Anda di halaman 1dari 21

Batu Staghorn

Batu Stagohn adalah gangguan klinis akibat adanya komponen batu kristal yang
menyumbat dan menghambat kerja ginjal pada kaliks atau pelvis ginjal yang disebabkan oleh
gangguan keseimbangan pada kelarutan dan pengendapan garam di saluran urin dan ginjal
(Fikriani, 2018).

Batu ginjal salah satu penyakit ginjal akibat terbentuknya material keras yang menyerupai
batu dan terdiri dari kristal dan matriks organik. Salah satu jenis batu ginjal berdasarkan letak dan
bentuk batunya adalah staghorn stone. Staghorn stone adalah batu ginjal yang tercetak mulai dari
pelvis renalis sampai mengenai dua atau lebih kaliks renalis, sehingga membentuk gambaran
seperti tanduk rusa. Jadi batu ginjal ini terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,
infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal
(Hasanah,2016).

Jenis-jenis Batu Ginjal

Pengetahuan tentang komposisi batu yang ditemukan penting dalam usaha pencegahan
kemungkinan timbulnya batu residif. Batu ginjal dapat dibedakan atas empat jenis, yaitu

a. Batu Kalsium

Batu kalsium (kalsium oksalat dan atau kalsium fosfat) paling banyak
ditemukan yaitu sekitar 75- 80% dari seluh batu saluran kemih. Faktor tejadinya batu
kalsium adalah:

(1) Hiperkasiuria: Kadar kasium urine lebih dari 250-300 mg/24 jam, dapat terjadi
karena peningkatan absorbsi kalsium pada usus (hiperkalsiuria absorbtif), gangguan
kemampuan reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal (hiperkalsiuria renal) dan adanya
peningkatan resorpsi tulang (hiperkalsiuria resoptif) seperti pada hiperparatiridisme
primer atau tumor paratiroid. (2) Hiperoksaluria: Ekskresi oksalat urien melebihi 45
gram/24 jam, banyak dijumpai pada pasien pasca pembedahan usus dan kadar
konsumsi makanan kaya oksalat seperti teh, kopi instan, soft drink, kakao, arbei, jeruk
sitrun dan sayuran hijau terutama bayam. (3) Hiperurikosuria: Kadar asam urat urine
melebihi 850 mg/24 jam. Asam urat dalam urine dapat bertindak sebagai inti batu
yang mempermudah terbentuknya batu kalsium oksalat. Asam urat dalam urine dapat
bersumber dari konsumsi makanan kaya purin atau berasal dari metabolisme
endogen. (4) Hipositraturia: Dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk
kalsium sitrat sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat.
Keadaan hipositraturia dapat terjadi pada penyakit asidosis tubuli ginjal, sindrom
malabsorbsi atau pemakaian diuretik golongan thiazide dalam jangka waktu lama. (5)
Hipomagnesiuria: Seperti halnya dengan sitrat, magnesium bertindak sebagai
penghambat timbulnya batu kalsium karena dalam urine magnesium akan bereaksi
dengan oksalat menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan dengan
kalsium dengan oksalat.

b. Batu Struvit

Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi karena terbentuknya batu ini
dipicu oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah
golongan pemecah urea (uera splitter seperti: Proteus spp., Klebsiella, Serratia,
Enterobakter, Pseudomonas dan Stafilokokus) yang dapat menghasilkan enzim
urease dan mengubah urine menjadi basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak.
Suasana basa ini memudahkan garam- garam magnesium, amonium, fosfat dan
karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat (MAP) dan karbonat apatit.

c. Batu Urat

Batu asam urat meliputi 5- 10% dari seluruh batu saluran kemih, banyak
dialami oleh penderita gout, penyakit mieloproliferatif, pasein dengan obat sitostatika
dan urikosurik (sulfinpirazone, thiazide dan salisilat). Kegemukan, alkoholik dan diet
tinggi protein mempunyai peluang besar untuk mengalami penyakit ini. Faktor yang
mempengaruhi terbentuknya batu asam urat adalah: urine terlalu asam (pH < 6,
volume urine < 2 liter/hari atau dehidrasi dan hiperurikosuria.
d. Batu Cystin

Batu ginjal jenis ini memiliki kasus yang sedikit. Batu ini terbentuk pada
mereka yang memiliki kelainan secara turun temurun yang menyebabkan ginjal
menghasilkan asam amino (cystinuria) tertentu dalam jumlah banyak (Smeltzer., dkk.,
2002).

Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya


batu saluran kemih pada seseorang, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik (Eka,
2019).

