Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN THALASEMIA

A. Konsep Penyakit
1. DEFINISI

Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang


diturunkan secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada
hemoglobin. dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah
sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari) (Yuwono, 2012).
Thalasemia kelompok heterogen anemia hemolitik herediter yang ditandai
oleh penurunan kecepatan sintesis satu rantai polipeptida hemoglobin atau lebih
diklasifikasikan menurut rantai yang terkena (alfa, beta, gamma) ; dua kategori
mayor adalah alfa-dan beta-thalasemia, alfa-t, thalasemia yang disebabkan oleh
penurunan kecepatan sintesis rantai alfa hemoglobin (Kamus Dorlan,2000).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi
kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit
menjadi pendek (kurang dari 120 hari). Penyebab kerusakan tersebut adalah Hb
yang tidak normal sebagai akibat dari gangguan dalam pembentukan jumlah
rantai globin atau struktur Hb (Nursalam,2005).
Thalasemia merupakan keadaan yang diwarisi, yaitu diwariskan dari
keluarga kepada anak. Kecacatan gen menyebabkan haemoglobin dalam sel
darah merah menjadi tidak normal. Mereka yang mempunyai penyakit
Thalasemia tidak dapat menghasilkan haemoglobin yang mencukupi dalam darah
mereka. Haemoglobin adalah bahagian sel darah merah yang mengangkut
oksigen daripada paru-paru keseluruh tubuh. Semua tisu tubuh manusia
memerlukan oksigen. Akibat kekurangan sel darah merah yang normal akan
menyebabkan pesakit kelihatan pucat kerana paras hemoglobin (Hb) yang rendah
(anemia).
Macam – macam thalasemia :

1
2. Thalasemia beta
Merupakan anemia yang sering dijumpai yang diakibatkan oleh defek
yang diturunkan dalam sintesis rantai beta hemoglobin.
Thalasemia beta meliputi:
a. Thalasemia beta mayor
Bentuk homozigot merupakan anemia hipokrom mikrositik yang berat
dengan hemolisis di dalam sumsum tulang dimulai pada tahun pertama
kehidupan.Kedua orang tua merupakan pembawa “ciri”. Gejala – gejala
bersifat sekunder akibat anemia dan meliputi pucat, wajah yang
karakteristik akibat pelebaran tulang tabular pada tabular pada kranium,
ikterus dengan derajat yang bervariasi, dan hepatosplenomegali.
b. Thalasemia Intermedia dan minor
Pada bentuk heterozigot, dapat dijumpai tanda – tanda anemia ringan dan
splenomegali. Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan kadar Hb
bervariasi, normal agak rendah atau meningkat (polisitemia). Bilirubin
dalam serum meningkat, kadar bilirubin sedikit meningkat.
3. Thalasemia alpa
Merupakan thalasemia dengan defisiensi pada rantai α

2. ETIOLOGI
Faktor genetik yaitu perkawinan antara 2 heterozigot (carier) yang
menghasilkan keturunan Thalasemia (homozigot). Ketidakseimbangan dalam
rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam pembentukan
hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan secara resesif dari
kedua orang tua.
Thalasemia termasuk dalam anemia hemolitik, dimana umur eritrosit
menjadi lebih pendek (normal 100-120 hari). Umur eritrosit ada yang 6 minggu, 8
minggu bahkan pada kasus yang berat umur eritosit bisa hanya 3 minggu.

2
Pada talasemia, letak salah satu asam amino rantai polipeptida berbeda urutannya
atau ditukar dengan jenis asam amino lainnya.

