PEMBAHASAN
• Gejala kongenital
Gejala klinis toksoplasmosis kongenital pada bayi yang dilahirkan secara
abortus dan lahir dini ditemukan gejala infeksi mata, pembesaran hati dan
limpa, kuning pada mata dan kulit dan pneumonia, ensepalopati dan
diikuti kematian. Sedangkan pada bayi yang lahir normal, gejala akan
tampak setelah beberapa minggu, bulan atau tahun setelah lahir. Gejala ini
banyak dijumpai setelah usia pubertas misalnya adanya gangguan pada
mata sampai terjadi kebutaan, kegagalan pada sistem syaraf, gangguan
pendengaran (bisu-tuli), deman, kuning akibat gangguan hati,erupsi kulit,
gangguan pernafasan.
Gejala yang timbul pada infeksi toksoplasma tidak khas, sehingga
penderita sering tidak menyadari bahwa dirinya telah terkena infeksi. Tetapi sekali
terkena infeksi toksoplasma maka parasit ini akan menetap (persisten) dalam
bentuk kista pada organ tubuh penderita selama siklus hidupnya. Gejala klinis
yang paling sering dijumpai adalah pembesaran kelenjar getah bening (limfe)
dikenal sebagai limfadenopati, yang dapat disertai demam. Kelenjar limfe di leher
adalah yang paling sering terserang. Gejala toksoplasmosis akut yang lain adalah
demam, kaku leher, nyeri otot (myalgia), nyeri sendi (arthralgia), ruam kulit, gidu
(urticaria), hepatosplenomegali atau hepatitis.
Wujud klinis toksoplasmosis yang paling sering pada anak adalah
infeksi retina (korioretinitis), biasanya akan timbul pada usia remaja atau dewasa.
Pada anak, juling merupakan gejala awal dari korioretinitis. Bila makula terkena,
maka penglihatan sen-tralnya akan terganggu.
Pada penderita dengan imunodefisiensi seperti penderita cacat imun,
penderita kanker, penerima cangkok jaringan yang mendapat pengobatan
imunosupresan, dapat timbul gejala ringan sampai berat susunan saraf pusat
seperti ensefalopati, meningoensefalitis, atau lesi massa otak dan perubahan status
mental, nyeri kepala, kelainan fokal serebral dan kejang-kejang, bahkan pada
penderita AIDS seringkali mengakibatkan kematian.
Wujud klinis toksoplasmosis bawaan adalah kelainan neurologis:
hidrosefalus, mikrosefalus, kejang, keterlambatan psikomotor, perkapuran
(kalsifikasi) abnormal pada foto rontgenkepala. Selain itu tampak pula gangguan
penglihatan: mikroftalmi, katarak, retinokoroiditis; juga gangguan pendengaran,
dan kelainan sistemik: hepatosplenomegali, limfadenopati, dan demam yang tidak
diketahui sebabnya.
D. Diagnosa
1. Pemeriksaan langsung
Pemeriksaan langsung bisa dilakukan dengan cara melihat adanya dark
spot pada retina, melakukan pemeriksaan darah untuk melihat apakah parasit
sudah menyebar melalui darah dengan melihat perubahan yang terjadi pada
gambaran darahnya, serta bisa menggunakan CT scan, MRI untuk menemukan
lesi akibat parasit tersebut. Pemeriksaan juga bisa dilakukan dengan biopsi dan
dari sampel biopsi tersebut bisa dilakukan pengujian dengan menggunakan
PCR, isolasi pada hewan percobaan ataupun pembuatan preparat histopatologi.
2. Tes Serologi
Melakukan pemeriksaan serologis, dengan memeriksa zat anti (antibodi)
IgG dan IgM Toxsoplasma gondii. Antibodi IgM dibentuk pada masa infeksi
akut (5 hari setelah infeksi), titernya meningkat dengan cepat (80 sampai 1000
atau lebih) dan akan mereda dalam waktu relatif singkat (beberapa minggu
atau bulan). Antibodi IgG dibentuk lebih kemudian (1-2 minggu setelah
infeksi), yang akan meningkat titernya dalam 6-8 minggu, kemudian menurun
dan dapat bertahan dalam waktu cukup lama, berbulan-bulan bahkan lebih
dari setahun.
Oleh karena itu, temuan antibodi IgG dianggap sebagai infeksi yang sudah
lama, sedangkan adanya antibodi IgM berarti infeksi yang baru atau
pengakifan kembali infeksi lama (reaktivasi), dan berisiko bayi terkena
toksoplasmosis bawaan. Berapa tingginya kadar antibodi tersebut untuk
menyatakan seseorang sudah terinfeksi toksoplasma sangatlah beragam,
bergantung pada cara peneraan yang dipakai dan kendali mutu dan batasan
baku masing-masing laboratorium.
