• Penyakit virus akut yang ditularkan oleh gigitan vektor yang infektif Aedes
aegypti (paling sering); Ae. Albopictus (ada juga di Indonesia), Ae polynesiensis, Ae
niveus
• DENV memilik genus Flavivirus sebagai agen: enveloped, single strand RNA virus
• Serotipenya ada lima: DENV-1, -2, -3, -4 dan -5 (secara international menurut
Harison dan WHO: baru mengakui serotype 1-4). DENV-1, -3 paling sering beredar,
sedangkan serotype 3 yang bnyak menyebabkan manifestasi buruk kematian
• Karakteristik:
- genom DENV beratnya 11 kb
- Panjang encoding 10 protein virus yang terdiri dari:
3 protein structural: membran (M), capsid (C), envelope (E)
7 protein nonstruktural (NS): NS-1 (untuk deteksi awal), -2A, -2B, -3 , -4A,
-4b, dan -5
- Setiap partikel virus memiliki 180 monomer dari envelope (E) yang akan
disusun dalam 90 dimer padat pada permukaan membran virus
• Nyamuk Aedes aegypti, menjadi terinfeksi ketika mereka menggigit manusia yang
berada dalam periode 5 hari pertama demam (viremia). Virus masuk dari GI Tract
nyamuk ke kelenjar ludah pada masa periode extrinsic incubation (memakan
waktu sekitar 10 hari). Gigitan nyamuk yang akan menyebabkan infeksi pada
manusia saat virus di nyamuk periode ekstrinsik incubationnya sudah selesai.
• Kadang-kadang manusia yang terinfeksi dapat menularkan virus ke nyamuk 1 hari
sebelum timbulnya episode demam dan tetap menular selama 6-7 hari ke depan.
Ciri lainnya periode viremia adalah terdapat replikasi berlimpah dari DENV di sel
parenkim hati dan makrofag pada kelenjar getah bening, hati dan limpa, serta di
monosit darah perifer
• Segala rentang usia dan jenis kelamin apapun sama sama rentan terhadap
demam berdarah.
• Pasien selama masa viremia jika melakukan perjalanan ke daerah non endemik
dapat menularkan infeksi ke daerah itu (pada masa intrinsic period)
Keterangan gambar:
(A) Seseorang terinfeksi dengan virus dengue pada saat nyamuk yang terinfeksi menggigit kulit
(B) Virus dengue menginfeksi sel-sel Langerhans, sejenis sel dendritik di kulit.
(C) Sel Langerhans yang terinfeksi memproduksi interferon untuk membantu membatasi penyebaran
berkelanjutan dari infeksi. sel Langerhans yang terinfeksi lainnya melakukan perjalanan ke kelenjar
getah bening membawa virus, yang menginfeksi sel-sel lain. hasil dari persebaran virus dengue
adalah viremia(tingkat tinggi virus di dalam aliran darah). Untuk melawan infeksi, sistem kekebalan
tubuh menghasilkan antibodi untuk menetralisir partikel virus dengue, dan sistem komplemen
diaktifkan untuk membantu antibodi dan sel-sel darah putih. Respon imun juga termasuk sel T
sitotoksik (limfosit), yang membunuh sel yang terinfeksi.
Manifestasi: menyerang
sel T, sel darah putih
termasuk monocytenya
yang mengaktivasi T
limfosit. Kalo sudah
pernah digigit makin
berat manifestasinya,
ada release cytokine
yang menginduksi
aktivasi komplemen
kemudian mengganggu
endotel plasma leakage.
Primary and secondary. Pada secondary lebih berat karena sudah memiliki ingatan release antibodi
lebih banyak. Antibodi antigen kompleks terbentuk lebih banyak merangsang makrofag dendrit T
untuk melepaskan cytokin mengganggu permeabilitas pembuluh darah transkripsi dari
Lebih banyak cytokin releasenya clinical symptoms
Pendarahan pada kasus dengue tidak murni akibat trombopenia tapi ada gangguan koagulapati dan
unsur pembuluh darah vaskulopati sehingga lebih fragile, lebih bahaya jika ada hemokonsentrasi
lebih besar dari trombopenia plasma leakage berat dan cytokin release banyak. Sehingga cenderung
ke kondisi shock.
