harapan hidup yang berarti meningkatnya pola resiko
timbulnya penyakit degenerative.
Penyakit tidak menular sering disebut sebagai penyakit kronis.
Penyakit tidak menular memberikan kontribusi bagi 60 persen kematian
secara global. Di berbagai negara yang termasuk negara berkembang,
peningkatan penyakit ini terjadi secara cepat dan memberikan dampak yang
sangat signifikan pada sisi sosial, ekonomi dan kesehatan. WHO sendiri
memperkirakan bahwa pada tahun 2020, penyakit tidak menular akan
menyebabkan 73 persen kematian secara global dan memberikan kontribusi
bagi penyebab kematian secara global atau global burden of disease sebesar
60 persen. Permasalahannya adalah sekitar 80 persen dari penyakit tidak
menular ini justru terjadi pada negara-negara dengan pendapatan rendah atau
yang sering disebut sebagai low and middle income countries.3
Epidemiologi dalam pelayanan kebidanan mengkaji distribusi serta
determinan peristiwa morbiditas dan mortalitas yang terjadi dalam pelayanan
kebidanan. Tujuan epidemiologi kebidanan adalah mengenali faktor-faktor
resiko terhadap ibu selama periode kehamilan, persalinan dan masa nifas (41
hari setelah berakhirnya kehamilan) beserta hasil konsepsi, dan mempelajari
cara-cara pencegahannya.
Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, apabila masyarakat suatu Negara sehat jasmani
dan rohaninya maka sumber daya manusia Negara itu akan maju. Orang
dengan gangguan jiwa akan menyebabkan masalah bukan hanya untuk
dirinya sendiri, tetapi lebih dari itu yaitu bisa merugikan keluarga,lingkungan
bahkan Negara. Gangguan jiwa menurut PPDGJ III4 adalah sindrom pola
perilaku seseorang yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala
penderitaan (distress) atau hendaya (impairment) di dalam satu atau lebih
fungsi yang penting dari manusia, yaitu fungsi psikologik, perilaku, biologik,
dan gangguan itu tidak hanya terletak di dalam hubungan antara orang itu
tetapi juga dengan masyarakat. Dampak gangguan jiwa antara lain gangguan

3 Mirza, M. Mengenal Diabetes Melitus. Kata Hati. Yogyakartaa, 2008 Hal 19


4 A.H Yusuf, Keperawatan Kesehatan Jiwa, Salemba Medika, Jakarta, 2015, Hlm. 8

2
dalam aktifitas sehari-hari, gangguan hubungan interpersonal dan gangguan
fungsi dan peran social.
Gangguan jiwa sampai saat ini masih menjadi permasalahan yang
serius di dunia. WHO (World Health Organization) (2013) menegaskan jumlah
klien gangguan jiwa di dunia mencapai 450 juta orang dan paling tidak ada 1
dari 4 orang di dunia mengalami masalah gangguan jiwa. Di Indonesia jumlah
penderita gangguan jiwa mencapai 1,7 juta yang artinya 1 sampai 2 orang dari
1.000 penduduk
di Indonesia mengalami gangguan jiwa dan di jawa Barat sendiri klien
gangguan jiwa mencapai 465.975 orang serta tiap tahunnya akan terus
meningkat (Riskesdas 2013).5 Data dari kemenkes bahwa pada 2017 jumlah
orang dengan gangguan jiwa di Indonesia mencapai 14 juta jiwa.6
Dalam penelitian sering ditemukan orang yang menderita gangguan
jiwa masih di terlantarkan oleh pihak-pihak yang seharusnya bertanggung
jawab untuk memberikan fasilitas terhadap penderita gangguan jiwa tersebut.
Salah satunya yaitu fasilitas pelayanan kesehatan. Karena ketentuan tersebut
telah diatur oleh Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Keseshatan
dan dijelaskan di dalam pasal 147 menyebutkan bahwa:7
1) Upaya penyembuhan penderita gangguan kesehatan jiwa merupakan
tanggung jawab Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.
2) Upaya penyembuhan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang berwenang dan di tempat yang tepat dengan tetap
menghormati hak asasi penderita.
3) Untuk merawat penderita gangguan kesehatan jiwa, digunakan fasilitas
pelayanan kesehatan khusus yang memenuhi syarat dan yang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik menulis
“Analisis Hukum Epidemiologi Dalam Pelayanan Kebidanan Dengan Kasus
Gangguan Jiwa Yang Berkaitan Dengan Kehamilan Dan Masa Nifas”.

5 Gilang Purnama, Desy Indra Yani, Titin Sutini, Gambaran Stigma Masyarakat Terhadap
Klien Gangguan Jiwa Di Rw 09 Desa Cileles Sumedang, Jurnal Pendidikan Keperawatan
Indonesia,Vol 2, No. 1. (2016) Hlm. 30
6 Https://Www.Jpnn.Com/News/Data-Kemenkes-14-Juta-Orang-Di-Indonesia-Gangguan-