3. PATOFISIOLOGI
Hemoglobin paska kelahiran yang normal terdiri dari dua rantai alpa dan
beta polipeptide. Dalam beta thalasemia ada penurunan sebagian atau keseluruhan
dalam proses sintesis molekul hemoglobin rantai beta. Konsekuensinya adanya
peningkatan compensatori dalam proses pensintesisan rantai alpa dan produksi
rantai gamma tetap aktif, dan menyebabkan ketidaksempurnaan formasi
hemoglobin. Polipeptid yang tidak seimbang ini sangat tidak stabil, mudah
terpisah dan merusak sel darah merah yang dapat menyebabkan anemia yang
parah. Untuk menanggulangi proses hemolitik, sel darah merah dibentuk dalam
jumlah yang banyak, atau setidaknya bone marrow ditekan dengan terapi
transfusi. Kelebihan fe dari penambahan RBCs dalam transfusi serta kerusakan
yang cepat dari sel defectif, disimpan dalam berbagai organ (hemosiderosis).
Pada keadaan normal disintetis hemoglobin A (adult : A1) yang terdiri
dari 2 rantai alfa dan dua rantai beta. Kadarnya mencapai lebih kurang 95 % dsari
seluruh hemoglobin. Sisanya terdiri dari hemoglobin A2 yang mempunyai 2
rantai alfa dari 2 rantai delta sedangkan kadarnya tidak lebih dari 2 % pada
keadaan normal. Haemoglobin F (foetal) setelah lahir Foetus senantiasa menurun
dan pada usia 6 bulan mencapai kadar seperti orang dewasa, yaitu tidak lebih dari
4%, pada keadaan normal. Hemoglobin F terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai
gamma. Pada thalasemia, satu atau lebih dari satu rantai globin kurang diproduksi
sehingga terdapat kelebihan rantai globin karena tidak ada pasangan dalam proses
pembentukan hemoglobin normal orang dewawa (HbA). Kelebihan rantai globin
yang tidak terpakai akan mengendap pada dinding eritrosit. Keadaan ini
menyebabkan eritropoesis tidak efektif dan eritrosit memberikan gambaran
anemia hipokrom, mikrositer.

3
Pada Thalasemia beta produksi rantai beta terganggu, mengakibatkan
kadar Hb menurun sedangkan produksi HbA2 dan atau HbF tidak terganggu
karena tidak memerlukan rantai beta dan justru memproduksi lebih banyak dari
pada keadaan normal, mungkin sebagai usaha kompensasi.
Eritropoesis didalam susunan tulang sangat giat, dapat mencapai 5 kali
lipat dari nilai normal, dan juga serupa apabila ada eritropoesis ekstra medular
hati dan limfa. Destruksi eritrosit dan prekusornya dalam sumsum tulang adalah
luas (eritropoesis tidak efektif) dan masa hidup eritrosit memendek dan hemolisis.
Pathway : (terlampir)

4. MANIFESTASI KLINIS
Bayi baru lahir dengan thalasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awal pucat
mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan
dan pada kasus yang berat terjadi beberapa minggu pada setelah lahir. Bila
penyakit ini tidak ditangani dengan baik, tumbuh kembang masa kehidupan anak
akan terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh dan
dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya
menyebabkan pembesaran jantung.
Terdapat hepatosplenomegali. Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan
pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat system
eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan dan
kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Penyimpangan pertumbuhan akibat
anemia dan kekurangan gizi menyebabkan perawakan pendek. Kadang-kadang
ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu.
Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila limpanya telah diangkat
sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia yang dapat
mengakibatkan kematian. Dapat timbul pensitopenia akibat hipersplenisme.
Hemosiderosis terjadi pada kelenjar endokrin (keterlambatan dan gangguan
perkembangan sifat seks sekunder), pancreas (diabetes), hati (sirosis), otot

4
jantung (aritmia, gangguan hantaran, gagal jantung), dan pericardium
(perikerditis).
Secara umum, tanda dan gejala yang dapat dilihat antara lain:
1. Letargi
2. Pucat
3. Kelemahan
4. Anoreksia
5. Sesak nafas
6. Tebalnya tulang kranial
7. Pembesaran limpa
8. Menipisnya tulang kartilago

