Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

ILMU KEDOKTERAN BEDAH


VARIKOKEL

Pembimbing:
dr. F.X. Sri Hartono, Sp.B, Sp.U

Penyusun :
I Made Adiarta Nugraha Putra 201704200261

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN BEDAH


RSAL DR. RAMELAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan kemudahan, sehingga tugas referat yang
berjudul “Karsinoma Ginjal” dapat diselesaikan. Terima kasih saya haturkan
kepada pembimbing saya dr. F.X. Sri Hartono, Sp.B, Sp.U atas waktu yang
telah diberikan guna memberikan arahan dalam proses penyelesaian referat
ini.
Referat ini saya tulis dengan tujuan menyelesaikan tugas akademik
yang diberikan kepada saya selama kepaniteraan klinik dokter muda di
bagian ilmu bedah RSAL dr. Ramelan Surabaya, disamping juga menambah
wawasan saya mengenai kelainan pada organ testis sehingga dapat berguna
bagi saya di masa depan.
Saya menyadari berbagai kekurangan yang terdapat dalam referat ini,
karenanya saya selalu membuka diri terhadap saran dan kritik membangun
untuk perbaikan kearah yang lebih baik. Semoga referat ini dapat membawa
manfaat positif tidak hanya untuk saya namun juga untuk kita semua.

Surabaya,

Pembimbing, Penyusun,

dr. F.X. Sri Hartono, Sp.B, Sp.U I Made Adiarta Nugraha, S.Ked

ii
Varikokel

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................... iii


BAB I .............................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Embriologi Testis .................................................................................... 2
1.2 Anatomi ................................................................................................... 2
1.3 Vaskularisasi ........................................................................................... 4
1.4 Persarafan................................................................................................ 4
1.5 Histologis ................................................................................................. 4
BAB 2 ............................................................................................................. 5
PEMBAHASAN .............................................................................................. 5
2.1 Definisi Varikokel .................................................................................... 5
2.2 Epidemiologi ........................................................................................... 5
2.3 Etiologi ..................................................................................................... 6
2.4 Patogenesis ............................................................................................. 7
2.5 Patofisiologi ............................................................................................ 7
2.6 Diagnosis ............................................................................................... 10
2.7 Diagnosis Banding ............................................................................... 15
2.8 Penatalaksanaan ................................................................................... 16
2.9 Komplikasi ............................................................................................. 21
2.10 Prognosis ............................................................................................ 21
BAB 3 KESIMPULAN ................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 24

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Varikokel telah diakui dalam praktik klinis selama lebih dari satu
abad. Pada tahun-tahun awal, lesi vena ini dilaporkan memiliki kejadian
sekitar 16% pada populasi umum yang mirip dengan kejadian saat ini, tetapi
pengobatan varikokel pada saat itu adalah khusus untuk manajemen nyeri.6
Pada tahun 1952, diagnosis dan pengobatan varicoceles berubah
secara dramatis. Tulloch memperbaiki varikokel pada pria dengan
azoospermia. Seiring waktu pria ini mulai memproduksi sperma dalam
ejakulasi dan berhasil menghamili istrinya. Satu laporan kasus ini
menghubungkan varikokel dan infertilitas, dan segera ditemukan bahwa
kejadian varikokel dalam populasi tidak subur adalah sekitar 35-40%.6
Patofisiologi varikokel kurang dipahami. Selain itu, tidak ada cara
sistematis untuk mengklasifikasikan lesi ini, tidak ada standar yang ditetapkan
untuk mengevaluasi parameter air mani pria-pria ini dan ada cara-cara
terbatas untuk memperbaiki lesi ini. Namun demikian, sebagian besar Para
peneliti sepakat bahwa varikokel memiliki kaitan dengan infertilitas.1
Pendapat saat ini menunjukkan bahwa stres oksidatif adalah elemen
sentral berkontribusi terhadap infertilitas pada pria dengan varikokel, dan
bahwa perbaikan varikokel bedah (varicocelectomy) bermanfaat tidak hanya
untuk mengurangi infertilitas terkait stres oksidatif, tetapi juga untuk
mencegah dan melindungi terhadap karakter progresif varikokel dan
peningkatan regulasi stres oksidatif sistemik.1

1
1.1 Embriologi Testis
Embrio dikatakan secara genetik adalah pria apabila sel germinal
primordial membawa kromosom seks komplek XY. Di bawah pengaruh
dari gen SRY pada kromosom Y yang mengkode testis determining
factor, korda seks primitif berkembang secara proliferatif dan masuk lebih
dalam ke medula untuk membentuk testis atau ke dalam korda medula.
Untuk menuju bagian hilus dari kelenjar, korda berpisah ke bagian untaian
sel kecil yang nantinya akan menjadi tubulus dari rete testis. Selama
perkembangan yang lebih lanjut, lapisan padat dari jaringan konektif
fibrosa yaitu tunica albugenia memisahkan korda testis dari permukaan
epitel. 5

Gambar 1 : Embriologi Testis (Diambil dari Sadler TW. Langman’s


medical embryology ; 8th ed. Lippincot William & Willkins. Hal.340)

1.2 Anatomi

Testis adalah organ genitalia pria yang pada orang normal jumlahnya
ada dua dan masing-masing terletak didalam skrotum kanan dan kiri.
Bentuknya ovoid dan pada orang dewasa ukurannya adalah 4 x 3 x 2,5
cm, dengan volume 15-25 ml. Kedua buah testis terbungkus oleh jaringan
tunika albuginea yang melekat pada testis. Diluar tunika albuginea
terdapat tunika vaginalis yang terdiri dari lapisan viseralis dan parietalis,

2
serta tunika dartos. Otot kremaster yang berada di sekitar testis
memungkinkan testis dapat digerakkan mendekati ruang abdomen untuk
mempertahankan temperatur testis agar tetap stabil. 1

