Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

PENGARUH BERAT BADAN TERHADAP SENDI LUTUT

Pembimbing:
dr. Bimo Sasono, Sp.OT (K)

Penyusun :
Jevera Joshua Siregar 201704200273
Johanes Christian Manalu 201704200274

BAGIAN/SMF ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
RSUD DR. MOHAMMAD SOEWANDHIE SURABAYA
2019
LEMBAR PENGESAHAN REFERAT
PENGARUH BERAT BADAN TERHADAP SENDI LUTUT

Referat dengan judul “PENGARUH BERAT BADAN TERHADAP SENDI


LUTUT” telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu tugas dalam
rangka menyelesaikan studi kepaniteraan klinik Dokter Muda di bagian Ilmu
Bedah Orthopedi di RSUD Dr. Mohammad Soewandhie Surabaya.

Surabaya, 23 September 2019


Pembimbing

dr. Bimo Sasono, Sp.OT (K)

I
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN REFERAT .......................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................ ii

BAB I TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 3

1.1 Anatomi dan Fisiologi Sendi Lutut ................................................ 3

1.2 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Obesitas ....................... 8

1.3 Osteoarthritis .............................................................................. 10

1.4 Pengaruh Berat Badan terhadap Sendi Lutut pada kasus


Osteoarthritis ........................................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 20

II
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Anatomi dan Fisiologi Sendi Lutut


Stuktur sendi lutut sangat kompleks dengan berbagai macam
jaringan di sekitarnya. Sendi lutut adalah merupakan salah satu sendi
besar yang menahan axial loading cukup berat. Sendi lutut merupakan
sendi sinovial “hinge type“ dengan pergerakan fleksi, ekstensi,
dikombinasikan dengan pergeseran dan berputar atau rotasi. Sebagai
sendi sinovial, sendi lutut memiliki suatu membran sinovium dengan
cairan sinovial sebagai suatu lubrikan yang mengurangi friksi beban
kerja dari sendi. Stabilitas sendi lutut tergantung pada kekuatan dari otot
dan tendon di sekeliling sendi lutut, ligamen yang menghubungkan
femur dan tibia, serta otot yang berperan besar dalam menjaga stabilitas
sendi lutut khususnya adalah otot quadricep femoris, serat inferior dari
vastus medial dan lateral (Flandry & Hommel, 2011).
Anatomi dari sendi lutut terbagi dalam beberapa struktur jaringan
yaitu komponen tulang, komponen jaringan lunak, dan jaringan saraf
serta jaringan pembuluh darah (Flandry & Hommel, 2011).
1. Komponen tulang dari sendi lutut antara lain femur, patella, tibia,
dan fibula.
2. Komponen jaringan lunak
3. Sendi lutut adalah sendi yang terdiri dari dua buah sendi condyloid
dan satu buah sendi sellar (artikulasi patellofemoral). Sendi lutut
tertutup dalam kapsul sendi yang memiliki suatu resesus
posterolateral dan posteromedial yang memanjang ke arah distal
permukaan subkondral dari tibial plateu. Condylar femoral lateral
dan medial berartikulasi dengan facet tibial.

3
 Kapsul Sendi
Kapsul sendi khusus berisi lapisan fibrous external (kapsul
fibrous) dan membran synovial internal yang melapisi
permukaan internal dari celah artikular yang tidak dilapisi
kartilago artikular. Lapisan fibrous menempel ke femur pada
bagian superior, sebelah proksimal dari margin artikular kondilus.
Di bagian inferior lapisan fibrous berlekatan dengan margin dari
permukaan artikular tibia (tibial plateau) kecuali pada tempat di
mana tendon popliteus menyilang tulang. Tendon quadriceps,
patella, dan ligamen patellar berperan sebagai kapsul di bagian
anterior (Flandry & Hommel, 2011).
 Membran sinovial
Membran sinovial yang tebal melapisi bagian internal dari
kapsul fibrous dan berlekatan ke perifer dari patella dan tepi
meniskus. Membran synovial melapisi dari aspek posterior
sendi ke anterior menuju regio intercondylar, menutupi ligament
cruciate dan lapisan lemak infrapatellar (Flandry & Hommel,
2011).
 Meniskus
Meniskus merupakan suatu diskus fibrokartilago berbentuk
bulan sabit yang berada di antara condylus femur dan tibial
plateau. Meniskus bagian medial berbentuk seperti huruf “C”
dan kurang mobile karena terfiksir oleh ligamen coronary dan
kapsul. Sedangkan meniskus lateral berbentuk sirkular dan
lebih mobile sehingga lebih sering mengalami robekan pada
cedera ligamen crutiatum anterior (Makris et al. 2011).