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Studi hematologi : terdapat perubahan – perubahan pada sel darah
merah, yaitu mikrositosis, hipokromia, anosositosis, poikilositosis, sel target,
eritrosit yang immature, penurunan hemoglobin dan hematrokrit.
 Elektroforesis hemoglobin : peningkatan hemoglobin
 Pada thalasemia beta mayor ditemukan sumsum tulang hiperaktif
terutama seri eritrosit. Hasil foto rontgen meliputi perubahan pada tulang
akibat hiperplasia sumsum yang berlebihan. Perubahan meliputi pelebaran
medulla, penipisan korteks, dan trabekulasi yang lebih kasar.
 Analisis DNA, DNA probing, gone blotting dan pemeriksaan PCR
(Polymerase Chain Reaction) merupakan jenis pemeriksaan yang lebih maju.

6. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa

5
Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar
feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%,
atau sekitar 10-20 kali transfusi darah. Desferoxamine, dosis 25-50 mg/kg
berat badan/hari subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan
minimal selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi darah. Vitamin C 100-
250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek kelasi
besi. Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang
umur sel darah merah.
1. Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan
peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya rupture.
Hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau
kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu
tahun. Ini ditunda sampai pasien berumur di atas 6 tahun karena resiko infeksi.
2. Suportif
Transfusi darah : Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 11 g/dl.
Dengan kedaan ini akan memberikan supresi sumsum tualang yang adekuat,
menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat mempertahankan
pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian sel darah merah
sebaiknya10-20 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl. Pada sedikit kasus
transplantasi sumsum tulang telah dilaksanakan pada umur 1 atau 2 tahun dari
saudara kandung dengan HIA cocok (HIA-Matched Sibling). Pada saat ini
keberhasilan hanya mencapai 30% kasus.
3. Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya dll)
Tumbuh kembang, kardiologi, Gizi, endokrinologi, radiologi, Gigi.

6
B. PENGKAJIAN
1. Asal keturunan / kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah
(Mediteranial) seperti Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia
cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang
paling banyak diderita.
2. Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah
terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan pada thalasemia
minor biasanya anak akan dibawa ke RS setelah usia 4 tahun.
3. Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi
lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
4. Pertumbuhan dan perkembangan
Seiring didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang
sejak masih bayi. Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak,
adalah kecil untuk umurnya dan adanya keterlambatan dalam kematangan
seksual, seperti tidak ada pertumbuhan ramput pupis dan ketiak, kecerdasan
anak juga mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor, sering
terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
5. Pola makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan
tidak sesuai usia.
6. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak
tidur/istirahat karena anak mudah lelah.
7. Riwayat kesehatan keluarga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang
tua juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak beresiko terkena
talasemia mayor.
8. Riwayat ibu saat hamil (Antenatal Care (ANC))
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya
faktor resiko talasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu
diberitahukan resiko yang mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.

7
9. Data keadaan fisik anak thalasemia
A. Keadaan umum lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang

seusia.
b. Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum mendapatkan pengobatan
mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid
(hidung pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata lebar, tulang dahi terlihat
lebar.
c. Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
d. Mulut dan bibir terlihat kehitaman
e. Dada, Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran
jantung dan disebabkan oleh anemia kronik.
F. Perut, Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati
(hepatosplenomegali)
g. Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia, BB di bawah
normal
h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas tidak
tercapai dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut ketiak, pubis ataupun
kumis bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tapa odolense karena
adanya anemia kronik.
i. Kulit, Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat
transfusi warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi
karena adanya penumpukan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
10. Krisis Vaso-Occlusive
a. Sakit yang dirasakan
b. Gejala yang berkaitan dengan ischemia dan daerah yang berhubungan.
- Ekstremitas: kulit tangan dan kaki yang mengelupas
disertai rasa sakit yang menjalar.
- Abdomen : sakit yang sangat sehingga dapat dilakukan
tindakan pembedahan
- Cerebrum : stroke, gangguan penglihatan.
- Pinggang : gejalanya seperti pada penyakit paru-paru
basah.

