Anda di halaman 1dari 14

Nama : Fathi Robbany

NRP : 02111750010006

Additive Manufacturing

1. Pengenalan

Prinsip utama dari teknologi additive manufacturing adalah, pembuatan model yang
diawali dengan menggunakan three-dimensional Computer Aided Design (3D CAD), dan
dapat difabrikasi langsung tanpa membutuhkan process planning.

Additive manufacturing bekerja dengan cara menambah material layer demi layer
(lapisan tipis), sampai membentuk design seperti pada 3D CAD nya, semakin tipis layer
hasil dari proses akan menjadi semakin mendekati desain, seperti yang terlihat Gambar 1

Gambar 1. CAD to STL


Sumber : Gibson, Rosen, dan Stucker (2010:2)
AM (Additive Manufacturing) memiliki beberapa langkah proses, semakin rumit
desain dari sebuah produk maka produk tersebut juga akan memiliki semakin banyak
langkah proses, begitu pula sebaliknya.

Akan tetapi semua proses AM akan memiliki setidaknya 8 langkah proses


antara lain:

1. CAD
Semua part harus dimulai dari pemodelan CAD, alat reverse engineering seperti
laser scanning juga dapat digunakan pada langkah pertama ini.
2. Konversi ke STL
Hampir semua mesin AM dapat membaca/menerima file format STL, yang
merupakan standar defacto, dan hampir semua software CAD dapat
mengeluarkan format STL. File ini menampung gambar model pada CAD dan
menghitung berapa jumlah lapisan yang dibutuhkan.
3. Memindahkan STL ke mesin AM
STL yang telah dibuat harus dipindahkan atau ditransfer ke mesin AM.
4. Persiapan mesin
Parameter-parameter dari mesin AM harus disiapkan secara tepat, seperti
material constrain, energy source, layer thickness, dll
5. Pengerjaan/Pembuatan
Proses pengerjaan kebanyakan berjalan secara otomatis.
6. Pencopotan
Setelah proses pengerjaan selesai produk harus dicopot dari mesin, yang harus
diperhatikan dalam pencopotan adalah temperatur dalam mesin apakah sudah
cukup rendah dan apakah mesin sudah benar-benar berhenti.
7. Postprocessing
Setelah produk diambil dari mesin, produk mungkin memerlukan proses
tambahan seperti pembersihan atau yang lain sebelum digunakan.
8. Aplikasi
Pada langkah ini produk sudah dapat digunakan

Langkah-langkah di atas dapat juga dilihat pada Gambar 2


Gambar 2. Proses Additive Manufacturing
Sumber : Gibson, Rosen, dan Stucker (2010:4)

Dari penjelasan di atas kita dapat mengetahui kenapa menggunakan kata additive,
karena prosesnya menggabungkan material layer demi layer. Sedangkan pada proses
manufaktur yang lain, proses dikerjakan dengan cara mengurangi bagian dari benda kerja.

AM juga memiliki beberapa variasi teknologi yang akan dibahas satu persatu,
teknologi dari AM didasari oleh bentuk dari material pembentuknya apakah itu, bubuk,
material cair, lembaran baja solid, vat of liquid photopolymer, atau ink-jet deposited
photopolymer.

2. Proses Photopolymerization
Proses photopolymerization menggunakan liquid, radiation curable resins, atau
photopolymer sebagai material utamanya. Hampir semua photopolymer bereaksi dengan
radiasi pada range panjang gelombang ultraviolet, tapi beberapa visible light system juga
digunakan. Pada kondisi irradiation, material ini harus mengalami reaksi kimia untuk
menjadi solid. reaksi ini disebut photopolymerization, dan umumnya hal tersebut terjadi
secara kompleks, dan melibatkan banyak proses/unsur kimia.
Terdapat dua konfigurasi utama pada proses photopolymerization vat, ditambah
dengan satu konfigurasi tambahan. Konfigurasi tersebut antara lain:
- Vector scan, atau point-wise
- Mak projection, or layer-wise
- Two-photon
Konfigurasi tersebut dapat dilihat secara skematik pada Gambar 3.