Memproduksi antibody terjadi
reaksi dengan aktivasi komplemen
diam di darah dan jaringan lain
pendarahan (koagulopati)
manifestasi klinis --> shock
MANAGEMENT DENGUE
Langkah I : Penilaian Keseluruhan ada febrile akut
2-7 hari, dilakukan:
1. History Taking
Tanggal dari onset demam/penyakit;
Kuantitas asupan oral (masih bisa makan?); Penatalaksanan
warning sign; Diare; Seroconversion illness ada gejala tertentu?
Perubahan pada status mental/kejang/pusing
Urine output (frekuensi, warna, volume and waktu terakhir
berkemih)
History terkait seperti keluarga atau lingkungan terpapar dengue,
bepergian ke daerah endemik, kondisi penyerta lain : infancy, co–
morbidity
2. Pemeriksaan Fisik
Penilaian kondisi mental; status hidrasi; status hemodinamik
Pemeriksa takipnea / pernapasan asidosis (cepat dan dangkal) /
efusi pleura;
Memeriksa nyeri perut / hepatomegali / asites;
Pemeriksaan untuk ruam dan manifestasi perdarahan;
Uji tourniquet (ulangi jika sebelumnya negatif atau jika tidak ada
perdarahan).
3. Investigasi
Hitung darah lengkap (WBC, Hb, Ht, trombosit), studi PBS (Periferal
Blood Smear)
Penurunan jumlah trombosit <100.000 sel / uL biasanya ditemukan
antara 3-10 hari sakit.
Kenaikan hematokrit terjadi pada fase kritis terutama dalam kasus-
kasus shock.
o Meningkat 20% atau lebih adalah bukti obyektif kebocoran
plasma.
o Hematokrit dapat menjadi normal atau menurun jika ada
perdarahan.
Ada penurunan jumlah WBC dan neutrofil dengan relatif limfositosis
dan peningkatan atipikal limfosit menjelang akhir fase febrile melalui
pengecekan PBS.
4. Tes Tambahan (dilakukan hanya ketika terindikasi)
Tes fungsi hati (tingkat transaminase mungkin sedikit meningkat)
dengue manifestasi shock atau nyeri abdomen, takutnya dengan
hepatitis
Riwayat koagulasi
o APTT dan PT dapat memperpanjang dalam manifestasi
perdarahan parah.
o Fibrinogen rendah dan peningkatan kadar produk degradasi
fibrin adalah tanda-tanda DIC.
Urea kreatinin dan serum elektrolit (Na + K + Ca2 +
Bikarbonat), laktat
o BUN meningkat pada syok yang 5. Tes
berkepanjangan. Laboratorium
o Hiponatremia adalah kelainan - Pada 5 hari
elektrolit yang paling umum di DHS dan penyakit
DSS. Virus isolation
o Hipokalsemia. Viral nucleic acid
Pemeriksaan darah samar fecal jika detection (RT PCR)
ada penurunan HCT bermakna paling bagus
Hypoalbuminemia NS1 antigen
detection
- Setelah 5 hari
penyakit
Serology
Haemoagglutinati
on test.
Complement
Gula darah -> orang dengan DM/ gang. ginjal
Cardiac enzyme and ECG
Urine analysis
Chest x ray, USG saat sesak/efusi pleura
Selama tahap awal dari penyakit, isolasi virus, deteksi genom atau
deteksi antigen dapat digunakan untuk mendiagnosis infeksi dengan
sample berupa serum atau jaringan necropsy.
Pada akhir fase akut infeksi, serologi adalah metode pilihan untuk
diagnosis.
Untuk membedakan infeksi dengue primer dan sekunder, rasio
antibodi IgM / IgG sekarang lebih umum digunakan dibandingkan
dengan pengujian haemagglutination-inhibisi (HI)
NS-1 antigen detection- antigen NS-1 muncul sedini hari 1 dalam onset
demam, maka digunakan untuk diagnosis dini. Spesifisitas dekat 100%
dan sensitivitas dalam 4 hari pertama sakit adalah 90% di dengue
primer dan 70% di dengue sekunder.