8
- Liver : obstruksi jaundise, koma hepatikum.
- Ginjal : hematuria.
Efek dari krisis vaso-occclusive kronis adalah:
a. Hati: cardiomegali, murmur sistolik
b. Paru-paru: gangguan fungsi paru-paru, mudah terinfeksi.
c. Ginjal: ketidakmampuan memecah senyawa urin, gagal ginjal.
d. Genital: terasa sakit, tegang.
e. Liver: hepatomegali, sirosis.
f. Mata: ketidaknormalan lensa yang mengakibatkan gangguan penglihatan,
kadang menyebabkan terganggunya lapisan retina dan dapat menyebabkan
kebutaan.
g. Ekstremitas: perubahan tulang-tulang terutama bisa membuat bungkuk,
mudah terjangkit virus salmonela osteomyelitis.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler
yang diperlukan untuk pengiriman oksigen ke sel.
2. Ketidakseimbangan nutisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidak mampuan mencerna makanan atau absorpsi nutrisi yang diperlukan
untuk pembentukan sel darah merah
3. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat
(penurunan hemoglobin, leukopenia atau penurunan granulosit)
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen dengan kebutuhan oksigen

9
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi
Keperawatan hasil
1. Perubahan NOC : NIC :
Circulation status Peripheral Sensation Management
perfusi jaringan
Tissue perfusion : - Kaji pengisian kapiler, warna kulit/
berhubungan
perifer membran mukosa, dasar kuku
dengan Kriteria hasil: - Kaji respon verbal melambat, mudah
- Keluarga/pasien
penurunan terangsang, agitasi, gangguan memori,
mengetahui penyebab
komponen bingung
perubahan perfusi - Tinggikan posisi kepala (pada pasien
seluler yang
jaringan hipotensi)
diperlukan
- Klien menunjukkan - Awasi tanda vital
untuk - Periksa nadi perifer, edema, pengisian
perfusi yang adekuat
pengiriman kapiler, warna kulit/membrane mukosa,
seperti: pengisian
oksigen ke sel. dan suhu membrane mukosa.
kapiler baik, haluaran
- Pantau status cairan meliputi asupan
urin adekuat,
dan haluaran.
membrane mukosa - Rendahkan ekstremitas untuk
merah muda, akral meningkatkan sirkulasi arteri dengan
hangat tepat
- Tidak ada nyeri - Anjurkan pasien untuk meningkatkan
ekstremitas intake makanan yang adekuat
- Hb normal 12 – 16 gr% - Kolaborasi pengawasan hasil
- TTV dalam batas
pemeriksaan laboraturium.
normal - Berikan sel darah merah
lengkap/packed produk darah sesuai
indikasi
2. Ketidakseimban NOC : Nutritional NIC :
Nutrition Management
gan nutisi Status : Food and
- Kaji kemampuan pasien untuk
kurang dari Fluid Intake
mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Setelah dilakukan
kebutuhan - Kaji adanya alergi makanan
tindakan keperawatan - Anjurkan pasien untuk meningkatkan
tubuh

10
berhubungan selama 3 x 24 jam intake Fe
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
dengan ketidak diharapkan nutrisi
menentukan jumlah kalori dan nutrisi
mampuan terpenuhi secara adekuat.
Kriteria hasil : yang dibutuhkan pasien
mencerna
1) Adanya peningkatan - Anjurkan pasien untuk meningkatkan
makanan atau
berat badan sesuai protein dan vitamin C
absorpsi nutrisi - Yakinkan diet yang di makan
dengan tujuan
yang diperlukan 2) Berat badan ideal mengandung tinggi serat untuk
untuk sesuai dengan tinggi mencegah konstipasi
- Berikan makanan yang terpilih
pembentukan badan
3) Mampu ( sudah dikonsultasikan dengan ahli
sel darah merah
mengidentifikasi gizi)
- Ajarkan pasien bagaimana membuat
kebutuhan nutrisi
4) Tidak ada tanda – catatan makanan harian
- Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
tanda malnutrisi
5) Tidak terjadi kalori
- Berikan informasi tentang kebutuhan
penurunan berat
nutrisi
badan yang berarti
Nutrition Monitoring
- Monitor berat badan pasien
- Monitor adanya penurunan berat
badan
- Jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak pada selama jam makan
- Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi
- Monitor turgor kulit
- Monitor kadar albumin, total protein,
hemoglobin dan kadar hematokrit
- Monitor makanan kesukaan pasien
- Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
- Monitor jaringan konjuntiva mata :
kering, pucat, dan kemerahan

