LATAR BELAKANG
Metode geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang mempelajari sifat
kelistrikan bumi. Dalam hal ini meliputi pengukuran potensial, arus dan medan
elektromagnetik yang terjadi baik secara alamiah ataupun akibat injeksi arus ke dalam
bumi. Metode geolistrik secara garis besar dibagi menjadi dua jenis, yaitu geolistrik
yang bersifat pasif dan geolistrik yang bersifat aktif. Pada geolistrik yang bersifat
pasif, energi yang dibutuhkan telah ada terlebih dahulu sehingga tidak diperlukan
adanya injeksi atau pemasukan arus terlebih dahulu. Geolistrik jenis ini disebut Self
Potential (SP). Pada geolistrik yang bersifat aktif, energi yang dibutuhkan ada karena
penginjeksian arus ke dalam bumi terlebih dahulu. Geolistrik jenis ini dibagi menjadi
dua metode, yaitu metode resistivitas (tahanan jenis) dan polarisasi terimbas (induced
polarization) (Saputro, 2012).
Tiap-tiap media mempunyai sifat yang berbeda terhadap aliran listrik yang
melaluinya, hal ini tergantung pada tahanan jenisnya. Pada metode geolistrik, arus
listrik diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua buah elektroda arus. Dari hasil
pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap jarak elektroda kemudian dapat
diturunkan nilai variasi hambatan jenis masing-masing lapisan bawah permukaan
bumi, di bawah titik ukur (sounding point). Metode geolistrik lebih efektif bila
dipakai untuk eksplorasi yang sifatnya relatif dangkal. Metode ini jarang memberikan
informasi lapisan kedalaman yang lebih dari 300 atau 450 meter. Oleh karena itu,
metode ini jarang digunakan untuk eksplorasi hidrokarbon, tetapi lebih banyak
digunakan untuk bidang engineering geology seperti penentuan kedalaman batuan
dasar, pencarian reservoir air, eksplorasi geotermal, dan juga untuk geofisika
lingkungan. Metode geolistrik dilakukan dengan cara menginjeksikan arus listrik
dengan frekuensi rendah ke permukaan bumi yang kemudian diukur beda potensial di
antara dua buah elektroda potensial. Pada keadaan tertentu, pengukuran bawah
permukaan dengan arus yang tetap akan diperoleh suatu variasi beda tegangan yang
mengakibatkan variasi nilai resistansi. Nilai resistansi akan membawa suatu informasi
tentang struktur dan material yang dilewatinya.
TUJUAN
Tujuan pada praktikum kali ini adalah :
1. Dapat memahami konsep resistivitas 2D (Imaging).
2. Dapat mengkorelasikan hasil yang didapatkan berupa lapisan bawah permukaan
dari nilai resistivitas yang didapatkan.
DASAR TEORI
Prinsip Dasar Metode Resistivitas
Konsep dasar metode geolistrik adalah Hukum Ohm yang pertama kali dicetuskan
oleh George Simon Ohm. George Simon Ohm menyatakan bahwa beda potensial
yang timbul di ujung-ujung suatu median berbanding lurus dengan arus listrik yang
mengalir pada medium tersebut, dan berbanding terbalik dengan luas penampangnya.
Gambar 1 menunjukkan rangkaian listrik sederhana resistansi, dan pernyataan di atas
dapat di tuliskan dalam persamaan 1 (Lowrie, 2007).
𝑉=𝐼𝑋𝑅 (2.1)
dengan V adalah beda potensial antara dua elektroda (volt), I adalah arus listrik yang
diinjeksikan (ampere). Menurut Hukum Ohm diasumsikan bahwa R tidak tergantung
I, bahwa R adalah konstan (tetap), tetapi terdapat kondisi dimana resistansi tidak
konstan. Elemen-elemen demikian dikatakan tidak linier atau non linier. Meskipun
demikian, resistansi suatu elemen non-linier masih didefinisikan oleh R=V/I, tetapi R
tidak tergantung I (Suyoso, 2003).
Jika ditinjau suatu kawat dengan panjang L (meter), luas penampang A (meter2), dan
resistivitas ρ (ohm-meter), maka resistansi R dapat dirumuskan sebagai (Lowrie,
2007):
𝐿
𝑅= 𝜌 𝐴 (
dengan 𝜌 adalah hambatan jenis bumi (ohm-meter), 𝑉 adalah potensial (volt), I adalah
arus listrik (ampere,) L panjang lintasan (meter), A adalah luas penampang (meter 2).
Gambar 2 Kawat dengan panjang L, luas penampang A yang dialiri arus listrik I
Persamaan di atas digunakan untuk medium yang homogen sehingga akan terukur
nilai tahanan jenis yang sesungguhnya (True Resistivity) sedangkan untuk medium
yang tidak homogen akan terukur nilai tahanan jenis semu (Apparent Resistivity).