Faktor Intrinsik:
- Herediter (keturunan): penyakit ini diduga diturunkan dari orang tua
- Umur: paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
- Jenis kelamin: jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan
pasien perempuan

Faktor Ekstrinsik:
- Geografi: pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih
yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt
(sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai
penyakit batu saluran kemih.

- Iklim dan temperature: pada daerah yang temperaturnya lebih tinggi memberikan
prevalensi pembentukan batu ginjal lebih banyak.

- Asupan air: kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air
yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.

- Diet: diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit
batu saluran kemih

- Pekerjaan: penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life.

Etiologi Batu Staghorn

Etiologi dari pembentukan batu pada ginjal masih idiopatik (belum jelas), oleh karena
masih banyak faktor yang terlibat. Tetapi berdasarkan beberapa penelitian menduga dua
proses yang terlibat erat dalam proses pembentukan batu pada ginjal yaitu supersaturasi
dan nukleasi. Supersaturasi terjadi jika substansi yang menyusun batu mengalami
penurunan berupa volume urin dan kimia urin. Sedangkan untuk proses nukelasi natrium
hidrogen urat, asam urat dan kristal hidroksipatit membentuk inti. Kemudian terjadi
perekatan (adhesi) Ion kalsium dan oksalat kemudian pada inti untuk membentuk
campuran batu. Proses ini dinamakan nukleasi heterogen. Berdasarkan studi
epidemiologi, ada beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya batu ginjal, yaitu
faktor intrinsik (umur, jenis kelamin, dan keturunan) dan ekstrinsik (kondisi geografis,
kebiasaan makan) (Fildayanti dkk, 2019).

- Prevalensi penyakit batu ginjal diperkirakan lebih sering pada laki-laki dibanding
perempuan. Ini terjadi dikarenakan adanya perbedaan aktivitas fisik, pola makan,
serta struktur anatomis yang berbeda. Dapat disebabkan oleh saluran kemih pada
perempuan lebih pendek dibandingkan dengan laki-laki. Prevalensi penyakit ini
diperkirakan sebesar 7% pada perempuan dewasa dan 13% pada laki-laki dewasa.
Empat dari lima pasien adalah laki-laki (Fauzi, A dan Putra, M. 2016.
Nefrolitiasus. Majority, Vol 5 (2) )

- Karna kadar kalsium terlalu tinggi di dalam tubuh ginjal akan bekerja untuk
mengeluarkanya melalui urin. Apabila tingginya kadar kalsium berlangsung secara
terus menerus maka ginjal akan mengalami penurunan fungsi, sehingga zat kalsium
pun menumpuk dan mengendap secara perlahan dan terbentuklah massa padat yang
disebut batu ginjal.

- Kurangnya asupan air putih rentan terkena batu ginjal karena kekurangan cairan
membuat kencing jadi pekat sehingga mudah sekali terjadi kristalisasi atau
pengendapan yang menyebabkan terbentuknya terjadinya batu ginjal
- Penyakit tertentu seperti penyakit sarkoidos, hiperparatiroidisme, penyakit kanker
dan asidosis tubulus renalis (Hasana, 2016).
Ada hubungan antara konsumsi sumber protein dengan kejadian penyakit batu
ginjal yang artinya bahwa responden yang mengkonsumsi sumber protein tinggi
mempunyai resiko terkena penyakit batu ginjal. Hal ini sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa protein ternyata disebut sebagai hal paling besar berpengaruh
terhadap kemungkinan terbentuknya batu. Sebab, protein tersebut dapat
meningkatkan terbuangnya kalsium dan asam urat dalam air kemih, yang
kemudian diikuti dengan penurunya pH (tingkat keasaman) urin dan pembuangan
sitrat (Krisna, D. 2011. Faktor Resiko Penyakit Batu Ginjal, Jurnal Kesehatan
Masyarakat. Vol 7, 51-62 )

- Mengkonsumsi bahan makanan dalam jumlah berlebih mengandung purine (hati,


usus, otak, dan udang) dapat mengakibatkan tingginya kadar asam urat dalam air
kemih. Tingginya kadar asam urat yang terdapat dalam air kemih, memicu
terjadinya batu ginjal. Makanan yang banyak mengandung purine adalah paling
berpengaruh terhadap pembentukan batu ginjal. Batu urat disini dapat berupa
campuran kalsium dan asam urat, atau hanya asam urat saja. Sumber asam urat
adalah dari dalam tubuh sendiri (endogen) dan dari makanan seperti daging, hasil
laut atau seafood, gandum, beras dan tepung-tepungan (Krisna, 2011. Faktor
Resiko Penyakit Batu Ginjal, Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol 7, 51-62 ).