4
Meniskus berguna sebagai shock absorber, membantu
stabilitas dan kongruitas sendi, lubrikasi sendi, nutrisi sendi,
dan propioseptif. Meniskus memiliki tiga lapisan yaitu lapisan
superfisial, lapisan permukaan, dan lapisan dalam. Meniskus
membantu konkafitas dari facets, proteksi permukaan
artikular, dan membantu rotasi dari sendi lutut. Terdapat tiga
zona pada meniskus yaitu zona red, zona red/white, dan
zona white. Sepertiga bagian perifer dari meniskus memiliki
vaskular yang berasal dari perivaskular plexus sehingga bisa
diperbaiki, sedangkan duapertiga bagian dalam dinutrisi oleh
cairan sinovial
(Makris et al. 2011).

Gambar 1.1 Meniskus lutut (Makris et al., 2011)

 Ligamen
Ligamen memegang peranan dalam mempertahankan
stabilitas sendi lutut. Terdapat limaligamen ekstrakapsular
yang memperkuat kapsul sendi yaitu : ligamen patella,
ligamen kolateral fibula, ligamen kolateraltibialis, ligamen
poplitea oblique, dan ligamen poplitea arkuata (Bowman &
Sekiya 2010).
Selain itu terdapat dua ligamen intraartikular dalam sendi
lutut yaitu ligamen cruciatum (Claes et al. 2013). Ligamen
crutiatum memiliki peran krusial terhadap stabilitas
anteroposterior sedangkan ligamen kolateral berperan

5
terhadap stabilitas valgus/varus. Setiap ligamen crutiate
memiliki dua buah bundel. Ligamen crutiate anterior (ACL)
memiliki bundle anteromedial dan posterolateral, sedangkan
ligamen cruciatum posterior (PCL) memiliki bundel
anterolateral dan posteromedial. Ligamen cruciatum
menghubungkan femur dan tibia, meyilang di dalam kapsul
sendi tapi berada diluar celah artikular. Ligamen cruciatum
melintang satu sama lain secara oblique seperti huruf X
(Bowman & Sekiya 2010).
Selama rotasi medial dari tibia pada femur, ligamen
cruciatum berputar satu sama lain sehingga jumlah rotasi
medial terbatas sekitar 10°. Karena terlepas satu sama lain
selama rotasi lateral, hampir 60° rotasi lateral yang mungkin
ketika lutut fleksi >90°. Titik persimpangan dari ligamen
cruciatum berfungsi sebagai poros gerakan berputar di sendi
lutut. Ketika sendi lutut fleksi pada sudut yang benar, tibia
tidak dapat ditarik anterior karena dipegang oleh ACL
(Bowman & Sekiya 2010)

Gambar 1.2 Ligamen pada sendi lutut (Makris et al., 2011)

 Otot dan tendon


Otot dan tendon pada sendi lutut memberikan stabilitas
dinamis. Otot pada betis bawah terdiri dari empat

6
kompartemen yaitu anterior, lateral, posterior superficial,
posterior profundus (Flandry & Hommel, 2011).

 Saraf
Saraf dari sendi lutut adalah cabang artikular dari saraf
femoral, tibia, dan fibula communis, serta saraf obturator dan
saphena . Tetapi tiga macam saraf yang penting dalam
anatomi sendi lutut yaitu saraf tibial, saraf common peroneal,
dan saraf kutaneus (Flandry & Hommel, 2011).