Jiwa. Diakses Pada 13-Maret-2019 Pukul 07.00 Wib


7 Pasal Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

3
BAB II
KASUS POSISI

A. Kasus Gangguan Jiwa yang Berkaitan Dengan Kehamilan dan Masa


Nifas

Gambar 2.1 Distribusi awitan gejala gangguan jiwa yang berkaitan dengan
kehamilan dan masa nifas
Salah satu gangguan kesehatan yang adakalahnya terjadi sebagai
dampak beban proses kehamilan pada ibu ialah gangguan jiwa yang
awitannya dapat dimulai sejak saat kehamilan ataupun pada masa nifas.
Beberapa kasus yang diberitakan di Indonesia, ibu yang mengalami
depresi dapat melakukan bunuh diri maupun pembunuhan terhadap anak.
Pada awal April 2017 lalu, seorang ibu di Jawa Barat dikabarkan telah
membunuh anak kandungnya yang berusia 16 bulan. Ibu yang diketahui
mengalami depresi ini kemudian dibawa ke panti rehabilitasi. Karena indikasi
serupa, seorang ibu di Jawa Tengah juga dikabarkan tega membunuh anak
laki-lakinya pada akhir 2016 lalu. Kejadian yang lebih mengenaskan
dilakukan oleh seorang ibu di Jakarta. Karena gangguan psikologis yang
dialaminya, ia memutilasi anaknya yang masih berusia 1 tahun hingga
tewas.

4
BAB III
PERMASALAHAN KASUS

World Health Organization (WHO) merilis laporan kesehatan ibu dan anak
(Maternal Mental Health and Child Health Development) berdasarkan laporan
penelitian yang dilakukan oleh Robertson, Celasun, dan Stewart (2003) tentang
gangguan mental setelah melahirkan. Dalam panduan tersebut, prevalensi baby
blues mencapai 30 – 75% dan prevalensi depresi cenderung lebih rendah yaitu
10 – 15%. Walaupun banyak penelitian telah dilakukan, temuan mengenai
prevalensi bervariasi di berbagai tempat. Di Indonesia, penelitian yang dilakukan
di area perkotaan di Surabaya dan Denpasar menunjukkan hasil bahwa
prevalensi depresi keduanya lebih dari 20%. Angka ini hampir setara dengan
prevalensi depresi di negara Asia lainnya, yaitu Tiongkok dan Turki yang masing-
masing memiliki prevalensi sebesar 27,57% dan 26,2%. Lain halnya dengan
negara maju seperti Kanada yang hanya terdapat 8% kasus depresi di negara
tersebut dan di Italia sebesar 9,6%. Hal tersebut menunjukkan perbedaan
prevalensi depresi yang signifikan di berbagai daerah. Perbedaan tersebut
berhubungan erat dengan faktor risiko yang juga bervariasi.
Salah satu Faktor risiko yang berpengaruh terhadap munculnya depresi
maternal antara lain aspek perubahan hormon, perilaku menyusui, ciri
kepribadian cemas, efikasi diri ibu yang rendah dalam menjalani kehamilan,
persalinan dan pengasuhan anak pola pikir negatif dan efektivitas penanganan
masalah yang lemah, stres dan perasaan tertekan yang dialami ibu saat hamil
serta dukungan suami dan orang tua.
Beberapa faktor sosiodemografi juga berpengaruh terhadap munculnya
depresi maternal. Stres pada ibu hamil dan pasca persalinan juga dapat dipicu
karena kondisi ekonomi. Usia juga berpengaruh terhadap depresi maternal.
Remaja yang mengalami kehamilan sebelum menikah lebih berisiko mengalami
depresi. Sementara itu, Bouzari, Rad, Tayebi, Khah, dan Hajiahmadi, dalam
penelitiannya menyatakan bahwa usia tua dan tingkat Pendidikan berkorelasi
signifikan dengan depresi pada ibu hamil.
Olsen, Jones dan Laursen (2014) mengungkapkan dalam laporan
penelitiannya bahwa paritas atau jumlah persalinan yang pernah dialami
berpengaruh terhadap depresi. Ibu primipara (melahirkan pertama kali) secara

5
signifikan berisiko mengalami gangguan mental pasca melahirkan. Jumlah
kehamilan atau gravida juga berhubungan dengan munculnya depresi. Ibu
primigravida cenderung lebiih berisiko mengalami depresi dan risiko juga
cenderung lebih tinggi pada ibu yang hamil pada trimester ketiga.
Dampak depresi maternal dapat meluas terhadap ibu, anak dan keluarga.
Lindahl, Pearson dan Colpe (2005) melaporkan bahwa 20% dari kasus kematian
ibu setelah melahirkan terjadi karena bunuh diri setelah didahului adanya
halusinasi dan delusi sebagai ciri khas gangguan psikotik. Depresi pada ibu dapat
menjadi parah hingga muncul ide dan usaha untuk menyakiti diri dan bunuh diri.
Dampak depresi juga berbahaya bagi perkembangan anak. Depresi dapat
berpengaruh terhadap kurangnya interaksi ibu dan anak, lemahnya ikatan dan
kelekatan ibu dan anak, serta perkembangan kognitif dan sosial anak. Penelitian
yang dilakukan Nielsen, Tharner, Steele, Cordes, Mehlhase, dan Vaever (2016)
menemukan bahwa ibu yang mengalami depresi dan didahului dengan gangguan
kepribadian cenderung memiliki insecure attachment dengan bayi. Gangguan ini
dapat berpengaruh terhadap cara pengasuhan ibu hingga hasilnya antara lain
gangguan perilaku dan perkembangan kognitif anak serta lemahnya hubungan
orang tua dengan anak. Melalui depresi ini, dapat juga terjadi transmisi
psikopatologi atau gangguan mental dari seorang ibu kepada anaknya.
Masyarakat umum perlu mengetahui tentang macam gangguan psikologis
pasca persalinan dan penanganan apa yang perlu didapatkan. Akan tetapi,
beberapa laporan penelitian menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat yang
mengalami depresi untuk mencari pertolongan kepada tenaga profesional
umumnya relatif rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Azale, Fekadu dan
Hanlon (2016) di Ethiopia yang memiliki prevalensi depresi sebesar 10-15%
menunjukkan temuan bahwa hanya 4,2% ibu penderita depresi yang
mendapatkan penanganan dari tenaga profesional. Di sisi lain, pelayanan
kesehatan mental di wilayah tersebut cenderung terbatas. Hal ini menimbulkan
treatment gap, yaitu kesenjangan antara kasus atau permasalahan yang ada di
lapangan dengan penanganan kasus yang ada.
Penelitian lain di Afrika Selatan menghasilkan temuan serupa yaitu adanya
treatment gap pada kasus depresi pada ibu setelah melahirkan. Peneliti kemudian
berusaha mengisi treatment gap ini dengan mengembangkan intervensi
psikologis yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan non-spesialis, yaitu

