Anda di halaman 1dari 21

Dengue Fever, Degue Hemoragic, Degue Shock

• Penyakit virus akut yang ditularkan oleh gigitan vektor yang infektif Aedes
aegypti (paling sering); Ae. Albopictus (ada juga di Indonesia), Ae polynesiensis, Ae
niveus
• DENV memilik genus Flavivirus sebagai agen: enveloped, single strand RNA virus
• Serotipenya ada lima: DENV-1, -2, -3, -4 dan -5 (secara international menurut
Harison dan WHO: baru mengakui serotype 1-4). DENV-1, -3 paling sering beredar,
sedangkan serotype 3 yang bnyak menyebabkan manifestasi buruk  kematian
• Karakteristik:
- genom DENV beratnya 11 kb
- Panjang encoding 10 protein virus yang terdiri dari:
3 protein structural: membran (M), capsid (C), envelope (E)
7 protein nonstruktural (NS): NS-1 (untuk deteksi awal), -2A, -2B, -3 , -4A,
-4b, dan -5
- Setiap partikel virus memiliki 180 monomer dari envelope (E) yang akan
disusun dalam 90 dimer padat pada permukaan membran virus
• Nyamuk Aedes aegypti, menjadi terinfeksi ketika mereka menggigit manusia yang
berada dalam periode 5 hari pertama demam (viremia). Virus masuk dari GI Tract
nyamuk ke kelenjar ludah pada masa periode extrinsic incubation (memakan
waktu sekitar 10 hari). Gigitan nyamuk yang akan menyebabkan infeksi pada
manusia saat virus di nyamuk periode ekstrinsik incubationnya sudah selesai.
• Kadang-kadang manusia yang terinfeksi dapat menularkan virus ke nyamuk 1 hari
sebelum timbulnya episode demam dan tetap menular selama 6-7 hari ke depan.
 Ciri lainnya periode viremia adalah terdapat replikasi berlimpah dari DENV di sel
parenkim hati dan makrofag pada kelenjar getah bening, hati dan limpa, serta di
monosit darah perifer
• Segala rentang usia dan jenis kelamin apapun sama sama rentan terhadap
demam berdarah.
• Pasien selama masa viremia jika melakukan perjalanan ke daerah non endemik
dapat menularkan infeksi ke daerah itu (pada masa intrinsic period)

Manusia pada masa viremia


(satu hari sebelum onset
periode febrile sampai 6/7 hari
setelahnya)  digigit nyamuk
aedes aegypti  virus masuk ke
GI tract lalu menuju kelenjar
saliva (extrinsic incubation- 10
hari)  nyamuk terinfeksi gigit
manusia  intrinsic incubation
(7-21 hari) pada manusia 
periode viremia pada manusia
Oleh karena itu wabah baru bisa
diharapkan selesai 1 bulan
setelah kasus terakhir
Klasifikasi Klinik (1997 (old)– menurut WHO)
1. Dengue Fever
 Acute febrile illness (panas yang meningkat tiba-tiba) durasi 2-7 hari
 Dengan dua atau lebih manifestasi berikut: Sakit kepala, nyeri retro
orbital (dibelakang mata) myalgia (nyeri otot, badan pegal), artralgia,
ruam, manifestasi perdarahan
2. Dengue Hemoragic Fever (DHF)
Semua ciri dari DENGUE FEVER, ditambah:
-Uji tourniquet positif.
-Petechiae (bintik merah), Ekimosis (memar) atau purpura
(peradangan pembuluh darah).
-Perdarahan di mukosa, saluran pencernaan, tempat injeksi atau
tempat lain.
-Hematemesis atau malena
-Trombositopenia (<100.000 sel per uL) *namun sekarang diagnosis
fokus pada leukopenia-> leukosit turun karena infeksi*
-Bukti kebocoran plasma:
 Kenaikan rata-rata hematokrit ≥ 20% . Normal pada laki2 : 40-
54% dan pada wanita (36-48%)
 Penurunan lebih dari 20% hematokrit setelah pengobatan
dibandingkan dengan sebelumnya.
 Tanda-tanda kebocoran plasma:
 Efusi pleura
 Ascites : akumulasi cairan pada rongga perut (peritoneal)
 Hypoproteinemia : kekurangan protein di darah
pemeriksaan albumin
3. Dengue Shock Syndrome (DSS)
 Memiliki kriteria yang sama dengan DHF, ditambah:
 Bukti kegagalan sirkulasi dimanifestasikan oleh tekanan nadi yang
cepat dan lemah
 Narrow pulse preassure < 20 mmHg. (narrow pulse preasure itu sistol
dikurang diastole)
 Hipotensi, clamsy skin, restlessness (hati-hati pada pasien hipertensi,
penurunan pulse preasure harus lebih dari 40%)
Grading:
DF:
o Demam 2-7 hari dengan dua atau lebih hal berikut:
o Sakit kepala, Nyeri orbital retro, Mialgia, Arthralgia dengan atau
tanpa leukopenia, Trombositopenia
o tidak ada plasma leakage
DHF I:
o Kriteria seperti DF, ditambah:
o Tourniquet test (+) dan terdapat plasma leakage
o Trombositopenia (trombosit kurang dari 100.000 / uL)
o HCT meningkat lebih dari 20% dari awal
DHF II:
o Semua kriteria diatas ditambah:
o Pendarahan spontan pada kulit atau organ lain. (black tarry
stool, epistaxis, gum bleeds)
o Abdominal pain
DHF III (DSS) :
o Semua kriteria diatas, ditambah kegagalan sirkulasi nafas
DHF IV : (tergolong DSS juga)
o Semua kriteria diatas profound shock :(Tensi nadi tidak terasa dan
SELINGAN.. tidak teraba)
THE TOURNIQUET TEST  menilai: fragilitas darah
 Dilakukan dengan mengembungkan manset tekanan darah ke titik tengah antara
tekanan sistolik dan diastolik selama lima menit. Tes ini dianggap positif ketika 10
atau lebih petechiae per inci persegi
 Pada DHF, tes biasanya memberikan tes positif yang pasti dengan 20
ptechiae atau lebih.
 tes mungkin negatif atau hanya sedikit positif selama fase syok yang mendalam
(DSS). Jika uji tourniquet ditemukan negatif itu harus diulang.
 Diagnosis awal penyakit dan penerimaan pasien DHF di rumah sakit penting untuk