 Vaskular
Vaskularisasi daerah lutut berhubungan dengan
vaskularisasi daerah cruris. Arteri yang menyuplai sendi lutut
adalah 10 pembuluh darah yang membentuk anastomosis
genicular periarticular di sekitar lutut yaitu: cabang genicular
dari femoral, poplitea, serta cabang anterior dan posterior
rekuren dari arteri rekuren tibialis anterior dan arteri fibula
sirkumfleks (Flandry & Hommel, 2011).

 Bursa
Terdapat 12 bursa di sekitar sendi lutut karena sebagian
tendon berjalan sejajar dengan tulang. Bursa prepatellar
subkutan dan bursa infrapatellar terletak di permukaan sendi
dengan berbentuk cembung, yang memungkinkan kulit untuk
dapat bergerak bebas selama gerakan lutut. Empat bursa
berhubungan dengan rongga artikular sendi lutut yaitu: bursa
suprapatellar (di dalam quadriceps distal), bursa popliteus,
bursa anserine, dan bursa gastrocnemius (Flandry &
Hommel, 2011).

7
1.2 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Obesitas
IMT merupakan rumus matematis yang dinyatakan sebagai berat
badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat tinggi badan (dalam
meter). Penggunaan rumus ini hanya dapat diterapkan pada
seseorang berusia antara 19 hingga 70 tahun, berstruktur tulang
belakang normal, bukan atlet atau binaragawan, dan bukan ibu hamil
atau menyusui. Pengukuran IMT ini dapat digunakan terutama jika
pengukuran tebal lipatan kulit tidak dapat dilakukan atau nilai
bakunya tidak tersedia (Arisman,2011).

Rumus untuk mengetahui nilai IMT dapat dihitung dengan


rumus metrik berikut:

Gambar 1.3 Rumus Menghitung Indeks Massa Tubuh

Orang dewasa yang berusia 20 tahun keatas, indeks massa


tubuh (IMT) diinterpretasi menggunakan kategori status berat
badan standar yang sama untuk semua umur bagi laki-laki dan
perempuan. Interpretasi IMT pada anak-anak dan remaja adalah
spesifik mengikut usia dan jenis kelamin (CDC,2011) :

8
Kekurangan
berat badan
tingkat berat < 17,0

Kekurangan
berat badan
Kurus tingkat ringan 17,0 - 18,4

Normal 18,5 - 25,0

Kelebihan berat
badan tingkat
ringan 25,1 - 27,0

Kelebihan berat
badan tingkat
Gemuk berat > 27,0

Tabel 1.1 Tabel Klasifikasi Indeks Massa Tubuh

Kegemukan atau obesitas merupakan masalah berat badan yang


banyak dialami banyak orang, secara definisi obesitas adalah suatu kondisi
dimana perbandingan berat badan dan tinggi badan melebihi standar yang
ditentukan. Obesitas merupakan peningkatan total lemak tubuh, yaitu
apabila ditemukan kelebihan berat badan > 20% pada pria dan 25% pada
wanita karena lemak (Ganong, 2012). Meningkatnya obesitas tidak lepas
dari gaya hidup, seperti menurunnya aktivitas fisik. Faktor genetik juga
menentukan mekanisme pengaturan berat badan melalui pengaruh hormon
dan neural (Limanan & Prijanti, 2013). Data dari Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2018, prevalensi penyakit menular mengalami penurunan
angka period prevalence tahun 2013 ke tahun 2018. Sedangkan penyakit

