Anda di halaman 1dari 20

Analisis Pengaruh Kebijakan Infrastruktur Terhadap Pendapatan Perkapita

Masyarakat Kabupaten Bangka


Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Devi Valeriani
(devi.valeriani @yahoo.com)
Dosen Fakultas Ekonomi
Universitas Bangka Belitung

Abstrak
Kabupaten Bangka merupakan bagian dari Provinsi Bangka Belitung.
Kabupaten ini memiliki asset pariwisata yang sangat indah. Untuk
pengembangan sektor pariwisata diperlukan sarana dan prasarana
(infrastruktur) yang memadai. Infrastruktur yang sangat diperlukan dalam
keberlangsungan pengembangan tersebut adalah transportasi dan listrik,
sehingga akan terlihat keterkaitan antara pengembangan pariwisata,
infrastruktur dan tingkat pendapatan perkapita masyarakat kabupaten Bangka
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Untuk melihat keterkaitan tersebut digunakan alat analisis multiple linier
regression dengan tehnik Ordinary Least Square. Data yang digunakan adalah
data APBD dari tahun 1989 – 2008 yang bersumber dari Pemerintahan Daerah
Kabupaten Bangka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan
variable pariwisata, transportasi dann listrik berpengaruh significant terhadap
pendapatan perkapita masyarakat kabupaten Bangka.

Kata Kunci: Pariwisata, Transportasi, Listrik, Pendapatan Per kapita

Abstract
Bangka Regency is one of Regencies of Bangka Belitung Province. This
regency has many remarkable tourism assets. Developing the tourism sector
needs eligible infrastructures such as electricity and transportation so that the
connectivity of tourism, infrastructure and people’s income per capita of Bangka
Bregency will be emerged using Multiple Linier Regression analysis with
Ordinary Least Square technique.
The data of APBD from 1989 to 2008 was taken from local government.
The result of the research showed that simultaneously tourism variable,
transportation and electricity influenced significantly to people’s income per
capita.
Keywords: Tourism, Transportation, Electricity, Income per capita.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Wilayah Kabupaten Bangka terletak di Pulau Bangka dengan luas lebih
kurang 2.950,68 Km2 atau 295.068 Ha. Secara administratif wilayah Kabupaten
Bangka berbatasan langsung dengan daratan wilayah kabupaten/kota lainnya di
Propinsi Kepulauan Bangka Belitung, yaitu dengan wilayah Kota Pangkalpinang,
Kabupaten Bangka Tengah dan Kabupaten Bangka Barat.
Peluang investasi yang dapat dikembangkan disektor pariwisata di
Kabupaten Bangka masih terbuka lebar mengingat banyak sekali kawasan wisata
yang dapat dikembangkan baik wisata pantai, wisata gunung, wisata danau,
maupun wisata tempat-tempat bersejarah lain-lain. Disamping itu mengingat
diwilayah Kabupaten Bangka terdapat pulau-pulau kecil yang indah maka pulau
Bangka dapat dikembangkan seperti Pulau Seribu, karena masih terdapat
terumpuh karang yang masih terjaga keasriannya yang terdapat wilayah perarian
teluk kelabat serta didukung oleh jarak yang tidak begitu jauh dari Kota
Sungailiat.
Untuk mengembangkan keparawisataan ini dibutuhkan sarana dan
prasarana penunjang baik berupa hotel berbintang, sarana hiburan, maupun jasa
tour travel/perjalanan wisata yang semuanya itu masih membutuhkan investor dari
luar maupun dalam negeri untuk dapat mengembangkan kepariwisataan di Pulau
Bangka ini.
Timah sebagai sebuah produk sumber daya alam yang tidak dapat
diperbaharui, tentu dengan bergulirnya waktu akan menuju kepada satu tahap
dimana ketersediaan sumber daya alam tersebut akan menjadi berkurang bahkan
berpeluang menjadi langka. Dan hal ini akan sangat berdampak terhadap
pendapatan per kapita masyarakat Bangka Belitung, yang memfokuskan pencarian
nafkahnya pada timah. Menyadari hal ini, maka secara perlahan pemerintah
provinsi mulai memberdayakan sektor parwisata dan pertanian sebagai sektor
yang akan dijadikan sebagai sumber penghasilan daerah dan penghasilan
masyarakat Bangka Belitung. Dipilihnya kedua sektor ini dikarenakan kabupaten
Bangka provinsi Bangka Belitung memiliki objek-objek wisata laut yang sangat
natural dan bagus, begitu juga dengan kondisi tanahnya yang subur. Namun
terlepas dari itu semua, salah satu faktor yang wajib diperhatikan oleh pemerintah
daerah agar dapat terlaksananya proses pergeseran ekonomi tersebut dari sektor
pertambangan ke sektor pariwisata dan pertanian adalah pembangunan fasilitas
sarana dan prasarana, seperti terjaminya ketersediaan transportasi, listrik dan lain-
lain.
Pentingnya pembangunan fasilitas sarana dan prasarana ini seperti yang
dinyatakan oleh De dan Ghosh (2005:81) bahwa kendala yang dihadapi daerah-
daerah maupun negara-negara lebih kepada persoalan ekonomi daripada persoalan
demografi yaitu bagaimana memastikan baiknya infrastruktur supaya lebih
bermanfaat.
Di Kabupaten Bangka pengadaan listrik dikelola oleh PT. PLN (Persero)
Cabang Bangka dan perusahaan/usaha listrik milik masyarakat (swasta).Tahun
2008 banyaknya pelanggan listrik berjumlah 20.114 pelanggan yang terdiri dari:
rumah tangga sebanyak 18.508 pelanggan, industri 16 pelanggan, Pemerintahan
sebanyak 158 pelanggan, Badan Sosial sebanyak 451 pelanggan, Bisnis sebanyak
918 pelanggan, dan untuk lampu jalan sebanyak 63. Sementara jumlah produksi
keseluruhannya adalah sebesar 259.747.573 KWH dengan daya tersambung
22.998.526 VA.
Tabel 1 APBD Kabupaten Bangka Tahun 1989 – 2008
Sektor Pariwisata, Transportasi, Listrik (Dalam Jutaan Rupiah)

