Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gizi berasal dari Bahasa arab “Al Gizzai” yang artinya makanan dan manfatnya untuk
kesehatan. Al Gizzai juga dapat diartikan sari makanan yang bermanfaat untuk kesehatan
yang sebaik-baiknya agar tubuh selalu dalam kesehatan yang optimal. Pemberian makanan
yang sebaik baiknya harus memperhatikan kemampuan tubuh seseorang mencerna makanan,
umur, jenis kelamin, jenis aktivitas, dan kondisi lain seperti sakit, hamil, serta menyusui.
(Budiyanti, 2007)
Masalah gizi adalah hal yang sangat penting dan mendasar dari kehidupan manusia
Kekurangan gizi selain dapat menimbulkan masalah kesehatan (morbiditas, mortalitas dan
disabilitas), juga menurunkan kualitas sumber daya manusia (SDM) suatu bangsa. Dalam
skala yang lebih luas, kekurangan gizi dapat menjadi ancaman bagi ketahanan dan
kelangsungan hidup suatu bangsa. (Depkes, 2013).
Beberapa puluh tahun terakhir, Indonesia telah mencapai kemajuan luar biasa dan
bertransisi menjadi negara berpendapatan menengah. Namun, pencapaian di bidang gizi
masih tertinggal dari aspek kesehatan lain yang terkait dengan tumbuh kembang anak. Jutaan
anak dan remaja Indonesia masih menderita angka stunting dan wasting yang tinggi, serta
mengalami ‘beban ganda’ akibat malnutrisi, baik dalam bentuk kurang gizi maupun lebih
gizi. Memiliki tubuh kurus (wasting), atau kekurangan gizi akut, merupakan akibat dari
penurunan berat badan yang cepat atau kegagalan untuk menambah berat badan. Seorang
anak yang tergolong kurus atau kegemukan memiliki risiko kematian yang tinggi (UNICEF,
2019).
Status gizi adalah status tubuh seseorang atau populasi yang berkaitan dengan pangan
dari negara mereka. Status gizi ditentukan oleh interaksi yang kompleks antara faktor
internal, konstitu-sional, dan lingkungan eksternal seperti usia, jenis kelamin, nutrisi,
perilaku, aktivitas fisik, penyakit, keamanan pangan, keadaan sosial dan ekonomi. Status
gizi yang ideal berlangsung ketika pasokan makanan sesuai dengan kebutuhan. Seseorang
dapat memilki status yang optimal dan bisa juga mengalami kekurangan atau kelebihan gizi.
(Encyclopedia, 2008).
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) merupakan bayi dengan berat lahir kurang dari 2500
gram yang ditimbang pada saat lahir sampai dengan 24 jam pertama setelah lahir. Bayi yang
lahir BBLR merupakan manifestasi dari keadaan kurang gizi pada janin saat dalam
kandungan. Bayi yang lahir BBLR kemungkinan meninggal dunia sebelum berumur satu
tahun 10-17 kali lebih besar dari bayi yang dilahirkan dengan berat badan normal. Jadi, untuk
menuju kualitas sumber daya manusia dalam arti kemampuan intelektual yang tinggi, maka
BBLR harus dicegah. Jumlah kasus BBLR Kalimantan Tengah pada tahun 2017 sebanyak
797 kasus atau sekitar 1,9% dari total jumlah lahir hdup yang ditimbang. Jumlah kasus
BBLR Kalimantan Tengah pada tahun 2017 sebanyak 797 kasus atau sekitar 1,9% dari total
jumlah lahir hdup yang ditimbang. Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah
BBLR tahun 2016 sebanyak 645 kasus atau sekitar 1,5% dari total jumlah lahir hidup yang
ditimbang. Kabupaten dengan persentase kasus BBLR paling banyak adalah Kabupaten
Lamandau 7,1%, diikuti oleh Kabupaten Barito Timur sebanyak 3,7% dan Kabupaten
Gunung Mas sebesar 2,9%. Sedangkan Kabupaten/Kota yang paling sedikit persentase kasus
BBLR nya adalah Kabupaten Barito Utara dan Kabupaten Katingan 0,0% (Nihil) diikuti oleh
Kota Palangka Raya dan Kabupaten Seruyan sebesar 0,2%, dan Kabupaten Kotawaringin
Timur dengan persentase 1,1% (Profil Kesehatan Kalimantan Tengah tahun 2017).