9
tidak menular (PTM) merupakan penyakit kronis yang tidak dapat
ditularkan, penyakit sendi/ rematik. Prevalensi penyakit sendi berdasarkan
pernah didiagnosis tenaga kesehatan di Indonesia 7,3%. Di provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta angka prevalensi penyakit sendi berdasarkan yang
pernah di diagnosa oleh tenaga kesehatan yaitu sebanyak 5,6% sedangkan
yang berdasarkan diagnosa dan gejala sebanyak 22,7%. Volume 7 Nomor
1, Februari 2018 kelamin prevalensi obesitas pada perempuan lebih tinggi
(32,9%) dibanding laki-laki (19,7%) (RISKESDAS, 2018)
Obesitas merupakan peningkatan total lemak tubuh, yaitu apabila
ditemukan kelebihan berat badan > 20% pada pria dan 25% pada wanita
karena lemak (Ganong, 2012).
Kegemukan merupakan penimbunan lemak berlebih yang
menyebabkan kelebihan berat badan (Kemenkes RI, 2012). Salah satu
indikator penentuan status gizi yaitu menggunakan Indeks Massa Tubuh
(IMT) (Kemenkes RI, 2011). Peningkatan IMT ini dapat menyebabkan risiko
tekanan darah tinggi, hipertensi, kolesterol, LDL dan HDL kolesterol dan
trigliserida. risiko penyakit menjadi penyerta peningkatan IMT, seperti
Penyakit Jantung Koroner, Stroke, Osteoarthritis, penyakit kantung
empedu, dan bahkan kanker.

1.3 Osteoarthritis
Osteoarthritis merupakan gangguan pada satu sendi atau lebih,
bersifat lokal, progresif dan degeneratif yang ditandai dengan
perubahan patologis pada struktur sendi tersebut yaitu berupa
degenerasi tulang rawan/kartilago hialin. Hal tersebut disertai dengan
peningkatan ketebalan dan sklerosis dari subchondral yang bisa
disebabkan oleh pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, peregangan
kapsul artikular, synovitis pada persendian, dan lemahnya otot-otot
yang menghubungkan persendian (David, 2006).

10
 Etiologi
Etiologi osteoarthritis belum diketahui secara pasti, namun
faktor biomekanik dan biologis sepertinya merupakan faktor
terpenting dalam proses terjadinya osteoarthritis. Faktor
biomekanik yaitu kegagalan mekanisme protektif, antara lain kapsul
sendi, ligamen, otot-otot persendian, serabut aferen, dan tulang-
tulang. Kerusakan sendi terjadi multifaktorial, yaitu akibat
terganggunya faktor-faktor protektif tersebut. Osteoarthritis juga
bisa terjadi akibat komplikasi dari penyakit lain seperti gout,
rheumatoid arthritis, dan sebagainya (David, 2006).

 Klasifikasi
Menurut penyebabnya osteoarthritis dikategorikan menjadi : (Fauci
et al., 2012)
a. Osteoarhritis primer adalah degeneratif artikular sendi yang
terjadi pada sendi tanpa adanya abnormalitas lain pada
tubuh. Penyakit ini sering menyerang sendi penahan beban
tubuh (weight bearing joint), atau tekanan yang normal pada
sendi dan kerusakkan akibatproses penuaan. Paling sering
terjadi pada sendi lutut dan sendi panggul, tapi ini juga
ditemukan pada sendi lumbal, sendi jari tangan, dan jari
pada kaki
b. Osteoarthritis sekunder, paling sering terjadi pada trauma
atau terjadi akibat dari suatu pekerjaan, atau dapat pula
terjadi pada kongenital dan adanya penyakit sistem
sistemik.

 Faktor resiko
a. Faktor resiko sistemik
1. Usia : Kartilago pada sendi orang tua sudah kurang
responsif dalam mensintesis matriks kartilago yang
distimulasi oleh pembebanan (aktivitas) pada sendi.

