Anda di halaman 1dari 20

SKENARIO 2

MIMISAN SULIT BERHENTI

KELOMPOK : A-10

KETUA : Agni Hadieta Cahyanti (1102018113)

SEKERTARIS : Melia Hanani Manalis ( 1102018021)

ANGGOTA : Karlina Widia (1102018018)

Ifadha Kemala Hadi (1102018152)

Anjani Wahyunitias (1102018079)

Rima Dara Ninggar (1102018091)

Nurul Atika Haviz (1102018112)

Hana Khansa Ramakurnia (1102018057)

Rania Reiza Faris Balfas (1102018099)

FAKULTAS KEDOKTERAN – UNIVERSITAS YARSI 2018

Jl. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510

Telp. +62214244574

Fax +62214244574

Daftar Isi
Daftar Isi ...................................................................................................................................... 1
Skenario 2 .................................................................................................................................... 2
Kata Sulit .................................................................................................................................... 3
Pertanyaan ................................................................................................................................... 4
Jawaban ...................................................................................................................................... 5
Hipotesis ....................................................................................................................................... 6
Sasaran Belajar .......................................................................................................................... 7
Daftar Pustaka............................................................................................................................ 19

1
SKENARIO 2

MIMISAN SULIT BERHENTI

Seorang laki-laki, umur 38 tahun datang ke IGD RS dengan keluhan mimisan sulit
berhenti sejak 4 hari sebelumnya. Dikeluhkan juga sering timbul lebam-lebam di kulit lengan
atas dan paha bawah kanan sejak 3 bulan terakhir. Tidak ada riwayat perdarahan atau lebam
sebelumnya. Tidak ada riwayat alergi obat atau makanan. Pemeriksaan fisik didapat conjunctiva
tidak pucat, bekas perdarahan di hidung kanan, paru dan jantung normal, Hepar/ lien tidak
teraba, ekstremitas dijumpai purpura pada regio humeri kiri dan femoralis kanan. Dilakukan
pemeriksaan darah rutin dengan hasil Hb 15 gr/dL, Ht 45, 1%, Lekosit 6700/ mm3 dan trombosit
17.000 / mm3. Morfologi Darah Tepi ditemukan Giant trombosit. Dokter menyimpulkan pasien
tersebut kemungkinan menderita Immune Thrombocytopenia Purpura. Untuk medukung
diagnosis tersebut dianjurkan pemeriksaan lanjutan.

2
KATA SULIT

1. Purpura : Perdarahan kecil didalam kulit, membran mukosa atau permukaan serosa. (Dorland,
2014)

2. Mimisan : Perdarahan akut yang berasal dari lubang hidung, rongga hidung atau nasofaring
dan mencemaskan penderita dan para klinisi. (Munir, 2006)

3. Immune Thrombocytopenia Purpura : Kelainan perdarahan (bleeding disorder) yang didapat


sebagai akibat dari penghancuran trombosit yang berlebihan, ditandai dengan trombositopenia.
(Pratama, 2015)

4. Giant Trombosit : Trombosit dengan ukuran melebihi normal. (Kurniawan, 2014)

3
PERTANYAAN

1. Mengapa mimisan sulit berhenti sejak 4 hari yang lalu?


2. Mengapa terjadi lebam-lebam dikulit lengan atas?
3. Kenapa hepar atau lien tidak teraba?
4. Apa saja kondisi yang menyebabkan adanya Giant Trombosit?
5. Mengapa conjunctiva mata tidak pucat?
6. Pemeriksaan penunjang apa saja yang dilakukan untuk menentukan diagnosis?
7. Mengapa purpura hanya ditemukan pada regio humeri dan femoralis?
8. Mengapa dokter menyimpulkan pasien menderita ITP?
9. Apa yang menyebabkan kadar trombosit dibawah normal?
10. Apa faktor resiko yang menyebabkan ITP?
11. Apakah usia gender mempengaruhi penyakit tersebut?
12. Berapa nilai Hb, Ht, leukosit, trombosit?