Pada pengukuran di lapangan, nilai tahanan jenis semu tergantung pada tahanan jenis
lapisan-lapisan batuan yang terukur dan metode pengukuran (konfigurasi elektroda).
Batuan penyusun di dalam bumi yang berfungsi sebagai resistor dapat diukur nilai
tahanan jenisnya secara sederhana dengan mengasumsikan bahwa mediumnya
merupakan medium yang homogen isotropis (Santoso, 2002).
Kawat yang dialiri arus kemudian diasumsikan menjadi half-space atau permukaan
medium homogen isotropis seperti pada Gambar 3.
Gambar 3 Sumber arus tunggal di permukaan medium homogen isotropis (Loke, 2004)
Pada bagian sisi kiri muncul medan listrik E (volt/meter), sedangkan pada bagian
kanan muncul rapat arus j (ampere/m 2), sehingga persamaan di atas dapat diubah
dalam bentuk persamaan :
𝐸 = 𝐽𝜌
Hubungan Resistivitas dengan Kedalaman
Resistivitas semu yang dihasilkan oleh setiap konfigurasi akan berbeda walaupun
jarak antara elektrodanya sama. Untuk medium berlapis, nilai resistivitas semu ini
akan merupakan jarak bentangan (jarak antara elektroda arus). Untuk jarak elektroda
arus kecil akan memberikan a r yang nilainya mendekati r batuan di dekat permukaan.
Sedangkan untuk jarak bentangan yang besar a r yang diperoleh akan mewakili nilai r
batuan yang lebih dalam. Gambar 4 adalah contoh grafik resistivitas semu sebagai
fungsi jarak antar elektroda arus (bentangan). (Waluyo, 2005)
Gambar 4 Resistivitas semu sebagai fungsi bentangan: a) medium homogen semi tak berhingga, b) medium 2 lapis
(ρ2>ρ1), c) medium lapis (ρ1<ρ2), dan d) medium 3 lapis (ρ2>ρ1,ρ3<ρ2) (Waluyo, 2005)
Dari hasil pengukuran di lapangan yang diperoleh adalah nilai tahanan jenis dan jarak
antar elektroda. Jika nilai tahanan jenis diplot terhadap jarak antar elektroda dengan
menggunakan grafik semilog diperoleh kurva tahanan jenis. Dengan menggunakan
kurva standar yang diturunkan berdasarkan berbagai variasi perubahan nilai tahanan
jenis antar lapisan secara ideal dapat ditafsirkan variasi nilai tahanan jenis terhadap
kedalaman. Dengan cara ini ketebalan lapisan berdasarkan nilai tahanan jenisnya
dapat diduga, dan keadaan lapisan-lapisan batuan di bawah permukaan dapat
ditafsirkan.Contoh kurva tahanan jenis hasil pengukuran di lapangan dapat dilihat
pada Gambar 5. Pada Gambar tersebut juga ditunjukkan hasil penafsiran yang diduga
menghasilkan lengkung kurva tersebut. Dengan menyusun hasil pengukuran dari
berbagai titik lokasi dapat dibuat penampang tahanan jenis sehingga dapat digunakan
untuk keperluan eksplorasi maupun keteknikan. (Santoso, 2002)
Gambar 5 Contoh kurva Tahanan Jenis dan hasil penafsiran ketebalan lapisannya (Santoso, 2002)
Dimana ρ adalah resistivitas (Ωm), L adalah panjang silinder konduktor (m), A adalah
luas penampang silinder konduktor (m²), dan R adalah resistansi (Ω). Sedangkan
menurut hukum Ohm, resistansi R dirumuskan:
𝑉
𝑅= 𝐼
Dimana R adalah resistansi (ohm), V adalah beda potensial (volt), I adalah kuat arus
(ampere). Dari kedua rumus tersebut didapatkan nilai resistivitas (ρ) sebesar:
𝑉𝐴
𝜌= 𝐼𝐿
Banyak orang sering menggunakan sifat konduktivitas (σ) batuan yang merupakan
kebalikan dari resistivitas (ρ) dengan satuan ohm/m.
1 𝐼𝐿 𝐼 𝐿 𝐽
𝜍= = = =
𝜌 𝑉𝐴 𝐴 𝑉 𝐸
Dimana J adalah rapat arus (ampere/m2) dan E adalah medan listrik (volt/m) (Lowrie,
2007).
b. Konduksi secara elektrolit
Sebagian besar batuan merupakan konduktor yang buruk dan memiliki resistivitas
yang sangat tinggi. Namun pada kenyataannya batuan biasanya bersifat porus dan
memiliki pori-pori yang terisi oleh fluida, terutama air. Akibatnya batuan-batuan
tersebut menjadi konduktor elektrolitik, dimana konduksi arus listrik dibawa oleh ion-
ion elektrolitik dalam air. Konduktivitas dan resistivitas batuan porus bergantung pada
volume dan susunan pori-porinya. Konduktivitas akan semakin besar jika kandungan
air dalam batuan bertambah banyak dan sebaliknya resistivitas akan semakin besar
jika kandungan air dalam batuan berkurang.