- (Prevalensi penyakit batu ginjal diperkirakan lebih sering pada laki-laki dibanding
perempuan. Ini terjadi dikarenakan adanya perbedaan aktivitas fisik, pola makan,
serta struktur anatomis yang berbeda.Secara garis besar pembentukan batu ginjal
dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik yaitu umur, jenis
kelamin, dan keturunan, sedangkan faktor ekstrinsik yaitu kondisi geografis, iklim,
kebiasaan makan, zat yang terkandung dalam urin,pekerjaan, dan sebagainya.
Prevalensi penyakit ini diperkirakan sebesar 7% pada perempuan dewasa dan 13%
pada laki-laki dewasa. Empat dari lima pasien adalah laki-laki (Fauzi, A dan
Putra, M. 2016. Nefrolitiasus. Majority, Vol 5 (2) )
3.3 PATOFISIOLOGI

Di saat kadar kalsium terlalu tinggi di dalam tubuh, ginjal akan bekerja untuk
mengeluarkannya melalui urin. Namun apabila tingginya kadar kalsium berlangsung secara
terus menerus maka ginjal. akan mengalami penurunan fungsi, sehingga zat kalsium pun
menumpuk dan mengendap secara perlahan dan terbentuklah massa padat yang disebut batu
ginjal.

Selain karena tingginya kadar kalsium dalam tubuh, penyebab batu ginjal juga
dipengaruhi oleh kurangnya kadar sitrat, yaitu suatu zat yang bisa menghambat pembentukan
batu kalsium. Pembentukan batu ginjal juga di pengaruhi oleh tingginya kadar oksalat yaitu
suatu zat yang ikut mempengaruhi terbentuknya batu akibat kalsium.
Proses pembentukan batu ginjal terjadi secara bertahap, pengkristalan ini terjadi
dalam waktu yang lama. Mulai dari berukuran kecil dan terus membesar hingga
menyebabkan gangguan fungsi ginjal. Kurangnya asupan air putih juga ikut mempengaruhi.
Proses pembentukan batu ini disebut Urolitiasis. Selain kalsium, kadar asam urat yang tinggi
juga bisa menyebabkan batu ginjal asam uraT (Hasanah,2016).
Pasien mengeluhkan adanya nyeri yang awalnya besifat kolik dan lama kelamaan
menjadi menetap. Nyeri kolik yang dihasilkan akibat aktivitas otot polos sistem kaliks
maupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih,
sehingga menyebabkan meningkatnya tekanan intraluminal yang berakibat terjadinya
peregangan saraf terminal dan memberikan sensasi nyeri. Nyeri yang menetap disebut juga
nyeri non-kolik, nyeri ini terjadi akibat peregangan kapsul ginjal (Eka,2019).
Dua proses yang terlibat erat dalam proses pembentukan batu pada ginjal yaitu
supersaturasi dan nukleasi. Supersaturasi terjadi jika substansi yang menyusun batu
mengalami penurunan berupa volume urin dan kimia urin. Sedangkan untuk proses nukelasi
natrium hidrogen urat, asam urat dan kristal hidroksipatit membentuk inti. Kemudian terjadi
perekatan (adhesi) Ion kalsium dan oksalat kemudian pada inti untuk membentuk campuran
batu. Proses ini dinamakan nukleasi heterogen.

Pembentukan batu ginjal struvite membutuhkan peningkatan produksi amoniak


kemih disertai dengan peningkatan pH urin, mengurangi kelarutan fosfat. Untuk ini
terjadi, keberadaan bakteri penghasil urease. Organisme memproduksi enzim urease
membagi urea urin menjadi amonia yang bergantian, menghidrolisis untuk bikarbonat
dan amonium. Ini kemudian akan membentuk magnesium amonium fosfat danapatit
karbonat pada mengikat kation. Bakteri juga memetabolisme sitrat dalam urin dan
menghentikan nya pelindung mengikat kalsium dan fosfat. Kristalisasi, baik di dalam
dan di luar bakteri, difasilitasi oleh pembentukan struvite - debu apatit. Intra-bakteri
kristalisasi menyebabkan bacteriolysis dan microlith formasi yang bertindak seperti
nidus untuk pembentukan batu. kristal peri-bakteri, di sisi lain, membentuk penutup
yang membungkus bakteri dan memungkinkan untuk bertindak sebagai sumber
infeksi berulang