KLASIFIKASI LAINNYA: Biasanya


panas saja,
mungkin
karena digigit
oleh serotype
yang sama 
proteksi
tubuh telah
terbentuk
PATOGENESIS
o Terjadi pengikatan ke virus baru menuju antibodi reaktif non-penetral
yang sebelumnya pernah terinfeksi dan membutuhkan antibodi pasif pada
infant sehingga dapat memfasilitasi penyerapan oleh fagosit mononuclear
o Sehingga: replikasi virus diperkuat  peningkatan viral load  mendorong
immuno cascade pathogen  respon sitokin berlebih  peningkatan
permeabilitas mikrovaskuler transien  aktivasi sistem koagulasi.
o Respon imunologi yang akan memperberat (second infection) khusunya
DENV-3. Target virus dengue adalah endotel dan WBC

Keterangan gambar:
(A) Seseorang terinfeksi dengan virus dengue pada saat nyamuk yang terinfeksi menggigit kulit
(B) Virus dengue menginfeksi sel-sel Langerhans, sejenis sel dendritik di kulit.
(C) Sel Langerhans yang terinfeksi memproduksi interferon untuk membantu membatasi penyebaran
berkelanjutan dari infeksi. sel Langerhans yang terinfeksi lainnya melakukan perjalanan ke kelenjar
getah bening membawa virus, yang menginfeksi sel-sel lain. hasil dari persebaran virus dengue
adalah viremia(tingkat tinggi virus di dalam aliran darah). Untuk melawan infeksi, sistem kekebalan
tubuh menghasilkan antibodi untuk menetralisir partikel virus dengue, dan sistem komplemen
diaktifkan untuk membantu antibodi dan sel-sel darah putih. Respon imun juga termasuk sel T
sitotoksik (limfosit), yang membunuh sel yang terinfeksi.
Manifestasi: menyerang
sel T, sel darah putih
termasuk monocytenya
yang mengaktivasi T
limfosit. Kalo sudah
pernah digigit makin
berat manifestasinya,
ada release cytokine
yang menginduksi
aktivasi komplemen
kemudian mengganggu
endotel plasma leakage.

Primary and secondary. Pada secondary lebih berat karena sudah memiliki ingatan release antibodi
lebih banyak. Antibodi antigen kompleks terbentuk lebih banyak merangsang makrofag dendrit T
untuk melepaskan cytokin mengganggu permeabilitas pembuluh darah transkripsi dari
Lebih banyak cytokin releasenya  clinical symptoms
Pendarahan pada kasus dengue tidak murni akibat trombopenia tapi ada gangguan koagulapati dan
unsur pembuluh darah vaskulopati sehingga lebih fragile, lebih bahaya jika ada hemokonsentrasi
lebih besar dari trombopenia plasma leakage berat dan cytokin release banyak. Sehingga cenderung
ke kondisi shock.
Memproduksi antibody  terjadi
reaksi dengan aktivasi komplemen
 diam di darah dan jaringan lain
pendarahan (koagulopati) 
manifestasi klinis --> shock