Gambar 3. Konfigurasi Proses Photopolymerization


Sumber : Gibson, Rosen, dan Stucker (2010:62)

3. Powder Bed Fusion Processes


Powder bed fusion (PBF) proses adalah additive manufacturing proses pertama yang
dikomersilkan.Selective Laser Sintering (SLS) adalah proses yang pertama dikomersilkan
dari powder bed fusion proses. Skema dari proses tersebut dapat lihat pada Gambar 4, dan
proses PBF yang lain didapatkan dari modifikasi proses ini.
Semua proses PBF memiliki karakteristik basic yang sama, yaitu memiliki satu atau
lebih sumber panas untuk menggabungkan antar particle powder.
Gambar 4. Skema Powder Bed Fusion
Sumber : Gibson, Rosen, dan Stucker (2010:104)

Powder Fusion Mechanisms


Terdapat 4 mekanisme fusion berbeda pada proses PBF, antara lain solid-state
sintering, chemically-induced binging, liquid-phase sintering, and full melting.
a. Solid-state Sintering
Kata sintering digunakan untuk mendeskripsikan mekanisme penggabungan
powder akibat dari proses thermal. Sintering mengindikasikan penggabungan
powder pada temperatur tertentu tanpa mengalami melting. Gambar 5 menunjukkan
ketika particle bergabung pada temperatur tertentu.
Gambar 5. Proses Penggabungan Powder
Sumber : Gibson, Rosen, dan Stucker (2010:106)

b. Chemically-induced Sintering
Chemillay-induced sintering melibatkan penggunakan aktifasi reaksi kimia
secara thermal antara dua tipe powder atau antara powder dengan gas di atmosfir.
Karakteristik yang sering ditemui pada chemically-induced sintering adalah
porositas. sehingga, post-process infiltrasi atau temperatur pembakaran yang tinggi
sampai densitas yang lebih tinggi sering dibutuhkan untuk mendapatkan properti
yang diinginkan untuk beberapa aplikasi.
c. Liquid-phase Sintering and Partial Melting

Liquid-phase sintering (LPS) merupakan mekanisme yang paling serbaguna


pada PBF. LPS adalah istilah yang digunakan secara luas dalam industri powder
processing untuk merujuk pada peleburan partikel powder entah pada kondisi lebur
atau pada kondisi solid.

Sehingga, partikel dengan temperatur yang tinggi dapat disatukan tanpa


dileburkan atau dapat langsung di sintering.

d. Full Melting

Full melting adalah mekanisme yang sangat sering diasosiasikan dengan


PBF proses dari baja paduan dan polimer semi-crystalline.

Material yang paling sering digunakan pada proses PBF adalah nylon
polyamide. sebagai material semi-crystalline, material tersebut memiliki melting
point yang jelas. Untuk menghasilkan produk dengan kekuatan yang paling tinggi,
material jenis ini harus dileburkan secara penuh ketika pengerjaan.

Gambar 6 menunjukkan rangkuman dari beberapa mekanisme tersebut.

Gambar 6. Macam-macam Proses PBF


Sumber : Gibson, Rosen, dan Stucker (2010:113)

4. Extrusion-Based System

Teknologi ini seperti menekan sebuah adonan kue, jika gaya yang digunakan untuk
menekan konstan maka bahan yang terbentuk juga akan konstan.

Terdapat dua pendekatan yang penting ketika menggunakan proses extrusion. yang
paling sering digunakan adalah menggunakan temperature sebagai pengendali keadaan
material. Material yang lebur akan bersifat liquid sehingga dapat mengalir melewati nozzle
dan menyatu dengan material sebelumnya sebelum menjadi solid. Pendekatan alternatif
lainnya yaitu menggunakan perubahan kimiawi yang menyebabkan solidifikasi.

Prinsip Basic

Terdapat beberapa prinsip-prinsip dasar pada proses ini yaitu :

- Loading of material
- Liquification of the material
- Memberikan tekanan pada material agar dapat melewati nozzle
- Extrusion
- Plotting berdasarkan cetakan yang sudah ditentukan
- Menyatukan material

5. Printing Processes

Metode 3D printing pertama kali didemonstrasikan pada tahun 1980 an. Terdapat 3
perusahaan yang juga masih sebagai pemain utama dalam bidang 3D printing yaitu:
solidscape, 3D System, dan Object Geometries. Gambar 7 merupakan alat 3D printing yang
sudah komersil.

Gambar 7. 3D Printer
Sumber : Gibson, Rosen, dan Stucker (2010:173)

Setiap AM proses memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan utama dari


printing adalah murah, cepat, dan kapabilitas dari warna.