4.4 MANIFESTASI KLINIS

Gejala yang muncul bervariasi tergantung ukuran pembentukan batu pada ginjal. Gejala
umum yang muncul di antaranya:

a. Adanya nyeri pada punggung atau nyeri kolik yang hebat. Nyeri kolik ditandai
dengan rasa sakit yang hilang timbul di sekitar tulang rusuk dan pinggang kemudian
menjalar ke bagian perut dan daerah paha sebelah dalam, punggung dan
selangkangan. Nyeri terasa saat buang air kecil dan disertai dengan mual atau muntah.

b. Adanya nyeri hebat biasa diikuti demam dan menggigil.

c. Kemungkinan adanya rasa mual dan terjadinya muntah dan gangguan perut.

d. Adanya darah di dalam urin dan adanya gangguan buang air kecil, penderita juga sering
BAK atau malah terjadinya penyumbatan pada saluran kemih. Jika ini terjadi maka
resiko terjadinya infeksi saluran kemih menjadi lebih besar.

Itulah beberapa tanda dan gejala penyakit batu ginjal. Tetapi Sebagian kasus malah
tidak memperlihatkan gejala apapun, terutama pada batu yang masih kecil, begitu juga
sebaliknya adanya gangguan berkemih belum tentu ada batu ginjal, karena bisa saja
disebabkan pembesaran prostat atau penyempitan saluran kemih. Diagnosa pasti ada
atau tidaknya batu ginjal bisa diketahui melalui pemeriksaan analisis air kemih rutin
(urinalis) dan dengan pemeriksaan rontgen daerah perut dan abdomen (Santosa, 2005).

5.5 TATA LAKSANA TERAPI

Tujuan utama tatalaksana pada pasien batu ginjal adalah mengatasi nyeri, menghilangkan
batu yang sudah ada, dan mencegah terjadinya pembentukan batu yang berulang.

1. Terapi Medikamentosa
Terapi medika mentosa yang diberikan bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri. Pada pasien
dengan kemungkinan pengeluaran batu secara spontan, dapat diberikan regimen MET
(medical expulsive therapy) berupa calcium channel blocker untuk relaksasi otot polos
uretra dan alpha blocker yang juga bermanfaat untuk merelaksasikan otot polos uretra dan
saluran urinari bagian bawah. Sehingga dengan demikian batu dapat keluar dengan mudah
(85% batu yang berukuran kurang dari 5 mm dapat keluar spontan).

2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)

Pada tahun 1980 penemu alat ini bernama Caussy menggunakan gelombang kejut lalu
ditembakkan dari luar tubuh untuk menghancurkan batu yang terdapat di dalam tubuh,
ketika batu tersebut hancur, maka pecahannya akan dikeluarkan melalui saluran kemih.

3. Minimal Invasif

a. PCNL (Percutaneus Nephro Lithotomy) Teknik ini mengeluarkan batu yang berada
pada saluran ginjal dengan cara menginsisi kulit lalu memasukkan alat endoskopi pada
system kaliks ginjal. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi
fragmen- fragmen kecil 2.
b. Ureteroskopi atau uretero renoskopi yaitu memasukkan alat ureteroskopi per uretra guna
melihat keadaan ureter atau sistem pielo kaliks ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu
yang berada di dalam ureter maupun sistem pelvikaliks dapat dipecah dengan bantuan
ureteroskopi atau ureterorenosko-pi ini.

4. Open Stone Surgery (OSS)

OSS merupakan suatu tindakan pembedahan terbuka berupa pielolitotomi atau


nefrolitotomi. Tindakan ini dilakukan dengan melakukan insisi pada kulit lalu mengekspos
ginjal sehingga memudahkan untuk proses pengangkatan batu ginjal, terutama staghorn
stone.

Berdasarkan pedoman American Urological Association (AUA), tindakan PCNL


merupakan rekomendasi utama pada kasus staghorn stone. Hal ini diakibatkan karena
kondisi postoperative pasien yang telah menjalani operasi sangat minim komplikasi. [diri]
pada sebagian kasus staghorn stone dilakukan tindakan PCNL mendapatkan clearance rates
(CR) 98,5% dan 71% pada staghorn stone sebagian atau sempurna. Komplikasi
postoperative pada tindakan ini terjadi penurunan mencapai 4%. (Eka, 2019).

5. Terapi antibiotik
Meskipun infeksi batu ginjal persisten adalah kekambuhan batu staghorn dan,
karenanya, pentingnya terapi antimikroba dalam batu pencegahan kekambuhan,
sebuah penelitian kohort pada tahun 1985 menyimpulkan bahwa fragmen batu sisa
membuat kemampuan antibiotik untuk membasmi infeksi yang relatif lemah (Diri,
2018). Contoh obatnya gentamicin IVFD : 5 mg/kg, cefoperazon iv 1 gr.
Clubfoot

Clubfoot adalah kelainan pada bentuk kaki bayi, di mana kaki bengkok ke dalam seperti terkilir.
Kondisi ini dikenal juga dengan istilah talipes equinovarus (TEV) atau congenital talipes
equinovarus (CTEV). Pengobatan clubfoot harus dimulai sejak penderita masih bayi. Sebagian
penderita tidak memiliki kelainan lain di tubuhnya. Penderita dapat memiliki kelainan clubfoot pada
satu kaki ataupun keduanya. Gejala clubfoot juga berbeda-beda, tergantung pada tingkat
keparahannya.

