Anda di halaman 1dari 14

Learning Objective

Penanganan perdarahan uterus abnormal berdasarkan penyebabnya

A. Polip (PUA-P)

Penanganan polip endometrium dapat dilakukan dengan :

1. Reseksi secara histeroskopi (Rekomendasi C);

2. Dilatasi dan kuretase;

3. Kuret hisap;

4. Hasil dikonfirmasi dengan pemeriksaan histopatologi.

B. Adenomiosis (PUA-A)
1. Diagnosis adenomiosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG atau MRI;
2. Tanyakan pada pasien apakah menginginkan kehamilan;
3. Bila pasien menginginkan kehamilan dapat diberikan analog GnRH + addback
therapy atau LNG IUS selama 6 bulan (Rekomendasi C);
4. Adenomiomektomi dengan teknik Osada merupakan alternatif pada pasien yang
ingin hamil (terutama pada adenomiosis > 6 cm);
5. Bila pasien tidak ingin hamil, reseksi atau ablasi endometrium dapat dilakukan
(Rekomendasi C).
Histerektomi dilakukan pada kasus dengan gagal pengobatan.
C. Leiomioma uteri (PUA-L)

1. Diagnosis mioma uteri ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG;

2. Tanyakan pada pasien apakah menginginkan kehamilan;

3. Histeroskopi reseksi mioma uteri submukosum dilakukan terutama bila pasien


menginginkan kehamilan (Rekomendasi B).

a. Pilihan pertama untuk mioma uteri submukosum berukuran < 4 cm,

b. Pilihan kedua untuk mioma uteri submukosum derajat 0 atau 1

(Rekomendasi B),

c. Pilihan ketiga untuk mioma uteri submukosum derajat 2 (Rekomendasi C).

4. Bila terdapat mioma uteri intra mural atau subserosum dapat dilakukan
penanganan sesuai PUA-E / O) (Rekomendasi C). Pembedahan dilakukan bila
respon pengobatan tidak cocok;

5. Bila pasien tidak menginginkan kehamilan dapat dilakukan pengobatan untuk


mengurangi perdarahan dan memperbaiki anemia (Rekomendasi B).
6. Bila respon pengobatan tidak cocok dapat dilakukan pembedahan. Embolisasi
arteri uterina merupakan alternatif tindakan pembedahan (Rekomendasi A).

D. Malignancy and hyperplasia (PUA-M)

1. Diagnosis hiperplasia endometrium atipik ditegakkan berdasarkan penilaian


histopatologi;
2. Tanyakan apakah pasien menginginkan kehamilan;
3. Jika pasien menginginkan kehamilan dapat dilakukan D & K dilanjutkan
pemberian progestin, analog GnRH atau LNG-IUS selama 6 bulan
(Rekomendasi C);
4. Bila pasien tidak menginginkan kehamilan tindakan histerektomi
merupakan pilihan (Rekomendasi C);
5. Biopsi endometrium diperlukan untuk pemeriksaan histologi pada akhir
bulan ke-6 pengobatan;
6. Jika keadaan hyperplasia atipik menetap, lakukan histerektomi.

E. Coagulopathy (PUA-C)

1. Terminologi koagulopati digunakan untuk kelainan hemostasis sistemik


yang terkait dengan PUA;
2. Penanganan multidisiplin diperlukan pada kasus ini
3. Pengobatan dengan asam traneksamat, progestin, kombinasi pil
estrogenprogestin dan LNG-IUS pada kasus ini memberikan hasil yang
sama bila dibandingkan dengan kelompok tanpa kelainan koagulasi;
4. Jika terdapat kontraindikasi terhadap asam traneksamat atau PKK dapat
diberikan LNG-IUS atau dilakukan pembedahan bergantung pada umur
pasien (Rekomendasi B)
5. Terapi spesifik seperti desmopressin dapat digunakan pada penyakit von
Willebrand (Rekomendasi C)