PERJALANAN PENYAKIT DENGUE


1. Febrile Phase  pada fase ini msih susah dibedakan
dengan kasus infeksi lain
a. Demam tinggi 2-7 hari dengan wajah kemerahan, erythema, rasa
sakit keseluruhan pada badan, myalgia, arthralgia, sakit kepala
b. Beberapa pasien mengalami sakit tenggorokan, injected pharynx,
conjuctival injection, anorexia, nausea(mual), vomiting(muntah)
c. Rash(ruam) terlihat pada hari ke 3-4 yang mirip dengan
rubeliform/maculopopular

2. Critical Phase  Fase buruk


a. Temperatur turun
b. Peningkatan permeabilitas kapiler yang sebanding dengan
peningkatan HTC
c. Plasma leakage yang signifikan pada 24-48 jam. Progresive
leukopenia yang dikuti dengan makin menurunannya jumlah
platelet (terjadi sebelum plasma leakge)
d. Efusi pleural dan ascites bisa dideteksi secara klinis tergantung
tingkat plasma leakage dan volume fluid theraphy
e. Shock muncul ketika volume kritis plasma menghilang (namun
didahului oleh warning sign)
f. Mild hemorrhagic manifestasi seperti: petechiae, pendarahan
membran mukosa
g. Jika shock progressive organ impairment terjadi berkepanjangan
maka metabolic acidosis dan DIC mungkin terjadi
h. Kerusakan organ yang parah seperti hepatitis, ensefalitis,
myocarditis, dan atau pendarahan parah dapat muncul tanpa
adanya shock atau plasma leakage yang jelas.
i. Jika pasien kondisinya membaik setelah defervescence (penurunan
suhu bahkan sampai normal) maka dikatakan non-severe dengue.
Sedangkan jika memburuk dan muncul warning sign maka disebut
dengue with warning signs, bahkan sampai severe dengue.
Shock terjadi jika jumlah cairan di pembuluh darah tidak ditangani. Jika trus shock
 gangguan organ. Shock terjadi saat plasma leakage dalam jumlah plasma yang
keluar pada pembuluh darah. Tidak disertai dengan cairan yang memadai di
intravena cairan sedikit jadinya shock.
Jika terus shock ada gangguan organ berikan dosis dic. Prolonged shock T plus
metabolic asidosis itu mengarah ke DSS. Orang gemuk susah ketika kena DSS,
karena orang besar lebih banyak cairan. Jika lostnya banyak maka susah susah
untuk mengontrol hemokonsentrasi.

3. Recovery Phase  leukosit naik


a. Reabsorpsi bertahap terhadap cairan extravascular compartment yang
berlangsung 2-3 hari
b. Nafsu makan mulai meningkat, gejala gastrointestinal mereda, haemodynamic
status stabil, dan kemudian terjadi diuresis (peningkatan jumlah urin)
c. Pada beberapa pasien kemerahan “isles of white in the sea of red”
d. HTC stabil, WBC mulai meningkat kemudiani terjadi peningkatan platelet
Tidak hanya hari ke dua da tiga saja, tapi pada beberapa kasus recovery bisa pada
hari ke 5 dan 7. Pemberian cairan tidak boleh terlalu banyak, jadi tubuh tidak
memiliki control untuk sadar bahwa tubuh telah pada fase recovery. Jika terlalu
banyak cairan pasien dapat efusi pleura dan edema paru. Jika pada observasi
leukosit naik sudah boleh pulang
Hari ketiga mulai kritis
kurang lebih 48jam.
Kompilkasi terjadi pada
saat fase turun (kritis).
Hematocrit jika tinggi 
fase shock dan
pendarahan.
Viremia bukan karena
virus saja, tetapi juga
karena cytokine release
yang terjadi.
Differential diagnosis of dengue fever
1. Febrile phase
 Seperti flu : Influenza, measles, chikungunya, infectious
mononucleosis , HIV seroconversion illness
 Dengan ruam : Rubella, measles, scarlet fever, meningococcal
infection, Chikungunya, Zika, drug reactions
 Penyakit diare: Rotavirus, other enteric infections
 Dengan manifestasi neurologis: Meningo/encephalitis, Febrile
seizures
2. Critical phase
 Infectious  Acute gastroenteritis, malaria,leptospirosis,
typhoid, typhus, viral hepatitis, acute HIV, seroconversion illness,
bacterial sepsis, septic shock
 Malignancies Acute leukaemia and other malignancies
 Other clinical pictures : Acute abdomen( acute appendicitis,
acute Cholecystitis, perforated viscus), Diabetic ketoacidosis,
Lactic acidosis, Platelet disorders, Renal failure, Respiratory
distress (Kussmaul’s breathing), Systemic Lupus Erythematosus