MANIFESTASI KLINIS

 Kaki yang mengalami clubfoot memiliki ukuran yang lebih kecil, misalnya 1 cm lebih
pendek.
 Kaki bengkok ke arah dalam dengan jempol menghadap kaki sebelahnya.
 Tumit dan otot betis pada kaki dengan CTEV berukuran lebih kecil.

ETIOLOGI

Penyebab clubfoot adalah tendon yang berukuran lebih pendek dari normal. Tendon jaringan yang
menghubungkan otot dan tulang. Pada clubfoot, tendon yang lebih pendek tersebut akan menarik
kaki dan membuatnya bengkok.

Beberapa hal yang dapat menyebabkan tendon menjadi lebih pendek meliputi:

 Faktor genetik

Bayi dengan orangtua atau saudara kandung yang memiliki clubfoot lebih berisiko untuk mengalami
kondisi yang sama.

 Jenis kelamin

Bayi laki-laki memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami clubfoot dibandingkan bayi perempuan.
 Gaya hidup ketika ibu mengandung

Ibu hamil yang merokok atau menggunakan obat-obatan terlarang lebih berisiko untuk memiliki bayi
dengan clubfoot.

 Jumlah cairan ketuban yang sedikit

Cairan ketuban mengelilingi janin dan berfungsi sebagai wadah bayi untuk berkembang sekaligus
penahan benturan. Jika jumlah cairan ini sedikit, proses tumbuh kembang bayi pun bisa terganggu.

PATOFISIOLOGI

Pada clubfoot ligamen-ligamen pada sisi lateral dan medial ankle serta sendi tarsal sangat
tebal dan kaku, yang dengan kuat menahan kaki pada posisi equines dan membuat navicular dan
calcaneus dalam posisi adduksi dan inversi. Ukuran otot-otot betis berbanding terbalik dengan
derajat deformitasnya. Pada kaki pengkor yang sangat berat, gastrosoleus tampak sebagai otot kecil
pada sepertiga atas betis. Sintesis kolagen yang berlebihan pada ligamen, tendo dan otot terus
berlangsung sampai anak berumur 3-4 tahun dan mungkin merupakan penyebab relaps
(kekambuhan) (Fadila, 2017).

TATA LAKSANA TERAPI

 Metode Ponseti

Dokter akan meregangkan kaki yang mengalami kelainan, mengembalikannya ke posisi yang
seharusnya, dan memasang gips. Peregangan dan pengembalian posisi kaki ini akan
dilakukan perahan-lahan dan bertahap agar tidak terasa sakit. Gips kemudian akan terpasang
dari jari-jari kaki hingga ke paha, dan diganti sekali seminggu. Orangtua disarankan untuk
memantau kondisi kaki yang menggunakan gips. Perhatikan perubahan warna kulit di sekitar
gips yang mungkin saja menandakan gips yang terlalu ketat. Penanganan dengan metode
Ponseti bisa berlangsung selama beberapa minggu hingga beberapa bulan. Durasi ini
tergantung pada tingkat keparahan clubfoot. Jika metode Ponseti telah selesai, penderita akan
diberi sepatu khusus yang harus digunakan selama beberapa tahun. Pemakaian sepatu khusus
ini bisa berlangsung hingga anak berusia empat tahun.
 Metode French

Metode French dilakukan dengan memijat, meregangkan, dan mengikat kaki yang
mengalami clubfoot dengan pita tidak elastis. Prosedur ini dilakukan setiap hari sampai
penderita berusia dua tahun. Sama seperti metode Ponseti, kaki penderita akan diperbaiki
secara perlahan-lahan agar bisa kembali ke posisi seharusnya. Fisioterapis profesional juga
mungkin mengajarkan langkah-langkah metode French pada para orangtua agar bisa
melakukannya sendiri di rumah.