IgM / IgG Rasio lebih
besar dari 1,2
(menggunakan
pengenceran serum
1/100) atau 1,4
(menggunakan
pengenceran serum
1/20) menunjukkan
infeksi primer.
IgG titer lebih tinggi dari
1/1280 dengan HIA
Primary : IgG timbul belakangan. Secondary IgG paling atau ELISA juga sugestif
pertama
dari infeksi sekunder
timbul/bahkan IgG aja yang naik/ IgG dan IgM +
Langkah II : Diagnosis, penilaian fase penyakit
dan tingkat keparahan
Atas dasar evaluasi dari riwayat, pemeriksaan fisik dan / atau hitung darah
lengkap
dan hematokrit, tahap ini menentukan:
Apakah penyakit ini dengue, dimana fase itu di (febrile, kritis atau
pemulihan)
Apakah ada tanda-tanda peringatan, hidrasi dan hemodinamik status
pasien
Apakah pasien harus masuk RS atau tidak
1. Kriteria Dengue tanpa atau dengan Warning Signs
monitoring dan RS
Admission Criteria
Waning sign
Jumlah trombosit.
Tanda-tanda gangguan organ
Kondisi: ulkus peptikum, anemia
hemolitik, kelebihan berat badan atau
obesitas (akses vena yang cepat sulit
dalam kondisi darurat), dan bayi.
Gejala yang berhubungan dengan
hipotensi.
Keadaan sosial: Hidup jauh dari fasilitas
kesehatan, tanpa sarana transportasi
yang dapat diandalkan.
Temuan melalui penyelidikan lebih
lanjut: Meningkatnya hematokrit, Efusi
pleura, asites atau tanpa gejala
kandung empedu menebal.
2. Kriteria Dengue Berat
perawatan level tersier
- Pasien mungkin
dapat mengambil
cairan oral setelah
beberapa jam dari
terapi cairan
intravena. Dengan
demikian, perlu
untuk merevisi
infus cairan teratur.
- Untuk bayi <6
bulan, D5 0.45
NaCI lebih baik jika
tersedia (D5 0,45
NaCI disiapkan
dengan mencampur
volume yang sama
D5 0,9 NaCL dan
D5W.
Monitoring :
- Vital sign dan peripheral perfusion selama 1-4 jam sampai pasien
keluar dari masa kritis
- Urin output (4-6 jam)
- Hematocrit (sebelum dan sesudah pergantian cairan, 6-12 jam
kemudian)
- Glukosa darah dan fungsi organ lainnya (ginjal, hati, koagulasi)
Colloids:
Digunakan untuk memperbaiki index cardiac (indeks jantung) dan
mengurangi tingkat hematocrit lebih cepat dibandingkan crystalloid pada
pasien dengan shock intractable (terus menerus). Colloid dapat menjadi
pilihan jika tekanan darah harus diperbaiki segera. Contoh : pada pasien
dengan tekanan darah kurang dari 10 mmHg.
Tipenya dibagi menjadi : larutan gelatin, dextran, dan starch
(polisakarida)
Dari semua tipe, tipe gelatin memiliki efek yang rendah pada koagulasi
tapi memiliki resiko tinggi reaksi alergi. Reaksi alergi dapat berupa
demam, kedinginan, dan kekakuan. Hal ini juga dapat terjadi akibat
penggunaan Dextran 70.
Dextran 40 berpotensi menyebabkan osmotic renal injury pada pasien
hypovolaemic
PENILAIAN TAMBAHAN
Parameter Kondisi stabil Shock kompensasi Shock Hypotensif
Sensorium (panca Baik dan jelas Baik dan jelas Perubahan status
indera) (hasilnya bisa mental (gelisah dan
negative palsu jika agresif)
pada pemeriksaan
tidak dilakukan
sentuhan)
Capillary refill time Cepat (< 2detik) Agak lama Sangat lama dan
berbekas
Ekstimitas Hangat dan Peripheral dingin Dingin dan pucat
kemerahan
Nadi peripheral Volume baik Lemah Sangat lemah
bahkan terasa tidak
ada
Denyut jantung Normal sesuai usia Tachycardia Tachycardia berat
dengan bradycardia
pada shock fase
lanjut.