MANAGEMENT DENGUE
Langkah I : Penilaian Keseluruhan  ada febrile akut
2-7 hari, dilakukan:
1. History Taking
 Tanggal dari onset demam/penyakit;
 Kuantitas asupan oral (masih bisa makan?); Penatalaksanan
warning sign; Diare; Seroconversion illness  ada gejala tertentu?
 Perubahan pada status mental/kejang/pusing
 Urine output (frekuensi, warna, volume and waktu terakhir
berkemih)
 History terkait seperti keluarga atau lingkungan terpapar dengue,
bepergian ke daerah endemik, kondisi penyerta lain : infancy, co–
morbidity
2. Pemeriksaan Fisik
 Penilaian kondisi mental; status hidrasi; status hemodinamik
 Pemeriksa takipnea / pernapasan asidosis (cepat dan dangkal) /
efusi pleura;
 Memeriksa nyeri perut / hepatomegali / asites;
 Pemeriksaan untuk ruam dan manifestasi perdarahan;
 Uji tourniquet (ulangi jika sebelumnya negatif atau jika tidak ada
perdarahan).

3. Investigasi
Hitung darah lengkap (WBC, Hb, Ht, trombosit), studi PBS (Periferal
Blood Smear)
 Penurunan jumlah trombosit <100.000 sel / uL biasanya ditemukan
antara 3-10 hari sakit.
 Kenaikan hematokrit terjadi pada fase kritis terutama dalam kasus-
kasus shock.
o Meningkat 20% atau lebih adalah bukti obyektif kebocoran
plasma.
o Hematokrit dapat menjadi normal atau menurun jika ada
perdarahan.
 Ada penurunan jumlah WBC dan neutrofil dengan relatif limfositosis
dan peningkatan atipikal limfosit menjelang akhir fase febrile melalui
pengecekan PBS.
4. Tes Tambahan (dilakukan hanya ketika terindikasi)
 Tes fungsi hati (tingkat transaminase mungkin sedikit meningkat)
dengue manifestasi shock atau nyeri abdomen, takutnya dengan
hepatitis
 Riwayat koagulasi
o APTT dan PT dapat memperpanjang dalam manifestasi
perdarahan parah.
o Fibrinogen rendah dan peningkatan kadar produk degradasi
fibrin adalah tanda-tanda DIC.
 Urea kreatinin dan serum elektrolit (Na + K + Ca2 +
Bikarbonat), laktat
o BUN meningkat pada syok yang 5. Tes
berkepanjangan. Laboratorium
o Hiponatremia adalah kelainan - Pada 5 hari
elektrolit yang paling umum di DHS dan penyakit
DSS.  Virus isolation
o Hipokalsemia.  Viral nucleic acid
 Pemeriksaan darah samar fecal  jika detection (RT PCR)
ada penurunan HCT bermakna  paling bagus
 Hypoalbuminemia  NS1 antigen
detection
- Setelah 5 hari
penyakit
Serology
 Haemoagglutinati
on test.
 Complement
 Gula darah -> orang dengan DM/ gang. ginjal
 Cardiac enzyme and ECG
 Urine analysis
 Chest x ray, USG saat sesak/efusi pleura

 Selama tahap awal dari penyakit, isolasi virus, deteksi genom atau
deteksi antigen dapat digunakan untuk mendiagnosis infeksi dengan
sample berupa serum atau jaringan necropsy.
 Pada akhir fase akut infeksi, serologi adalah metode pilihan untuk
diagnosis.
 Untuk membedakan infeksi dengue primer dan sekunder, rasio
antibodi IgM / IgG sekarang lebih umum digunakan dibandingkan
dengan pengujian haemagglutination-inhibisi (HI)
 NS-1 antigen detection- antigen NS-1 muncul sedini hari 1 dalam onset
demam, maka digunakan untuk diagnosis dini. Spesifisitas dekat 100%
dan sensitivitas dalam 4 hari pertama sakit adalah 90% di dengue
primer dan 70% di dengue sekunder.
 IgM / IgG Rasio lebih
besar dari 1,2
(menggunakan
pengenceran serum
1/100) atau 1,4
(menggunakan
pengenceran serum
1/20) menunjukkan
infeksi primer.
 IgG titer lebih tinggi dari
1/1280 dengan HIA
Primary : IgG timbul belakangan. Secondary IgG paling atau ELISA juga sugestif
pertama
dari infeksi sekunder
timbul/bahkan IgG aja yang naik/ IgG dan IgM +
Langkah II : Diagnosis, penilaian fase penyakit
dan tingkat keparahan
Atas dasar evaluasi dari riwayat, pemeriksaan fisik dan / atau hitung darah
lengkap
dan hematokrit, tahap ini menentukan:
 Apakah penyakit ini dengue, dimana fase itu di (febrile, kritis atau
pemulihan)
 Apakah ada tanda-tanda peringatan, hidrasi dan hemodinamik status
pasien
 Apakah pasien harus masuk RS atau tidak
1. Kriteria Dengue tanpa atau dengan Warning Signs
 monitoring dan RS