6
dengan konseling sederhana dan psikoedukasi (Nyatsanza, Schneider, Davies, &
Lund, 2016).

7
BAB IV
ANALISIS TEORI DAN UNDANG-UNDANG

Sistem pemerintahan negara yang ditegaskan dalam Undang-Undang


Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 1945) menentukan negara
Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtstaat), tidak berdasarkan kekuasaan
belaka (machtstaat).8 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik
Indonesia Tahun 1945 dalam perubahan keempat pada tahun 2002, konsepsi
Negara hukum atau rechtstaat yang sebelumnya tercantum dalam Penjelasan
UUD NRI 1945, dirumuskan dengan tegas dalam Pasal 1 ayat (3) menyebutkan,
bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum.” Dalam konsep Negara hukum
itu diidealkan bahwa yang harus dijadikan panglima dalam dinamika kehidupan
bernegara adalah ‘hukum’, bukan politik atau ekonomi. Jadi hukum sebagai sistem
bukan orang perorangan yang bertindak hanya sebagai wayang dari skenario
sistem yang mengaturnya. Berdasarkan uraian di atas yang dimaksud dengan
Negara hukum ialah Negara yang berdiri dan menjunjung tinggi hukum dan
menjamin keadilan untuk warga negaranya. Dengan demikian keadilan
merupakan syarat bagi terciptanya kebahagiaan hidup serta disertai dengan rasa
susila kepada setiap manusia agar menjadi warga Negara yang baik, demikian
pula peraturan hukum yang sebenarnya hanya ada jika peraturan hukum itu
mencerminkan keadilan bagi pergaulan hidup antar warga negaranya.
Menurut Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim,9 Negara hukum adalah
Negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warganya.
Keadilan merupakan syarat bagi tercapainya kebahagiaan hidup untuk warga
negaranya, dan sebagai dasar dari pada keadilan itu perlu diajarkan rasa susila
kepada setiap manusia agar ia menjadi warga negara yang baik. Demikian pula
peraturan hukum yang sebenarnya hanya ada jika peraturan hukum itu
mencerminkan keadilan bagi pergaulan hidup antar warga negaranya.
Sunaryanti Hartono lebih memilih memakai istilah rule of law bagi negara
hukum agar supaya tercipta suatu negara yang berkeadilan bagi seluruh rakyat
yang bersangkutan, penegakan the rule of law itu harus diartikan dalam arti yang

8 I Dewa Gede Atmadja, Filsafat Hukum Dimensi Tematis Dan Historis, Setara Press,
Malang (Selanjutnya Disebut I Dewa Gede Atmadja Ii), 2013, Hlm. 37
9 Moh. Kusnardi Dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat

Studi Htnfhui, Jakarta, 1988, Hlm.153

8
materi.10 Sudargo Gautama senada dengan Sunaryanti Hartono menyamakan rule
of law bagi negara hukum ia mengemukakan: “Bahwa dalam suatu negara hukum,
terdapat pembatasan kekuasaan negara terhadap perseorangan. Negara tidak
maha kuasa, tidak bertindak sewenang-wenang tindakan-tindakan negara
terhadap warganya dibatasi oleh hukum inilah apa yang oleh ahli hukum Inggris
dikenal sebagai the rule of law. 11
Unsur-unsur negara hukum menurut Freidrich Julius Stahl yang diilhami
oleh Immanuel Kant adalah: 1) Berdasarkan dan menegakkan hak-hak asasi
manusia. 2) Untuk dapat melindungi hak asasi dengan baik maka
penyelenggaraan negara harus berdasarkan trias politica. 3) Pemerintah
berdasarkan undang-undang 4) Apabila pemerintah yang berdasarkan undang-
undang masih dirasa melanggar hak asasi manusia maka harus diadili dengan
peradilan administrasi.12
Para filosof Yunani memandang keadilan sebagai suatu kebajikan
individual (individual virtue). Apabila terjadi tindakan yang dianggap tidak adil
(unfair prejudice) dalam tata pergaulan masyarakat, maka hukum sangat berperan
untuk membalikan keadaan, sehingga keadilan yang telah hilang (the lost justice)
kembali dapat ditemukan oleh pihak yang telah diperlukan tidak adil (dizalimi,
dieksploitasi), atau terjadi keadilan korektif menurut Aristoteles.13 Keadilan yang
mesti dikembalikan oleh hukum menurut istilah John Rawls adalah “reasonably
expected to be everyone’s advantage”. 14
Pembicaraan tentang keadilan telah
dimulai sejak Aristoteles sampai dengan saat ini. Bahkan para ahli mempunyai
pandangan yang berbeda tentang esensi keadilan. Teori yang mengkaji dan
menganalisis tentang keadilan dari sejak Aristoteles sampai saat ini, disebut
dengan teori keadilan. Teori keadilan dalam bahasa Inggris disebut dengan theory
of justice, sedangkan dalam bahasa Belandanya disebut dengan theorie van
rechtvaardigheid terdiri dari dua kata, yaitu: Teori dan Keadilan.