Prevalensi Status Gizi (BB/U) Pada anak umur 0-23 bulan (Baduta) di Kalimantan
Tengah dengan gizi buruk sebesar 4,7% , gizi kurang sebesar 13,8 %, gizi baik 77,3 % dan
gizi lebih 4,2 % dengan jumlah 380 yang terdata. prevalensi Status Gizi (TB/U) Pada anak
umur 0-23 bulan (Baduta) di Kalimantan Tengah dengan status tinggi badan sangat pendek
sebanyak 15,9%, pendek sebanyak 18,3%, dan tinggi badan normal sebanyak 65,9 % dari
357 yang terdata. Prevalensi Status Gizi (BB/TB) Pada Anak Umur 0-23 bulan (Baduta) di
Kalimantan Tengah dengan keadaan tubuh sangat kurus sebanyak 4,2 %, tubuh kurus
sebanyak 8,6 %, tubuh normal sebanyak 76,5%, dan keadaan tubuh gemuk sebanyak 10,7 %
dari 269 yang terdata (Riskesdas 2018).
Angka Kematian Bayi (AKB) didefinisikan sebagai jumlah kematian bayi (umur satu
tahun atau lebih muda) per 1000 kelahiran hidup. Dari data yang diperoleh dari Profil
Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2017, didapatkan bahwa total kematian bayi
pada tahun 2017 di Provinsi Kalimantan Tengah sebanyak 368 kasus lebih sedikit
dibandingkan tahun 2016 di Provinsi Kalimantan Tengah sebanyak 392 kasus. Kabupaten
dengan jumlah kematian bayi paling sedikit adalah Kota Palangka Raya sebanyak 4 kasus,
diikuti oleh Kabupaten Barito Utara sebanyak 7 kasus dan Kabupaten Barito Timur sebanyak
10 kasus. Sedangkan Kabupaten dengan jumlah kasus kematian paling banyak adalah
Kabupaten Kotawaringin Timur sebanyak 76 kasus, diikuti oleh Kabupaten Kotawaringin
Barat sebanyak 46 kasus, dan Kabupaten Kapuas sebanyak 35 kasus (Profil Kesehatan
Kalimantan Tengah Tahun 2017).
Prevalensi Status Gizi (BB/U) Pada anak umur 0-59 bulan (Balita) di Kalimantan
Tengah dengan gizi buruk sebesar 5,5 %, gizi kurang sebesar 16,3 %, gizi baik 74,1 % dan
gizi lebih 4,1 % dengan jumlah 981 yang terdata. prevalensi Status Gizi (TB/U) Pada anak
umur 0-59 bulan (Balita) di Kalimantan Tengah dengan status tinggi badan sangat pendek
sebanyak 12,7%, pendek sebanyak 21,3 %, dan tinggi badan normal sebanyak 66,0 % dari
936 yang terdata. Prevalensi Status Gizi (BB/TB) Pada Anak Umur 0-59 bulan (Balita) di
Kalimantan Tengah dengan keadaan tubuh sangat kurus sebanyak 4,0%, tubuh kurus
sebanyak 9,9%, tubuh normal sebanyak 76,2 %, dan keadaan tubuh gemuk sebanyak 9,8 %
dari 919 yang terdata (Riskesdas 2018).
Pemantauan Status Gizi (PSG) Tingkat Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2017
dilakasanakan pada 514 Kabupaten/Kota di 34 provinsi dari target 154.200 balita, berhasil
dikumpulkan sebanyak 170.891 balita (110,8%) dan 162.922 balita (105,7%) yang dapat
dianalisis. Status gizi berdasarkan indeks berat badan menurut umur (BB/U) Provinsi
Kalimantan Tengah yaitu balita dengan usia 0 – 23 bulan dengan status gizi buruk 5,3%,
status gizi kurang 14,8% , status gizi baik 77,2% , dan status gizi lebih 2,8%. Sedangkan
untuk usia 0-59 bulan yaitu status gizi buruk 6,0 %, status gizi kurang 17,6%, status gizi
baik 73,4%, dan status gizi lebih 3,0%.
Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2017 berdasarkan indeks tinggi badan
menurut umur (TB/U) Provinsi Kalimantan Tengah yaitu balita dengan usia 0-23 bulan
status gizi balita sangat pendek 12,6 %, pendek 17,8% dan normal 69,7 %. Sedangkan untuk
usia 0-59 bulan balita sangat pendek 15,4 %, pendek 23,6%, dan normal 61,1%.
Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2017 berdasarkan indeks berat badan
menurut tinggi badan (BB/TB) Provinsi Kalimantan Tengah yaitu balita dengan usia 0-23
bulan status gizi balita sangat kurus 4,1 %, kurus 8,6%, normal 82,1 % dan gemuk
5,2%.Sedangkan untuk usia 0-59 bulan balita sangat kurus 3,5 %, kurus 7,1 %, normal 83,7
% dan gemuk 5,8%.
Pada kehamilan terjadi perubahan fisik dan mental yang bersifat alami dimana para
calon ibu harus sehat dan mempunyai kecukupan gizi sebelum dan setelah hamil. Agar
kehamilan berjalan sukses, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan selama kehamilan
yang diantaranya kebutuhan selama hamil yang berbeda-beda untuk setiap individu dan juga
dipengaruhi oleh riwayat kesehatan dan status gizi sebelumnya (Departemen Kesehatan RI.
2003).
Diabetes gestational, merupakan diabetes mellitus yang terdeteksi pertama kali saat
masa kehamilan tanpa riwayat diabetes melitus sebelumnya. Wanita yang menderita diabetes
gestational lebih memiliki risiko komplikasi selama kehamilan dan saat melahirkan.
Diabetes gestasional didefinisikan sebagai bentuk diabetes yang pertama didiagnosis selama
kehamilan. Selama kehamilan normal, serangkaian kejadian hormonal berkontribusi pada
resistensi insulin. (Soewondono, 2011)
Pre-eklampsia merupakan sebuah sindrom sistemik dalam kehamilan yang bermula
dari plasenta akibat dari invasi sitotrofoblas plasenta yang inadekuat diikuti dengan disfungsi
endotel maternal yang meluas (Young BC, 2010) Semua gejala klinis preeklampsia
disebabkan oleh endoteliosis glomerulus, peningkatan permeabilitas vaskular, dan respon
inflamasi sistemik yang menyebabkan jejas dan/atau hipoperfusi pada organ
(Cunningham,2014)
Masalah gizi wanita khususnya ibu hamil yang berkaitan dengan Angka Kematian Ibu
(AKI) yaitu anemia defisiensi besi. Anemia adalah keadaan yang ditandai dengan
berkurangnya hemoglobin dalam tubuh. Hemoglobin adalah suatu metaloprotein yaitu
protein yang mengandung zat besi di dalam sel darah merah yang berfungsi sebagai
pengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh. Anemia defisiensi besi adalah anemia
yang disebabkan karena kekurangan besi yang digunakan untuk sintesis hemoglobin (Hb)
(Ozdemir,2015).
Data kesehatan ibu dalam Riskesdas 2018 bertujuan untuk menyediakan informasi
tentang pelayanan kesehatan ibu dan morbiditas maternal (gangguan/ komplikasi) sejak
masa kehamilan hingga masa nifas. Informasi yang dikumpulkan dari responden perempuan
umur 10-54 tahun yang pernah kawin adalah pengalaman reproduksi dalam kurun waktu
lima tahun terakhir. Sedangkan bagi perempuan umur 10-54 tahun yang sudah pernah hamil,
informasi yang dikumpulkan mengenai riwayat kehamilan untuk anak terakhir (lahir hidup/
lahir mati/ keguguran).
Masalah gizi pada ibu hamil akan berdampak negatif pada tingkat kesehatan
masyarakat, misalnya, risiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR)
maupun penurunan kesegaran jasmani (Departemen Kesehatan RI. 2003). Angka Kematian
Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan.
Penurunan AKI juga merupakan salah satu target MDGs yaitu tujuan ke 5 yaitu
meningkatkan kesehatan ibu dengan mengurangi sampai ¾ resiko jumlah kematian ibu.
Kematian ibu yang dimaksud adalah kematian seorang ibu yang disebabkan gangguan
kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus insidentil) selama
kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa
memperhitungkan lama kehamilan 100.000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Kalimantan
Tengah tahun 2017).