Admission Criteria
 Waning sign
 Jumlah trombosit.
 Tanda-tanda gangguan organ
 Kondisi: ulkus peptikum, anemia
hemolitik, kelebihan berat badan atau
obesitas (akses vena yang cepat sulit
dalam kondisi darurat), dan bayi.
 Gejala yang berhubungan dengan
hipotensi.
 Keadaan sosial: Hidup jauh dari fasilitas
kesehatan, tanpa sarana transportasi
yang dapat diandalkan.
 Temuan melalui penyelidikan lebih
lanjut: Meningkatnya hematokrit, Efusi
pleura, asites atau tanpa gejala
kandung empedu menebal.
2. Kriteria Dengue Berat
 perawatan level tersier

Langkah III : Penatalaksanaan


1. Pemberitahuan Penyakit
 Di negara-negara endemic dengue, kasus yang diduga dengue, jika
terjadi kemungkin dan dikonfirmasi demam berdarah harus
diberitahu sesegera mungkin sehingga langkah-langkah kesehatan
masyarakat yang sesuai dapat mulai dilakukan.
 Konfirmasi laboratorium tidak diperlukan sebelum pemberitahuan,
tetapi harus diperoleh.
2. Keputusan Penatalaksaan
Tergantung pada manifestasi klinis dan keadaan lain pasien: (WHO,
2009)
-Dipulangkan (Grup A),
-Dirujuk untuk manajemen di rumah sakit (Grup B)
-Memerlukan perawatan darurat dan rujukan mendesak (Grup C)
a. Group A – boleh pulang
Pasien yang tidak memiliki warning sign
Yang dapat dilakukan:
- Mendapat volume yang memadai dari cairan
- Untuk buang air setidaknya sekali setiap 6 jam  jangan sampek
dehidrasi
Caranya:
 Asupan oral oralit, jus buah, suo dan cairan lain yang mengandung
elektrolit dan gula. air putih saja dapat menyebabkan
ketidakseimbangan elektrolit. (esotonik sodium)
 Parasetamol untuk demam tinggi. Tepid spons jika pasien masih
mengalami demam tinggi.
 Hindari asam asetilsalisilat (aspirin), ibuprofen atau NSAIDs
lainnya seperti obat-obatan ini dapat memperburuk gastritis atau
perdarahan. asam asetilsalisilat (aspirin) dapat dikaitkan dengan
Sindrom Reye.

Intruksi untuk care givers: - Jika terjadi segera ER kunjungan


- Tidak ada perbaikan klinis, wajib
- Kemerosotan kondisi sekitar
waktu penurunan suhu badan Monitoring :
sampai normal, - Pemeriksaan pola suhu tiap hari
- Sakit perut yang parah, - Pemasukan dan pengeluaran
- Muntah terus-menerus, volume cairan
- ekstremitas dingin dan lembap, - Urin output (vol. dan frekuensi)
- Letargi atau iritabilitas / gelisah, - Warning sign
- pendarahan, - Tanda kebocoran plasma dan
- Tidak buang air selama lebih dari pendarahan
4-6 jam. - Hematocrit dan jumlah sel darah
putih dan platelet

b. Group B – Rumah Sakit


Pasien dengan:
- Warning sign
- Kondisi (bayi, obesitas, gagal ginjal, penyakit hemolitik kronik)
- Situasi sosial tertentu (yang tinggal jauh dari fasilitas kesehatan
tanpa kendaraan yang dapat diandalkan).

- Pasien mungkin
dapat mengambil
cairan oral setelah
beberapa jam dari
terapi cairan
intravena. Dengan
demikian, perlu
untuk merevisi
infus cairan teratur.
- Untuk bayi <6
bulan, D5 0.45
NaCI lebih baik jika
tersedia (D5 0,45
NaCI disiapkan
dengan mencampur
volume yang sama
D5 0,9 NaCL dan
D5W.
Monitoring :
- Vital sign dan peripheral perfusion selama 1-4 jam sampai pasien
keluar dari masa kritis
- Urin output (4-6 jam)
- Hematocrit (sebelum dan sesudah pergantian cairan, 6-12 jam
kemudian)
- Glukosa darah dan fungsi organ lainnya (ginjal, hati, koagulasi)

c. Group C (Severe Dengue) – perawatan darurat


- Kebocoran plasma yang parah menyebabkan syok dengue dan / atau
tumpukkan cairan dengan gangguan pernapasan;
- Perdarahan parah;
- Penurunan berat organ (kerusakan hati, gangguan ginjal,
kardiomiopati, ensefalopati atau ensefalitis).