4
JAWABAN

1. Karena trombositnya rendah dan terdapat penghancuran trombosit yang berlebihan,


sehingga tidak ada faktor pembekuan darah.
2. Karena trombositnya rendah, homeostasis terganggu, blood cloating menurun, terjadi
perdarahan dalam jaringan
3. Karena Hb dan Ht nya normal, jadi hepar dan lien tidak bekerja lebih
4. ITP, Keganasan, SLE
5. Karena Hb nya normal
6. SADT, aspirasi sumsum tulang, serologi, uji hepar untuk menyingkirkan diagnosis
banding, laboratorium, radiologi dan kultur
7. Dengan cara duduk, berbaring, terlentang dan bisa juga menggunakan gerak mata.
8. Karena terdapat giant trombosit dan kadar trombositnya turun
9. Karena produksi trombosit di sumsum tulang terganggu yang disebabkan oleh
autoimun. Karena malrofag dilien dan hepar salah mengenali trombosit
10. Usia, gender, genetik, riwayat penyakit, infeksi parasit
11. Ya, semakin tua semakin beresiko dan wanita lebih beresiko daripada laki-laki
12. - Hemoglobin
Wanita = 12-15 gr/dL
Pria = 13-16 gr/dL
-Hematokrit
Wanita = 37-42 %
Pria = 40-48 %
-Leukosit = 5000 - 10.000/𝑚𝑚3
-Trombosit = 150.000 - 400.000/𝑚𝑚3

5
HIPOTESIS

ITP disebabkan oleh penurunan trombosit yang berlebihan sehingga


menyebabkan trombositopenia dan terjadi perdarahan.

6
SASARAN BELAJAR

L.O.1 Memahami dan Menjelaskan Trombosit

1.1 Definisi
Trombosit adalah fragmen sitoplasma megakariosit yang tidak berinti dan
terbentuk di sumsumtulang. Trombosit matang berukuran 2-4 μm, berbentuk
cakram bikonveks. Setelah keluar dari sumsumtulang, sekitar 20-30 %
trombosit mengalami sekuestrasi di limpa (Kosasih, 2008).
1.2 Pembentukkan Trombosit
Trombosit dibentuk di sumsum tulang dari megakariosit, yaitu sel yang
sangat besar dalam susunanhemopoietik dalam sumsum tulang belakang yang
memecah menjadi trombosit, baik dalam sumsum tulangatau segera setelah
memasuki darah, khususnya ketika mencobauntuk memasuki kapiler paru.
Konsentrasi normal trombosit dalam darah adalah antara 150.000-
350.000/μL. (Guyton dan Hall, 2008)
Trombosit dihasilkan di dalam sumsum tulang dengan caramelepaskan diri
(fragmentasi) dari perifer sitoplasma sel induknya(megakariosit) melalui
rangsangan trombopoetin. Megakariosit berasaldari megakarioblas yang
timbul dari proses diferensiasi sel asalhemapoetik Precursor mieloid paling
awal yang membentuk megakariosit. Megakariosit matang, dengan proses
replikasi endomitotik inti secara sinkron, volumesitoplasmanya bertambah
besar pada waktu jumlah inti bertambah dua kali lipat, sitoplasma menjadi
granular dan selanjutnya trombosit dibebaskan. Trombosit yang dihasilkan
oleh tiap megakariosit adalah 4000 trombosit. Interval waktu dari diferensiasi
sel asal sampai dihasilkan trombosit pada manusia dibutuhkan waktu kurang
lebih 10 hari. Umur trombosit normal 7 –10 hari, diametertrombosit rata-rata.
1 -2 μm dan volume sel rerata 5,8 fl. Hitungtrombosit normal sekitar 150 –
400 x 103/μL.