F. Ovulatory dysfunction (PUA-O)

1. Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA dengan manifestasi


klinik perdarahan yang sulit diramalkan dan jumlah darah yang bervariasi.
2. Pemeriksaan hormon tiroid dan prolaktin perlu dilakukan terutama pada
keadaan oligomenorea. Bila dijumpai hiperprolaktinemia yang disebabkan
oleh hipotiroid maka kondisi ini harus diterapi.
3. Pada perempuan umur > 45 tahun atau dengan risiko tinggi keganasan
endometrium perlu dilakukan pemeriksaan USG transvaginal dan
pengambilan sampel endometrium.
4. Bila tidak dijumpai faktor risiko untuk keganasan endometrium lakukan
penilaian apakah pasien menginginkan kehamilan atau tidak.
5. Bila menginginkan kehamilan dapat langsung mengikuti prosedur tata
laksana infertilitas.
6. Bila pasien tidak menginginkan kehamilan dapat diberikan terapi hormonal
dengan menilai ada atau tidaknya kontra indikasi terhadap PKK.
7. Bila tidak dijumpai kontra indikasi, dapat diberikan PKK selama 3 bulan
(rekomendasi A).
8. Bila dijumpai kontra indikasi pemberian PKK dapat diberikan preparat
progestin selama 14 hari, kemudian stop 14 hari. Hal ini diulang sampai 3
bulan siklus (rekomendasi A).
9. Setelah 3 bulan dilakukan evaluasi untuk menilai hasil pengobatan.
10. Bila keluhan berkurang pengobatan hormonal dapat dilanjutkan atau distop
sesuai keinginan pasien.
11. Bila keluhan tidak berkurang, lakukan pemberian PKK atau progestin dosis
tinggi (naikkan dosis setiap 2 hari sampai perdarahan berhenti atau dosis
maksimal). Perhatian terhadap kemungkinan munculnya efek samping seperti
sindrom pra haid. Lakukan pemeriksaan ulang dengan USG TV atau SIS
untuk menyingkirkan kemungkinan adanya polip endometrium atau mioma
uteri (rekomendasi A). Pertimbangkan tindakan kuretase untuk
menyingkirkan keganasan endometrium. Bila pengobatan medikamentosa
gagal, dapat dilakukan ablasi endometrium, reseksi mioma dengan
histeroskopi atau histerektomi. Tindakan ablasi endometrium pada
perdarahan uterus yang banyak dapat ditawarkan setelah memberikan
informed consent yang jelas pada pasien. Pada uterus dengan ukuran < 10
minggu.
\
G. Endometrial (PUA-E)

1. Perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan siklus


haid yang teratur .
2. Pemeriksaan fungsi tiroid dilakukan bila didapatkan gejala dan tanda
hipotiroid atau hipertiroid pada anamnesis dan pemeriksaan fisik
(rekomendasi C). Pemeriksaan USG transvaginal atau SIS terutama dapat
dilakukan untuk menilai kavum uteri (rekomendasi A).
3. Jika pasien memerlukan kontrasepsi lanjutkan ke G, jika tidak lanjutkan ke
4.
4. Asam traneksamat 3 x 1 g dan asam mefenamat 3 x 500 mg merupakan
pilihan lini pertama dalam tata laksana menoragia (rekomendasi A).
5. Lakukan observasi selama 3 siklus menstruasi.
6. Jika respons pengobatan tidak adekuat, lanjutkan ke 7.
7. Nilai apakah terdapat kontra indikasi pemberian PKK.
8. PKK mampu mengurangi jumlah perdarahan dengan menekan
pertumbuhan endometrium. Dapat dimulai pada hari apa saja, selanjutnya
pada hari pertama siklus menstruasi (rekomendasi A).
9. Jika pasien memiliki kontra indikasi terhadap PKK maka dapat diberikan
preparat progestin siklik selama 14 hari diikuti dengan 14 hari tanpa obat.
(rekomendasi A) Kemudian diulang selama 3 siklus. Dapat ditawarkan
penggunaan LNG-IUS.
10. Jika setelah 3 bulan, respons pengobatan tidak adekuat dapat dilakukan
penilaian USG transvaginal atau SIS untuk menilai kavum uteri.
11. Jika dengan USG TV atau SIS didapatkan polip atau mioma submukosum
segera pertimbangkan untuk melakukan reseksi dengan histeroskopi
(rekomendasi B).
12. Jika hasil USG TV atau SIS didapatkan ketebalan endometrium > 10 mm,
lakukan pengambilan sampel endometrium untuk menyingkirkan
hiperplasia (rekomendasi B).
13. Jika terdapat adenomiosis dapat dilakukan pemeriksaan MRI, terapi dengan
progestin, LNG IUS, GnRHa atau histerektomi.
14. Jika hasil pemeriksaan USG TV dan SIS menunjukkan hasil normal atau
terdapat kelainan tetapi tidak dapat dilakukan terapi konservatif maka
dilakukan evaluasi terhadap fungsi reproduksinya.
15. Jika pasien sudah tidak menginginkan fungsi reproduksi dapat dilakukan
ablasi endometrium atau histerektomi. Jika pasien masih ingin
mempertahankan fungsi reproduksi anjurkan pasien untuk mencatat siklus
haidnya dengan baik dan memantau kadar Hb.
H. Iatrogenik (PUA-I)