Setiap periode kehamilan hingga masa nifas berisiko mengalami kematian maternal
apabila mengalami komplikasi. AKI mengacu pada jumlah kematian ibu yang terkait dengan
masa kehamilan, persalinan, dan nifas. Angka Kematian Ibu Maternal (AKI) merupakan
salah satu indikator keberhasilan pembangunan pada sektor kesehatan. Untuk mengurangi
AKI telah dilakukan berbagai upaya diantaranya meningkatkan kesehatan ibu dimasyarakat
dengan : (1) Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi; (2) Kelas ibu
hamil; (3) Program kemitraan bidan dan dukun serta (4) Rumah tunggu kelahiran.
Disamping itu juga dengan meningkatkan kesehatan ibu di fasilitas pelayanan kesehatan
dasar dan rujukan dengan : (1) Pelayanan Antenatal terpadu ( HIV-AIDS, TB dan Malaria,
Gizi dan Penyakit tidak menular); (2) Pelayanan KB berkualitas dan berkesinambungan; (3)
Pertolongan persalinan, nifas dan KB oleh tenaga kesehatan (Profil Kesehatan Kalimantan
Tengah tahun 2017).
Ibu yang mengalami kekurangan gizi selama hamil akan menimbulkan masalah, baik
pada ibu maupun janin yang dikandungnya, antara lain : anemia, perdarahan dan berat badan
ibu tidak bertambah secara normal, kurang gizi dapat mempengaruhi proses persalinan
dimana dapat mengakibatkan peralinan sulit dan lama, premature, perdarahan setelah
persalinan, kurang gizi juga dapat mempengaruhi pertumbuhan janin serta dapat
menimbulkan keguguran, abortus, cacat bawaan dan berat janin bayi lahir rendah
(Proverawati dan Asfuah, 2010).
Kekurangan atau kelebihan makanan pada masa hamil dapat berakibat kurang baik
bagi ibu, janin yang dikandung serta jalannya persalinan. Oleh karena itu, perhatian terhadap
gizi dan pengawasan berat badan (BB) selama hamil merupakan salah satu hal penting
dalam pengawasan kesehatan pada masa hamil. Selama hamil, calon ibu memerlukan lebih
banyak zat-zat gizi daripada wanita yang tidak hamil, karena makanan ibu hamil dibutuhkan
untuk dirinya dan janin yang dikandungnya. Agar ibu hamil lebih tahu dan mengerti tentang
pentingnya gizi seimbang serta menu seimbang saat kehamilan maka dengan demikian
dibuatnya makalah ini (Proverawati dan Asfuah, 2010).
Pengukuran lingkar lengan atas (LILA) pada wanita usia subur (WUS) dan ibu hamil
bertujuan untuk mengetahui status gizi ibu hamil. Untuk memenuhi kebutuhan zat gizi
selama kehamilan, ibu hamil diharapkan mendapatkan asupan pangan yang adekuat sesuai
kebutuhan sehingga dapat mencapai pertambahan berat badan yang optimal bagi tumbuh
kembang janin. Salah satu tujuan yang ingin dicapai dalam pengukuran LILA adalah untuk
menapis wanita yang berisiko untuk melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR) karena
risiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) pada masa kehamilan (Tim Field Lab FK UNS dan
UPTD Puskesmas Sibela Surakarta, 2008).
Di Indonesia Nilai Rata-rata Lingkar Lengan Atas (LILA) pada Wanita Usia Subur
(WUS) dengan kehamilan di usia 15 - 49 tahun yakni didapatkan rata-rata sebesar 26,8 cm
dengan standar deviasi (SD) sebesar 3,7 cm. Prevalensi Kurang Energi Kronis (KEK) pada
Wanita Hamil di Indonesia yakni didapatkan sebesar 17,3 % sementara untuk pulau
Kalimantan Tengah terdata sebesar 18,2 % Kurang Energi Kronis (KEK) pada Wanita Hamil
(Riskesdas, 2018). Pemantauan Status Gizi (PSG) Tingkat Provinsi Kalimantan Tengah
Tahun 2017 untuk persentase Wanita Usia Subur (WUS) Risiko Kurang Energi Kronis
(KEK) sebesar 9,0 % dan persentase Ibu Hamil Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) sebesar
13,1 %.