7
1.3 Trombositopenia
Trombositopenia atau definisi trombosit merupakan keadaan dimana
trombosit dalam sirkulasi jumlahnya dibawah normal (150.000-350.0000/µl
darah). Penderita trombositopenia cenderung mengalami pendarahan yang
biasanya berasal dari venula-venula atau kapiler-kapiler kecil. Akibatnya, timbul
bitnik-bintik pendarahan di jaringan tubuh. Pada kulit penderita menampakkan
bercak-bercak kecil berwarna ungu, sehingga disebut dengan trombositopenia
purpura. (Guyton & Hall, 2007)
Trombositopenia dapat dikategorikan dalam beberapa bagian, yaitu:
o Purpura Trombositopenia Autoimun (Immune Thrombocytopenia Purpura/ITP)
Dapat bersifat akut dan kronik. Bentuk akut biasanya ditemukan pada
anak-anak. Gejala perdarahan bersifat mendadak. Sementara pada bentuk yang
kronik paling sering terjadi pada orang dewasa, jarang ada riwayat infeksi
sebelumnya, wanita lebih sering terkena daripada pria. (Handayani &
Sulistyo, 2008)
o Trombositopenia yang Berhubungan dengan Heparin
Trombositopenia ini dapat terjadi setelah pemberian heparin intravena atau
subkutan. Dianjurkan untuk hitung trombosit kembali normal dalam beberapa hari
setelah heparin dihentikan (stein, 1998)
o Purpura Trombositopenik Trombotik
Jarang di jumpai dan ditandai dengan trombositopenia, anemia hemolitik
mikroangiopati, kelainan neurologi yang berfluktuasi. Penyebab tidak dikenal,
tetapi sekitar setengah jumlah pasien mempunyai riwayat penyakit virus yang
belum lama terjadi. (Woodley & Whelan, 1995)
o Trombositopenia akibat Pengaruh Obat

o Kelainan lain yang Berhubungan dengan Trombositopenia


DIC atau Disseminated Intravascular Coagulation, Defisiensi asam folat,
infiltrasi sumsum tulang akibat penyakit myelophtisic; sebagai contoh pada TBC,
karsinoma metastatic, myelofibrosis. (Guyton & Hall, 2007)

8
L.O. 2 Memahami dan Menjelaskan Immune Thrombocytopenia Purpura
2.1 Definisi
Penyakit autoimun yang disebabkan adanya destruksi trombosit normal
akibat adanya antibodi (antibody-mediated destruction of platelets) dan
gangguan produksi megakariosit. (Sari, 2018)

2.2 Klasifikasi
Klasifikasi ITP juga mengalami perubahan menjadi ITP newly diagnosed,
ITP persisten dan ITP kronik . Definisi ITP primer adalah keadaan
trombositopenia yang tidak diketahui penyebabnya. Definisi ITP sekunder
adalah keadaan trombositopenia yang disebabkan oleh penyakit primer.
Penyakit primer yang sering berhubungan dengan ITP, antara lain, penyakit
autoimun (terutama sindrom antibodi antifosfolipid), infeksi virus (termasuk
Hepatitis C dan human immunodeficiency virus [HIV]), dan obat-obat
tertentu.

2.3 Etiologi
Trombositopenia autoimun contohnya Sindrom evans, efek samping
pemberian obat, infeksi Cytomegalovirus, Helicobacter pylori, Hepatiis C ,
Human deficiency virus,varicella zoster, kelainan limfoproliferatif, efek
samping transplantasi sumsum tulang ,dan akibat systemis lupus
erythematosus. (Sari,2018)

9
2.4 Epidemiologi
a. ITP akut
Terjadi pada anak-anak usia 2-6 tahun, dengan insiden 3-8 orang per
100.000 anak, sumber yang lain menyatakan insiden terjadi pada rentang usia
2-10 tahun dengan kasus 4 orang per 100.000 anak per tahunnya. Sekitar 75%
ITP akut terjadi setelah vaksinasi atau infeksi cacar air atau mononukleosis
infeksiosa. Remisi biasanya terjadi, namun 5 – 10 % akan menjadi ITP kronis
(ITP > 6 bulan).
b. ITP kronis
ITP kronis didapatkan pada rentang usia 18 - 45 tahun. Rasio antara
perempuan dan laki-laki adalah 1 : 1 pada ITP akut, dan 2-3 : 1 pada ITP
kronis. ITP refrakter merupakan 25 – 30 % penderita ITP yang gagal diterapi
dengan kortikosteroid dosis standar dan splenektomi karena angka trombosit
di bawah normal atau ada perdarahan. Penyakit ini ditemui juga pada pasien
Systemic Lupus Eritematosus (SLE), Human Immunodeficiency Virus (HIV),
Chronic Lymphositik Leukimia (CLL), penyakit Hodgkin, atau anemia
hemolitik autoimun.
c. ITP kronis
Pada wanita hamil Muncul pada 1 – 2 orang dari setiap 1000 wanita hamil.
Sekitar 3 % terdapat trombositopenia yang ada pada saat melahirkan.
(Michael,2013)