Namun, suhu yang lebih rendah ini tidak penting untuk produksi
hormon oleh testis. Sama pentingnya dalam mempertahankan suhu testis
yang lebih rendah adalah pengaturan khusus pembuluh darah yang
memasok testis. Arteri testis yang turun ke skrotum dikelilingi oleh pleksus
vena kompleks yang naik dari testis dan membentuk pleksus
pampiniformis. Darah yang kembali dari testis di pleksus pampiniformis
lebih dingin daripada darah yang mengalir di arteri testis menuju testis.
Dengan mekanisme pertukaran panas yang berlawanan, darah arteri
didinginkan oleh darah vena sebelum memasuki testis, membantu
menjaga suhu yang lebih rendah di testis.5
Testis tertutup dari 3 lapis yaitu terdiri dari tunica vasculosa,
ditengahnya terdapat tunica albuginea dan paling luar tunica vaginalis.
Bagian posterior testis adalah tempat dimana adanya epididymis. 5

Gambar 2. Bagian vertikal melalui testis dan epididimis. B, Susunan


saluran testis dan mode pembentukan vas deferens.6 ((Diambil dari
Standring S. Gray’s Anatomy. Elsevier: Philaadelphia 2016 p 1272,
1274, Hal 1274).

3
1.3 Vaskularisasi
Testis mendapatkan aliran arteri dari aorta abdominalis setinggi
vertebra L2, yang kemudian turun mencapai cincin inguinal profunda.
Arteri tersebut kemudian beranastomose dengan vasa difenesialis
yang merupakan cabang dari arteri hipogastrika4,6.
Sistem drainase vena testis melalui pleksus pampiniformis pada
korda spermatika. Pada annulus ingiuinalis internus pleksus
pampiniformis membentuk vena spermatika interna. Vena yang kanan
memaski vena cava inferior, dibawah vena renalis kanan. Yang kiri
memasuki vena renalis kiri3,6.
1.4 Persarafan
Testis secara embriologis berasal dari tingkat yang sama dengan
ginjal dan, oleh karena itu, berbagi tingkat persarafan yang sama, yaitu
tingkat T10-L1 untuk konduksi nyeri dan T10-L2 untuk persarafan
simpatik. Inervasi visceral dari testis dan epididymis, berjalan dari dua
rute yang berasal dari ginjal, dan ada yang dari plexus aorta.dan berjalan
bersama pembuluh darah gonadal. Jalur tambahan aferen dan eferen
gonadal berasal dari pleksus pelvis yang memiliki hubungan dengan vas
deferens3,6.
Testis tidak memiliki persarafan somatik yang diketahui.
Tampaknya bahwa persarafan adrenergik testis terbatas pada pembuluh
darah kecil yang memasok gugus sel Leydig. Diperkirakan tonus vaskular
pada testis melibatkan autoregulasi arteri kapsular berdasarkan
kebutuhan metabolik lokal dan diatur oleh peptide-petida seperti natrium
peptida natriuretik dan transport molekul yang dibantu oleh LH melintasi
endotel pembuluh darah3,6.
1.5 Histologis
Testikel menghasilkan sperma dan hormon laki-laki. 2 jenis utama
sel di testis yang melakukan fungsi ini adalah sel germinal dan sel stroma.
Interstitium testis mengandung pembuluh darah, limfa, fibroblas,
ma.krofag, dan sel Leydig. Sel ini bertanggung jawab untuk sebagian
besar produksi steroid testis (testosterone). Sel Leydig berdiferensiasi dari
sel prekursor mesenkimal pada minggu ke 7 kehamilan3,6

4
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Varikokel


Varikokel adalah dilatasi (pelebaran) abnormal, pemanjangan dan
berkelok-keloknya vena-vena plexus pampiniformis akibat gangguan
aliran balik vena spermatica interna pada korda spermatikus. Varikokel
merupakan salah satu penyebab terjadinya kasus infertilitas pada pria,
baik primer maupun sekunder. Secara klasik infertilitas didefinisikan
sebagai kegagalan terjadinya pembuahan minimal 1 tahun dengan
hubungan suami istri yang reguler1,2.
Infertilitas primer merupakan istilah yang diberikan bila tidak pernah
terjadi pembuahan, sedangkan bila gagal terjadi pembuahan pada psien
dengan riwayat pembuahan yang berhasil maka hal ini disebut infertilitas
sekunder1,5.
Mekanisme dari keterlibatan varikokel terhadap gangguan
spermatogenesis masih menjadi perdebatan. Teori yang utama
menyatakan bahwa proses selular didalam testis sangat bergantung pada
suhu. Dilatasi vena-vena yang terjadi pada varikokel akan meningkatkan
suhu intraskrotal yang berakibat pada menurunnya produksi testosterone
oleh sel-sel Leydig, jejas pada membran sel germinal, perubahan
metabolisme protein dan menurunnya kerja sel-sel Sertoli2,6.

2.2 Epidemiologi
Penetilian mengenai varikokel dengan populasi terbesar yang
dilaksanakan oleh World Health Organization (WHO), ditemukan varikokel
pada 11,7% pria dengan parameter semen yang normal, 42% pria
dengan infertilitas primer dan 81% pria dengan infertilitas sekunder. Hal
menarik lainnya ditemukan pada studi dengan skala yang lebih kecil, 57%
pria dengan varikokel memiliki saudara laki-laki kandung yang juga
mengalami pelebaran vena yang teraba pada skrotum 1,2.

Pada populasi umum, 15% pria terkena varikokel, dengan 20-40%


diantaranya didapatkan infertilitas primer dan 45-80% dengan infertilitas
sekunder. Kejadian varikokel cukup jarang pada usia pubertas, yaitu

5
kurang dari 10%. Dapat terjadi bilateral ataupun unilateral (90% terjadi
pada sisi kiri)1,2.