11
Akibatnya, sendi pada orang tua memiliki kartilago
yang lebih tipis. Kartilago yang tipis ini akan mengalami
gaya gesekan yang lebih tinggi pada lapisan basal dan
hal inilah yang menyebabkan peningkatan resiko
kerusakan sendi. Selain itu, otot-otot yang menunjang
sendi menjadi semakin lemah dan memiliki respon
yang kurang cepat terhadap impuls. Ligamen menjadi
semakin regang, sehingga kurang bisa mengabsorbsi
impuls (David, 2006).
2. Jenis kelamin : masih belum banyak diketahui
mengapa prevalensi OA pada perempuan lebih
banyak daripada laki-laki usila. Resiko ini dikaitkan
dengan berkurangnya hormon pada perempuan
pasca menopause (David, 2006).
3. Faktor herediter.

b. Faktor intrinsik
1. Kelainan struktur anatomis pada sendi seperti vagus dan
varus (David, 2006).
2. Cedera pada sendi seperti trauma, fraktur, atau nekrosis
(David, 2006).

c. Faktor beban pada persendian


1. Obesitas : beban berlebihan pada sendi dapat
mempercepat kerusakan pada sendi (David, 2006).
2. Penggunaan sendi yang sering : aktivitas yang sering
dan berulang pada sendi dapat menyebabkan
lelahnya otot-otot yang membantu pergerakan sendi
(David, 2006).

12
1.4 Pengaruh Berat Badan terhadap Sendi Lutut pada kasus
Osteoarthritis

Pada beberapa penelitian dapat disimpulkan bahwa hubungan


antara massa otot dan volume tulang rawan mungkin didapatkan
hasil yang berbeda antara kompartemen tibiofemoral dan
kompartemen patellofemoral pada sendi lutut. Pada umumnya,
peningkatan massa otot bermanfaat untuk menambah jumlah tulang
rawan di lutut, terutama di kompartemen tibiofemoral. Meskipun
distribusi lemak tidak mempengaruhi risiko terkena OA pada lutut,
total massa lemak total dapat merugikan artikular tulang rawan. Pada
orang dewasa yang sehat, massa lemak yang lebih besar dapat
meningkatkan risiko defek pada artikular tulang rawan di tibia dan
patella. Defek tulang rawan telah dikaitkan dengan hilangnya dalam
volume tulang rawan secara longitudinal, menyimpulkan bahwa
defek mewakili kelainan tulang rawan secara mula-mula sebelum
didapatkan hasil OA secara klinis (Teichtahl et al., 2008).

Mekanisme potensial untuk obesitas dalam patogenesis OA lutut

Meski mekanisme pada peningkatan berat badan pada patogenesis OA


belum diketahui, didapatkan hipotesis pathogenesis OA secara metabolik
dan biomekanik :

 Mekanisme biomekanik untuk OA pada lutut.

Pada manusia ada banyak contoh cedera sendi besar atau sendi
yang berbentuk tidak normal menghasilkan focus tingkat tekanan
yang tinggi di sepanjang sendi yang menyebabkan OA. Pertama,
telah diketahui setidaknya selama 60 tahun bahwa robekan pada
meniscus dan operasi meniscus menyebabkan peningkatan focus
tekanan di persendian dan kemudian tingkat OA yang tinggi.
Meniscus berfungsi untuk meningkatkan stabilitas di dalam sendi

13
dan mendistribusikan beban sehingga ketika meniskus masih utuh,
focus tekanan fokus dijaga pada level rendah (Felson, D.T., 2012).

Robekan dari ACL juga dikaitkan dengan tingginya tingkat OA


karena alasan yang mungkin terjadi dengan meningkatnya tekanan
di area medial. Pada lutut onset OA disertai dengan perkembangan
malalignansi varus atau valgus (tergantung pada apakah penyakit
berkembang terutama di kompartemen medial atau lateral masing-
masing) (Felson, D.T., 2012).

Faktor biomekanik dapat dihubungkan antara obesitas dan OA


pada lutut. Namun demikian, hipotesis mekanik hanya sedikit
dilakukan beberapa penelitian. Meskipun pada saat melakukan
adduksi lutut yang merupakan faktor predisposisi dapat
meningkatkan beban sendi tibiofemoral secara medial selama
melakukan pergerakan secara dinamis seperti berjalan, adalah salah
satu faktor biomekanis yang paling penting dan merupakan variabel
yang terkait dengan OA pada lutut tetapi belum ada penelitian yang
meneliti hubungannya dengan obesitas (Teichtahl et al., 2008).