 Operasi

Operasi menjadi pilihan ketika metode-metode lain tidak efektif dalam menangani clubfoot.
Langkah ini bertujuan memperbaiki ligamen, tendon, dan sendi pada kaki maupun
pergelangan kaki. Bila diperlukan, operasi untuk memperbaiki struktur jaringan lunak pada
clubfoot juga dapat dilakukan. Dokter kemudian akan memasang pin maupun gips guna
mempertahankan kestabilan kaki penderita.
Striktur Ureter Pars Cystatomy

Striktur uretra adalah penyempitan atau penyumbatan lumen uretra karena fibrosis. Fibrosis
merupakan penumpukan kolagen dan fibroblas, biasanya meluas ke dalam sekitar korpus
spongiosum menyebabkan spongiofibrosis. Penyempitan ini membatasi aliran urine dan
menyebabkan dilatasi proksimal uretra dan duktus prostatika. Striktur uretra jarang terjadi pada
wanita, kejadian striktur uretra paling banyak ditemukan pada pria (Mustofa dkk, 2017).

ETIOLOGI
Ada 3 penyebab paling sering terjadinya striktur ureta yaitu, akibat adanya trauma, infeksi
dan iatrogenik. Penyebab striktur uretra akibat trauma berdampak terjadinya trauma internal
maupun eksternal. Pemakaian kateter dan instrumen yang besar dapat menyebabkan iskemia dan
trauma internal, sedangkan trauma eksternal seperti fraktur pelvis dapat mengganggu uretra
membranosa dan menyebabkan striktur kompleks. Selain akibat dari adanya trauma, striktur uretra
juga dapat disebabkan oleh adanya infeksi. Striktur uretra dapat menyebabkan beberapa komplikasi.
Striktur uretra menyebabkan retensi urin didalam kantung kemih yang beresiko tinggi menyebabkan
infeksi, yang dapat berdampak ke kantung kemih, prostat, dan ginjal. Abses di atas striktur juga
dapat terjadi., sehingga menyebabkan kerusakan uretra dan jaringan dibawahnya. Komplikasi pada
kasus striktur uretra sebenarnya dapat dicegah apabila diagnosis dini dapat dilakukan dengan tepat
pada prakter sehari-hari (Mustofa dkk, 2017).

PATOFISOLOGI

Striktur uretra mendorong kondisi stasis urin, yang mana infeksi saluran kemih diketahui
merupakan efek sekunder akibat volume sisa post-void yang meningkat. Instrumentasi sering
digunakan dalam diagnosis dan manajemen penyakit striktur uretra menjadi potensi lain yang
menyebabkan infeksi, akibat masuknya organisme secara retrograd melalui uretra yang kemudian
berkloni dalam saluran kemih bagian bawah.Studi yang dilakukan oleh Lumen et al menemukan
bahwa sebanyak 45,5% striktur uretra disebabkan iatrogenik yang didalamnya termasuk reseksi
transuretral, kateterisasi uretra, cystoscopy, prostatectomy, brachytherapy, dan pembedahan
hypospadia (Mustofa dkk, 2017).
MANIFESTASI KLINIK

Gejala penyakit ini mirip seperti gejala penyebab retensi urine tipe obstruktif lainnya. Pada
anamnesis diawali dengan didapatkannya keluhan sulit kencing atau pasien harus mengejan
untuk memulai kencing namun urine hanya keluar sedikit- sedikit. Gejala tersebut harus
dibedakan dengan inkontinensia overflow, yaitu keluarnya urine secara menetes, tanpa
disadari, atau tidak mampu ditahan pasien. Gejala-gejala lain adanya disuria, frekuensi
kencing meningkat, hematuria, dan perasaan sangat ingin kencing yang terasa sakit. Jika
curiga penyebabnya adalah infeksi, perlu ditanyakan adanya tanda-tanda radang seperti
demam atau keluar nanah.

TATALAKSANA TERAPI

 Dilasi (pelebaran) uretra, yaitu prosedur yang bertujuan melebarkan saluran uretra dengan
memasukkan kabel kecil ke dalam uretra hingga kandung kemih. Prosedur ini mungkin perlu
diulang beberapa kali, karena penyempitan cenderung terjadi lagi setelah dilasi.
 Uretrotomi. Prosedur ini dilakukan dengan memasukkan selang kecil berkamera pada uretra
untuk melihat lokasi jaringan parut yang menyebabkan penyempitan. Setelah itu, dokter akan
memasukkan pisau bedah kecil untuk memotong jaringan tersebut agar saluran uretra
kembali melebar.
 Uretroplasti, yaitu pengangkatan jaringan yang menyempit, dan membentuk ulang uretra.
Prosedur ini dilakukan pada striktur uretra yang sudah parah dan sudah berlangsung lama.
 Pemasangan kateter permanen. Tindakan ini dilakukan pada striktur uretra yang sudah
parah.
 Pembelokan aliran urine, dengan membuat lubang pada perut. Prosedur ini melibatkan
sebagian kecil usus untuk menghubungkan uretra ke lubang di perut, dan hanya dilakukan
bila kondisi kandung kemih juga sudah rusak serta perlu diangkat.
FRAKTUR PELVIS

Patah tulang panggul adalah gangguan struktur tulang dari pelvis. Pada orang tua, penyebab
paling umum adalah jatuh dari posisi berdiri. Namun, fraktur yang berhubungan dengan morbiditas
dan mortalitas terbesar melibatkan pasukan yang signifikan misalnya dari kecelakaan kendaraan
bermotor atau jatuh dari ketinggian.