2.5 Patofisiologi
Kelainan sel limfosit T-regulator (T-Reg) sehingga fungsi toleransi
terhadap diri sendiri menjadi hilang (autoantibodi). Autoantibodi (paling
sering Ig G) akan menempel pada antigen trombosit yang menyebabkan
destruksi trombosit oleh makrofag di hepar dan limpa, sekaligus penurunan
respon kompensasi megakariosit sehingga produksi menurun akibat
autoantibodi. Usia normal trombosit adalah 10 hari tetapi pada penderita ITP
hanya beberapa jam aja. (Hoffbrand, 2016)
Penyakit ITP adalah penyakit autoimun yang disebabkan adanya destruksi
trombosit normal akibat adanya antibodi (antibodymediated destruction of
platelets) dan gangguan produksi megakariosit. Penya- kit ITP merupakan
kelainan akibat disregulasi imun dengan hasil akhir adanya hilangnya
toleransi sistem imun terhadap antigen diri yang berada di permukaan
trombosit dan megakariosit. Sel T teraktivasi akibat pengenalan antigen

10
spesifik trombosit pada APC (antigen presenting cell) yang kemudian
menginduksi ekspansi antigen-spesi k pada sel B. Kemudian sel B
menghasilkan autoantibodi yang spesi k terhadap glikoprotein yang
diekspresikan pada trombosit dan megakariosit. Trombosit yang bersirkulasi
diikat oleh autoantibodi trombosit kemudian terjadi pelekatan pada reseptor
FC makrofag limpa yang mengakibatkan penghancuran trombosit. Selain itu,
terbentuk juga autoantibodi anti megakariosit yang mengurangi kemampuan

megakariosit untuk menghasilkan trombosit.3 Terjadi produksi autoantibody


(A) yang meningkatkan penghancuran trombosit oleh makrofag limpa (B) dan
menurunnya produksi trombosit akibat antibodi anti-megakariosit (C).

(Sari, 2018)

2.6 Manifestasi Klinis


a. Perdarahan pada ITP tidak berat seperti trombositopenia pada kegagalan
sumsum tulang karena pada ITP terdapat trombosit muda yang beredar di
pembuluh darah.
b. Limpa tidak teraba kecuali ada penyakit penyerta yang menyebabkan
splenomegali.
c. Tidak ada demam
d. ITP akut:

11
1) Pada anak-anak
2) Awitan penyakit mendadak
3) Riwayat infeksi sebelum terjadi perdarahan berulang
4) Sering terdapat eksantem (rubella) dan penyakit saluran napas akibat virus
Varicella zooster dan Eipstein barr.
5) Perdarahan ringan

e. ITP kronis:

1) Riwayat perdarahan ringan sampai sedang dengan episode perdarahan


beberapa hari sampai beberapa minggu, manifestasi perdarahan berupa
ekimosis, ptekie, purpura

2) Frekuensi perdarahan berkorelasi dengan jumlah trombosit:

i. Hitung trombosit > 50.000 / µl biasanya asimptomatik

ii. Hitung trombosit 30.000 - 50.000 / µl terdapat luka memar atau hematom

iii. Hitung trombosit 10.000 - 30.000 / µl terdapat perdarahan spontan,


menoragi (pada perempuan), dan perdarahan memanjang jika ada luka

iv. Hitung trombosit < 10.000 / µl terdapat perdarahan mukosa (epistaksis,


perdarahan gastrointestinal dan genitourinaria) dan risiko perdarahan sistim
saraf pusat.

v. Perdarahan intrakranial mengenai 1 % dari trombositopenia berat, biasanya


terjadi di subarachnoid, sering multipel dan ukuran bervariasi dari ptekie
sampai ekstravasasi darah yang luas.