Namun demikian, bahwa peningkatan berat dapat memunculkan


reaksi pada persendian secara berlebihan, yang mungkin dapat
merugikan struktur pada sendi. Pada sendi patellofemoral,
menaikkan derajat fleksi pada lutut, dapat meningkatkan beban
retropatellar, dan diperkirakan bahwa pada saat melakukan fleksi
dengan sudut 60 derajat pada lutut, beban retropatellar mungkin
melebihi 3,3 kali total berat badan (Teichtahl et al., 2008).

Pada orang obesitas, efek penambahan massa lemak dapat


menekan artikular tulang rawan melebihi kemampuan biologis,
menyebabkan terjadinya proses degeneratif. Implikasi dari
penemuan terbaru, mekanoreseptor pada permukaan kondrosit,
yang aktif dapat menghasilkan sitokin, growth factor, dan
metalloproteinase, dengan mediator seperti prostaglandin dan

14
produksi NO2, belum sepenuhnya benar, tetapi mungkin dapat
menghasilkan stres oksidatif dan memulai peradangan pada sendi
dan menginduksi terjadinya kerusakan jaringan (Teichtahl et al.,
2008).

Obesitas mungkin merupakan salah satu faktor biomekanis penting


pada mediator inflamasi dari mekanoseluler yang dapat merugikan
sehingga menyebabkan mekanisme transduksi yang berkontribusi
untuk onset dan perkembangan pada OA.

Gambar 1.4 Proses kerusakan sendi

Gambar 1.5 Synovitis

15
 Mekanisme metabolisme untuk OA pada lutut.
Osteoartritis (OA) telah lama dianggap sebagai "keausan" penyakit
yang menyebabkan hilangnya tulang rawan. Paradigma ini dulu
berdasarkan pengamatan bahwa kondrosit, satu-satunya sel dalam
tulang rawan, memiliki aktivitas metabolisme yang sangat rendah
tidak ada kemampuan untuk memperbaiki tulang rawan, pada 1990-
an terjadi perubahan paradigma tentang OA yaitu tentang banyak
mediator larut seperti sitokin atau prostaglandin dapat meningkatkan
produksi matrix metalloproteinases (MMPs) oleh kondrosit
menyebabkan yang pertama langkah-langkah teori "radang" atau
biasa disebut synovitis (Berenbaum, F., 2012).
Synovitis secara hipotesisnya setelah tulang terdegradasi, fragmen
tulang rawan jatuh ke dalam sendi dan masuk ke dalam sinovium.
Dianggap benda asing, sel sinovial bereaksi dengan memproduksi
mediator inflamasi, ditemukan dalam cairan sinovial. Para mediator
ini dapat mengaktifkan kondrosit yang ada di lapisan dangkal tulang
rawan, yang mengarah pada sintesis metalloproteinase dan, pada
akhirnya, meningkatkan degradasi tulang rawan. Selain itu peristiwa
inflamasi terjadi dalam jaringan sendi dapat tercermin di luar sendi,
di dalam plasma darah dan leukosit perifer pasien dengan OA
(Berenbaum, F., 2012).
Menurut analisis cluster mengungkapkan dua subkelompok yang
berbeda: satu dengan peningkatan level IL-1b dan satu dengan
ekspresi normal. Pasien dengan inflamasi "IL-1b signature" memiliki
skor nyeri yang lebih tinggi dan penurunan fungsi dan beresiko lebih
tinggi terhadap radiografi perkembangan OA. Risiko OA tangan
meningkat dua kali lipat pada pasien obesitas. Peningkatan risiko ini
tidak dapat dijelaskan oleh efek mekanis dari kelebihan tapi tentu
bisa dijelaskan oleh faktor sistemik yang dirilis terutama oleh jaringan
adiposa perut dan mampu mencapai dan kemudian aktifkan sel
sendi (Berenbaum, F., 2012).