Transportas
Tahun GDP Pariwisata i Listrik
Y X1 X2 X3

1989 49.209.562,210 8.345,510 26.980,460 210,450

1990 49.676.382,760 8.484,750 27.237,450 248,670

1991 52.563.209,330 8.489,980 27.453,440 255,780

1992 55.678.973,780 8.509,440 27.967,350 288,560

1993 57.530.927,430 8.409,220 28.276,900 342,670

1994 59.176.973,760 9.594,040 29.498,740 299,650

1995 59.524.565,440 9.770,430 34.980,090 311,890

1996 62.423.446,650 9.518,090 34.999,760 345,530

1997 66.978.352,160 10.796,750 35.434,230 456,340

1998 68.576.900,550 10.797,750 36.893,560 489,570

1999 69.934.112,490 10.798,750 35.344,380 499,990

2000 72.486.221,590 11.093,900 34.985,090 512,030

2001 75.611.896,440 11.290,220 36.256,670 527,560

2002 79.084.630,870 11.453,340 37.564,520 556,780

2003 86.568.881,920 12.443,540 37.894,440 590,430

2004 114.246.373,680 12.434,530 38.944,320 623,780

2005 139.008.996,150 13.564,340 39.076,340 698,650

2006 152.318.667,250 13.743,980 40.002,230 673,340

2007 169.453.908,670 14.390,530 40.330,760 779,690

2008 171.976.423,480 15.803,750 40.565,670 786,690


Sumber Sekretariat Daerah Kab Bangka, diolah .

Berdasarkan pada latar belakang tersebut, maka tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menguji pengaruh pariwisata, transportasi, dan listrik terhadap
pendapatan per kapita masyarakat kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung
antara tahun 1989 – 2008, khususnya dalam memahami secara lebih baik
keterkaitan antara infrastruktur dan tingkat pendapatan perkapita masyarakat
kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung.

Rumusan Masalah Penelitian


Berdasarkan pada latar belakang pemikiran di atas, maka dapat
dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh pariwisata terhadap tingkat pendapatan perkapita
masyarakat kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung?
2. Bagaimana pengaruh transportasi terhadap tingkat pendapatan perkapita
masyarakat kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung?
3. Bagaimana pengaruh irigasi terhadap tingkat pendapatan perkapita
masyarakat kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung?
4. Bagaimana pengaruh pariwisata, transportasi, dan listrik terhadap tingkat
pendapatan per kapita masyarakat kabupaten Bangka Provinsi Bangka
Belitung?

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui pengaruh pariwisata terhadap tingkat pendapatan
perkapita masyarakat kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung
2. Untuk mengetahui pengaruh transportasi terhadap tingkat pendapatan
perkapita masyarakat kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung
3. Untuk mengetahui pengaruh irigasi terhadap tingkat pendapatan perkapita
masyarakat kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung
4. Untuk mengetahui pengaruh pariwisata, transportasi, dan listrik terhadap
tingkat pendapatan per kapita masyarakat kabupaten Bangka Provinsi
Bangka Belitung

TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Gross Domestic Product (GDP)
Menurut Lipsey et al (2003:426), Gross Domestic Product adalah output
yang dihasilkan dalam suatu negara, dan berbeda dari Gross National Product
karena faktor-faktor seperti tingkat bunga luar negeri atau
pembayaran/penerimaan dividen. Lipsey et al menambahkan 1987:486) GDP
adalah pendapatan nasional yang diukur menurut pendekatan output; sama dengan
semua nilai tambah pada perekonomian atau sama juga dengan nilai semua barang
jadi yang dihasilkan dalam perekonomian
Menurut Mankiw, (2003:522) GDP adalah pendapatan total yang
diperoleh secara domestik, termasuk pendapatan yang diperoleh faktor-faktor
produksi yang dimiliki asing; pengeluaran total atas barang dan jasa yang
diproduksi secara domestik. (hal 18) untuk menghitung GDP dalam perekonomian
yang lebih kompleks, akan sangat membantu jika kita memiliki definisi yang
tepat: Produk Domestik Bruto (GDP) adalah nilai pasar semua barang dan jasa
akhir yang di produksi dalam perekonomian selama kurun waktu tertentu.