Berdasarkan data Profil Kesehatan Kalimantan Tengah tahun 2017 Jumlah kasus
kematian ibu maternal yang dilaporkan sebanyak 57 kasus lebih sedikit dibandingkan
dengan jumlah kematian maternal pada tahun 2016 sebanyak 74 kasus. Trend kasus
kematian ibu dalam beberapa tahun terakhir sedikit mengalami penurunan jumlah kasus, ini
menjadi tantangan bagi seluruh stakeholder yang berkecimpung di bidang kesehatan. Jumlah
kematian terbanyak pada masa ibu bersalin dan penyebab terbanyak akibat komplikasi dalam
persalinan seperti perdarahan dan kelahiran yang sulit. Jumlah kematian ibu maternal
tertinggi di Kabupaten Kotawaringin Timur sebanyak 10 kasus, diikuti oleh Kotawaringin
Barat sebanyak 7 kasus dan Kabupaten Kabupaten Murung Raya sebanyak 6 kasus. Jumlah
kasus kematian ibu maternal pada setiap kabupaten kota masih belum bisa menggambarkan
permasalahan kesehatan ibu pada suatu wilayah.
Lansia di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun dan tersebar hampir di
seluruh provinsi di Indonesia. Pada tahun 2000 jumlah penduduk lansia sebesar 7,2% jiwa
dan meningkat menjadi 7,6% jiwa pada tahun 2010 dan pada tahun 2015 mengalami
peningkatan kembali menjadi 8,4% jiwa (Badan Pusat Statistik, 2015).
Lansia adalah penduduk dengan usia 60 tahun ke atas. Penduduk lansia perlu diberi
perhatian karena biasanya pada usia lanjut akan timbul banyak keluhan/masalah kesehatan
karena turunnya fungsi organ tubuh, oleh karena itu baik pelayanan maupun fasilitas
kesehatan juga harus memperhatikan kebutuhan lansia. Pada tahun 2017 jumlah penduduk
lansia sebanyak 146.055 orang lebih banyak dibandingkan jumlah usila tahun 2016 dengan
jumlah penduduk lansia sebanyak 141.400 orang. Dari jumlah tersebut yang mendapat
pelayanan kesehatan pada tahun 2017 sebanyak 30,56% lebih sedikit dibandingkan tahun
2016 sebanyak 34,62%. (Profil Kesehatan Kalimantan Tengah, 2017).
Peningkatan jumlah penduduk lansia memiliki dampak positif dan negatif bagi
kehidupan lansia sehingga mengidikasikan adanya keberhasilan pembangunan dalam bidang
kesehatan, terutama disebabkan karena meningkatnya angka harapan hidup sehingga akan
meningkatkan jumlah penduduk lansia (Badan Pusat Statistik, 2015). Di sisi lain
peningkatan jumlah penduduk lansia memberikan banyak konsekuensi bagi kehidupannya.
Konsekuensi tersebut menyangkut masalah kesehatan, ekonomi, serta sosial budaya yang
cukup dari pola penyakit sehubungan dengan proses penuaan seperti penyakit degeratif,
penyakit metabolik dan gangguan psikososial (Darmojo, 2009).
Menurut WHO lansia dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu usia pertengahan
(middle age), usia 45-59 tahun; lansia (elderly), usia 60-74 tahun; lansia tua (old), usia 75-
90 tahun dan usia sangat tua (very old), usia di atas 90 tahun (Fatmah, 2010).
Lansia banyak mengalami perubahan seiring bertambahnyausia, baik perubahan
struktur dan fungsi tubuh, kemampuan kognitif maupun perubahan status mental. Perubahan
struktur dan fungsi tubuh pada lansia terjadi hampir di semua sistem tubuh, seperti sistem
saraf, pernapasan, endokrin, kardiovaskular dan kemampuan musculoskeletel.Salah satu
perubahan struktur dan fungsi terjadi pada sistem gastrointestinal.Herry (2008) dalam
penelitiannya menjelaskan bahwa perubahan pada sistem gastrointestinal dapat
menyebabkan penurunan efektivitas utilisasi zat-zat gizi sehingga dapat menyebabkan
permasalahkan gizi yang khas pada lansia (Fatmah, 2010).
Gigi-geligi pada lansia mungkin sudah banyak yang rusak bahkan copot, sehingga
memberikan kesulitan dalam mengunyah makanan. Maka makanan harus diolah sehingga
makanan tidak perlu digigit atau dikunyah keras-keras. Makanan yang dipotong kecil-kecil,
lunak dan mudah ditelan akan sangat membantu para lansia dalam mengkonsumsi
makanannya (Fatmah, 2010).