10 Swaryati Hartono, Apakah The Rule Of Law, Bandung, Alumni, 1976, Hlm. 35.
11 30 Sudargo Gautama, Pengertian Tentang Negara Hukum, Bandung, Alumni, 1973,
Hlm. 8.
12 Astim Riyanto, Teori Konstitusi, Yapemdo, Bandung, 2006 Hlm. 274.
13 1b. Arief Sidharta, Meuwissen, Tentang Pengembangan Hukum, Ilmu Hukum, Teori

Hukum, Dan Filsafat Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2007, Hlm. 93.
14 John Rawls, 1971, A Theory Of Justice, Harvard University Press, Cambridge.

Massachusetts, Hlm. 60

9
Aristoteles membedakan adanya dua macam keadilan seperti diikuti, L.J.
Van Apeldorn yaitu: Keadilan distributif dan keadilan commutatief. Keadilan
distributif yaitu keadilan yang memberikan kepada setiap orang jatah menurut
jasanya. Sedangkan keadilan commutatief adalah keadilan yang memberikan
pada setiap orang sama banyaknya dengan tidak mengingat jasa-jasa
perseorangan.
Demikian juga Thomas Aquinas membedakan keadilan atas dua kelompok
yaitu keadilan umum (justitia generalis) dan keadilan khusus. Keadilan umum
adalah keadilan menurut kehendak undang-undang yang harus dijalankan untuk
kepentingan umum. Sedangkan keadilan khusus adalah keadilan atas dasar
kesamaan atau proporsionalitas. Keadilan khusus ini dibedakan menjadi: 1).
Keadilan distributif (justitia distributiva): 2). Keadilan komutatif (justitia
commutativa): 3). Keadilan vindikatif (justitia vindicativa).
Keadilan distributif adalah keadilan yang secara proporsional ditetapkan
dalam lapangan hukum publik secara umum. Sebagai contoh, negara hanya akan
mengangkat seorang menjadi hakim apabila orang itu memiliki kecakapan untuk
menjadi hakim. Keadilan komutatif adalah keadilan dengan mempersamakan
antara prestasi dan kontraprestasi. Sedangkan keadilan vindikatif adalah keadilan
dalam hal menjatuhkan hukuman atau ganti kerugian dalam tindak pidana.
Seorang dianggap adil apabila ia dipidana badan sesuai dengan besarnya
hukuman yang telah ditentukan atas tindakan pidana yang dilakukannya.15
Pada abad modern salah seorang yang dianggap memiliki peran penting
dalam mengembangkan konsep keadilan adalah John Borden Rawls. Rawls
berpendapat bahwa keadilan hanya dapat ditegakkan apabila negara
melaksanakan asas keadilan, berupa setiap orang hendaknya memiliki hak yang
sama untuk mendapatkan kebebasan dasar (basic liberties) dan perbedaan sosial
dan ekonomi hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga memberikan manfaat
yang besar bagi mereka yang berkedudukan paling tidak beruntung, dan bertalian
dengan jabatan serta kedudukan yang terbuka bagi semua orang berdasarkan
persamaan kesempatan yang layak. Pandangan mengenai keadilan, teori
keadilan Rawls dibagi dalam beberapa bagian antara lain: pertama, sebuah telaah