3) Remisi spontan jarang terjadi dan remisi tidak lengkap

Pada ITP wanita hamil, pertama kali terduga ITP saat kehamilan.
Diagnosis banding ITP selama kehamilan adalah kehamilan yang
menginduksi hipertensi dan kondisi sindrom hemolisis dengan peningkatan
enzim liver dan penurunan trombosit (HELLP), hemolisis mikroangiopati,
trombositopenia herediter. (Bakta,2006)

12
2.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding

Diagnosis ITP ditegakkan setelah penyebab trom- bositopenia lain dapat


disingkirkan. Beberapa infeksi perlu disingkirkan seperti HIV, Hepatitis C,
Helicobacter Pylori, dan CMV. Kecurigaan ke arah keganasan dan pengaruh
obat seperti valproat, heparin juga harus disingkirkan. Pemeriksaan antibodi
antifosfolipid dan lupus anticoagulant harus diperiksa bila gejala ITP menjadi
persisten/kronik.8

Bila gambaran klinis sangat mendukung ke arah ITP, maka pemeriksaan


sumsum tulang ti- dak perlu dilakukan (Grade 1B). Pemeriksaan sumsum
tulang juga tidak dilakukan bila pasien tidak memberikan respon setelah
diberikan IVIG (Grade 1B). Pemeriksaan sumsum tulang juga tidak dilakukan
sebelum pemberian kortikosteroid atau splenektomi (Grade 2C). Pemeriksaan
sumsum tulang dilakukan bila ITP tidak memberikan respons dalam waktu 3
bulan (mengarah ke ITP persisten)

Diagnosis Banding

- Leukimia
- Anemia aplastik
- Neonatal alloimune trombositopenia
- Infeksi HIV
- Purpura pasca transfusi
- Purpura trombositopenia autoimun
- Sistem hemolitik uremik
- Disseminated intravascular coagulation (DIC)
- Hipersplenisme
- Sindrom mielodisplastik
- Leukimia limfositik kronik

13
2.8 Tatalaksana

Cuker dkk merekomendasikan pasien ITP newly diagnosed dengan


trombositopenia berat tetapi klinis tanpa perdarahan/perdarahan ringan
sebenarnya tidak perlu diberikan tata laksana khusus. Hal tersebut juga sesuai
dengan rekomendasi IWG (Grade 1 B).

“Tanpa perdarahan atau perdarahan ringan”, yaitu perdarahan yang hanya


terjadi di kulit berupa petekiae dan hematom. Hal ini berdasarkan jarangnya
kejadian perdarahan berat, jumlah trombosit tidak dapat dijadikan faktor
prediktor perdarahan dan adanya toksisitas terapi. Namun demikian,
walaupun jumlah kasus perdarahan berat pada ITP anak yang cukup rendah
dan perdarahan yang terjadi hanyalah perdarahan ringan/tanpa perdarahan,
dokter tetap perlu memperhatikan faktor yang
memengaruhipertimbanganterapipadaITP.Faktoryang menjadi pertimbangan,
antara lain, kecemasan orang tua, akivitas anak, dan jarak ke pusat kesehatan.

Bila diputuskan untuk hanya melakukan observasi maka yang perlu


diedukasi kepada orang tua adalah restriksi aktivitas motorik, penghindaran
prosedur khusus (contoh pencabutan gigi), penghindaran obat tertentu yang
dapat memperberat perdarahan (contoh aspirin).

Sebagai terapi lini pertama maka dapat diberikan IVIG dosis tunggal atau
steroid jangka pendek (Grade 1 B). Penggunaan IVIG bila trombosit perlu

14
ditingkat- kan dengan cepat (Grade 1B). Dosis IVIG adalah 0,8-1 g/kg dosis
tunggal atau 2 g/kg terbagi dalam 2-5 hari. Efek samping pemberian IVIG
(15-75)% kasus adalah nyeri kepala, nyeri punggung, mual, dan demam.
Penggunaan IVIG hanya diberikan pada keadaan mengancam jiwa. Di ailand,
pemberian IVIG terbukti merupakan langkah yang coste ective. Penelitian
Choi dkk (2016) memperlihatkan respons pemberian IVIG berupa jumlah
trombosit >100.000/ uL pada bulan ke 1-3 dapat memprediksi prognosis, baik
keadaan trombosit pada bulan ke-6 dan ke-12 (p<0,001).