Komponen – komponen Pengeluaran


Para ekonom dan para pembuat keputusan tidak hanya peduli pada output
barang dan jasa total, tetapi juga alokasi dari output ini diantara berbagai
alternatif. Pos pendapatan nasional membagi GDP menjadi empat kelompok
pengeluaran:
1. 1. konsumsi (C)
2. 2. investasi (I)
3. 3. pengeluaran pemerintah (G)
4. 4. ekspor (X)
Jadi, dengan menggunakan simbol Y untuk GDP,
Y = C + I + G + X.
GDP adalah jumlah konsumsi, investasi, pembelian pemerintah, dan
ekspor bersih. Setiap dolar GDP masuk ke salah satu kategori ini. Persamaan ini
adalah sebuah identitas – persamaan yang harus digunakan agar variabel –
variabel bisa didefinisikan. Persamaan ini disebut identitas pos pendapatan
nasional (national income accounts identity).
Menurut Lipsey et al (2003:297), teori pertumbuhan ekonomi merupakan
teori jangka panjang. Teori ini mengabaikan fluktuasi jangka pendek pendapatan
nasional aktual di sekitar pendapatan potensial dan memusatkan perhatiannya
pada pengaruh investasi terhadap kenaikan pendapatan potensial.
Perbedaan pokok antara aspek jangka pendek dan aspek jangka panjang
investasi sangat perlu diperhatikan. Dalam jangka pendek setiap kegiatan yang
memberikan penghasilan kepada orang akan menaikan permintaan agrerat. Jadi,
pengaruh jangka pendek terhadap pendapatan nasional adalah sama saja, apakah
sebuah perusahaan menanam modal dalam bentuk menggali lubang dan
menutupnya kembali atau menanam modal dengan membangun pabrik baru. Akan
tetapi, perumbuhan jangka panjang pendapatan potensial hanya dipengaruhi oleh
bagian dari investasi itu yang menambah kapasitas produksi suatu negara; yaitu
oleh pendirian pabrik baru tadi, bukan oleh proyek penutupan kembali lubang itu.
Pemahaman ini sangat penting karena beberapa yang diklasifikasikan
sebagai investasi pada neraca pendapatan nasional adalah benar-benar
pengeluaran konsumsi. Sebagai contoh, misalkan sebuah perusahaan membongkar
kantornya yang cukup besar tapi sudah kumal dan melakukan ”investasi” dengan
membangun fasilitas perkantoran modern untuk para stafnya. Ini akan
diperhitungkan sebagai investasi pada data pendapatan nasional, dan
pengeluarannya akan menambah permintaan agrerat. Akan tetapi, dalam
pengertian pertumbuhan, investasi ini (sekurang-kurangnya sebagian) benar-benar
merupakan konsumsi terselubungpara staf perusahaan itu, dan bukan merupakan
investasi yang akan meningkatkan produktivitas tenaga kerjanya.
Pengamatan serupa juga berlaku bagi pengeluaran untuk kepentingan
masyarakat. Pengeluaran apapun akan menambah permintaan agreratdan
menaikan pendapatan nasional, jika terdapat sumber daya yang menganggur.
Tetapi hanya sebagian dari pengeluaran itu yang menambah pertumbuhan
pendapatan penggunaan tenaga kerja penuh (full employment income). Tentu saja
pengeluaran investasi pemerintah (untuk kepentingan umum) yang menopang
industri sedang menurun, agar tetap menciptakan kesempatan kerja, bisa berakibat
sebaliknya terhadap pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran investasi semacam ini
dapat mengahalangi realokasi sumber daya sebagai reaksi terhadap pergeseran,
baik pola permintaan dunia maupun keunggulan komparatif negara itu. Jadi,
dalam jangka panjang, kapasitas negara itu untuk memproduksi komoditi yang
dibutuhkan di pasar terbuka bisa semakin menurun.
Menurut Denburg, (2002:362) salah satu pendekatan (approach) untuk
pengujian empiris terhadap hipotesis tentang proses pertumbuhan adalah dengan
cara pencocokan fungsi produksi agrerat dengan data histories.

Pengertian Infrastruktur
Fasilitas infrastruktur dipahami sebagai input infrastruktural publik dari
sudut pandang suplai. Namun, dilihat dari sifat pelayanan yang diberikan,
infrastruktur secara luas dapat digolongkan menjadi kategori fisik, sosial dan
finansial. Kategori fisik meliputi transportasi (rel kereta, jalan, jalur udara dan
jalur perairan), listrik, irigasi, telekomunikasi, suplai air dan sebagainya. Walau
pengaruhnya bersifat langsung terhadap produksi melalui ekonomi eksternal,
namun aspek tersebut berpengaruh pula secara menguntungkan dalam menarik
investasi privat (domestik dan asing). Infrastruktur fisik berkontribusi kepada
pertumbuhan ekonomi dengan cara mengurangi biaya transaksi dan menciptakan
banyaknya investasi, lapangan kerja, hasil (output), pendapatan dan pertumbuhan
sampingan. Infrastruktur sosial berkontribusi melalui pengayaan sumber daya
manusia dalam hal pendidikan, kesehatan, perumahan, fasilitas rekreasi dan
sebagainya. Dengan kata lain, memajukan kualitas hidup. Infrastruktur ini
berpengaruh terhadap tingginya sumber daya manusia dalam hal kualitas dan
membantu meningkatkan produktivitas pekerja. Selanjutnya, infrastruktur
finansial yang meliputi kerjasama perbankan, pos, dan pajak dari suatu populasi
yang mewakili kinerja finansial negara. Tiga aspek ini mewakili kemampuan
menciptakan penghasilan dari suatu daerah dalam suatu negara atau suatu negara
dalam suatu wilayah. Dan karenanya, dapat memicu kompetisi yang tentunya
menyehatkan diantara daerah-daerah konstituen.
Suatu jaringan infrastruktur ekonomi adalah iklim sosial-ekonomi yang
dihasilkan oleh institusi yang berfungsi sebagai medium perdagangan (conduits of
commerce). Institusi disini dapat berupa institusi publik ataupun privat. Peranan
mereka dapat silih berganti, membantu mentransformasikan sumber-sumber
kedalam output atau berfungsi sebagai perubah, yang merubah sumber-sumber
menjadi non-produser. Peranannya sangat kritis dalam menurunkan
ketidaksamaan secara natural diantara daerah-daerah dalam satu negara.
Secara umum, infrastruktur adalah konsep sosial untuk beberapa kategori
khusus dari input diluar proses pengambilan keputusan, yang berkontribusi
terhadap perkembangan ekonomi dengan cara meningkatkan produktivitas dan
penyediaan fasilitas. Dibutuhkan jangka waktu yang panjang untuk menciptakan
fasilitas-fasilitas ini. Sebagai contoh, Hansen (1965 dalam De dan Ghosh,
2005:94), dalam pengamatannya pada peranan investasi publik dalam
perkembangan ekonomi, membagi infrastruktur publik menjadi dua kategori:
economic overhead capital (EOC) dan social overhead capital (SOC). Mera
(1973 dalam De dan Ghosh, 2005:94) mengamati pengaruh ekonomi dari
infrastruktur publik di negara Jepang dengan meluaskan definisi Hansen dengan
menambah sistem komunikasi. Tidak adanya fasilitas ini dalam satu wilayah akan
mengakibatkan berkurangnya ”efisiensi produktif” dari suatu populasi. Ini
merupakan sejumlah karakteristik yang sangat substansial yang membedakan
negara-negara saat ini.
Karakteristik Infrastruktur
Infrastruktur adalah bagian dari capital stock suatu negara , yaitu social
overhead capital yang mendukung directly productive capital. Menurut World
Bank dalam World Development Report (1994:2), yang termasuk infrastruktur
antara lain :
a. Public Utilities, yaitu energi, telekomunikasi, ppa pensuplai air,
sanitasi dan saluran air (selokan), pembuang limbah / kotoran dan
pipa gas;
b. Public Work, yaitu jalan , dam, kanal, irigasi, drainase serta
transportasi.
Di sebagian negara berkembang, program pembangunan lebih ditekankan
pada pembangunan prasarana dan sarana untuk mempercepat pembangunan di
sektor produktif. Pembangunan infrastruktur tersebut antara lain jalan raya,
pembangkit listrik, telekomunikasi dan irigasi.