FLUID MANAGEMENT IN SHOCK


Resusitasi cairan adalah tindakan mengganti kehilangan cairan tubuh yang
hilang karena kondisi patologis agar kembali menjadi normal.
Dapat dilakukan dengan cairan kristalloid dan colloid.
Crystalloid:
(Ringer’s lactate atau larutan NaCl 0,9%), terbukti aman dan efektif seperti
larutan colloid (dextran, starch, atau gelatin) untuk menurunkan terjadinya
shock dan mortalitas. Digunakan sebagai lini pertama untuk resusitasi
cairan pada shock dengue.
a. Normal Saline/ NaCl 0,9 %
 Saline 0,9% merupakan pilihan yang paling tepat untuk resusitasi
cairan awal, tapi penggunaan dalam jumlah besar dan berulang
dapat menyebabkan hyperchloraemic acidosis.
 Hyperchloraemic acidosis dapat menjadi semakin buruk akibat shock
yang berkempanjangan.
 Memonitoring chloride dan laktat akan membantu mengidentifikasi
masalah. Saat level serum chloride meningkat dari rentangan normal,
maka bisa dilakukan alternatif lain dengan menggunakan Ringer’s
Lactate.
b. Ringer’s Lactate
 Ringer’s lactate memiliki sodium yang rendah (131 mmol/L) dan
chloride (115 mmol/L) dan osmolitas (273 mOsm/L)
Tidak cocok digunakan pada pasien dengan hyponatremia berat.
 Digunakannya harus setelah penggunaan Saline 0,9% dan jika level
serum chloride melewati batas normal.
 Tidak boleh digunakan pada pasien gagal liver.

Colloids:
Digunakan untuk memperbaiki index cardiac (indeks jantung) dan
mengurangi tingkat hematocrit lebih cepat dibandingkan crystalloid pada
pasien dengan shock intractable (terus menerus). Colloid dapat menjadi
pilihan jika tekanan darah harus diperbaiki segera. Contoh : pada pasien
dengan tekanan darah kurang dari 10 mmHg.
 Tipenya dibagi menjadi : larutan gelatin, dextran, dan starch
(polisakarida)
 Dari semua tipe, tipe gelatin memiliki efek yang rendah pada koagulasi
tapi memiliki resiko tinggi reaksi alergi. Reaksi alergi dapat berupa
demam, kedinginan, dan kekakuan. Hal ini juga dapat terjadi akibat
penggunaan Dextran 70.
 Dextran 40 berpotensi menyebabkan osmotic renal injury pada pasien
hypovolaemic

PENILAIAN TAMBAHAN
Parameter Kondisi stabil Shock kompensasi Shock Hypotensif
Sensorium (panca Baik dan jelas Baik dan jelas Perubahan status
indera) (hasilnya bisa mental (gelisah dan
negative palsu jika agresif)
pada pemeriksaan
tidak dilakukan
sentuhan)
Capillary refill time Cepat (< 2detik) Agak lama Sangat lama dan
berbekas
Ekstimitas Hangat dan Peripheral dingin Dingin dan pucat
kemerahan
Nadi peripheral Volume baik Lemah Sangat lemah
bahkan terasa tidak
ada
Denyut jantung Normal sesuai usia Tachycardia Tachycardia berat
dengan bradycardia
pada shock fase
lanjut.
Tekanan darah Normal sesuai usia Tekanan sistolik Tekanan darah
normal tapi diastolic rendah (< 20 mmHg)
meningkat
Laju napas Normal sesuai usia Tachypnea (cepat) Hyperpnea,
Kussmaul breathing
(nafas dalam dan
berat)
1. PENATALAKSANAAN SHOCK KOMPENSASI

1. Adanya penjagaan tekanan sitolik dan tanda pengurangan perfusi


2. Gunakan isotonic crystalloid 10-20 mL/kg /jam untuk 1 jam.
3. Jika kondisi membaik
a. Gunakan crystalloid IV, diturunkan secara bertahap
Colloid IV 10 mL/kg/jam untuk 1-2 jam
7 mL/kg/jam untuk 2 jam
5 mL/kg/jam untuk 4 jam
3 mL/kg/jam
b. Setelah adanya peningkatan klinis, kurangi cairan yang
disesuaikan dengan kondisi.
c. Lini lain dibutuhkan untuk 24-48 jam selanjutnya.
d. Hentikan penggunaan cairan IV setelah 48 jam tersebut.
4. Jika kondisi tidak membaik
a. Periksa HCT
b. Jika HCT meningkat
 Diberikan crystalloid IV (lini kedua) atau colloid 10-20 mL/kg/jam
untuk 1 jam
 Jika terjadi perbaikan kondisi -> kurangi crystalloid IV 7-10
mL/kg/jam untuk 1-2 jam
c. Jika HCT menurun
 Ada pendarahan -> transfuse darah
 Tidak ada pendarahan -> colloid 10-20 mL/kg/jam. Evaluasi
keadaan darah, jika tidak ada perbaikan klinis peru dilakukan
2. PENATALAKSANAAN SHOCK HIPOTENSIF