Dari berbagai material yang diteliti, untuk material yang paling menjanjikan untuk
aplikasi di masa depan adalah polymer, keramik dan metal. Ada beberapa teknologi formasi
droplet, dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Kiri Kontinu, kanan drop-on-demand
Sumber : Gibson, Rosen, dan Stucker (2010:184)

6. Sheet Lamination Processes

Laminated object manufacturing (LOM) merupakan salah satu yang pertama yang
dikomersilkan (1991) dalam additive manufacturing teknik. Banyak proses lain yang
dikembangkan dari proses LOM. Skematik proses LOM dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 9. Prinsip Sheet Lamination Proses
Sumber : Gibson, Rosen, dan Stucker (2010:208)

Karena prinsip konstruksinya hanya bagian luar saja yang dipotong, dan lembaran baja
dapat dipotong juga dan kemudian ditumpuk dan dipotong. Proses tersebut dapat
dikategorikan lebih jauh berdasarkan mekanisme yang digunakan untuk menggabungkan
antar layer, yaitu : (a) gluing atau adhesive bonding, (b) thermal bonding proses, (c)
clamping, dan (d) ultrasonic welding.

7. Beam Deposition Processes

Proses beam deposition (BD) memungkinkan untuk membuat part dengan


meleburkan dan mengendapkan material dari powder atau wire feedstock. Meskipun proses
ini dapat digunakan untuk polimer, keramik dan matrik komposit, logam merupakan material
utama pada proses ini.

Sebagian besar proses BD yang dikomersilkan memungkinkan pelelehan dari


powder menggunakan focused high-power laser beam sebagai sumber panas. Berbagai
penelitian termasuk menggunakan sebuah sinar elektron atau plasma sebagai sumber panas,
atau menggunakan kabel metal sebagai pengganti powder. Skema BD dapat dilihat pada
Gambar 10

Gambar 10. Skema Beam Deposition Proses


Sumber : Gibson, Rosen, dan Stucker (2010:238)

8. Direct Write Technology

Meskipun penggunaan awal dari beberapa teknologi DW mendahului munculnya


AM, Badan Pertahanan U.S mengetahui potensi untuk membuat komponen dan perangkat
baru jika teknologi material deposition dapat dikembangkan lebih jauh.

Proses DW dapat dibagi menjadi lima kategori, termasuk ink-based, laser transfer,
thermal spray, beam deposition, liuid-phase, dan beam tracing processes.

Ink-Based DW

Proses DW ini adalah yang paling beragam, paling murah, dan paling sederhana
yang melibatkan penggunaan tinta cair. Tinta tersebut disimpan di permukaan dan
mengandung material dasar yang akan menjadi struktur yang diinginkan.

Setelah mengendap, tinta tersebut mengeras karena terjadinya evaporasi. Gambar


11 merupakan ilustrasi dari 2 metode untuk DW ink.
Gambar 11. Ilustasi metode DW Ink, a.continuous fillament writing, b. droplet jetting.
Sumber : Gibson, Rosen, dan Stucker (2010:261)

Nozzle Dispensing Processes

Proses Nozzle DW adalah teknologi yang menggunakan pompa untuk menekan


tinta DW melewati lubang kecil pada target desain. System umumnya menggunakan
nozzle agar memungkinkan mengendapkan material dengan desain yang rumit. Gambar 12
merupakan sekema dari proses nozzle.
Gambar 12. Skema dari Pengendapan Menggunakan Proses Nozzle
Sumber : Gibson, Rosen, dan Stucker (2010:262)

Pada proses ini, faktor pembeda utama antar perangkat adalah :

1. Desain nozzle
Desain nozzle menentukan ukuran dan bentuk deposit, secara langsung
mempengaruhi bagian terkecil desain.
2. Sistem kontrol gerak
Sistem kontrol gerak menentukan keakuratan dan repeatability dari deposit,
besar maximum deposit yang mampu dibentuk, dan kecepatannya.
3. Desain pompa
Desain pompa menentukan kontrol volume, seberapa akurat deposit dapat
dimulai dan dihentikan.
DAFTAR PUSTAKA

Gibson, I., Rosen, D, W. &Stucker, B. 2010. Additive Manufacturing Technologies.


Springer. ISBN: 978-1-4419-1119-3

Anda mungkin juga menyukai