Keterkaitan antara Infrastruktur dan Pendapatan


Hubungan antara infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi bersifat multiple
dan kompleks, tidak hanya karena pengaruhnya secara langsung terhadap
produksi dan konsumsi namun juga karena infrastruktur menciptakan eksternalitas
langsung dan tidak langsung dan menyangkut besarnya arus pengeluaran yang
menimbulkan pekerja tambahan. Sebagian besar dari studi-studi tentang pengaruh
makro ekonomi dilakukan dalam tahun 1980an sebagai respon atas kegagalan
dalam mempertimbangkan menurunnya produktivitas di negara berkembang.
Studi-studi menyarankan bahwa infrastruktur berkontribusi terhadap output
kedaerahan, pendapatan dan pertumbuhan lapangan kerja dan kualitas hidup
(Aschauer, 1990; Munnell, 1990; Gramlich, 1994; and Esfahani and Ramirez,
2003 dalam De dan Ghosh, 2005:94).
Qureshi, A, M, (2009) menyatakan bahwa asumsi utama dari model
pertumbuhan bahwa investasi pada akumulasi modal manusia dan fisik
mempengaruhi tingkat pertumbuhan dan pada akhirnya pajak dan pembelanjaan
pemerintah juga memainkan peranan penting dalam proses pertumbuhan, seperti
umumnya ditemukan dalam literatur (Barro, 1990; Lucas, 1990; Jones dkk, 1993).
Persamaan (1) menggambarkan fungsi produksi yang diasumsikan sebagai total
nilai tambah bagi negara (Y). K menggambarkan total modal fisik – publik serta
swasta, H adalah rata-rata indeks kemampuan manusia, dan L adalah angkatan
tenaga kerja (Mankiw dkk, 1995; Sacerdoti dkk, 1998).
Y = K α * (H * L) (1-α) (0<α<1).
K meningkat melalui investasi dan pada akhirnya menurun. H didasarkan
pada rata-rata indeks pendidikan dan rata-rata akses untuk perawatan kesehatan
dasar. Menurut Jung dan Thorbecke, 2003 berdasarkan pada pendekatan
pengeluaran publik, pendidikan dan kesehatan dapat menciptakan modal manusia.
Jung dan Thorbecke, (2003) menganggap rasio yang berhubungan dengan pajak-
PDB merupakan sumber pendapatan pemerintah. Pada sisi pembelanjaan ada dua
jenis utama; pembelanjaan non-discretionary dan pembelanjaan discretionary.
Diawali oleh Auscher ( 1989a, 1989b,1989c dalam Canning dan Pedroni,
1999:1) wacana tentang efek produktivitas dari infrastruktur telah menjadi
perdebatan dan dalam laporan Bank Dunia (1994) dilaporkan beberapa bukti
empiris mengenai pentingnya infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi.
Gramlich (1994) menekankan sulitnya menentukan secara akurat kontribusi
infrastruktur terhadap pertumbuhan.
Namun, Easterly dan Rebelo (1993) menemukan pengaruh positif
investasi di bidang transportasi dan komunikasi terhadap pertumbuhan ekonomi.
Canning, Fay, dan Perotti (1994) menemukan pengaruh positif dari jumlah
panjang jalan dan kapasitas listrik terhadap pertumbuhan secara berkelanjutan.
Sebaliknya, Hulten dan Schwab,(1991),Tatom (1991, 1993a, 1993b) dan Holtz-
Eakin (1994), Holtz-Eakin dan Schwartz (1995) dan Garcia-Mila, McGuire and
Porter (1996) menjelaskan bahwa hanya terdapat sedikit bukti yang menerangkan
pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi.
Pendekatan yang dilakukan dalam studi ini adalah model pertumbuhan
Barro (1990). Kapital infrastruktur adalah sebuah input kedalam produksi agregat,
tetapi dihasilkan dari pengurangan investasi pada jenis kapital lainnya. Dalam
pendekatan ini terdapat tingkat optimal infrastruktur yang memaksimalkan
pertumbuhan.
Menurut model penelitian ini, terdapat tingkat diatas pemaksimalan
pertumbuhan dari infrastruktur dimana pengalihan sumber-sumber dari menyaingi
hasil dari bertambahnya infrastruktur. Di bawah level ini, meningkatnya kondisi
infrastruktur mengakibatkan meningkatnya pendapatan jangka panjang,
sedangkan diatas level ini, meningkatnya infrastruktur mengakibatkan turunnya
pendapatan jangka panjang.
Boopen (2006) menemukan bahwa kapital transportasi merupakan
kontributor kemajuan ekonomi di negara-negara Sub Sahara Afrika. Auscher
(1989c) menemukan bahwa investasi publik berpengaruh terhadap produktivitas
dan pertumbuhan. Selanjutnya di tahun 1995, Auscher kembali mengemukakan
dalam penelitiannya bahwa stok kapital publik yang bersifat non-militer
berkontribusi terhadap pertumbuhan. Nourzad dan Vrieze (1995) meneliti panel
data 7 negara OECD tentang pengaruh investasi publik terhadap output. Mereka
menemukan bahwa terdapat elastisitas output yang rendah namun signifikan
dalam kaitannya dengan investasi publik. Canning (1999) menemukan bahwa
elastisitas output sebesar 0.37 terhadap kapital fisik. Ford dan Poret (1991)
menggunakan data stok kaital publik non-militer pada 11 negara OECD
menemukan bahwa infrastruktur (listrik, gas, air, transportasi dan komunikasi)
memiliki efek signifikan terhadap produktivitas dan output. Taylor & Lewis
(1993) menemukan bahwa infrastruktur fisik publik tidak memiliki signifikansi
terhadap output.
Penelitian Boopen (2006) menerangkan bahwa kapital transportasi
memiliki level produktivitas tertinggi dibanding dengan jenis investasi lainnya.
Sehingga menjadikan kapital transportasi sebagai variabel yang
produktiv/berpengaruh.
Jayme et al, (2009) menyatakan dalam penelitiannya bahwa pengeluaran
di bidang infrastruktur berpengaruh secara positif terhadap kinerja makro ekonomi
suatu negara., kerena kenaikan biaya pengeluaran di bidang infrastruktur
mengurangi biaya produksi perusahaan dan sebagai konsekuensinya,
menstimulasi investasi, produktivitas dan pertubuhan ekonomi. Argumen yang
ada adalah, pemerintah tidak menciptakan lapangan kerja secara langsung namun
membantu menciptakan suasana kondusif dalam investasi privat dan produksi
pada level yang kompetitif. Dengan kata lain, investasi publik memiliki potensi
untuk menstimulasi investasi privat. Sebagai kesimpulan, peningkatan dalam
pengeluaran publik yaitu di bidang infrastruktur untuk sektor-sektor strategis
terutama transportasi adalah sesuatu yang penting dan produktif. Oleh karena itu,
pertumbuhan yang berkesinambungan tidak akan terwujud bila pemerintah belum
memeberikan pendanaan yang cukup untuk proyek-proyek investasi dalam rangka
menghilangkan infrastruktur yang bersifat bottleneck (menghambat).
Polasek & Schwarzbauer (2006) menunjukkan bahwa kemajuan pada
aksesibilitas jalur kereta memiliki pengaruh yang berbeda tiap negara dangan
kinerja yang rendah ataupun tinggi. Polasek dan Berrer (2005) menjelaskan bahwa
sebagai konsekuensi dari pengurangan biaya transportasi, aksesibilitas kereta atau
jalan memiliki pengaruh positif terhadap lapangan kerja dan pertumbuhan
populasi.
Binswanger dan lainnya (1989 dalam De dan Ghosh, 2005:95)
menunjukkan bahwa pengaruh utama dari jalan di pedesaan tidak tertuju pada
infrastruktur privat namun melalui marketing dan distribusi dan juga melalui
pengurangan biaya transaksi pada komoditas pertanian. Namun, listrik dan
infrastruktur pedesaan lainnya memiliki pengaruh langsung terhadap investasi
privat dalam pompa elektris (Barnes dan Binswanger, 1986 dalam De dan Ghosh,
2005:95). Elhance dan Lakshmanan (1988 dalam De dan Ghosh, 2005:95),
menggunakan infrastruktur fisik dan sosial menunjukkan bahwa penurunan biaya
produksi dalam manufaktur diakibatkan dari investasi infrastruktur. Dalam studi
yang lebih mendetail, Datt dan Ravallion (1998 dalam De dan Ghosh, 2005:95)
membuktikan bahwa suatu daerah yang memulai dengan infratruktur dan SDM
yang lebih baik dibanding lain memiliki tingkat penurunan kemiskinan yang
jangka panjang. Ghosh dan De (2000 dalam De dan Ghosh, 2005:95), dengan
menggunakan fasilitas infrastrukur pada negara Asia Selatan selama dua dekade,
menunjukkan bahwa perbedaan dana dalam infrastruktur fisik bertanggung jawab
pada naiknya perbedaan secara regional. Sahoo dan Saxena (1999 dalam De dan
Ghosh, 2005:95) menggunakan pendekatan fungsi produksi, menyimpulkan
bahwa transportasi, listrik, gas dan suplai air dan fasilitas komunikasi memiliki
efek positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan secara simultan memiliki
pendapatan dengan skala yang meningkat. Pembangunan fasilitas infrastruktur
tambahan di tahap awal dapat memiliki pengaruh positif secara langsung terhadap
pendapatan.

Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Ghosh (2005) tentang pengaruh fasilitas
infrastruktur terhadap pendapatan regional, dengan mengambil sampel beberapa
negara di asia tahun 1971-2002 dilakukan dengan meggunakan analisis regresi
berganda dan beberapa indikator dari fasilitas infrastruktur antara lain Transport
Facilities-TF (fasilitas transport), Irrigated land-IL (lahan yang teririgasi)Per
Capita Electricity-PCE (konsumsi listrik per capita), Telephone Line-TL (jalur
telepon), Fertilizer Consumption-FC (konsumsi pupuk), Arable Land-AM (traktor
per 100 hektar lahan), Literacy Rates-LR (tingkat melek huruf), Infant Mortality
Rates-IMR (angka kematian bayi), Banking Credit-BC (Kredit Bank), Tax
Collected-TC (pajak yang terkumpul), Port Capacity-PC (Kapasitas pelabuhan)
menemukan bahwa kebijkan infrastruktur terbukti berpengaruh terhadap
pendapatan per kapita.
Polasek & Schwarzbauer (2006) menunjukkan bahwa kemajuan pada
aksesibilitas jalur kereta memiliki pengaruh yang berbeda tiap negara dangan
kinerja yang rendah ataupun tinggi. Polasek dan Berrer (2005) menjelaskan bahwa
sebagai konsekuensi dari pengurangan biaya transportasi, aksesibilitas kereta atau
jalan memiliki pengaruh positif terhadap lapangan kerja dan pertumbuhan
populasi.

Kerangka pemikiran

Pariwisata H1

Transportasi H2 Pendapatan
Perkapita

H3
Listrik

H4

Keterangan :
Pariwisata, transportasi dan listrik adalah variable independent, sedangkan
pendapatan perkapita adalah variable dependent.

Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran , maka dapat dibuat rumusan hipotesis
sebagai beirkut :
H1 : Pariwisata berpengaruh terhadap tingkat pendapatan per kapita
H2 : Transportasi berpengaruh terhadap tingkat pendapatan per kapita
H3 : Listrik berpengaruh terhadap tingkat pendapat per kapita
H4 : Pariwisata, transportasi, dan Listrik berpengaruh terhadap tingkat pendapatan
per kapita

METODOLOGI PENELITIAN

Ruang Lingkup Penelitian dan teknik sampling


Penelitian ini menggunakan jenis penelitian penjelasan (explanatory)
dengan metode kuantitatif. Penelitian explanatory merupakan penelitian yang
menjabarkan hubungan kausal antara variabel-variabel penelitian melalui
pengujian hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya. Pengujian hipotesis
dilakukan dengan menggunakan data yang dikumpulkan selama penelitian.
Penelitian ini termasuk explanatory jenis penelitian hubungan (asosiatif).
Penelitian asosiatif merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara dua variabel atau lebih. Pada penelitian ini minimal terdapat dua
variabel yang dihubungkan.
Lokasi penelitian adalah tempat dimana penelitian dilakukan. Penelitian
dilakukan di Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung yang berada di
Wilayah Republik Indonesia.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode
non probability sampling dengan teknik purposive sampling. Non probability
sampling adalah tehnik pengambilan sample yang tidak memberikan
peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih
menjadi sample. Tehnik sample ini meliputi, sampling sistematis, kuota,
aksidental, purposive, jenuh, snowball (Sugiyono, 2007:66). Sampling purposive
adalah teknik penentuan sample dengan pertimbangan tertentu

Jenis dan Sumber Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian merupakan data sekunder
yaitu data yang bukan diusahakan sendiri pengumpulannya. Data-data tersebut
berupa data PDRB berdasarkan lapangan usaha yaitu untuk variabel transportasi
diambil datanya dari sub sektor pengangkutan , untuk variabel listrik diambil
datanya dari sector listrik, gas dan air bersih , untuk variabel pariwisata diambil
datanya dari sektor perdagangan , hotel dan restoran serta jasa - jasa. Dan untuk
data GDP, dan jumlah penduduk Kabupaten Bangka Provinsi Provinsi Bangka
Belitung dari tahun 1989 – 2008 bersumber dari pemerintah daerah kabupaten
Bangka provinsi Provinsi Bangka Belitung dan Biro Pusat Statistik.

Metode Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik observasi dengan metode pencatatan.

Metode Analisis Data


Data dalam penelitian ini menggunakan jenis data runtun (time series data)
dengan model yang digunakan, yaitu multiple linear regression dengan
menggunakan teknik Ordinary Least Square yaitu teknik mengestimasi suatu
garis regresi dengan jalan meminimalkan jumlah dari kuadrat kesalahan setiap
observasi terhadap garis tersebut.

Model Analisis
Y = β0 + β1X1 + β2 X2 + β3 X3 + μ
Y = Income Per Capita
β0 = Konstanta
β1 = Koefisien X1
β2 = Koefisien X2
β3 = Koefisien X3
X1 = Variabel pariwisata
X2 = Variabel transportasi
X3 = Variabel listrik
Namun sebelum dilakukan pengujian regresi maka terlebih dahulu
dilakukan pengujian mengenai ada tidaknya pelanggaran terhadap asumsi-asumsi
klasik yang mendasari model regresi. Asumsi-asumsi tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Uji Normalitas
Pengujian ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui
bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi
normal. Kalau asumsi ini dilanggar berarti uji statistik menjadi tidak valid untuk
jumlah sample kecil. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi
normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik. Analisis grafik
adalah cara yang termudah untuk melihat normalitas residual yaitu dengan melihat
grafik histogramnya yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi
yang mendekati distribusi normal. Jika distribusi data residual normal, maka garis
yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya. Uji
statistik sederhana dapat dilakukan dengan melihat nilai kurtosis dan skewness
dari residual.

2. Uji Multikolinearitas
Pengujian ini bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Jika variabel
independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak orthogonal.
Variabel orthogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama
variabel independen sama dengan nol (Ghozali, 2005 : 25). Untuk mendeteksi ada
atau tidaknya multikolonieritas di dalam model regresi caranya adalah, (1) dengan
melihat nilai R2 tinggi tapi secara individual variabel independen banyak yang
tidak signifikan, (2) jika antar variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi
(umumnya di atas 0,90), maka hal ini merupakan indikasi adanya
multikolinearitas, (3) nilai tolerance dan lawannya, (4) Variance Inflation Factor
(VIF), nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi (karena VIF
= 1/Tolerance). Gejala multikolinearitas dapat dideteksi dengan melihat nilai
tolerance dan variance inflation factor (VIF) di atas 10.

3. Uji Autokorelasi
Pengujian ini digunakan untuk menguji asumsi klasik regresi berkaitan dengan
adanya autokorelasi. Pengujian ini menggunakan model Durbin-Watson (dw
test). Model regresi yang baik adalah model yang tidak mengandung autokorelasi.
Autokorelasi adalah keadaan dimana variabel error-term pada periode tertentu
berkorelasi dengan variabel error-term pada periode lain yang bermakna variabel
error-term tidak random. Pelanggaran terhadap asumsi ini berakibat interval
keyakinan terhadap hasil estimasi menjadi melebar sehingga uji signifikansi tidak
kuat. Jika nilai d diantara du dan 4-du maka tidak terjadi autokorelasi dalam
model akan tetapi jika du > d > 4-du maka terjadi autokorelasi (Gujarati, 1995 :
217). Untuk menguji signifikansi pengaruh masing-masing variabel terikat
digunakan uji t (t-test), dengan membandingkan thitung dengan ttabel. Apabila thitung
lebih kecil dari ttabel maka variabel bebas tidak signifikan pengaruhnya terhadap
variabel terikat.

4. Uji Heteroskedastisitas
Pengujian ini bertujuan untuk menguji apakah dalam metode regresi terjadi
ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Model
regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak terjadi
heterokedastisitas. Ada beberapa cara untuk mendeteksinya, antara lain dengan
melihat Grafik Plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) dengan
residualnya.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengujian Hipotesis


Untuk membuktikan hipotesis yang telah dikemukakan pada bab
sebelumnya, dianalisis dengan menggunakan regresi linear berganda, hasil dari
pengujian regresi linear berganda ditunjukkan pada tabel di bawah ini:

Tabel Hasil Uji Regresi Pariwisata, Transportasi, dan Listrik


Terhadap Pendapatan Per Kapita

Variabel Koefisien t-statistik P Value


beta

Pariwisata
Pendapatan 21969,598 3,688 ,002
per Kapita

Transportasi
Pendapatan 2,420 ,028
3804,350
per Kapita

Listrik
Pendapatan 36504,747 ,478 ,639
per Kapita

Adjusted R 0,899
Square

F-Statistik 57,437
0,000
Sumber: Hasil pengolahan data SPSS

Hasil Pengujian dan Pembahasan Hipotesis Pertama (H1)