 Pasien dengan dengue shock harus terus dimonitoring hingga fase bahayanya
terlewati.
 Keseimbangan cairan keluar masuk harus diperhatikan.
 Parameter harus dimonitoring termasuk vital signs dan perfusi peripheral
(setiap 15-30 menit hingga pasien pulih dari shock, lalu dilanjutkan tiap 1-2
jam)
 Umumnya, semakin sering diberikan infus cairan, semakin sering pasien harus
dimonitoring agar tidak terjadi kelebihan cairan.
1. Periksa level HCT sebelum resusitasi cairan
2. Gunakan isotonic crystalloid atau colloid 20 mL/kg selama 15-30 menit.
3. Jika kondisi membaik
Lakukan:
1. Gunakan crystalloid atau colloid 10 mL/kg/jam untuk 1 jam
2. Selanjutnya diturunkan secara bertahap
Colloid IV 10 mL/kg/jam untuk 1 jam
7,5 mL/kg/jam untuk 2 jam
5 mL/kg/jam untuk 4 jam
3 mL/kg/jam untuk 4 jam atau bisa dilanjutkan hingga 24-48 jam
3. Setelah adanya peningkatan klinis, kurangi cairan yang disesuaikan dengan kondisi
4. Hentikan penggunaan cairan IV setelah 48 jam tersebut.
Jika kondisi tidak membaik
Periksa HCT
Jika HCT meningkat
 Diberikan crystalloid IV (lini kedua) atau colloid 10 mL/kg/jam untuk 30-60
menit
 Jika terjadi perbaikan kondisi -> kurangi crystalloid IV 7-10 mL/kg/jam untuk
1-2 jam
Jika HCT menurun
 Ada pendarahan -> transfuse darah
 Tidak ada pendarahan -> colloid 10-20 mL/kg/jam. Evaluasi keadaan darah,
jika tidak ada perbaikan klinis peru dilakukan transfuse darah.
KOMPLIKASI
1. KOMPLIKASI HAEMORAGIC

Pendarahan mucosal mungkin terjdi pada beberapa pasien dengan


dengue, tapi jika pasien stabil dengan diberikannya resusitasi cairan,
maka berarti pendarahan itu hanya pendarahan minor. Namun jika
pada pasien terjadi thrombocytopenia, maka:
 Pastikan pasien mendapat istirahat/ dibaringkan
 Lindungi dari trauma untuk mengurangi pendarahan
 Jangan berikan injeksi intramuscular untuk mencegah haematoma.
 Tranfusi prophylactic platelet dilakukan pada trombocythopenia
berat , sedangkan pada pasien dengan hemodinamik stabil tidak
perlu transfuse.