15 Darji Darmnodiharjo Dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Gramedia Pustaka


Utama, Jakarta, 2006, Hlm. 156-157

10
yang mencoba mengelaborasi secara singkat konsep keadilan Rawls yang disebut
fairness.16 Diskusi keadilan ini diawali dengan kritiknya terhadap utilitarisme dan
intuisionisme. Kritik atas kedua paham tersebut membawanya kepada keyakinan
bahwa konsep keadilan yang ditawarkannya merupakan konsep yang memadai
karena bertumpu pada konsep person moral.
Kedua, sasaran pokok dari seluruh proyek Rawls adalah membangun
sebuah teori keadilan yang diharapkan mampu menjamin distribusi yang adil
antara hak dan kewajiban dalam suatu masyarakat yang teratur. Konsep keadilan
seperti itu bisa dicapai atau dirumuskan apabila ada kondisi awal yang menjamin
berlangsungnya suatu proses yang fair. Fokusnya pada kondisi hipotesis demi
suatu prosedur yang fair, yang oleh Rawls disebut “posisi asali”. Posisi ini secara
khusus ditandai oleh prinsip kebebasan, rasionalitas, dan kesamaan hak. Serta
bagian ketiga, yaitu prinsip kebebasan yang sama bagi semua orang dan prinsip
diferen yang merupakan prinsipprinsip pertama keadilan.17 Selanjutnya
sumbangan pokok Rawl sehubungan relasi mendasar antara prinsip-prinsip
konstitusional dan prinsip-prinsip moral serta semangat solidaritas sosial sebagai
basis kerja sama sosial.18
Hans Kelsen dalam bukunya General Theory of Law and State,
mengemukakan pemikiran tentang konsep keadilan, Hans Kelsen menganut aliran
positifisme yang mengakui kebenaran dari hukum alam. Oleh karena itu
pemikirannya terhadap konsep keadilan menimbulkan dualisme antara hukum
positif dan hukum alam. Hal ini dapat disimak dalam pendapat Hans Kelsen,19
sebagai berikut: Dualisme antara hukum positif dan hukum alam menjadikan
karakteristik dari hukum alam mirip dengan dualisme metafisika tentang dunia
realitas dan dunia ide model Plato. Inti dari filsafat Plato ini adalah doktrinnya
tentang dunia ide. Yang mengandung karakteristik mendalam. Dunia dibagi
menjadi dua bidang yang berbeda: yang pertama adalah dunia kasat mata yang

16 Wibowo, Teori Keadilan John Rawls, Website Http://Www.File://Localhost/D:/Filsafat


Manusia, Diakses Tanggal 29 Ofebruari 2019.
17 Andre Ata Ujan, Keadilan Dan Demokrasi, Telaah Filsafat Politik John Rawl, Kanisius,

Yogyakarta, 2001, Hlm. 25.


18 Ibid, Hlm. 145
19 Hans Kelsen, General Theory Of Law And State, Diterjemahkan Oleh Rasisul Muttaqien,

Bandung, Nusa Media, 2011, Hlm. 14

11
dapat ditangkap melalui indera yang disebut realitas; yang kedua dunia ide yang
tidak tampak.
Dua hal lagi konsep keadilan yang dikemukakan oleh Hans Kelsen:
pertama tentang keadilan dan perdamaian. Keadilan yang bersumber dari cita-cita
irasional. Keadilan dirasionalkan melalui pengetahuan yang dapat berwujud suatu
kepentingan-kepentingan yang pada akhirnya menimbulkan suatu konflik
kepentingan. Penyelesaian atas konflik kepentingan tersebut dapat dicapai melalui
suatu tatanan yang memuaskan salah satu kepentingan dengan mengorbankan
kepentingan yang lain atau dengan berusaha mencapai suatu kompromi menuju
suatu perdamaian bagi semua kepentingan.20 Kedua, konsep keadilan dan
legalitas. Untuk menegakkan diatas dasar suatu yang kokoh dari suatu tatanan
sosial tertentu, menurut Hans Kelsen pengertian “Keadilan” bermaknakan
legalitas. Suatu peraturan umum adalah “adil” jika ia benar-benar diterapkan,
sementara itu suatu peraturan umum adalah “tidak adil” jika diterapkan pada suatu
kasus dan tidak diterapkan pada kasus lain yang serupa.
Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi semua manusia
karena tanpa kesehatan yang baik, maka setiap manusia akan sulit dalam
melaksanakan aktivitasnya sehari-hari. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik,
mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup
produktif secara sosial dan ekonomis.
Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(UUD 1945) pada Pasal 28H, menetapkan bahwa kesehatan adalah hak dasar
setiap individu dan semua warga negara berhak mendapatkan pelayanan
kesehatan. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan juga merupakan salah
satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan UUD 194521. Dalam
rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi – tingginya,
pembangunan kesehatan harus diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,

20Ibid, Hlm.16
21 Jaminan Kesehatan Masyarakat. (Http://Jdih.Bpk.Go.Id/Wp
Content/Uploads/2012/02/Tulisan-Hukum-Jamkesmas1.Pdf. Diakses 14 Januari 2019.
Pukul 13.24 Wib)

12
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, sehingga mampu
mewujudkan bangsa yang berdaya saing secara global.
Kesehatan merupakan tolak ukur dari majunya suatu Negara.22 Pada
dasarnya kesehatan mencakup tiga aspek yaitu fisik, mental, dan sosial, tetapi
menurut undang-undang No. 23/1992, kesehatan mencakup empat aspek yaitu
fisik, mental, sosial, dan ekonomi.23 Kesehatan mental umumnya dianggap remeh,
di masyarakat hal ini berbeda penyebutan, ada yang menyebutnya orang gila,
gangguan mental, gangguan syaraf dan lain-lain. Tetapi menurut bahasa hukum
adalah orang dengan gangguan jiwa sebagaimana yang telah diatur dengan
undang-undang nomor 18 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa.
Orang dengan gangguan jiwa merupakan manusia biasa dan berhak
mendapatkan perlakuan yang sama dengan warga negara lainnya sebagaimana
yang diatur dalam Pasal 27 ayat (1) ”Segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum
dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.24 Pasal 7 Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia mengatur bahwa"Semua orang sama di hadapan hukum dan
berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun. Undang-
25
undang kesehatan nomor 36 tahun 2009 Pasal 148 menyatakan, Penderita
gangguan jiwa mempunyai hak yang sama sebagai warga negara. Mengabaikan
mereka sama dengan mengabaikan HAM., Menurut Asykuri Ibn Chamim
perlakuan yang seharusnya diperoleh manusia dari sistem hukum , adalah
persamaan dihadapan hukum, memperoleh pengadilan yang adil, asas praduga
tak bersalah, hak untuk tidak di intervensi kehidupan pribadinya.26
Sedangkan yang dimaksud dengan gangguan jiwa adalah suatu
perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi
jiwa yang menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam

22 Lihat Adisty Wismani Putri, Budhi Wibhawa, & Arie Surya Gutama, Kesehatan Mental
Masyarakat Indonesia (Pengetahuan, Dan Keterbukaan Masyarakat Terhadap Gangguan
Kesehatan Mental), Jurnal, Prosiding Ks: Riset & Pkm, Vol. 2. No. 2, Desember, 2014,
Hlm. 6-7
23 Notoatmodjo, Promosi Kesehatan Dan Ilmu Perilaku, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, Hlm.

3
24 Pasal 27 Undang-Undang Dasar 1945
25 Pasal 148 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
26 Muhtas Majda El, Dimensi Dimensi Ham, Pt. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, Hlm.

23

13
melaksanakan peran sosial.27 Gangguan jiwa adalah gejala-gejala patologik
dominan yang berasal dari unsur psikologis.28 Gangguan jiwa juga merupakan
kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan
dengan fisik maupun dengan mental.29
Hak-hak Orang Dengan Gangguan Jiwa diatur lebih spesifik dalam Pasal
70 Undang-Undang Nomor 18 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa
(1) ODGJ berhak:30
a. Mendapatkan pelayanan Kesehatan Jiwa di fasilitas pelayanan
kesehatan yang mudah dijangkau;
b. Mendapatkan pelayanan Kesehatan Jiwa sesuai dengan standar
pelayanan Kesehatan Jiwa;
c. Mendapatkan jaminan atas ketersediaan obat psikofarmaka sesuai
dengan kebutuhannya;
d. Memberikan persetujuan atas tindakan medis yang dilakukan
terhadapnya;
e. Mendapatkan informasi yang jujur dan lengkap tentang data kesehatan
jiwanya termasuk tindakan dan pengobatan yang telahmaupun yang
akan diterimanya dari tenaga kesehatan dengan kompetensi di bidang
Kesehatan Jiwa;
f. Mendapatkan pelindungan dari setiap bentuk penelantaran, kekerasan,
eksploitasi, serta diskriminasi;
g. Mendapatkan kebutuhan sosial sesuai dengan tingkat gangguan jiwa;
dan
h. Mengelola sendiri harta benda miliknya dan/atau yang diserahkan
kepadanya.
(2) Hak ODGJ untuk mengelola sendiri harta benda sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf h hanya dapat dibatalkan atas penetapan pengadilan.

27 Budi Anna Keliat Dkk. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas Cmhn, Basic Course
Egc, Jakarta, 2012, Hlm. 1
28 Iyus Yosep. Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi, Refika Aditama, Bandung, 2009, Hlm. 60
29 Ibid, Hlm. 77
30 Lihat, Mukhamad Luthfan Setiaji, Aminullah Ibrahim, Kajian Hak Asasi Manusia Dalam

Negara The Rule Of Law: Antara Hukum Progresif Dan Hukum Positif, Jurnal Lex Scientia
Law Review, Vol. 1 No. 1, November 2017, Hlm. 69-70

14
Orang dengan gangguan jiwa merupakan manusia yang terlahir suci bersih
membawa hak asasi yang harus dilindungi oleh negara dan pemerintah, hal itu
diatur lebih khusus dalam undang-undang dasar 1945 Pasal 27 sampai pasal 28.
Masyarakat juga berperan dalam mewujudkan keadilan, karena hal itu merupakan
tuntutan moral31 Membiarkan mereka terlantar sama dengan melanggar konstitusi.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republic Indonesia Nomor 97 tahun
2014 tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil,
Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan
Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan Seksual 32:
Pasal 10
1. Konsultasi kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf e
berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi.
2. Komunikasi, informasi, dan edukasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diberikan oleh tenaga kesehatan dan tenaga nonkesehatan.
3. Tenaga nonkesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi guru
usaha kesehatan sekolah, guru bimbingan dan konseling, kader terlatih,
konselor sebaya, dan petugas lain yang terlatih.
4. Komunikasi, informasi, dan edukasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
antara lain diberikan melalui ceramah tanya jawab, kelompok diskusi terarah,
dan diskusi interaktif dengan menggunakan sarana dan media komunikasi,
informasi, dan edukasi.
Pasal 11
1. Materi pemberian komunikasi informasi dan edukasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 ayat (1) dilakukan sesuai tahap perkembangan mental dan
kebutuhan.
2. Materi pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi untuk remaja meliputi :
a. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS);
b. tumbuh kembang Anak Usia Sekolah dan Remaja;
c. kesehatan reproduksi;

31 Lihat, Jhon Rawls, A Theory Of Justice, Harvard University Press, Cambridge, 1995,
Hlm.615-617
32 Peraturan Menteri Kesehatan Republic Indonesia Nomor 97 tahun 2014 tentang

Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah
Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan
Seksual

15
d. imunisasi;
e. kesehatan jiwa dan NAPZA;
f. gizi
g. penyakit menular termasuk HIV dan AIDS;
Selanjutnya pada Peraturan Pemerintah Republic Indonesia Nomor
61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi Pada Pasal 17 Ayat 2 yaitu
:33
“Pelayanan Nifas Yang Diberikan Berupa Promosi Kesehatan,
Deteksi Dini Gangguan Kesehatan Fisik Dan Mental Serta
Pencegahan Dan Penanganan Oleh Tenaga Kesehatan Sesuai
Dengan Kompetensi Dan Kewenangannya”.
Dari peraturan diatas, dengan memberikan penanganan secara dini
merupakan salah satu cara agar dapat menurunkan kasus gangguan jiwa
yang berkaitan dengan kehamilan dan masa nifas. Sebagai tenaga medis
dalam pelayanan kebidanan kita harus mematuhi segala peraturan yang
sudah diberikan agar permasalahan kasus gangguan jiwa pada kehamilan
dan masa nifas yang dapat mengakibatkan meningkatnya Angka Kematian
ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) menurun.
Salah satu faktor yang dapat mengakibatkan undang-undang atau
peraturan dan kebijakan hukum tidak terlaksanakan dengan baik yaitu :
1. Kesadaran masyarakat yang mengalami depresi untuk mencari
pertolongan kepada tenaga profesional umumnya relatif rendah.
2. Pelayanan kesehatan mental di wilayah tersebut cenderung terbatas.
3. Paritas atau jumlah persalinan yang pernah dialami berpengaruh
terhadap depresi. Ibu primipara (melahirkan pertama kali) secara
signifikan berisiko mengalami gangguan mental pasca melahirkan.
4. Stres dan perasaan tertekan yang dialami ibu saat hamil serta kurang
dukungan suami dan orang tua kurang
5. Faktor ekonomi juga mempengaruhi terjadinya gangguan jiwa pada
masa kehamilan dan masa nifas.

33Peraturan Pemerintah Republic Indonesia Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan


Reproduksi Pada Pasal 17 Ayat 2

16
BAB V
KESIMPULAN

A. Simpulan
Epidemiologi merupakan suatu cabang ilmu kesehatan untuk
menganalisa sifat dan penyebaran berbagai masalah kesehatan dalam suatu
penduduk tertentu serta mempelajari sebab timbulnya masalah dan gangguan
kesehatan tersebut untuk tujuan pencegahan ataupun penanggulangannya.
Dari pengertian epidemiologi tersebut dapat disimpulkan bahwa bentuk
kegiatan epidemiologi adalah berbagai aspek kehidupan masyarakat, baik
yang berhubungan dengan kesehatan maupun diluar bidang kesehatan.
Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, apabila masyarakat suatu Negara sehat jasmani
dan rohaninya maka sumber daya manusia Negara itu akan maju. Gangguan
jiwa sampai saat ini masih menjadi permasalahan yang serius di dunia. WHO
(World Health Organization) (2013) menegaskan jumlah klien gangguan jiwa
di dunia mencapai 450 juta orang dan paling tidak ada 1 dari 4 orang di dunia
mengalami masalah gangguan jiwa.
Dampak gangguan jiwa antara lain gangguan dalam aktifitas sehari-
hari, gangguan hubungan interpersonal dan gangguan fungsi dan peran
social. Depresi mental pada kehamilan dan masa nifas memiliki prevalensi
yang keduanya lebih dari 20%. Factor yang mempengaruhi terjadinya depresi
pada maternal karena terjadinya aspek perubahan hormon, perilaku
menyusui, ciri kepribadian cemas, efikasi diri ibu yang rendah dalam menjalani
kehamilan, persalinan dan pengasuhan anak pola pikir negatif dan efektivitas
penanganan masalah yang lemah, stres dan perasaan tertekan yang dialami
ibu saat hamil serta dukungan suami dan orang tua.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republic Indonesia Nomor 97
tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil,
Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan
Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan Seksual pasal 10 ayat 1 yang
berbunyi : Konsultasi kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat
(3) huruf e berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi. Dalam

17
memberikan edukasi dapat diberikan oleh tenaga kesehatan dan tenaga non
kesehatan.
Tetapi walaupun pemerintah telah mengupayakan agar tidak terjadi
depresi mental namun, kurangnya kesadaran masyarakat yang mengalami
depresi mencari pertolongan ke tenaga kesehatan relative rendah, pelayanan
kesehatan mental disetiap wilayah juga cukup terbatas sehingga prevalensi
depresi mental maternal meningkat.
B. Saran
Bagi seorang tenaga kesehatan, khususnya bidan yang akan
diterjunkan ke masyarakat hendaknya memahami tujun ilmu epidemiologi bagi
kesehatan masyarakat, khususnya ibu dan anak. Tujuan tersebut antara lain
sebagai berikut: mempelajari riwayat alamiah penyakit, menentukan masalah
komunitas, melihat resiko dan pengaruhnya, menilai dan meneliti,
menyempurnakan gambaran penyakit, dan identifikasi sindrom serta
menentukan penyebab dan sumber penyakit.
Diharapkan pemerintah juga dapat memberikan pelayanan kesehatan
mental disetiap wilayah yang layak dan mudah terjangkau agar setiap ibu
hamil ataupun remaja mendapatlan edukasi tentang kesehatan mental.