2.3 Etiologi
Terdapat tiga teori yang didalilkan untuk menjelaskan etiologi dari
varikokel, yang mana dapat saling mempengaruhi satu sama lain. Teori
yang pertama mendeskirpsikan mengenai sudut siku-siku yang terbentuk
pada vena testikular kiri yang memasuki vena renalis kiri secara tegak
lurus, yang mengakibatkan meningkatnya tekanan hidrosatis pada
pleksus pampiniformis1,2.
Sudut siku-siku yang terbentuk pada area insersi vena spermatika
sinistra ini juga menjelaskan dominasi kasus varikokel unilateral pada sisi
kiri. Insersi vena spermatika kanan langsung menuju ke ke vena cava
inferior, memberikan turbulensi dan tekanan balik yang lebih kecil,
sehingga peningkatan hidrostatis pelksus pampiniformis sisi kanan tidak
begitu signifikan2,6.
Teori kedua, menyebutkan tentang inkompetensi atau tidak adanya
katup-katup vena yang mengakibatkan aliran balik dan dilatasi. Ketiadaan
atau inkompetensi dari katup-katup vena gonadal ini menyebabkan aliran
balik dan dilatasi, terutama pada saat posisi berdiri. Ada juga yang
menyebutkan bahwa terdapat kelainan atau hilangnya mekanisme pompa
atau kurangnya strktur penunjang/atrofi otot cremaster akibat proses
kongenital atau degeneratif pleksus pampiniformis2,3.
Teori inkompetensi katup diatas juga didukung dengan adanya studi
menggunakan venografis dan Doppler. Berdasarkan letak/tingkat katup
inkompeten terhadap vena-vena komunikata akan membagi varikokel
menjadi dua sub-tipe2,3, yaitu:
 Stop type
Tipe ini terdapat pada 14% kasusu varikokel. Pada tipe
ini katup inkompeten hanya terletak diatas vena-vena
komunikata menyebabkan aliran balik yang singkat dari
vena spermatika interna ke pleksus pampiniformis. Tidak
terjadi aliran orthograde karena kondisi katup di distal
masih baik.

6
 Shunt type
Tipe ini mencakup 86% kasus varikokel. Pada tipe ini,
katup inkompeten terletak dibawah vena-vena
komunikata. Sehingga terjadi aliran balik dari vena
spermatika interna ke pleksus pampiniformis dan aliran
orthograde ke vena-vena komunikata (vena vasal dan
vena kremasterika). Anak-anak atau dewasa muda yang
menderita varikokel shunt type memiliki resiko yang lebih
besar untuk mengalami hipotrofi testis.

Teori ketiga melibatkan sebuah fenomena yang disebut dengan


nutcrracker effect. Kejadiannya sangat jarang, pada fenomena nutcracker
ini terjadi penekanan vena renalis kiri diantara arteri mesenterika superior
dan aorta abdominalis, yang mengakibatkan peningkatan tekanan
hidrostatis didalam pleksus pampiniformis dan menyebabkan varikokel.
Peningkatan tekanan yang terjadi secara stabil pada fenoena ini akan
menyebabkan terbentuknya vena-vena kolateral2,3.

2.4 Patogenesis
Varikokel dapat menimbulkan gangguan proses spermatogenesis
melalui beberapa cara, antara lain:
1. Terjadi aliran darah balik pada sirkulasi testis sehingga testis
mengalami hipoksia karena kekurangan oksigen.
2. Refluks hasil metabolit ginjal dan adrenal (antara lain katekolamin dan
prostaglandin) melalui vena spermatika interna ke testis.
3. Peningkatan suhu testis.
4. Adanya anastomosis antara pleksus pampiniformis kiri dan kanan,
memungkinkan zat-zat hasil metabolit tadi dapat dialirkan dari testis kiri
ke testis kanan sehingga menyebabkan gangguan spermatogenesis
testis kanan dan pada akhirnya terjadi infertilitas5.

2.5 Patofisiologi
Kasus varikokel dapat terjadi baik akibat dari kelainan anatomis
maupun fungsional dari sistem drainase vena, namun masih banyak
perdebatan mengenai mekanisme gangguan spermatogenesis yang

7
menyertai varikokel. Kurang lebih 80% pria dengan varikokel merupakan
pria fertil dan memiliki kesuburan yang baik. Telah dilakukan banyak studi
mengenai varikokel namun belum dapat disimpulkan sebuah mekanisme
yang menjelaskan kejadian infertilitas pada 15-20% kasus varicocele1,2.
Drainase vena-vena testikuler adalah melalui pleksus pampiniformis,
sebuah anyaman vena yang melingkari arteri testikularis. Susunan ini
memungkinkan terjadinya pertukaran kalor sehingga terjadi penurunan
suhu darah arterial saat alirannya mencapai testis. Varikokel
mempengaruhi mekanisme ini, menyebabkan peningkatan suhu
intraskrotalis . Peningkatan suhu yang terjadi mengakibatkan penurunan
spermatogenesis (penurunan volume testis dapat terjadu bila berlangsung
lama)1,2.
Penyebab lainnya yaitu adanya aliran balik dari sisa-sisa
metabolisme ginjal dan kelenjar adrenal melalui vena renalis kiri memiliki
sifat gonadotoksik direk3. Aliran balik dar sistem drainase akan
menyebabkan hipoksia dan klirens zat-zat gonadotoksin yang rendah dan
peningkatan reaksi stress oksidatif3. Berikut ini beberapa teori patofisiologi
mengenai hubungan infertilias dengan varikokel : 2,3
a. Disfungsi Bilateral
Penyebab disfungsi testikular bilateral disamping varikokel
unilateral masih dalam studi. Aliran darah retrograd sisi kanan
didapatkan pada pria dengan varikokel sisi kiri dan menjadi mekanisme
yang memungkinkan. Zorgniotti dan MacLeod membuat hipotesa pada
era tahun 1970an, dengan data yang disebutkan pada pria dengan
oligosperma dengan varikokel memiliki temperarur intraskrotal dimana
0.60C lebih tinggi dibandingkan pada pasien dengan oligosperma
tanpa varikokel. Saypol dkk dan Green dkk keduanya mendeskripsikan
peningkatan aliran darah testikular bilateral dan peningkatan
temperatur pada eksperimen dengan binatang yang dibuat varikokel
artifisial unilateral.
Sebagai tambahan, dilakukan perbaikan dari varikokel tersebut
dengan hasil normalisasi dari aliran dan temperatur. Setelah itu,
peneliti mendemonstrasikan bahwa aktivitas DNA polimerase dan
enzim DNA rekombinan pada sel germ sensitif terhadap temperatur,