Tekanan darah Normal sesuai usia Tekanan sistolik Tekanan darah
normal tapi diastolic rendah (< 20 mmHg)
meningkat
Laju napas Normal sesuai usia Tachypnea (cepat) Hyperpnea,
Kussmaul breathing
(nafas dalam dan
berat)
1. PENATALAKSANAAN SHOCK KOMPENSASI
Pasien dengan dengue shock harus terus dimonitoring hingga fase bahayanya
terlewati.
Keseimbangan cairan keluar masuk harus diperhatikan.
Parameter harus dimonitoring termasuk vital signs dan perfusi peripheral
(setiap 15-30 menit hingga pasien pulih dari shock, lalu dilanjutkan tiap 1-2
jam)
Umumnya, semakin sering diberikan infus cairan, semakin sering pasien harus
dimonitoring agar tidak terjadi kelebihan cairan.
1. Periksa level HCT sebelum resusitasi cairan
2. Gunakan isotonic crystalloid atau colloid 20 mL/kg selama 15-30 menit.
3. Jika kondisi membaik
Lakukan:
1. Gunakan crystalloid atau colloid 10 mL/kg/jam untuk 1 jam
2. Selanjutnya diturunkan secara bertahap
Colloid IV 10 mL/kg/jam untuk 1 jam
7,5 mL/kg/jam untuk 2 jam
5 mL/kg/jam untuk 4 jam
3 mL/kg/jam untuk 4 jam atau bisa dilanjutkan hingga 24-48 jam
3. Setelah adanya peningkatan klinis, kurangi cairan yang disesuaikan dengan kondisi
4. Hentikan penggunaan cairan IV setelah 48 jam tersebut.
Jika kondisi tidak membaik
Periksa HCT
Jika HCT meningkat
Diberikan crystalloid IV (lini kedua) atau colloid 10 mL/kg/jam untuk 30-60
menit
Jika terjadi perbaikan kondisi -> kurangi crystalloid IV 7-10 mL/kg/jam untuk
1-2 jam
Jika HCT menurun
Ada pendarahan -> transfuse darah
Tidak ada pendarahan -> colloid 10-20 mL/kg/jam. Evaluasi keadaan darah,
jika tidak ada perbaikan klinis peru dilakukan transfuse darah.
KOMPLIKASI
1. KOMPLIKASI HAEMORAGIC
2. PENDARAHAN MAYOR
Adanya shock yang berkepanjangan dan susah dipulihkan.
Adanya shock hypotensive dan gagal ginjal atau hati berat dan adanya
metabolism asidosis terus menerus.
Penggunaan non-steroisal agen anti-inflamasi.
Adanya tanda-tanda penyakit peptic ulcer
Sedang menjalani terapi antikoagulan
Adanya trauma, termasuk injeksi intramuscular.
Penurunan hematocrit setelah resusitasi cairan bersamaan dengan
tidak stabilnya status hemodinamik.
Shock yang sulit disembuhkan setelah diberikan resusitasi 40-60 mL/kg
Shock hipotensif dengan hematocrit rendah atau normal sebelum
resusitasi cairan.
Penanganan
Berikan 5-10 mL/kg sel darah merah atau 10-20 mL/kg whole blood
dan observasi respon klinis.
Berikan transfuse darah berulang jika terus kehilangan darah atau jika
hematocrit tidak meningkat setelah transfuse darah.
Lakukan transfusi platelet jika terjadi pendarahan massive yang tidak
bisa ditangani dengan whole blood.
3. KELEBIHAN CAIRAN
Cairan intravena yang diberikan terlalu bnyak atau cepat
Penggunaan hypotonic yang tidak tepat
Penggunaan IVF (intravena fluid) dalam volume besar pada pasien
dengan pendarahan berat yang belum diketahui penyebabnya.
Transfusi plasma segar atau beku, platelet konsentrat dan
cryoprecipitates yang tidak tepat.
Pemberian IVF setelah tidak adanya plasma leakage.