PATOFISOLOGI

Arteri iliaca communis terbagi, menjadi arteri iliaca externa, yang terdapat pada pelvis
anterior diatas pinggiran pelvis. Arteri iliaca interna terletak diatas pinggiran pelvis. Arteri tersebut
mengalir ke anterior dan dalam dekat dengan sendi sacroliliaca. Cabang posterior arteri iliaca
interna termasuk arteri iliolumbalis, arteri glutea superior dan arteri sacralis lateralis. Arteri glutea
superior berjalan ke sekeliling menuju bentuk panggul lebih besar, yang terletak secara langsung
diatas tulang. Cabang anterior arteri iliaca interna termasuk arteri obturatoria, arteri umbilicalis,
arteri vesicalis, arteri pudenda, arteri glutea inferior, arteri rectalis dan arteri hemoroidalis. Arteri
pudenda dan obturatoria secara anatomis berhubungan dengan rami pubis dan dapat cedera dengan
fraktur atau perlukaan pada struktur ini. Arteri-arteri ini dan juga vena- vena yang menyertainya
seluruhnya dapat cedera selama adanya disrupsi pelvis, menyebabkan kerusakan langsung terhadap
pembuluh darah mayor dan mengakibatkan perdarahan retroperitoneal signifikan.
ETIOLOGI

 Kompresi Antero-Posterior (APC)

Hal ini biasanya terjadi akibat tabrakan antara seorang pejalan kaki kendaraan. Ramus
pubis mengalami fraktur , tulang inominata terbelah dan mengalami rotasi eksterna disertai
robekan simfisis . Keadaan ini disebut sebagai open book injury. Bagian posterior ligamen
sakro iliaka mengalami robekan parsial atau dapat disertai fraktur bagian belakang ilium.
 Kompresi Lateral (LC)

Kompresi dari samping akan menyebabkan cincin mengalami keretakan . Hal ini terjadi
apabila ada trauma samping karena kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian . Pada
keadaan ini ramus pubis bagian depan pada kedua sisinya mengalami fraktur dan bagian
belakang terdapat strain dari sendi sakro iliaka atau fraktur ilium atau dapat pula fraktur
ramus pubis pada sisi yang sama.
 Trauma Vertikal (SV)
Tulang inominata pada satu sisi mengalami pergerakan secara vertikal disertai fraktur
ramus pubis dan disrupsi sendi sakro iliaka pada sisi yang sama. Hal ini terjadi apabila
seseorang jatuh dari ketinggian pada satu tungkai.
 Trauma Kombinasi (CM)
Pada trauma yang lebih hebat dapat terjadi kombinasi kelainan diatas.

MANIFESTASI KLINIK
Fraktur panggul sering merupakan bagian dari salah satu trauma multipel yangdapat
mengenai organ-organ lain dalam panggul . Keluhan berupa gejala pembengkakan ,deformitas
serta perdarahan subkutan sekitar panggul . Penderita datang dalam keadaan anemi dan syok
karena perdarahan yang hebat. Terdapat gangguan fungsi anggota gerak bawah.
Dislokasi dan fraktur dislokasi sendi panggul dibagi dalam 3 jenis :
1. Dislokasi posterior
 Tanpa fraktur
 Disertai fraktur rim posterior yang tunggal dan besar
 Disertai fraktur komunitif asetabulum bagian posterior dengan atau tanpakerusakan pada
dasar asetabulum.
 Disertai fraktur kaput femur