8
dengan suhu optimal kira- kira 330C. Temperatur optimal untuk sintesis
protein pada spermatid berkisar antara 340C. Proliferasi sel germ
mungkin dipengaruhi dari peningkatan suhu dari varikokel akibat
inhibisi 1 atau lebih dari enzim – enzim yang penting. Trauma
hipertermi konsisten dengan penurunan jumlah spermatogonal akibat
adanya apoptosis yang ditemukan dari biopsi sampel pasien dengan
varikokel. Disamping temuan ini, tidak semua peneliti menemukan
adanya hubungan antara meningkatnya temperatur intratestis dan
varikokel
b. Refluks dari Metabolit Vasoaktif
Karena adrenal kiri dan vena gonadal menuju ke proksimitas
terdekat satu sama lain dari vena renalis, MacLeod menyebutkan
bahwa derivat – derivat dari ginjal atau adrenal dapat menuju ke vena
gonadal. Jika metabolit ini bersifat vasoaktif (mis: prostaglandin), maka
dapat menjadi berbahaya pada fungsi testis. Hasil dari beberapa studi
tidak mensuport teori ini, tetapi peningkatan jumlah norepinefrin,
prostaglandin E dan F, adrenomedulin (vasodilator poten) ditemukan
pada vena spermatika pria dengan varikokel. Metabolit lainnya seperti
renin, dehidroepiandrosteron, atau kortisol tidak ditemukan. Beberapa
penulis menyebutkan dengan adanya metabolit, refluks tidak
mengubah/mempengaruhi spermatogenesis.
c. Hipoksia
Pada era 1980an, Shafik dan Bedeir berteori bahwa
perbedaan gradien tekanan (dan gradien oksigen subsekuen) antara
vena renalis dan gonadal dapat menyebabkan hipoksia diantara vena
gonadal. Dua teori hipoksia lainnya yaitu: peningkatan tekanan vena
dengan olahraga dapat menyebabkan hipoksia, dan stasis dari darah
menyebabkan penurunan tekanan oksigen. Menurut Tanji dkk, pria
dengan varikokel memiliki “atrophy pattern” muskulus kremaster dari
studi histokimia. Disamping penemuan ini, tidak ada perbedaan yang
signifikan diantara kontrol dan tekanan gas oksigen, yang dilakukan
percobaan pada binatang.

9
d. Gonadotoksin
Beberapa studi telah mendemonstrasikan bahwa pria yang
merokok memiliki efek samping yang lebih tinggi dibandingkan yang
tidak merokok. Perokok setidaknya memiliki insiden 2 kali lebih tinggi
untuk terkena varikokel, dan yang telah memiliki varikokel setidaknya
10 kali terjadi peningkatan insiden oligospermia jika dibandingkan
dengan pria varikokel yang tidak merokok. Nikotin memiliki implikasi
sebagai kofaktor pada patogenesis varikokel. Cadmium, gonadotoksin
yang mudah dikenal sebagai penyebab apoptosis, ditemukan secara
signifikan pada konsentrasi testikular yang lebih tinggi dan penurunan
spermatogenesis pada pria dengan varikokel daripada pria dengan
varikokel dengan normal spermatogenesis atau obstruktif
azoospermia.

2.6 Diagnosis
2.6.1 Gejala Klinis
Beberapa pasien dengan varikokel dapat mengalami
nyeri tumpul pada skrotal yang muncul pada saat beraktivitas
dan pembengkakan, namun yang lebih penting, suatu varikokel
dipertimbangkan menjadi suatu penyebab potensial infertilitas
pria. Hubungan varikokel dengan fertilitas menjadi kontroversi,
namun telah dilaporkan peningkatan fertilitas dan kualitas
sperma setelah terapi, termasuk terapi oklusif pada varikokel2,6.

Varikokel pada remaja biasanya asimptomatik dan untuk


itu diagnosis khususnya diperoleh saat pemeriksaan fisik rutin.
Kadang kadang pasien akan datang karena adanya massa
skrotum atau rasa tak nyaman di skrotum, seperti berat atau
rasa nyeri setelah berdiri sepanjang hari. Varikokel
ekstratestikular secara klinis berupa teraba benjolan
asimptomatik, dengan nyeri skrotal atau hanya menyebabkan
infertilitas dengan perjalanan subklinis2,6.

Secara klinis varikokel intratestikular kebanyakan hadir


dengan gejala seperti varikokel ekstratestikuler, meskipun

10
sering varikokel intratestikuler tidak berhubungan dengan
varikokel ekstratestikuler ipsilateral. Manifestasi klinis paling
umum pada varikokel intratestikular adalah nyeri testikular dan
pembengkakan. Nyeri testis diperkirakan berhubungan dengan
peregangan tunika albuginea. Manifestasi klinis lain yang telah
dilaporkan mencakup infertilitas dan epididimorchitis2,6.

2.6.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik dengan pasien berdiri di ruang hangat
saat ini lebih disukai sebagai metode untuk diagnosis varikokel.
Prinsip pemeriksaan adalah dengan meningkatkan tekanan intra
amdomen dengan cara beraktivas seperti naik-turuntangga atau
dengan manuver Valsava2,6.