Hipotesis pertama menguji adanya pengaruh pariwisata terhadap pendapatan per
kapita dan hipotesis yang diajukan dalam ini adalah sebagai berikut :
Ho1 = Pariwisata tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan per kapita
Ha1 = Pariwisata berpengaruh signifikan terhadap pendapatan per kapita

Untuk dapat membuktikan apakah masing-masing variabel independen


terhadap variabel dependen mempunyai hubungan yang signifikan atau tidak
signifikan maka dilakukan pengujian, uji-t untuk masing-masing independent
variabel, dengan menggunakan alfa kepercayaan (degree of freedom) sebesar 5
persen dengan ketentuan hipotesis sebagai berikut :
Ketentuan:
• - t hitung < t tabel, maka Ho diterima, Ha ditolak.
• - t hitung > t tabel, maka Ho ditolak, Ha diterima.
Dari hasil regresi variabel pariwisata terhadap pendapatan per kapita yang
terdapat pada tabel diatas menghasilkan nilai t-statistik sebesar 3,688 dan t tabel
sebesar 1,67 maka dapat disimpulkan bahwa t-statistik lebih besar dari t-tabel atau
atau P Value sebesar 0,002 lebih kecil dari alpha 0,05 (P<=0.05) maka Ho1
ditolak dan Ha1 diterima. Atau hal ini berarti variabel pariwisata memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan per kapita, dengan koefisien beta
sebesar 21969,598. Berdasarkan nilai ini maka Ho1 ditolak dan Ha1 didukung
dalam penelitian ini. Nilai koefisien beta sebesar 0,364 dapat dinterpretasikan
sebagai jika pembangunan pariwisata naik sebesar 1 milyar, maka pendapatan per
kapita meningkat sebesar 21,969 milyar, dengan asumsi faktor-faktor lain
dianggap tetap (cateris paribus).

Hasil Pengujian dan Pembahasan Hipotesis Kedua (H2)


Hipotesis kedua menguji adanya pengaruh transportasi terhadap pendapatan per
kapita dan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Ho2 = Transportasi tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan per kapita


Ha2 = Transportasi berpengaruh signifikan terhadap pendapatan per kapita

Dari hasil regresi variabel transportasi terhadap pendapatan per kapita


yang terdapat pada tabel diatas menghasilkan nilai t-statistik sebesar 2,420 dan t
tabel sebesar 1,67 maka dapat disimpulkan bahwa t-statistik lebih besar dari t-
tabel atau atau P Value sebesar 0,028 lebih kecil dari alpha 0,05 (P<=0.05) maka
Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti variabel transportasi memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan per kapita. Berdasarkan nilai ini
maka Ho2 ditolak dan Ha2 didukung dalam penelitian ini.
Nilai koefisien betas sebesar 3804,350 dapat dinterpretasikan sebagai jika
transportasi naik sebesar 1 milyar, maka pendapatan per kapita meningkat sebesar
3,804 milyar, dengan asumsi faktor-faktor lain dianggap tetap (cateris paribus).
Hasil Pengujian dan Pembahasan Hipotesis Ketiga (H3)
Hipotesis ketiga menguji adanya pengaruh listrik terhadap pendapatan per kapita
dan hipotesis yang diajukan dalam ini adalah sebagai berikut :
Ho1 = Listrik tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan per kapita
Ha1 = Listrik berpengaruh signifikan terhadap pendapatan per kapita
Ketentuan:
• - t hitung < t tabel, maka Ho diterima, Ha ditolak.
• - t hitung > t tabel, maka Ho ditolak, Ha diterima.
Dari hasil regresi variabel listrik terhadap pendapatan per kapita yang
terdapat pada tabel diatas menghasilkan nilai t-statistik sebesar 0,478 dan t tabel
sebesar 1,67 maka dapat disimpulkan bahwa t-statistik lebih kecil dari t-tabel atau
atau P Value sebesar 0,639 lebih besar dari alpha 0,05 (P<=0.05) maka Ho1
ditolak dan Ha1 diterima. Atau hal ini berarti variabel listrik tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan per kapita, dengan koefisien beta
sebesar 36504,747. Berdasarkan nilai ini maka Ho1 diterima dan Ha1 ditolak
dalam penelitian ini.
Nilai koefisien beta sebesar 36504,747 dapat diinterpretasikan sebagai
jika pembangunan listrik naik sebesar 1 milyar, maka pendapatan per kapita
meningkat sebesar 36,504 milyar, dengan asumsi faktor-faktor lain dianggap tetap
(ceteris paribus).

Hasil Pengujian dan Pembahasan Hipotesis Keempat (H4)


Hipotesis keempat menguji adanya pengaruh secara simultan kesadaran dan
pelayanan terhadap kepatuhan dan hipotesis yang diajukan dalam ini adalah
sebagai berikut :

Ho3 = Pariwisata, transportasi, dan listrik secara simultan tidak berpengaruh


signifikan terhadap pendapatan per kapita
Ha3 = Pariwisata, transportasi, dan listrik secara simultan berpengaruh signifikan
terhadap pendapatan per kapita
Dari hasil regresi pariwisata, transportasi, dan listrik terhadap pendapatan
per kapita yang terdapat pada tabel 4.1 diatas menghasilkan nilai f-statistik
sebesar 57,437 dan f tabel sebesar 3,04 maka dapat disimpulkan bahwa F-statistik
lebih besar dari F-tabel atau atau P Value sebesar 0,000 lebih kecil dari alpha 0,05
(P<=0.05) maka Ho4 ditolak dan Ha4 diterima. Hal ini berarti variabel pariwisata,
transportasi, dan listrik secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap pendapatan per kapita. Berdasarkan nilai ini maka Ho4 ditolak dan Ha4
didukung dalam penelitian ini.

PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan terbukti bahwa secara simultan variabel
pariwisata, transportasi, dan listrik berpengaruh signifikan terhadap pendapatan
per kapita. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Ghosh (2005)
bahwa terdapat pengaruh signifikan antara pembangunan infrastruktur dan
pendpatan per kapita. Dengan demikian, diperlukan kebijakan pembangunan yang
berorientasi jangka panjang dan terfokus dengan melakukan penyesuaian terhadap
potensi keunggulan kompetitif daerah.
Selain pembangunan pariwisata, faktor lain yang tak kalah pentingnya
perlu dilakukan oleh pemerintah adalah fasilitas transportasi sebagai faktor
pendukung utama dalam industri pariwisata. Untuk itu, kebijakan yang bersifat
strategis dan terarah dengan melakukan alokasi anggaran secara efektif sangat
penting untuk dilakukan dan pemerintah juga perlu menyesuaikan besarnya
anggaran pembangunan dengan kontribusi masing-masing setiap faktor terhadap
pendapatan ekonomi.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan pada hasil pengujian hipotesis dan pembahasan pada bab


sebelumnya, maka dapat dibuat beberapa kesimpulan dan saran sebagai berikut :

Kesimpulan
1. Pariwisata berpengaruh positif signifikan terhadap pendapatan per
kapita, yang bararti semakin baik pembangunan fasilitas pariwisata
maka akan semakin baik pula pendapatan per kapita
2. Transportasi berpengaruh positif signifikan terhadap pendapatan
per kapita, yang berarti semakin baik pembangunan fasilitas
transportasi maka akan semakin baik pula tingkat pendapatan per
kapita.
3. Listrik tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan per
kapita, yang berarti semakin baik pembangunan fasilitas listrik maka
akan semakin baik pula tingkat pendapatan per kapita.
4. Pariwisata, transportasi, listrik secara bersama-sama berpengaruh
signifikan terhadap tingkat pendapatan per kapita.
5. Dari tiga faktor yang diuji terbukti faktor pariwisata yang paling
dominan berpengaruh terhadap pendapatan per kapita, sedangkan
faktor yang paling kecil pengaruhnya adalah listrik.

Saran
Berdasarkan hasil penelitian disarankan kepada pihak pemerintah
kabupaten Bangka provinsi Bangka Belitung untuk melakukan peningkatan
anggaran pembangunan dibidang pariwisata karena terbukti pembangunan
pariwisata dapat meningkatkan pendapatan per kapita. Oleh karena itu, perlu bagi
pihak pemerintah kabupaten Bangka provinsi Bangka Belitung memfokuskan
pembangunan pariwisata dan transportasi, mengingat potensi pariwisata provinsi
Bangka Belitung yang sangat natural dan bagus. Sehingga dapat memberikan
prospek sumber penghasilan jangka panjang bagi kabupaten Bangka dan provinsi
Bangka Belitung

HASIL UJI REGRESI BERGANDA

Variables Entered/Removed(b)

Variables
Model Variables Entered Removed Method
1 Irigasi,
Transportasi, . Enter
Pariwisata(a)
a All requested variables entered.
b Dependent Variable: GDP per Kapita

Model Summary

R Adjusted Std. Error of the


Model R Square R Square Estimate
1 ,957(a) ,915 ,899 12854987,07500
a Predictors: (Constant), Irigasi, Transportasi, Pariwisata

ANOVA(b)

Sum of
Model Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 28474561
94915203699
10995478 3 57,437 ,000(a)
84920,000
0,000
Residual 26440110
16525069269
83173907, 16
8369,100
000
Total 3111857219
19
312869
0,000
a Predictors: (Constant), Irigasi, Transportasi, Pariwisata
b Dependent Variable: GDP per Kapita

Coefficients(a)

Standardize
Unstandardized d
Coefficients Coefficients t Sig.
Std.
Model B Std. Error Beta B Error
1 (Constant) -
45078401,8
-41726206,191 ,92 ,368
83
6
Pariwisata 3,6
21969,598 5956,453 1,191 ,002
88
Transportas 2,4
3804,350 1572,313 ,452 ,028
i 20
Irigasi ,47
36504,747 76349,249 ,163 ,639
8
a Dependent Variable: GDP per Kapita
DAFTAR PUSTAKA

Aschauer, 1990; Aschauer, D.A. 1990. Why is infrastructure important?. in


Munnell.

Barro R. J. (1990), Government Spending in a Simple Model of Endogenous


Growth. Journal of Political Economy

Canning D., Fay M. and Perotti R. (1994). Infrastructure and Growth in


International Differences in Growth RatesSt. Martins Press: New York

Esfahani, H.S. and M.T. Ramírez, 2003. Institutions, infrastructure, and economic
growth. Journal of Development Economics.

Easterly W. and Rebelo S. (1993), Fiscal Policy and Economic Growth: An


Empirical Investigation. Journal of Monetary Economics

Garcia-Mila T., McGuire T. J. and Porter R. H. (1996), The Effect of Public


Capital in State Level Production Functions Reconsidered. Review of
Economics and Statistics

Ghosh, B., S. Marjit and C. Neogi,. 1998. Economic growth and regional
divergence in India: 1960 to 1995. Economic and Political Weekly

Gramlich, 1994; Gramlich, E.M., 1994. Infrastructure investment: a review essay.


Journal of Economic Literature.

Hansen, N.M. 1965. Unbalanced growth and regional development, Western


Economic Journal

Hulten C. R. and Schwab R.M. (1991), It is There Too Little Public Capital?
Infrastructure and Economic Growth. Discussion Paper, American
Enterprise Institute.

Holtz-Eakin D. and Schwartz A.E. (1995). Infrastructure in a Structural Model of


Economic Growth. Regional Science and Urban Economics

Mankiw, N Gregory , 2003. Macroekonomi , Erlangga, Jakarta

Mera, K. 1973. Regional production functions and social overhead capital: an


analysis of the Japanese case. Regional and Urban Economics,

Munnell, 1990; Munnell, A.H., 1990. How does public infrastructure affect
regional economic performance? Is there a shortfall in public capital
investment? Conference Proceedings . Federal Reserve Bank of Boston.

Tatom J.A. (1993a), Paved with Good Intentions; the Mythical National
Infrastructure Crisis Policy Analysis, Cato Institute.

Anda mungkin juga menyukai