Menurut rumus Archie:
𝜌𝑒 = 𝑎∅−𝑚 𝑆 −𝑛 𝜌𝑤
Dimana ρe adalah resistivitas batuan, a ∅ adalah porositas, S adalah fraksi pori-pori
yang berisi air dan ρw adalah resistivitas air. Sedangkan a, m dan n adalah konstanta,
untuk nilai m disebut faktor sementasi. Untuk nilai n yang sama, Schlumberger
menyarankan n = 2.
𝐼𝜌
𝐴1 = − 2𝜋
Karena arus pada kedua elektroda adalah sama dan arahnya berlawanan, maka
potensial P1 yang disebabkan arus di C2 adalah:
𝐴
𝑉2 = − 𝑟 2
2
𝐼𝜌
𝐴2 = −𝐴1 = 2𝜋
Karena arus pada dua elektroda besarnya sama dan berlawanan arah sehingga
diperoleh potensial total di P1:
𝐼𝜌 1 1
𝑉1 + 𝑉2 = 2𝜋 𝑟 − 𝑟
1 2
Dengan ρa merupakan resistivitas semu yang bergantung pada spasi elektroda. Dan
sebaliknya untuk kasus tak homogen, bumi diasumsikan berlapis-lapis dengan
masing-masing lapisan mempunyai harga resistivitas yang berbeda. Resistivitas semu
merupakan resistivitas dari suatu medium fiktif homogen yang ekivalen dengan
medium berlapis yang ditinjau. Sebagai contoh medium berlapis yang ditinjau
misalnya terdiri dari dua lapis yang mempunyai resistivitas yang berbeda (ρ1 dan ρ2)
dianggap sebagai medium satu lapis homogen yang mempunyai satu harga resistivitas
yaitu resistivitas semu ρa, dengan konduktansi lapisan fiktif sama dengan jumlah
konduktansi masing-masing lapisan σf = σ1+σ2 (Adhi, 2007 dalam Rahmawati,
2009).
Langkah Akuisisi
1. Persiapan alat :
a. Persiapkan semua alat yang dibutuhkan selama pengukuran.
b. Pasang kabel pada main unit dan sambungkan kabel daya ke power
supply.
c. Bentangkan meteran sejauh 96 m kemudian pasang tancapkan
elektroda ke tanah dan sambungkan dengan kabel penghubung
elektroda pada main unit.
d. Setelah semua elektroda dan sudah terhubungan dengan kabel, maka
siap untuk memulai tahap pengukuran.
2. Pengukuran di lapangan:
a. Cek sambungan antara kabel dan elektroda agar data yang dihasilkan lebih
akurat.
b. Mulai akuisisi dengan cara otomatis pada alat.
c. Ulangi hingga lintasan pengukuran mendapat hasil yang optimum.
2. Input Data
Untuk mengolah data hasil akuisisi dengan menggunakan software
RES2DINV langkah pertama adalah melakukan pembacaan terhadap data
yang sudah di sorting. Pembacaan dilakukan dengan menjalankan perintah
read data pada panel file.
Gambar 12 proses input data pada RES2DINV
e) Mesh refinement
Setting untuk memilih kondisi dan resolusi dari mesh grid yang akan
kita gunakan. Pada setting ini kita dapat memilih kondisi mesh grid
yang kita inginkan antara finer dan finest mesh grid. Semakin baik
maka akan mendapat resolusi yang baik juga.
Gambar 18 Setting mesh refinement
f) Number of iteration
Setting yang digunakan untuk mengubah dan menentukan jumlah
iterasi dari proses pengolahan yang dilakukan oleh software. Besar
iterasi data akan makin baik namun di beberapa kondisi pemilihan
iterasi yang terlalu besar terkadang malah menjadikan rms error makin
besar. Oleh karena itu perlu dilakukan pemilihan iterasi yang
mendapatkan hasil yang optimum.
Gambar 19 Setting number of iteration
4. Inversi Data
Setelah data berhasil diinputkan dan dilakukan pengolahan dan setting
parameter data pilih menu inversi pada panel kemudia pilih least-squares
inversion untuk melakukan perintah inversi pada software. Fungsi panel
inversi pada RES2DINV adalah untuk melakukan proses inversi dari data
obervasi dan kalkulasi yang didapatkan. Pemilihan least-squares inversion
pada software ini bertujuan untuk medapatkan solusi dari permodelan pada
kasus overdetermined dengan menggunakan konsep regrsi linier.
INTERPRETASI
A. Contoh interpretasi pada pengukuran resistivitas 2D (imaging)
B.