Masalah gizi yang terjadi pada lansia dapat berupa gizi kurang atau gizi lebih. Darmojo
(2009) menjelaskan bahwa lansia di Indonesia yang tinggal di daerah perkotaan dalam
keadaan kurang gizi adalah 3,4% berat badan kurang 28,3%, berat badan lebih 6,7%, obesitas
3,4% dan berat badan ideal 42,4% (Darmojo 2009).
Berdasarkan hasil data Profil Penduduk Lanjut Usia Provinsi Kalimantan Tengah
2017. Kabupaten Kapuas adalah kabupaten dengan jumlah populasi penduduk lansia
terbanyak yaitu 22.771 jiwa. Kabupaten dengan jumlah lansia tinggi lainnya adalah
Kabupaten Kotawaringin Timur, Kotawaringin Barat dan Kota Palangka Raya, dengan
jumlah penduduk lansia masing-masing sebesar 21.939 jiwa, 15.050 jiwa dan 13.384 jiwa.
Kabupaten dengan jumlah penduduk lansia paling sedikit adalah Kabupaten Sukamara yaitu
sebesar 3.015 jiwa. Disusul oleh Kabupaten Lamandau, Murung Raya dan Gunung Mas yang
masing-masing besarnya 5.067 jiwa, 5.770 jiwa dan 6.976 jiwa.
Masalah kesehatan pada lansia seperti kekurangan gizi dan obesitas akan semakin
meningkat. Peningkatan masalah kesehatan ini mulai mendapat perhatian dari pemerintah
dan masyarakat, salah satunya adalah dengan adanya panti-panti sosial bagi lansia yang
disebut dengan panti werdha. Panti werdha (rumah perawatan orang-orang lanjut usia) ini
biasanya diperuntukan bagi lansia yang tidak mempunyai sanak dan keluarga atau teman
yang mau menerima sehingga pemerintah wajib melindungi lansia dengan
menyelanggarakan panti werdha (Darmojo 2009).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana status gizi pada balita, ibu hamil dan usila di Kecamatan………………….,
Kabupaten Kotawaringin Timur, Provinsi Kalimantan Tengah?
2. Masalah gizi apa saja yang terdapat di Kecamatan …………………., Kabupaten
Kotawaringin Timur, Provinsi Kalimantan Tengah?
3. Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan status gizi pada balita, ibu hamil dan
usila di Kecamatan …………………., Kabupaten Kotawaringin Timur, Provinsi
Kalimantan Tengah?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui masalah gizi balita, ibu hamil dan usia lanjut serta faktor-faktor yang
yang berhubungan dengan status gizi di Kecamatan …………………., Kabupaten
Kotawaringin Timur, Provinsi Kalimantan Tengah.

2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran geografi dan demografi di Kecamatan ………………….
Kabupaten Kotawaringin Timur, Provinsi Kalimantan Tengah.
2. Mengetahui gambaran umum Puskesmas di Kecamatan Me…………………. ntaya
Hilir Selatan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Provinsi Kalimantan Tengah.
3. Mengetahui gambaran umum Posyandu di Kecamatan ………………….,
Kabupaten Kotawaringin Timur, Provinsi Kalimantan Tengah.
4. Mengidentifikasi karakteristik keluarga responden yang meliputi jumlah anggota
keluarga, pendidikan dan pekerjaan responden di Kecamatan ………………….
Kabupaten Kotawaringin Timur, Provinsi Kalimantan Tengah.
5. Mengidentifikasi karakteristik balita yang meliputi usia, jenis kelamin, berat badan,
tinggi badan atau panjang badan.
6. Mengidentifikasi status gizi balita berdasarkan indeks BB/TB, TB/U, dan BB/U.
7. Mengidentifikasi asupan energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin A, pada balita.
8. Mengidentifikasi kebiasaan makan balita.
9. Mengidentifikasi pengetahuan gizi dan kesehatan ibu balita.
10. Mengidentifikasi KADARZI keluarga balita.
11. Mengidentifikasi PHBS keluarga balita.
12. Mengidentifikasi pendapatan keluarga balita.
13. Mengidentifikasi karakteristik ibu hamil meliputi usia dan pendidikan.
14. Mengidentifikasi status gizi ibu hamil berdasarkan LILA.
15. Mengidentifikasi asupan energi, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, vitamin A,
vitamin C, serat, asam folat, dan zat besi pada ibu hamil.