11
- Monitor kalori dan intake nutrisi
- Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas
oral
- Catat jika lidah berwarna magenta dan
scarlet
3. Resiko infeksi NOC : NIC :
Immune status
berhubungan Infection control
Knowledge : Infection
- Ganti letak IV line sesuai petunjuk
dengan
control - Gunakan kateter intermitten untuk
pertahanan Risk control
menurunkan infeksi kandung kemih
Setelah dilakukan
sekunder tidak - Cuci tangan sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan
adekuat tindakan keperawatan
3x 24 jam diharapkan - Tingkatkan intake nutrisi
(penurunan
- Berikan antibiotik bila perlu
tidak terjadi infeksi
hemoglobin, Infection protection
Kriteria hasil :
- Monitor tanda infeksi sistemik dan
leukopenia atau 1) Pasien bebas dari
lokal
penurunan tanda dan gejala
- Monitor nilai leukosit
granulosit) infeksi - Pertahankan teknik aseptik
2) Mendiskripsikan - Inspeksi kulit, dan membran mukosa
proses penularan terhadap kemerahan, panas, drainase
- Ajarkan cara menghindari infeksi
penyangkit, faktor
- Dorong masukan nutrisi yang cukup
yang memengaruhi - Dorong masukan cairan
- Inspeksi kondisi luka
penularan serta
- Laporkan kultur positif
penatalaksanaannya
3) Menunjukkan
kemampuan untuk
mencegah timbulnya
infeksi
4) Jumlah leukosit
dalam batas normal
5) Menunjukkan
perilaku hidup sehat

12
4. Intoleransi NOC : NIC :
Energy conservation
aktivitas Energy management :
Self Care : ADLs
berhubungan Kriteria hasil : - Kaji adanya faktor yang menyebabkan
- Berpartisipasi dalam
dengan kelelahan
aktifitas fisik tanpa
ketidakseimban - Monitor nutrisi dan sumber energi
disertai peningkatan
gan antara - Monitor respon kardiovaskuler terhadap
tekanan darah, nadi dan
suplai oksigen aktifitas
pernafasan
dengan - Monitor pola tidur dan lamanya tidur
- Mampu melakukan
kebutuhan atau istirahat
aktifitas sehari-hari
oksigen - Dorong anak untuk mengungkapkan
(ADLs) secara mandiri
perasaan terhadap keterbatasan
Activity therapy
- Monitor respon fisik, sosial, emosi dan
spiritual
- Bantu pasien mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
- Bantu pasien mengidentifikasi aktifitas
yang mampu dilakukan
- Bantu pasien memilih aktifitas
konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan sosial

13
DAFTAR PUSTAKA

Dochterman, Joanne McCloskey, dkk. 2004. Nursing Intervention Classification


Fourth Edition. Mosby
Editors, Moorhead, Sue, dkk. 2007. Nursing Outcomes Classification Fourth Edition.
Mosby
Herdman, T.H& Kamitsuru, S. 2014. NANDA International Nursing
Diagnose:Definition& Classification, 2015 – 2017. 10nd ed. Oxford: Wiley
Blackwell
Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan bayi dan Anak. Jakarta : Salemba Medika
Wong, Donna L, Shannon E. Perry, Marilyn J. Hockenberry. Maternal Child Nursing
Care. St. Louis : Mosby Company, 2002.

14

Anda mungkin juga menyukai