3. Pemeriksaan Hispatologi
Pemeriksaan juga bisa dilakukan dengan biopsi dan dari sampel biopsi
tersebut bisa dilakukan pengujian dengan menggunakan PCR, ataupun
pembuatan preparat histopatologi. Metode diagnosa lain yang sering
digunakan adalah dengan menggunakan Indirect aemaglutination (IHA),
Immunoflourescence (IFAT) ataupun dengan Enzym mmunoassay.
E. Pengobatan Dan pencegahan
1. Pengobatan
Selain obat-obatan, tokso juga bisa diatasi dengan menjaga sistem
kekebalan tubuh. Bisa lewat obat-obatan atau cara alamiah seperti mengonsumsi
makanan bergizi, berolahraga dan istirahat yang cukup. “Beberapa suplemen juga
bisa membantu pertahanan tubuh melawan penyakit dalam waktu yang lama.
Untuk menjaga agar tubuh tetap sehat.” Penting diingat, karena berbentuk parasit,
virus tokso di dalam tubuh tidak bisa dihilangkan, tetapi hanya bisa dikontrol agar
tidak membahayakan. Caranya dengan melakukan pengobatan antibiotik yang
tepat. Lamanya pengobatan bisa memakan waktu berbulan-bulan.
4. Pencegahan
• Segera periksakan diri anda, apakah positif toxoplasma atau tidak.
Terutama para wanita atau wanita yang mempunyai rencana untuk hamil.
Tes darah bisa dilakukan di beberapa laboratorium diagnostik seperti
Prodia. Konsultasikan hal ini dengan dokter anda.
• Masak daging dengan sempurna, minimal dengan suhu 70 derajat celcius.
• Cuci buah-buahan dan sayuran dengan bersih.
• Biasakan mencuci tangan dengan sabun sebelum anda makan sesuatu.
• Gunakan sarung tangan pada saat berkebun atau kontak dengan tanah.
Tanah yang terkontaminasi toxoplasma adalah sumber infeksi yang
potensial.
• Cuci tangan, meja/talenan dan peralatan dapur dengan air hangat dan
sabun setelah mengolah daging mentah.
• Kotak pasir tempat anak2 bermain di halaman harus ditutup bila tidak
digunakan
• Jangan minum air mentah kecuali sudah direbus mendidih.
• Jangan memberikan daging mentah atau tidak matang kepada kucing anda.
Jangan memberikan susu yang tidak dipasteurisasi.
• Jangan membiarkan kucing berkeliaran di luar rumah atau berburu
binatang berdarah panas.
• Pakailah sarung tangan karet dan masker dan scoop pada waktu
membersihkan litterbox. Cuci tangan setelahnya.
• Bersihkan dan buang feces kucing dari litterbox setiap hari, flush feces di
toilet, siram air panas atau dibakar. Siram dan bersihkan litterbox dan
scoopnya dg air mendidih.Kontrol populasi tikus, kecoa, lalat dan inang
perantara toxoplasma gondii laiannya.
• Wanita hamil dan orang2 dg system imunitas yg rendah seperti terinfeksi
HIV atau sedang mendapat pengobatan kemoterapi tidak boleh
membersihkan litterbox.
F. Kasus
Adapun Resiko pada ibu hamil dan bayi
pada wanita hamil ternyata
dapat berdampak signifikan, seperti
mengakibatkan abortus (keguguran),
atau cacat pada janin.
Ibu hamil yang mengalami infeksi
primer toksoplasma sesaat menjelang
hamil, selama hamil atau reaktivasi,
dapat menularkan penyakit
toksoplasma kepada bayinya.
Semakin tua usia kehamilan, semakin
mudah untuk terkena toksoplasma.
Namun, semakin muda janin terkena
infeksi, semakin berat manifestasi.
Bayi terinfeksi toksoplasma yang lahir tanpa kelainan organ 85 persen
akhirnya terkena retardasi mental, 75 persen sarafnya mengalami gangguan, 50
persen gangguan penglihatan, dan 15 persen gangguan pendengaran. Indikasi
infeksi pada bayi dapat diketahui melalui pemeriksaan ultrasonografi (USG) yang
memperlihatkan adanya cairan berlebihan pada perut (asites), pengapuran pada
otak, serta pelebaran saluran cairan otak (ventrikel).
Toksoplasma pada bayi dapat menyebabkan kelainan pada saraf, mata, serta
kelainan sistemik seperti pucat, kuning, demam, pembesaran hati dan limpa atau
pendarahan. Gangguan fungsi saraf dapat mengakibatkan keterlambatan
perkembangan psikomotor dalam bentuk retardasi mental (gangguan kecerdasan
maupun keterlambatan perkembangan bicara), serta kejang dan kekakuan yang
akhirnya menimbulkan keterlambatan perkembangan motorik.
DAFTAR PUSTAKA