16. Mengidentifikasi kebiasaan makan ibu hamil.
17. Mengidentifikasi pengetahuan gizi dan kesehatan ibu hamil.
18. Mengidentifikasi KADARZI ibu hamil.
19. Mengidentifikasi PHBS ibu hamil.
20. Mengidentifikasi pendapatan keluarga ibu hamil.
21. Mengidentifikasi status gizi lansia berdasarkan indeks massa tubuh.
22. Mengidentifikasi karakteristik lansia meliputi usia, jenis kelamin, berat badan dan
tinggi badan.
23. Mengidentifikasi asupan asupan energi, protein, lemak, karbohidrat, kalsium dan
serat pada lansia.
24. Mengidentifikasi kebiasaan makan lansia.
25. Mengidentifikasi pengetahuan gizi dan kesehatan lansia.
26. Mengidentifikasi KADARZI lansia.
27. Mengidentifikasi PHBS lansia.
28. Mengidentifikasi pendapatan keluarga lansia.
29. Menganalisis hubungan antara kebiasaan makan dengan status gizi balita.
30. Menganalisis hubungan antara asupan energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin
A, dengan status gizi balita.
31. Menganalisis hubungan antara pengetahuan gizi dan kesehatan ibu dengan status
gizi balita.
32. Menganalisis hubungan antara pendidikan ibu balita dengan status gizi balita.
33. Menganalisis hubungan antara KADARZI ibu balita dengan status gizi balita.
34. Menganalisis hubungan antara PHBS balita dengan status gizi balita.
35. Menganalisis hubungan antara pendapatan keluarga balita dengan status gizi balita.
36. Menganalisis hubungan antara asupan energi, protein, lemak, karbohidrat, kalsium,
vitamin A, vitamin C, serat, asam folat dan zat besi dengan status gizi ibu hamil.
37. Menganalisis hubungan antara kebiasaan makan dengan status gizi ibu hamil.
38. Menganalisis hubungan antara pengetahuan gizi dan kesehatan dengan status gizi
ibu hamil.
39. Menganalisis hubungan antara KADARZI dengan status gizi ibu hamil.
40. Menganalisis hubungan antara PHBS dengan status gizi ibu hamil.
41. Menganalisis hubungan antara pendapatan keluarga ibu hamil dengan status gizi
ibu hamil.
42. Menganalisis hubungan antara asupan energi, protein, lemak, karbohidrat, kalsium
dan serat dengan status gizi lansia.
43. Menganalisis hubungan antara kebiasaan makan dengan status gizi lansia.
44. Menganalisis hubungan antara pengetahuan gizi dan kesehatan dengan status gizi
lansia.
45. Menganalisis hubungan antara KADARZI dengan status gizi lansia.
46. Menganalisis hubungan antara PHBS dengan status gizi lansia.
47. Menganalisis hubungan antara pendapatan keluarga lansia dengan status gizi lansia.