2. PENDARAHAN MAYOR
 Adanya shock yang berkepanjangan dan susah dipulihkan.
 Adanya shock hypotensive dan gagal ginjal atau hati berat dan adanya
metabolism asidosis terus menerus.
 Penggunaan non-steroisal agen anti-inflamasi.
 Adanya tanda-tanda penyakit peptic ulcer
 Sedang menjalani terapi antikoagulan
 Adanya trauma, termasuk injeksi intramuscular.
 Penurunan hematocrit setelah resusitasi cairan bersamaan dengan
tidak stabilnya status hemodinamik.
 Shock yang sulit disembuhkan setelah diberikan resusitasi 40-60 mL/kg
 Shock hipotensif dengan hematocrit rendah atau normal sebelum
resusitasi cairan.
Penanganan
 Berikan 5-10 mL/kg sel darah merah atau 10-20 mL/kg whole blood
dan observasi respon klinis.
 Berikan transfuse darah berulang jika terus kehilangan darah atau jika
hematocrit tidak meningkat setelah transfuse darah.
 Lakukan transfusi platelet jika terjadi pendarahan massive yang tidak
bisa ditangani dengan whole blood.
3. KELEBIHAN CAIRAN
 Cairan intravena yang diberikan terlalu bnyak atau cepat
 Penggunaan hypotonic yang tidak tepat
 Penggunaan IVF (intravena fluid) dalam volume besar pada pasien
dengan pendarahan berat yang belum diketahui penyebabnya.
 Transfusi plasma segar atau beku, platelet konsentrat dan
cryoprecipitates yang tidak tepat.
 Pemberian IVF setelah tidak adanya plasma leakage.
 Kondisi co-morbid seperti penyakit hati congenital
- Tanda awal
 Susah nafas ( respiratory distress)
 Nafas cepat
 Dinding dada yang tertarik ke dalam
 Wheezing
 Efusi pleura
 Akumulasi cairan di rongga perut
 Peningkatan tekanan pembuluh vena jugular ( JVP : jugular venous
pressure)
- Tanda lanjut
 Edema paru (batuk dengan sputum berwarna merah muda dan
berbusa dengan atau tanpa krepitasi, cyanosis)
 Shock irreversible (gagal jantung, kombinasi hypovolaemic)
- Penanganan
 Terapi oksigen harus diberikan segera
 Jika pasien memiliki status hemodinamik stabil dan sudah keluar
dari fase kritis, hentikan IVF. Jika dibutuhkan, berika furosenamide
oral atau IV.
 Jika status hemodinamik stabil tapi masih di fase kritis, kurangi
cairan intravena yang disesuaikan dengan kondisi.
 Hidari diuretic selama fase plasma leakage.
 Jika mengalami shock walaupun dengan tanda dan gejala kelebihan
cairan, berikan 10 mL/kg/jam colloid. Jika dengan BP
( Bronkopnemonia) stabil berikan furosenmide IV 0,5-1 mg/kg/dosis.
 Jika BP tidak stabil, cek ABCS dan keseimbangan elektrolit.
4. KOMPLIKASI CARDIAC
 Bisa diamati selama periode shock atau saat pemulihan
 Manifestasi bermacam-macam : myocarditis, arrhythmias, disfungsi
sistolik dan diastolic yang dapat menyebabkan gagal jantung dan atau
shock.
 Investigasi yang dilakukan harus meliputi Echocardiagram, ECG, X-ray
dada, dan CPKMB.
Manajemen disfungsi myocardial (sistolik dan diastolic)
 Disfungsi sistolik harus ditangani dengan inotrope seperti
dopamine, dobutamin, atau kombinasinya. Sedangkan disfungsi
diastolic harus ditangani dengan phospodiesterase 3 inhibitor
(milrionone)
 Cairan harus diperhitungkan, sebesar 50-75% kestabilan bergantung
dari derajat gagal jantung.
 Pada pasien dengn shock hipovolemia tanpa kompensasi tapi dengan
gagal jantung, direkomendasikan untuk dilakukan pemberian cairan.
 Pada kelebihan cairan, berikan furosenamide tapi harus diberikan saat
BP stabil.
Manjemen myocarditis
 Jika DF (dengue fever) atau DHF ( dengue hemorrhagic fever) semakin
complicated oleh myocarditis di fase penyemuhan, direkomendasikan
untuk istirahat. Selain itu, aktivitas fisik harus dibatasi selama 2-4
minggu hingga 6 bulan bergantung keparahan myocarditis.
Manjemen cardiac arrhythmias
 Selam periode penyembuhan, arrhythmias diobservasi dari disfungsi
nodus sinus ( sinus bradycardia, junction rhythm), konduksi abnormal
seperti AV block derajat 1, Wencheback.
 Pada pasien dengan cardiac arrhythmias tapi tanpa tanda gagal
jantung biasanya tidak dibutuhkan penanganan.

5. KOMPLIKASI LAIN DARI DENGUE


 Ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa yang biasanya
diobservasi pada dengue parah dan bisa berhubungan dengan
kehilangan cairan pada gastrointestinal akibat muntah dan diare atau
akibat menggunakan resusitasi larutan hypotonic.
 Bisa terjadi hyponatraemia, hypokalaemia, hyperkalaemia,
ketidakseimbangan serum kalsium dan metabolisme acidosis.
 Pasien dengan konvulsi dan coma dapat mengalami Enchephalopathy.

Investigasi ABCS pada pasien dengan shock atau memiliki komplikasi dan pada kasus tidak terjadi
perbaikan klinis walaupun diberikan cairan pengganti yang adekuatSingkatan
Singkatan Investigasi Lab Keterangan
1. Acidosis Blood gas (pada Indikasi shock yang berkepanjangan
kapiler atau
vena), liver
function, BUN,
creatinin
2. Bleeding CBC (complete HCT menurun dibandingkan sebelumny atau tidak
blood count) meningkat
3. Calcium Elektolit, Ca2+ Hypocalcemia ditemukan pada hampir semua kasus
DHF asimtomatik. Pada kasus berat diberikan
suplemen Ca dosis 1 mL/kg, dicairkan 2 kali,
diberikan secara IV perlahan, bisa diulangi tiap 6
jam jika diperlukan
S- Blood Sugar Blood sugar Pada DHF parah ditandai dengan muntah dan
turunnya nafsu makan. Pada pasien dengan
gangguan fungsi hati dapat terjadi hypoglikemi, tapi
pada beberapa kasus juga dapat terjadi
hyperglikemi

KRITERIA BISA DIPULANGKAN


1. Klinis
 Tanpa demam 48 jam
 Peningkatan status klinis (nafsu makan, status hemodinamik, pengeluaran
urine, dan tanpa respiratory distress).
 Miminal 2-3 hari setelah sembuh dari shock
2. Lab
 Peningkatan platelet count (>50.000/microliter)
 Hematocrit stabil tanpa

Anda mungkin juga menyukai