Mekanisme trauma dislokasi posterior disertai adanya fraktur adalah kaput femur dipaksa
keluar ke belakang asetabulum melalui suatu trauma yang dihantarkan pada diafisis femur
dimana sendi pinggul dalama posisi fleksi atau semi fleksi. Trauma biasanya terjadi karena
kecelakaan lalu lintas dimana lutut penumpang dalam keadaan fleksi dan menabrak dengan keras
yang berada dibagian depan lutut. Kelainan ini juga dapat terjadi sewaktu mengendarai motor.
50% dislokasi disertai fraktur pada pinggir asetabulum dengan fragmen kecil atau besar.
Penderita biasanya datang setelah suatu trauma yang hebat disertai nyeri dan deformitas pada
daerah sendi panggul. Sendi panggul teraba menonjol ke belakang dalam posisi adduksi, fleksi
dan rotasi interna .terdapat pemendekan anggota gerak bawah. Dengan pemeriksaan rontgen
akan diketahui jenis dislokasi dan apakahdislokasi disertai fraktur atau tidak.
2. Dislokasi anterior
 Obturator
 Iliaka
 Pubik
 Disertai fraktur kaput femur

Dislokasi sentral asetabulum


 Hanya mengenai bagian dalam dinding asetabulum
 Fraktur sebagian dari kubah asetabulum
 Pergeseran menyeluruh ke panggul disertai fraktur asetabulum yang komunitif

TATA LAKSANA TERAPI


Pasien dengan fraktur pelvis berkekuatan-tinggi yang dibawa ke institusi kami dengan
instabilitas hemodinamik pada awalnya diberikan 2 L larutan kristaloid. Radiografi dada portable,
bersama dengan gambaran radiografi pelvis dan tulang belakang cervical lateral, diperiksa untuk
menyingkirkan sumber kehilangan darah yang berasal dari toraks. Saluran tekanan vena sentral
dipasang, dan defisit basa diukur. Pemeriksaan sonografi abdomen terfokus untuk trauma (focused
abdominal sonography for trauma/FAST) dilakukan. Jika hasilnya positif pasien dibawa
langsung ke ruang operasi untuk laparotomi eksplorasi. Fiksator eksternal pelvis dipasang, dan
dilakukan balutan pelvis. Pasien yang secara hemodinamik tetap tidak stabil menjalani angiografi
pelvis sebelum dipindahkan ke ICU. Jika stabilitas hemodinamik pulih, pasien dipindahkan
langsung ke ICU. Di ICU, pasien menerima resusitasi cairan lanjutan dan dihangatkan; berbagai
usaha dilakukan untuk menormalkan status koagulasi. Jika pasien membutuhkan transfusi
berkelanjutan di ICU, penilaian angiografi, jika sebelumnya tidak dilakukan, maka harus
dilakukan. rFVIIa harus dipertimbangkan jika kondisi pasien melawan semua intervensi lainnya.
Jika hasil FAST negatif, transfusi PRC dimulai di departemen gawat darurat. Jika pasien secara
hemodinamik tetap tidak stabil sambil mengikuti PRC unit kedua, pasien dibawa ke ruang operasi
untuk fiksasi eksternal pelvis dan balutan pelvis. Pasien yang secara hemodinamik tetap tidak stabil
mendapat angiografi pelvis sebelum dipindahkan ke ICU. Jika stabilitas hemodinamik pulih,
pasien dipindahkan langsung ke ICU. CT-scan abdomen dapat dilakukan saat ini. Jika pasien
membutuhkan transfusi berkelanjutan ketika di ICU, penilaian angiografi, jika sebelumnya belum
dilakukan, maka harus dilakukan
Algoritma untuk pengobatan pasien dengan fraktur pelvis yang muncul dengan instabilitas hemodinamik.
Pasien yang belum dilakukan laparotomi biasanya melakukan CT-scan abdomen yang dimulai di ICU. Di
ICU, pasien menerima resusitasi cairan lebih lanjut dan dihangatkan; berbagai usaha dilakukan untuk
menormalkan status koagulasi. rFVIIa harus dipertimbangkan jika kondisi pasien melawan semua
intervensi lainnya.FAST = focused abdominal sonography for trauma, PRBCs = packed red blood cells.

DAPUS
- Ningrum, Manajemen Perdarahan pada fraktur pelvis yang mengancam jiwa. Diakses
dari:www.ejournal.unid.ac.id/manajemen%20%20perdarahan%padafrakturpelvis
%20mengancam%20jiwa%.html.

- Jong Wim de. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit EGC. 2004: 874-6
- Advanced Trauma Life Support. Seven edition. American college of surgeons. 2004;
252-253

- Krisna, D. 2011. Faktor Resiko Penyakit Batu Ginjal, Jurnal Kesehatan Masyarakat.
Vol 7, 51-62 )

- Fauzi, A dan Putra, M. 2016. Nefrolitiasus. Majority, Vol 5 (2)


- Hasana, U. 2016. Mengenal Penyakit Batu Ginjal. Jurnal Keluarga Sejahtera.Vol.14
(28) hal 2527-9041)

Anda mungkin juga menyukai