Kondisi co-morbid seperti penyakit hati congenital
- Tanda awal
Susah nafas ( respiratory distress)
Nafas cepat
Dinding dada yang tertarik ke dalam
Wheezing
Efusi pleura
Akumulasi cairan di rongga perut
Peningkatan tekanan pembuluh vena jugular ( JVP : jugular venous
pressure)
- Tanda lanjut
Edema paru (batuk dengan sputum berwarna merah muda dan
berbusa dengan atau tanpa krepitasi, cyanosis)
Shock irreversible (gagal jantung, kombinasi hypovolaemic)
- Penanganan
Terapi oksigen harus diberikan segera
Jika pasien memiliki status hemodinamik stabil dan sudah keluar
dari fase kritis, hentikan IVF. Jika dibutuhkan, berika furosenamide
oral atau IV.
Jika status hemodinamik stabil tapi masih di fase kritis, kurangi
cairan intravena yang disesuaikan dengan kondisi.
Hidari diuretic selama fase plasma leakage.
Jika mengalami shock walaupun dengan tanda dan gejala kelebihan
cairan, berikan 10 mL/kg/jam colloid. Jika dengan BP
( Bronkopnemonia) stabil berikan furosenmide IV 0,5-1 mg/kg/dosis.
Jika BP tidak stabil, cek ABCS dan keseimbangan elektrolit.
4. KOMPLIKASI CARDIAC
Bisa diamati selama periode shock atau saat pemulihan
Manifestasi bermacam-macam : myocarditis, arrhythmias, disfungsi
sistolik dan diastolic yang dapat menyebabkan gagal jantung dan atau
shock.
Investigasi yang dilakukan harus meliputi Echocardiagram, ECG, X-ray
dada, dan CPKMB.
Manajemen disfungsi myocardial (sistolik dan diastolic)
Disfungsi sistolik harus ditangani dengan inotrope seperti
dopamine, dobutamin, atau kombinasinya. Sedangkan disfungsi
diastolic harus ditangani dengan phospodiesterase 3 inhibitor
(milrionone)
Cairan harus diperhitungkan, sebesar 50-75% kestabilan bergantung
dari derajat gagal jantung.
Pada pasien dengn shock hipovolemia tanpa kompensasi tapi dengan
gagal jantung, direkomendasikan untuk dilakukan pemberian cairan.
Pada kelebihan cairan, berikan furosenamide tapi harus diberikan saat
BP stabil.
Manjemen myocarditis
Jika DF (dengue fever) atau DHF ( dengue hemorrhagic fever) semakin
complicated oleh myocarditis di fase penyemuhan, direkomendasikan
untuk istirahat. Selain itu, aktivitas fisik harus dibatasi selama 2-4
minggu hingga 6 bulan bergantung keparahan myocarditis.
Manjemen cardiac arrhythmias
Selam periode penyembuhan, arrhythmias diobservasi dari disfungsi
nodus sinus ( sinus bradycardia, junction rhythm), konduksi abnormal
seperti AV block derajat 1, Wencheback.
Pada pasien dengan cardiac arrhythmias tapi tanpa tanda gagal
jantung biasanya tidak dibutuhkan penanganan.
Investigasi ABCS pada pasien dengan shock atau memiliki komplikasi dan pada kasus tidak terjadi
perbaikan klinis walaupun diberikan cairan pengganti yang adekuatSingkatan
Singkatan Investigasi Lab Keterangan
1. Acidosis Blood gas (pada Indikasi shock yang berkepanjangan
kapiler atau
vena), liver
function, BUN,
creatinin
2. Bleeding CBC (complete HCT menurun dibandingkan sebelumny atau tidak
blood count) meningkat
3. Calcium Elektolit, Ca2+ Hypocalcemia ditemukan pada hampir semua kasus
DHF asimtomatik. Pada kasus berat diberikan
suplemen Ca dosis 1 mL/kg, dicairkan 2 kali,
diberikan secara IV perlahan, bisa diulangi tiap 6
jam jika diperlukan
S- Blood Sugar Blood sugar Pada DHF parah ditandai dengan muntah dan
turunnya nafsu makan. Pada pasien dengan
gangguan fungsi hati dapat terjadi hypoglikemi, tapi
pada beberapa kasus juga dapat terjadi
hyperglikemi