Metode ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas sekitar


70% dibandingkan dengan alat diagnostik lainnya, seperti
venografi dan warna Studi Doppler. Berdasarkan pemeriksaan
klinis, varikokel umumnya diklasifikasikan menurut Dubin dkk.
,yaitu2,6:

 Jenis impuls atau subklinis atau derajat 0 ketika tidak


teraba atau terlihat saat istirahat atau selama
manuver Valsava, tetapi dapat didemonstrasikan
dengan ultrasound dan warna skrotum Pemeriksaan
doppler.
 Varikokel teraba ketika teraba secara klinis saat
istirahat atau dengan bantuan Valsava manuver.
Varikokel tersebut dibagi lagi menjadi:
o Derajat 1: Hanya dapat teraba selama manuver
Valsava
o Derajat 2: Teraba saat istirahat, tetapi tidak terlihat
o Derajat 3: Terlihat dan teraba saat istirahat.

11
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang
 Ultrasonografi Doppler
Setiap kali pemeriksaan fisik tidak meyakinkan
atau sulit dilakukan seperti dalam kasus varikokel
tingkat rendah, riwayat operasi skrotum sebelumnya,
obesitas, hidrokel yang terjadi bersamaan, atau
hipersensitivitas, studi pencitraan direkomendasikan.
Diantara modalitas non-invasif, USG Doppler warna /
Coloured Doppler Ultrasonography (CDU) telah
terbukti menjadi alat diagnostik non-invasif terbaik1,2.
Pemeriksaan ultrasound pada skrotum harus
dilakukan dengan probe linear frekuensi tinggi dan
dengan perangkat yang mampu mengevaluasi aliran
darah. Pertama, pembuluh darah dilihat dalam skala
abu-abu dan kemudian dengan warna Doppler dan
pulsasi Doppler. Untuk mendeteksi flux yang benar,
CDU harus dikalibrasi untuk mendeteksi aliran yang
lambat (7,5 kHz). Evaluasi harus dilakukan dalam
posisi terlentang dan kemudian berdiri tegak1,2.

Menggunakan kriteria CDU yang diterima


umum dengan diameter vena 3 mm atau lebih besar
untuk varikokel, CDU terbukti memiliki sensitivitas
sekitar 50% dan spesifisitas 90% dibandingkan
dengan pemeriksaan fisik. Itu berarti tes CDU negatif
di sekitar setengah dari pasien dengan varikokel yang
teraba (sensitivitas rendah), sementara itu tidak selalu
bahwa pasien dengan varikokel yang tidak teraba
akan terbukti positif oleh CDU (spesifisitas tinggi) 1,2.

Untuk mengatasi hal ini, Chiou dkk.


mengusulkan sistem penilaian yang menggabungkan
diameter vena maksimal (skor 0–3), kehadiran dari
pleksus vena dan jumlah diameter vena di plexus
(skor 0–3), dan perubahan aliran pada manuver

12
Valsava (skor 0–3). Menggunakan skor ini, jika
didapatkan skor total 4 atau lebih maka menentukan
keberadaan varikokel CDU-positif, para penulis
mengamati sensitivitas 93% dan spesifisitas 85% jika
dibandingkan dengan pemeriksaan fisik1,2.

 Venografi Spermatik
Venografi vena spermatika internal telah
digunakan untuk mendiagnosis dan mengobati
varikokel. Sebagai tes diagnostik, venografi bisa
dibilang merupakan modalitas pencitraan yang paling
sensitif tetapi spesifisitas tetap keterbatasannya.
Meskipun hampir 100% dari varikokel klinis pasien
akan menunjukkan refluks pada pemeriksaan
venografi. Refluks vena spermatika internal kiri telah
dilaporkan pada hingga 70% dari pasien tanpa
varikokel yang teraba2,3.

Studi positif palsu mungkin karena faktor teknik


pemberidan kontras dengan tekanan yang tinggi atau
akibat penempatan ujung kateter melalui katup di
bagian proksimal vena spermatika internal. Oleh
karena tingkat positif-palsu yang tinggi dan sifat
invasif dari pemeriksaan venography ini tidak
diindikasikan untuk skrining rutin pada pria subfertile.
Pemeriksaan ini memiliki utilitas pada pasien dengan
kekambuhan postvaricocelectomy yang baik untuk
konfirmasi diagnosis dan embolisasi pembuluh
persisten2,3.

 Analisis Semen
Varikokel memiliki hubungan dengan rendahnya
jumlah/tidak adanya sel sperma, menurunnya
motilitas sel sperma dan morfologi abnormal sel
sperma. Analisis semen merupakan salah satu

13
prediktor penting mengenai evaluasi fertilitas pria.
Namun hal ini tidak menentukan kemungkinan
terjadinya kehamilan. Seyogyanya sampel sperma
diambil dengan jarak 2-7 hari sejak tidak berhubungan
seks1,2.

Dua sampel terpisah diambil dengan jarak 7 hari.


Masturbasi di ruangan dengan privasi di tempat
pemeriksaan merupakan cara yang disarankan.
Sedangkan penggunaan sabun dan pelicin/lubricant
tidak disarankan karena dapat mengganggu hasil
motilitas sel sperma. Berikut ini merupakan tabel
kriteria sperma normal adan pemeriksaan sperma
menurut WHO beserta implikasi klinisnya1,2.