18
DAFTAR PUSTAKA
I. BUKU
A.H Yusuf, Keperawatan Kesehatan Jiwa, Salemba Medika, Jakarta, 2015

Andre Ata Ujan, Keadilan Dan Demokrasi, Telaah Filsafat Politik John
Rawl, Kanisius, Yogyakarta, 2001

Arief Sidharta, Meuwissen, Tentang Pengembangan Hukum, Ilmu Hukum,


Teori Hukum, Dan Filsafat Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2007
Astim Riyanto, Teori Konstitusi, Yapemdo, Bandung, 2006

B. Arief Sidharta, November 2004, Kajian Kefilsafatan Tentang Negara


Hukum, Dalam Jentera (Jurnal Hukum), “Rule Of Law”, Pusat Studi
Hukum Dan Kebijakan (Pshk), Jakarta, Edisi 3 Tahun Ii

Budi Anna Keliat Dkk. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas Cmhn,


Basic Course Egc, Jakarta, 2012

Bustan, M, N. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Rineka Cipta

Darmnodiharjo Dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Gramedia


Pustaka Utama, Jakarta, 2006

Gilang Purnama, Desy Indra Yani, Titin Sutini, Gambaran Stigma


Masyarakat Terhadap Klien Gangguan Jiwa Di Rw 09 Desa Cileles
Sumedang, Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia,Vol 2, No. 1.
(2016)
Hans Kelsen, General Theory Of Law And State, Diterjemahkan Oleh
Rasisul Muttaqien, Bandung, Nusa Media, 2011

I Dewa Gede Atmadja, Filsafat Hukum Dimensi Tematis Dan Historis,


Setara Press, Malang (Selanjutnya Disebut I Dewa Gede Atmadja Ii),
2013

19
I Dewa Gede Atmadja, Teori Konstitusi Dan Konsep Negara Hukum, Setara
Press, Malang (Selanjutnya Disebut I Dewa Gede Atmadja I), 2015

Iyus Yosep. Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi, Refika Aditama, Bandung,


2009

Mirza, M. Mengenal Diabetes Melitus. Kata Hati. Yogyakartaa, 2008

Muhtas Majda El, Dimensi Dimensi Ham, Pt. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2008

Moh. Kusnardi Dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara


Indonesia, Pusat Studi Htnfhui, Jakarta, 1988

Notoatmodjo, Promosi Kesehatan Dan Ilmu Perilaku, Rineka Cipta,


Jakarta, 2007

Philipus M Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Di Indonesia, Pt.Bina


Ilmu Surabaya, 1987

Sudargo Gautama, Pengertian Tentang Negara Hukum, Bandung, Alumni,


1973,

Swaryati Hartono, Apakah The Rule Of Law, Bandung, Alumni, 1976


II. JURNAL
Adisty Wismani Putri, Budhi Wibhawa, & Arie Surya Gutama, Kesehatan
Mental Masyarakat Indonesia (Pengetahuan, Dan Keterbukaan
Masyarakat Terhadap Gangguan Kesehatan Mental), Jurnal,
Prosiding Ks: Riset & Pkm, Vol. 2. No. 2, Desember, 2014,

Foster, D. A., McLachlan, H. L., & Lumley, J., (2006). Factors Associated
with breastfeeding at six monts postpartum in a group of Australian
Women. International Breastfeeding Journal, 1, 18

20
John Rawls, 1971, A Theory Of Justice, Harvard University Press,
Cambridge. Massachusetts

Jhon Rawls, A Theory Of Justice, Harvard University Press, Cambridge,


1995

Mukhamad Luthfan Setiaji, Aminullah Ibrahim, Kajian Hak Asasi Manusia


Dalam Negara The Rule Of Law: Antara Hukum Progresif Dan
Hukum Positif, Jurnal Lex Scientia Law Review, Vol. 1 No. 1,
November 2017
III. ARTIKEL
Https://Www.Jpnn.Com/News/Data-Kemenkes-14-Juta-Orang-Di-
Indonesia-Gangguan-Jiwa. Diakses Pada 13-Maret-2019 Pukul
07.00 Wib

Jaminan Kesehatan Masyarakat. (Http://Jdih.Bpk.Go.Id/Wp


Content/Uploads/2012/02/Tulisan-Hukum-Jamkesmas1.Pdf.
Diakses 14 Januari 2019. Pukul 13.24 Wib)

Wibowo, Teori Keadilan John Rawls, Website


Http://Www.File://Localhost/D:/Filsafat Manusia, Diakses Tanggal
29 Ofebruari 2019.
IV. PERUNDANG-UNDANGAN
Pasal Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Pasal 27 Undang-Undang Dasar 1945

Pasal 148 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Peraturan Menteri Kesehatan Republic Indonesia Nomor 97 tahun 2014


tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil,
Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan
Pelayanan Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan Seksual pada
Pasal 10 dan pasal 11

21
Peraturan Pemerintah Republic Indonesia Nomor 61 Tahun 2014 Tentang
Kesehatan Reproduksi Pada Pasal 17 Ayat 2

22

Anda mungkin juga menyukai