H.1. Perdarahan karena efek samping PKK

1. Penanganan efek samping PUA-E disesuaikan dengan algoritma PUA-E.

2. Perdarahan sela (breakthrough bleeding) dapat terjadi dalam 3 bulan pertama


atau setelah 3 bulan penggunaan PKK.

3. Jika perdarahan sela terjadi dalam 3 bulan pertama maka penggunaan PKK
dilanjutkan dengan mencatat siklus haid.

4. Jika pasien tidak ingin melanjutkan PKK atau perdarahan menetap > 3 bulan
lanjutkan ke 5.

5. Lakukan pemeriksaan Chlamydia dan Neisseria (endometritis), bila positif


berikan doksisiklin 2 x 100 mg selama 10 hari. Yakinkan pasien minum PKK
secara teratur. Pertimbangkan untuk menaikkan dosis estrogen. Jika usia pasien
lebih dari 35 tahun dilakukan biopsi endometrium

6. Jika perdarahan abnormal menetap lakukan TVS, SIS atau histeroskopi


untuk menyingkirkan kelainan saluran reproduksi.

7. Jika perdarahan sela terjadi setelah 3 bulan pertama penggunaan PKK,


lanjutkan ke 5.

8. Jika efek samping berupa amenorea lanjutkan ke 9.

9. Singkirkan kehamilan.

10. Jika tidak hamil, naikkan dosis estrogen atau lanjutkan pil yang sama.
H.2. Perdarahan karena efek samping kontrasepsi progestin

1. Jika terdapat amenorea atau perdarahan bercak, lanjutkan ke 2.

2. Konseling bahwa kelainan ini merupakan hal biasa.

3. Jika efek samping berupa PUA-O, lanjutkan ke 4.

4. Jika usia pasien > 35 tahun dan memiliki risiko tinggi keganasan
endometrium, lanjutkan ke 5, jika tidak lanjutkan ke 6.

5. Biopsi endometrium.

6. Jika dalam 4-6 bulan pertama pemakaian kontrasepsi, lanjutkan ke 7. Jika


tidak lanjutkan ke 9.

7. Berikan 3 alternatif sebagai berikut :


a. Lanjutkan kontrasepsi progestin dengan dosis yang sama;

b. Ganti kontrasepsi dengan PKK (jika tidak ada kontra indikasi);

c. Suntik DMPA setiap 2 bulan (khusus akseptor DMPA).

8. Bila perdarahan tetap berlangsung setelah 6 bulan, lanjutkan ke 9

9. Berikan estrogen jangka pendek (EEK 4 x 1.25 mg / hari selama 7 hari) yang
dapat diulang jika perdarahan abnormal terjadi kembali. Pertimbangkan
pemilihan metoda kontrasepsi lain.
H.3. Perdarahan karena efek samping penggunaan AKDR

1. Jika pada pemeriksaan pelvik dijumpai rasa nyeri, lanjutkan ke 2.


2. Berikan doksisiklin 2x100 mg sehari selama 10 hari karena perdarahan
pada pengguna AKDR dapat disebabkan oleh endometritis. Jika tidak
ada perbaikan, pertimbangkan untuk mengangkat AKDR.
3. Jika tidak dijumpai rasa nyeri dan AKDR digunakan dalam 4-6 bulan
pertama, lanjutkan ke 4. Jika tidak, lanjutkan ke 5.
4. Lanjutkan penggunaan AKDR, jika perlu dapat ditambahkan AINS.
Jika setelah 6 bulan perdarahan tetap terjadi dan pasien ingin diobati,
lanjutkan ke 5.
5. Berikan PKK untuk 1 siklus.
6. Jika perdarahan abnormal menetap lakukan pengangkatan AKDR. Bila
usia pasien > 35 tahun lakukan biopsi endometrium.
DAFTAR PUSTAKA

Baziad, A., Hestiantoro, A., Wiweko, B. Panduan Tata Laksana Perdarahan Uterus
Abnormal. Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas Indonesia,
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. 2011.

Anda mungkin juga menyukai