D. Hipotesis
1. Ada hubungan antara kebiasaan makan dengan status gizi balita.
2. Ada hubungan antara asupan energi dengan status gizi balita.
3. Ada hubungan antara asupan protein dengan status gizi balita.
4. Ada hubungan antara asupan lemak dengan status gizi balita.
5. Ada hubungan antara asupan karbohidrat dengan status gizi balita.
6. Ada hubungan antara asupan vitamin A dengan status gizi balita.
7. Ada hubungan antara pengetahuan gizi ibu dengan status gizi balita.
8. Ada hubungan antara pendidikan ibu batita dengan status gizi balita.
9. Ada hubungan antara KADARZI dengan status gizi balita.
10. Ada hubungan antara PHBS dengan status gizi balita.
11. Ada hubungan antara pendapatan keluarga batita dengan status gizi balita
12. Ada hubungan antara asupan energi dengan status gizi ibu hamil.
13. Ada hubungan antara asupan protein dengan status gizi ibu hamil.
14. Ada hubungan antara asupan lemak dengan status gizi ibu hamil.
15. Ada hubungan antara asupan karbohidrat dengan status gizi ibu hamil.
16. Ada hubungan antara asupan kalsium dengan status gizi ibu hamil.
17. Ada hubungan antara asupan vitamin A dengan status gizi ibu hamil.
18. Ada hubungan antara asupan vitamin C dengan status gizi ibu hamil.
19. Ada hubungan antara asupan serat dengan status gizi ibu hamil.
20. Ada hubungan antara asupan asam folat dengan status gizi ibu hamil.
21. Ada hubungan antara asupan zat besi dengan status gizi ibu hamil.
22. Ada hubungan antara kebiasaan makan dengan status gizi ibu hamil.
23. Ada hubungan antara pengetahuan gizi dengan status gizi ibu hamil.
24. Ada hubungan antara KADARZI dengan status gizi ibu hamil.
25. Ada hubungan antara PHBS dengan status gizi ibu hamil.
26. Ada hubungan antara pendapatan keluarga ibu hamil dengan status gizi ibu hamil
27. Ada hubungan antara asupan energi dengan status gizi lansia.
28. Ada hubungan antara asupan protein dengan status gizi lansia.
29. Ada hubungan antara asupan lemak dengan status gizi lansia.
30. Ada hubungan antara asupan karbohidrat dengan status gizi lansia.
31. Ada hubungan antara asupan kalsium dengan status gizi lansia.
32. Ada hubungan asupan serat dengan status gizi lansia.
33. Ada hubungan antara kebiasaan makan dengan status gizi lansia.
34. Ada hubungan antara pengetahuan gizi dengan status gizi lansia.
35. Ada hubungan antara KADARZI dengan status gizi lansia.
36. Ada hubungan antara PHBS dengan status gizi lansia.
37. Ada hubungan antara pendapatan keluarga usila dengan status gizi lansia.

E. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Menambah pengetahuan, pengalaman dan keterampilan dalam mengumpulkan
data tentang status gizi balita, ibu hamil dan usila serta faktor-faktor yang
mempengaruhi status gizi balita, ibu hamil dan usila di Kecamatan ………………..,
Kabupaten Kotawaringin Timur, Provinsi Kalimantan Tengah.

2. Bagi Pemerintah Daerah


Memperoleh atau mengetahui informasi tentang masalah gizi balita, ibu hamil
serta usila serta faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan tersebut di Kecamatan
……………….., Kabupaten Kotawaringin Timur, Provinsi Kalimantan Tengah.
Daftar Pustaka

 Dr. Budiyanti Wiboworini, 2007, Gizi dan Kesehatan, Jakarta Selatan, Sunda
Kelapa Pustaka
 Depkes, 2013, kementrian Kesehatan Republik Indonesia
 UNICEF, 2019, Status Anak Dunia 2019, anak, pangan dan gizi
 UNICEF, 2019, Nutrisi, Mengatasi Beban Ganda Malnutrisi di Indonesia
 “Nutritional Diseases, “Encyclopedia of Public Health, p.1004
 Profil Kesehatan Kalimantan Tengah, 2017, Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Tengah
 Hasil Utama RISKESDAS 2018, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
badan penelitian dan pengembangan kesehatan
 Buku Saku Pemantauan Status Gizi tahun 2017, Direktorat Gizi Masyarakat
Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan
 Özdemir, N. (2015). Iron deficiency anemia from diagnosis to treatment in
children. Türk Pediatri Arşivi, 50(1), 11–9. doi:10.5152/tpa.2015.2337
 Depkes RI, 2003. Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan
Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Jakarta.
 Proverawati, Asfuah S., 2009. Buku Ajar Gizi untuk Kebidanan. Yogyakarta:
Nuha Medika.
 Tim Field Lab FK UNS dan UPTD Puskesmas Sibela Surakarta. 2009. Buku
Panduan Ketrampilan Pemantauan Status Gizi Balita Dan Ibu Hamil. Tim Field
Lab FK UNS
 Profil Penduduk Indonesia Supas 2015, badan pusat statistic
 Darmojo, Boedhi. (2009). Buku Ajar Geriatri. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
 Fatmah. 2010. Gizi Usia Lanjut. Erlangga : Jakarta
 Soewondono, Perdana, Pramono, Laurentius. Prevalence, characteristics, and
predictors of pre-diabetes in Indonesia. Journal of Med J. 2011;20(4):283-94.
 Profil Penduduk Lanjut Usia Provinsi Kalimantan Tengah 2017 |

Anda mungkin juga menyukai