Interpretasi hasil analisis sperma:

1. Infertil : Sperma tidak ada yang berkualitas baik


(azoosperma)
2. Subfertil : masih ada yang baik, dengan varikokel
(fertilitas memburuk bila dibiarkan)
Pemeriksaan analisis sperma menurut McLeod,
yaitu pola stres, berupa :

o Menurunyya motilitas sperma


o Meningkatnya jumlah sperma muda (immature)
o Kelainan bentuk sperma (tapered)
 Analisis Sperma :

1. Oligospermia : volume ejakulat < 1 cc

2. Hiperspermia : volume ejakulat > 4 cc

3. Aspermia : volume ejakulat 0 cc

4. Normozoospermia : jumlah hitungan


sperma > 20 jt/cc

14
5. Hiperzoospermia : spermatozoa > 250
juta/cc

6. Oligozoospermia : spermatozoa 5 - 20 jt/cc

7. Oligozoospermia ekstrim : spermatozoa < 5


jt/cc

8. Kriptozoospermia : Hanya ditemukan


beberapa spermatozoa saja

9. Teratozoospermia : Morfologi spermatozoa


yg normal < 30 %

10. Astenozoospermia : motilitas spermatozoa


< 50 %

2.7 Diagnosis Banding


Seorang klinisi harus membedakan varikokel idiopatik, dengan
beberapa kondisi berikut sebagai diagnosa banding5:
 Hidrokel: Testis yang mengalami hidrokel dapat dibedakan
dengan testis yang mengalami varikokel yaitu ketegangan
yang terjadi pada testis dan hasil uji diaphancity yang positif
 Varix: nodul-nodul varises dibawah ligamen inguinal dapat
meniru kondisi varikokel pada saat palpasi. Pada kasus yang
demikian, adanya suara pada auskultasi menjadi satu-
satunya perbedaan
 Hemnaingoma skrotalis: Memiliki konsistensi seperti spons,
dan hail negatif pada manuver Valsava
 Lipoma: lipoma sepanjang lokasi vas deferens yang dapat
dibedakan dengan varikokel melalui pemeriksaan palpasi.
Lipoma memiliki konsistensi yang padat dan tidak menghilang
dengan tekanan
 Hernia skrotalis: memiliki konsistensi seperti adonan kue dan
pada pemeriksaan palpasi didapatkan tidak adanya
hubungan dengan duktus deferens.

15
Faktor-faktor yang mempengaruhi diagnosa banding antara
varikokel idiopatik dan simptomatik yaitu lokasi, waktu menfestasi dan
durasi sampai menjadi gejala klinis sebuah penyakit. Lokasi pada sisi
kanan, dengan pembesaran yang cukup besar terutama pada usia lanjut,
wajib untuk dicurgai sebagai tumor. Pada kasus ini pemeriksaan lebih
lanjut sangat diperlukan, dan merupakan indikasi.

2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Farmakologis
Antioksidan oral untuk infertilitas terkait varikokel, baik
sebagai alternatif terapeutik atau sebagai pengobatan adjuvant
untuk perbaikan varikokel yang baru-baru ini diperiksa. Dalam
model tikus varikokel, penggunaan inhibitor NOS
(aminoguanidine) dihasilkan dalam peningkatan parameter air
mani dan pengurangan fragmentasi DNA sperma. Terdapat
bukti-bukti yang menyatakan bahwa 40% pria infertil juga
mengalami peningkatan kadar SOR didalam saluran
reproduksi1,2.
Vitamin E juga telah terbukti secara signifikan
mengurangi ROS seminalis tingkat dalam model varicocele tikus
percobaan. Pada manusia, administrasi oral harian dari
pentoxifylline, zinc, dan asam folat selama 3 bulan
meningkatkan morfologi sperma untuk setidaknya 4 minggu
setelah akhir perawatan. Namun, bukti ini berasal dari seri kecil
yang tidak dikendalikan dengan metodologi yang buruk1,2.

Pernyataan menurut Smith et al menyatakan bahwa


terdapat bukti-bukti lain kegunaan penggunaan Glutathione
600mg/hari selama 3-6 bulan, atau vitamin E 400-1200 U/hari
terhadap perbaikan kondisi fertilitas. Namun, penggunaan agen-
agen kimia tersebut sebagai terapi belum mendapat persetujuan
Food and Drugs Administration (FDA) 1,2

Dalam penelitian lain, Cavalleni dkk. mempelajari efek


dari perjalanan antioksidan oral selama 6 bulan L-carnitine (1 g /

16
hari) dan acetyl-L-carnitine (2 g / hari) diberikan dengan anti-
inflamasi cinnoxicam (supositoria 30 mg diberikan setiap 4 hari)
kepada pria infertil oligozoospermia dengan atau tanpa
varikokel. Para peneliti menemukan bahwa kedua pria dengan
varikokel derajat rendah dan oligoasthenoteratozoospermia
idiopatik merespons lebih baik kombinasi dari agen-agen
tersebut daripada yang diberikan plasebo atau hanya
antioksidan1,2.

 Indikasi Pembedahan
Pada varikokel tindakan pembedahan tidak
diperlukan bila tidak ada indikasi. Adapun indikasi-
indikasi tersebut adalah :

1. Terdapat gangguan spermatogenesis


2. Hasil analisis sperma: terdapat penurunan kualitas
dan kuantitas
3. Varikokel dengan keluhan yang berat
4. Varikokel dengan komplikasi
2.8.2 Pembedahan
Terapi reparasi varikokel pada pasien-pasien subfertil
telah memberika beberapa hasil yang bervariasi, tergantung
pada definisi varikokel (sub-klinis vs klinis) dan metode
intervensi yang digunakan. Menurut rekomendasi terbaru tahun
2008 oleh Best Practice Comitee of the American Society of
Reproductive Medicine (ASRM) menyatakan bahwa ada kriteria-
kriteria yang harus dipenuhi oleh kondisi pasien untuk
mendapatkan terapi reparasi varikokel, yaitu1,2:
1. Varikokel dapat teraba pada pemeriksaan fisik
2. Pasangan didiagnosa dengan infertilitas
3. Pasangan wanita memiliki kondisi fertilitas yang
baik atau memiliki kondisi infertil yang dapat
diatasi

17
4. Pasangan pria memiliki hasil parameter semen
yang abnormal atau hasil uji fungsi sperma yang
abnormal
Keputusan reparasi varikokel pada dewasa muda, tidak
mengikuti rekomendasi dari ASRM karena pada umumnya
kelompok usia ini belum memiliki rencana untuk memiliki
keturunan dalam waktu dekat. Tujuan terapi pada kelompok ini
menghentikan proses atrofi testis dan menjaga fungsi konsepsi
di masa depan. Selain itu pada dewasa muda bila didapatkan
adanya perbedaan ukuran testis pada satu sisi dengan sisi
lainnya sebesar 10-20% juga merupakan batas asimetris
signifikan, menjadikan hal ini sebagai indikasi reparasi varikokel
pada dewasa muda. Tulloch melakukan ligasi pada infertilitas
yang pertama kali pada tahun 1955 dan sejak saat itu menjadi
prosedut yang sangat umum dikerjakan untuk mengkoreksi
infertilitas pada pria infertil1,2.