16
Faktor sistemik ini, yang disebut adipokine, miliki telah dipelajari
secara ekstensif dalam OA. Di antara mereka, leptin, adiponektin,
resistin dan visfatin / NAMPT memiliki pro dan / atau antiinflamasi
properti di OA. Satu hipotesis bergantung pada teori inflamasi
aterosklerosis. Beberapa jalur bukti mendukung hipotesis yang
mengoksidasi lipid, termasuk lipoprotein densitas rendah teroksidasi
(ox-LDL), adalah faktor pemicu yang paling mungkin untuk produksi
sitokin (Berenbaum, F., 2012).
Meskipun secara umum tidak signifikan, hubungan variabel
metabolik dengan obesitas pada OA lutut, mungkin tidak dapat
teridentifikasi faktor apa yang menghubungkan antara obesitas dan
OA pada lutut. Jaringan adiposa sebelumnya dianggap sebagai
tempat tersimpannya energy secara pasif tetapi sekarang dianggap
sebagai organ endokrin karena melepaskan banyak faktor, termasuk
sitokin seperti tumor necrosis factor (TNF) dan interleukin-1 (IL-1),
serta adipokin, seperti leptin, adiponektin, dan resistin (Teichtahl et
al., 2008).
Disregulasi homeostasis lipid mungkin sangat penting dalam
menghubungkan antara obesitas dengan OA. Misalnya, leptin itu
hanyalah salah satu dari beberapa contoh adipokin yang dapat
mempengaruhi patogenesis terjadinya OA. Ini dihubungkan dengan
temuan cross-sectional in vitro dan in vivo pada penelitian (Teichtahl
et al., 2008).
Pertama, telah ditunjukkan bahwa osteoblas dan kondrosit mampu
melakukan sintesis dan sekresi leptin. Kedua, reseptor leptin telah
ditemukan di artikular tulang rawan. Memang, kadar leptin yang
banyak diamati pada tulang rawan dan osteofit pada penderita OA,
tetapi sedikit kondrosit yang dihasilkan leptin di tulang rawan orang
yang tidak mengalami OA. Adipokin seperti contohnya leptin
mungkin penting dalam membantu memahami obesitas dan
hubungan dengan OA (Teichtahl et al., 2008).

17
Mungkin juga obesitas memiliki efek secara tidak langsung melalui
peningkatan sitokin, IL-1, interleukin-6 (IL-6), TNF-α, dan C-Reaktif
Protein (CRP). Meskipun OA tidak dianggap sebagai peradangan
arthropati secara klasik, dapat juga ditandai dengan peradangan
pada intraartikular yang bermanifestasi sebagai synovitis. CRP
dapat ditemukan pada fase akut di mana protein yang diproduksi
dalam jumlah besar jumlah oleh hepatosit, setelah distimulasi oleh
sitokin, IL-6, TNF-α, dan IL-1, kemudian ditemukan meningkat di
beberapa individu yang mengalami OA (Teichtahl et al., 2008).
Penelitian terbaru juga menunjukkan peran dari TNF-α dan IL-1
adalah faktor penting dalam destruksi pada tulang rawan pada kasus
OA. Banyak penelitian menyatakan bahwa OA bukan hanya
gangguan satu faktorial saja tetapi secara multifaktorial, dengan
saling mempengaruhi dari beberapa faktor yang mungkin
menghasilkan jalur yang menyebabkan kerusakan sendi (Teichtahl
et al., 2008).
Penelitian terbaru juga menyatakan ukuran komposisi tubuh dan
hubungan dengan struktur sendi memiliki hubungan yang penting.
Pertama, peningkatan massa non-adiposa muncul dengan manfaat
pada kesehatan sendi. Khususnya, peningkatan massa non-adiposa
sebagai protektor terhadap timbulnya OA pada tibiofemoral serta
mengurangi peningkatan volume tulang rawan tibialis. Kedua,
peningkatan massa adiposa adalah terkait dengan peningkatan
risiko untuk adanya defek pada tulang rawan tibiofemoral dan
kompartemen patellofemoral dalam (Teichtahl et al., 2008).