Metilprednisolon diberikan dengan dosis 2 mg/ kg per hari atau 60


mg/m2/hari (maksimal 80 mg/ hari) selama 14 hari, dilanjutkan dengan
tappering o dan dihentikan selama 1 minggu berikutnya. Kortikosteroid dapat
juga diberikan dengan dosis tinggi yaitu metilprednisolon 4 mg/kg per hari
(maksimal 180 mg/hari) dibagi 3 dosis selama 7 hari, dilanjutkan 50% dosis
pada minggu kedua, dan tappering o pada minggu ketiga. Kortikosteroid
parenteral diberikan metilprednisolon sebanyak 15-30 mg/kg IV (maksimal 1
g/hari) selama 30-60 menit selama 3 hari. Efek samping pemberian
kortikosteroid adalah hipertensi, nyeri perut dan ulkus peptikum,
hiperglikemia, osteoporosis, imunosupresi, insu siensi adrenal.

Imunoglobulin anti-D tidak dianjurkan oleh anak dengan penurunan


hemoglobin akibat perdarahan atau adanya hemolisis autoimun (Grade IC).
Pemberian imunoglobulin anti-D hanya digunakan sebagai lini pertama Rh-
positif, yang tidak displenektomi (Grade 2B). Dosis imunoglobulin anti-D
adalah 50-75 μg/kg dosis tunggal. Efek samping yang utama pada pemberian
imunoglobulin anti-D adalah hemolisis.

Berdasarkan berbagai pertimbangan di atas maka DivisiHematologi-


OnkologiFKUI/RSCMmembuat algoritme terapi pasien ITP newly diagnosed
anak terlihat bila hanya terjadi perdarahan ringan dan trombosit >20.000 / uL
maka pasien dapat rawat jalan. Sementara bila perdarahan ringan dan
trombosit <20.000/uL maka pasien dirawatinap. Bila terjadi perdarahan berat
(termasuk yang mengancam jiwa) dan usia <1 tahun maka pasien
direncanakan untuk pemberian IVIG. Apabila biaya terbatas maka pasien
dapat diberikan kortikosteroid. Sementara bila usia pasien >1 tahun maka
pasien direncanakan untuk mendapatkan kortikosteroid. Selanjutnya bila
tidak menunjukkan perbaikan klinis maka pasien direncanakan untuk
mendapatkan IVIG.

15
Apabila pasien tidak menunjukkan perbaikan ataupun relaps setelah
pemberian kortikosteroid maka pasien dapat diberikan pilihan pemberian
deksametason dosis tinggi ataupun Rituximab. Semuanya ini
dipertimbangkan bila pasien mengalami perdarahan berat (Grade 2 C).

Faktor prediksi untuk resolusi pada kasus ITP newly diagnosed adalah usia
<5 tahun dan onset perdarahan <14 hari dan jumlah trombosit pada followup
minggu ke-4 menunjukkan >100.000/uL.

ITP persisten dan kronik

Apabila perjalanan penyakit ITP telah mencapai 3 bulan maka penyakit ITP
dikategorikan sebagai ITP persisten. Pemeriksaan laboratorium yang
diperlukan, terdiri dari:

• Skrining penyakit autoimun : ANA, anti ds-DNA, Rheumatoid arthritis,


C3, C4

• Skrining tiroid : TSH, free T4, antibodi tiroid

• Pengukuran kadar imunoglobulin : IgG, IgA dan IgM

• Fungsi hati

• Tes PCR adanya virus seperti EBV, CMV, parvovirus, Hepatitis C, dan
HIV

• H. Pylori

• Pemeriksaan sumsum tulang

• Antibodi antifosfolipid. Berbagai pilihan terapi yang dapat diberikan pada


kasus ITP persisten dan kronik

• Deksametason 28 mg/m2/hari akan memberikan respons hingga 80%.


Biasanya respon akan timbul dalam waktu 3 hari.

• Metil prednisolon dosis tinggi 30 mg/kg/hari selama 3 hari yang


dilanjutkan dosis 20 mg/kg/hari selama 4 hari. Respons terjadi pada 60%-
100% kasus yang terjadi pada 2-7 hari.