 Metode Retroperitoneial (Palomo)


Metode ini juga dikenal dengan sebutan metode
Palomo, dikerjakan dengan cara membuat insisi pada
cincin ingiuinal externus, memisahkan otot eksternal dan
oblik dan mengekspos arteri dan vena spermatika interna
dekat ureter. Teknik Palomo memiliki keuntungan
mengisolasi vena spermatika interna ke arah proksimal,
dekat dengan lokasi drainase menuju vena renalis kiri.
Pada bagian ini, hanya 1 atau 2 vena besar yang
terlihat2,7.

Sebagai tambahan, arteri testikular belum bercabang


dan seringkali berpisah dari vena spermatika interna.
Kekurangan dari teknik ini yaitu sulitnya menjaga
pembuluh limfatik karena sulitnya mencari lokasi
pembuluh retroperitoneal, dapat menyebabkan hidrokel
post operasi2,7.

18
Sebagai tambahan, angka kekambuhan tinggi karena
arteri testikular terlindungi oleh plexus periarterial (vena
comitantes), dimana akan terjadi dilatasi seiring
berjalannya waktu dan akan menimbulkan kekambuhan.
Paralel inguinal atau retroperitoneal kolateral bermula
dari testis dan bersama dengan vena spermatika interna
ke arah atas ligasi (cephalad), dan vena kremaster yang
tidak terligasi, dapat menyebabkan kekambuhan2,7.

Ligasi dari arteri testikular disarankan pada anak –


anak untuk meminimalkan kekambuhan, tetapi pada
dewasa dengan infertilitas, ligasi arteri testikular tidak
direkomendasikan karena akan mengganggu fungsi
testis2,7.

 Metode Bedah-Mikro Inguinal dan Subinguinal

Varikokelektomi inguinal dan subinguinal saat ini


merupakan pendekatan yang paling populer. Teknik ini
memiliki keuntungan yaitu, memungkinkan struktur korda
spermatika ditarik keluar dan keluar dari luka insisi
sehingga arteri testis, limfatik, dan vena periarterial yang
kecil menjadi lebih mudah diidentifikasi2,7.

Selain itu, pendekatan inguinal atau subinguinal


memungkinkan akses ke vena spermatika eksternal dan
bahkan vena gubernakulum, yang dapat melakukan
bypass ke korda spermatika dan menghasilkan
kekambuhan jika tidak di ligasi. Pendekatan inguinal atau
subinguinal memungkinkan akses ke testis untuk biopsi
atau pemeriksaan epididimis bila da kecurigaan
obstruksi2,7.

Pendekatan umum untuk varikokelektomi inguinal


melibatkan insisi 5-7 cm yang dibuat di atas kanalis
inguinalis, pembukaan aponeurosis oblique eksternal,
dan penggelungan dan pengeluaran korda spermatika.

19
Korda kemudian dibedah, dan semua vena spermatika
internal diligasi. Vas deferens dan pembuluhnya
dipertahankan. Selain itu, korda diangkat dan vena
spermatika eksternal yang berjalan sejajar dengan korda
spermatika atau melubangi lantai kanalis inguinal
diidentifikasi dan diligasi2,7.

Dibandingkan dengan operasi retroperitoneal,


pendekatan konvensibal inguinal tanpa perbesrana
menurunkan insiden kekambuhan varikokel tetapi tidak
mengubah kejadian hidrokel atau cedera arteri testis2,7.

 Metode Laparoskopik
Laparoskopik varikokelektomi merupakan pendekatan
secara retropenritoneal yang dikerjakan melalui dinding
abdomen dan instrumen laparoskopik. Metode ini
pertama kali diperkenalkan pada tahun 1990, dan lebih
sering muncul pada literatur-literatur ilmu pediatri.
Keuntungan dari metode ini adalah menurunkan angka
kejadian komplikasi hidrokel pasca tindakan reparasi
varikokel dan tidak memerlukan dia insisi untuk
mengerjakan varikkel bilateral1,5.

Sedangkan kerugiannya adalah resiko untuk melukai


organ-organ intraabdominam seperti usus dan buli-buli,
serta resiko melukai pembuluh-pembuluh darah besar.
Selain itu dapat juga muncul resiko komplikasi tindakan
laparoskopi yaitu embolisasi gas CO2,5.

Penanda tempat insersi trokar sadalah umbilikus,


simfisis pubis dan spina iliaka antrerior-superior (SIAS).
Titik insersinya yaitu, supraumbilikal dimasukan trokar
5mm untuk kamera dan insuflasi. Titik kedua adalah
setengah sampai dua per tiga jarak umbilikus dan
suprapubik pada midline, juga dimasukan trokar 5mm.
Titik ketiga yaitu pada sisi ipsilateral varikokel dan letral

20
dari pembuluh darah epigastrika, yang berkedudukan
segaris dengan umbilikus1,5.