18
Gambar 1.6 Efek sistemik dan konsekuensi potensial dari
mediator inflamasi yang diakibatkan oleh OA.

Gambar 1.7 Mekanisme Hubungan Berat Badan, Mekanik, Inflamasi

19
DAFTAR PUSTAKA

American College of Rheumatology. 2012. Osteoarthritis. Lake Boulevard


NE, Atlanta.

Arisman. Obesitas, Diabetes mellitus,& Dislipidemia. Mahode AA, Astuti


NZ, editor. Jakarta: EGC; 2011. p. 162-5

Berenbaum, F., 2012. Osteoarthritis as an inflammatory disease


(osteoarthritis is not osteoarthrosis). In : Osteoarthritis and Cartilage.
Volume 21:16-21. Elsevier. University Pierre & marie curie, Department of
Rheumatology, Paris, France.

Bowman Jr., Karl F., and Sekiya, Jon K., 2010. Anatomy and Biomechanics
of the Posterior Cruciate Ligament, Medial, and Lateral Sides of the Knee.
In : Sports Med Arthrosc Rev. Volume 18:222-229

Claes, S., Vereecke, E., Maes, M., Victor, J., Verdonk, P., and Bellemans,
J., 2013. Anatomy of the anterolateral ligament of the knee. In : Journal of
Anatomy. Volume 223:321-328

David, T. 2006. Osteoarthritis of the knee. The New England Journal of


Medicine

Fauci, Anthony S., et al. 2012. Osteoarthritis. In : Harrison’s Principles Of


Internal Medicine Eighteenth Edition. The McGraw-Hill Companies

Felson, D.T., 2012. Osteoarthritis as a disease of mechanics. In :


Osteoarthritis and Cartilage. Volume 21:10-15. Elsevier. Clinical
Epidemiology Research and Training Unit, Boston University, USA.

20
Flandry F., and Hommel G., 2011. Normal Anatomy and Biomechanics of
the Knee. In : Sports Med Arthrosc Rev. Volume 19:82-92.

Ganong W.F., 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ganong. Novrianti A.,
Dany F., Resmisari T., Rachman L.Y., Muttaqin H., Nugroho A.W., Rendy
L., Dwijayanthi L., Bourman

Geneva, Switzerland: The WHO Document Production Services.CDC.gov


[internet]. USA Government. [updated: 13 September 2011; cited
November 2019] Available from: http://www.cdc.gov/healthyweight/

Kementrian Kesehatan RI. (2011). Surat Keputusan Menteri Kesehatan


Nomor: 1995/MENKES/ SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri
Penilaian Status Gizi Anak

Kemenkes RI. (2012). Pedoman pencegahan dan penanggulangan


kegemukan dan obesitas pada anak sekolah, Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.

Kemenkes RI. (2019). Pedoman pencegahan dan pengendalian penyakit


tidak menular, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Limanan D., Prijanti A.R., 2013. Hantaran Sinyal Leptin dan Obesitas :
Hubungan dengan Penyakit Kardiovaskuler. FK UI. Tesis.

Makris, E.A., Hadidi, P., Athanasiou, K.A., 2011. The knee meniscus :
Structure-function, pathophysiology, current repair techniques, and
prospects for regeneration. In : Biomaterials. Volume 32:7411-7431.
Elsevier. Department of Biomedical Engineering, University of California,
USA.

21
RISKESDAS., 2018. Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesahatan
Kementrian Kesehatan RI. Diakses di http://www. litbang.depkes.go.id/.
(September 2019)

Teichtahl, Andrew J., Wang Y., Wluka, Anita E., and Cicuttini, Flavia M.,
2008. Obesity and Knee Osteoarthritis: New Insights Provided by Body
Composition Studies. Volume 16:232-240.

World Health Organization. (2018). Chronic Rheumatoid Condition dalam


http://www.who.int/chp/topics/rheumatic/en/, diakses September 2019

22

Anda mungkin juga menyukai