16
• Rituximab 100 mg atau 375 mg/m2/minggu selama 4 minggu. Respons
bervariasi 31%-79% kasus.

• Terapi obat atau kombinasi obat, siklosporin A, azatioprin, metil


prednisolon, IVIG, anti-D, vinkristin, dan danazol. Sekitar 70% kasus
memberikan respons.

• Splenektomi. Dalam waktu 24 jam pasca sple- nektomi, jumlah trombosit


akan meningkat. Namun demikian, tindakan ini sangat berisiko terjadinya
komplikasi sepsis.

Salah satu faktor prediktor perjalanan ITP newly diagnosed menjadi ITP
kronik adalah usia saat diagnosis. Penelitian Shim (2014) memperlihatkan
bahwa usia di atas 10 tahun lebih sering menjadi ITP kronik. Penelitian di
Turki pada tahun 2014 juga mendapatkan usia lebih 10 tahun mempunyai
kemungkinan 3 kali menjadi ITP kronik ((OR=3,0, CI=1,5-5,98). Faktor
prediktor lain menjadi ITP kronik adalah jenis kelamin perempuan (OR=2,55,
CI=1,31-4,95).

Sebagai kesimpulan, definisi dan klasifikasi ITP telah mengalami


perubahan. Berbagai penelitian telah menunjukkan banyak perubahan pada
tata laksana ITP. Bila perdarahan yang terjadi adalah ringan, maka dapat
dilakukan observasi dengan berbagai pertimbangan. Bila terjadi perdarahan
yang berat, pilihan terapi adalah pemberian IVIG, kortikosteroid dan transfusi
trombosit. Faktor sosial dalam menentukan pilihan terapi seperti kecemasan
orang tua, akivitas anak, dan jarak ke pusat kesehatan harus tetap
dipertimbangkan. (Sari, 2018)

2.9 Komplikasi Immune Thrombocytopenia Purpura


Komplikasi ITP yang dapat terjadi adalah akibat perdarahan, baik di
saluran pencernaan maupun di organ tubuh lainnya. Perdarahan yang terjadi
di otak dapat membahayakan nyawa penderitanya, namun kondisi ini sangat
jarang terjadi.
Penggunaan kortikosteroid cukup efektif dalam mengobati ITP. Meski
begitu, obat ini berpotensi menyebabkan efek samping jika dikonsumsi dalam
jangka panjang. Efek samping yang dapat muncul adalah:

17
 Katarak
 Osteoporosis
 Diabetes
 Hilangnya massa otot

Operasi pengangkatan organ limpa dapat meningkatkan risiko terkena


infeksi bakteri, karena limpa berperan dalam melawan infeksi.
Penderita ITP yang sedang hamil dapat menjalani masa kehamilan dan
persalinan secara normal. Namun, konsultasikan dengan dokter
kandungan mengenai hal-hal apa saja yang perlu dilakukan dan dihindari,
baik selama kehamilan maupun persalinan. (Donahue, 2018)
2.10 Pencegahan
Meskipun ITP sendiri tidak dapat dicegah, ada beberapa langkah yang
dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya perdarahan, yaitu:

 Lindungi diri Anda dari hal-hal yang dapat menyebabkan cedera.


 Segera hubungi dokter jika Anda mengalami gejala infeksi, tindakan ini
penting dilakukan jika Anda menderita ITP atau telah menjalani
pengangkatan organ limpa.
 Hindari obat-obatan bebas tertentu yang dapat mempengaruhi fungsi
trombosit, termasuk aspirin, ibuprofen (Advil, Motrin), dan obat pengencer
darah warfarin (Coumadin).
 Batasi asupan alkohol Anda karena mengonsumsi alkohol dapat
memengaruhi pembekuan darah.
 Pilih aktivitas berdampak rendah daripada olahraga kompetitif atau
aktivitas berdampak tinggi lainnya untuk mengurangi risiko cedera dan
pendarahan. (Donahue,2018)

18
DAFTAR PUSTAKA

A.V Hoffbrand, J.E.Pettit, P.A.H. Moss, 2007

Donahue, Maureen. 2018. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP). Healthline

https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/download/1355/pdf

Michael, AS. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura. Medscape Reference. 2013

19

Anda mungkin juga menyukai