2.9 Komplikasi
Seperti disebutkan sebelumnya, pembentukan hidrokel pasca
operasi dari ligasi limfatik dapat menjadi komplikasi umum, terutama
dalam pendekatan inguinal dan laparoskopi. Hal ini memprihatinkan bagi
laki-laki tidak subur karena ada beberapa data bahwa hidrokel dapat
menyebabkan hipertermia serupa pada testis yang dapat diberikan
varikokel. Dengan munculnya teknik subinguinal mikroskopik,
pembentukan hidrokel sangat langka2,6.
 Komplikasi awal :

1. Perdarahan
2. Ruptur peritoneum
3. Komplikasi atau bahaya struktur yang ada
didekatnya (misal:ureter)
 Komplikasi lambat:

1. Dapat terjadi hidrokel akibat stasis pembuluh


darah di regio testis
Arteri testis memasok dua pertiga dari suplai darah testis, dan
cedera pada arteri ini dapat menyebabkan atrofi testis. Dalam literatur
transplantasi ginjal awal, di mana seluruh saluran, dengan pengecualian
vas, sengaja diikat untuk memfasilitasi paparan fossa iliaka, 14% pasien
mengembangkan atrofi testis dan 70% memiliki pembentukan hidrokel 2,6.

2.10 Prognosis
Hasil perbaikan varikokel adalah topik perdebatan banyak karena
variabel kriteria diagnostik, tindak lanjut, dan hasil pelaporan dan sifat
retrospektif dari sebagian besar penelitian yang dilakukan. Ulasan
Cochrane, terbaru tahun 2012, dilihat dari 10 penelitian terkontrol acak
yang membandingkan perbaikan varikokel tanpa pengobatan dan
menemukan odds rasio untuk kehamilan 1,47 dengan interval
kepercayaan 95%1,2.

21
Mengingat interval kepercayaan ini dan apa yang mereka anggap
sebagai kualitas rendah bukti, para penulis menyimpulkan bahwa
pengobatan varikokel pada pria subfertil “dapat meningkatkan
kemungkinan kehamilan pasangan,” tetapi “temuannya tidak dapat
disimpulkan”. Meta-analisis ini telah dikritik karena termasuk studi di mana
mayoritas pasien memiliki analisis semen normal dan varikokel subklinis;
lebih banyak penelitian mendukung perbaikan varikokel meningkatkan
parameter air mani dan tingkat kehamilan1,2.

Beberapa penelitian menunjukkan peningkatan dalam parameter


air mani setelah varicocelectomy pada pria infertil dengan varicoceles
klinis. Sebuah meta-analisis dari 17 penelitian oleh Agarwal et al.
ditemukan analisa semen perbaikan pasca-varikokel hasilnya memiliki
peningkatan rata-rata kepadatan sperma 9,7 juta / mL, peningkatan
motilitas 9,9%, dan peningkatan morfologi sperma WHO sebesar 3% 1,2.

Steckel dkk. menemukan bahwa indeks kesuburan (sperma


menghitung% motilitas) laki-laki dengan varikokel derajat 3 meningkat ke
tingkat yang lebih besar (128%) dibandingkan pria dengan varikokel
derajat 1 atau derajat 2 (21%). Demikian pula, perbaikan varikokel
bilateral juga menghasilkan manfaat yang meningkat dibandingkan
dengan perbaikan varikokel unilateral. Penelitian lain menunjukkan
peningkatan dalam uji penetrasi sperma dan penurunan fragmentasi DNA
dan tingkat stres oksidatif1,2.

22
BAB 3
KESIMPULAN

Varikokel adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus


pampiniformis akibat gangguan aliran darah balik vena spermatika
interna. Kelainan ini terdapat pada 15% pria. Varikokel ternyata
merupakan salah satu penyebab infertilitas pada pria; dan didapatkan
21-41% pria yang mandul menderita varikokel.
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti
penyebab varikokel, tetapi dari pengamatan membuktikan bahwa
varikokel sebelah kiri lebih sering dijumpai daripada sebelah kanan
(varikokel sebelah kiri 70–93 %). Hal ini disebabkan karena vena
spermatika interna kiri bermuara pada vena renalis kiri dengan arah
tegak lurus, sedangkan yang kanan bermuara pada vena kava dengan
arah miring. Di samping itu vena spermatika interna kiri lebih panjang
daripada yang kanan dan katupnya lebih sedikit dan inkompeten.
Jika terdapat varikokel di sebelah kanan atau varikokel bilateral
patut dicurigai adanya: kelainan pada rongga retroperitoneal (terdapat
obstruksi vena karena tumor), muara vena spermatika kanan pada
vena renails kanan, atau adanya situs inversus.
Indikasi dari dilakukannya operasi varikokel adalah varikokel
yang simptomatis dan dengan komplikasi. Beberapa tindakan operasi
diantaranya adalah ligasi tinggi vena spermatika interna secara
Palomo melalui operasi terbuka atau bedah laparoskopi,
varikokelektomi cara Ivanissevich, atau secara perkutan dengan
memasukkan bahan sklerosing ke dalam vena spermatika interna (
embolisasi ).
Pada kerusakan testis yang belum parah, evaluasi pasca
bedah vasoligasi tinggi dari Palomo didapatkan 80% terjadi perbaikan
volume testis, 60-80% terjadi perbaikan analisis semen, dan 50%
pasangan menjadi hamil.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Aziz N, Agarwal A, The Diagnosis and Treatment of Male Infertility: A


Case-Based Guide for Clinicians. Springer: Switzerland. 2017. pg: 2;5-
7;183-195
2. Hamada A, Esteves S, Ashok A,. Varicocele and Male Infertility Current
Concepts, Controversies and Consensus. Springer: USA. 2016. pg: 5-
13
3. Kavoussi L, Novick A, Wein, A, et al. Campbell-Walsh Urology, Tenth
Edition, INTERNATIONAL EDITION Volume 1. Elsevier Saunders:
Philadelphia. 2012. pg: 66-68; 620-623;636-637; 2990

4. Sadler TW. Langman’s medical embryology ; 8th ed. Lippincot William


& Willkins. p.321-333.

5. Smith A, Badlani G, Preminger G, Kavoussi L,. Smith’s Textbook of


Endourology, Third Edition. Blackwell Publishing: USA. 2012. pg: 932-
937
6. Tanagho E, McAninch J,. Smith’s General Urology 17 th Edition.
McGraw Hill-Medical: San Fransisco. 2008. pg: 12-14;704-705

24

Anda mungkin juga menyukai