Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.1.1 Minyak dan Lemak

Minyak dan lemak adalah trigliserida yang merupakan bagian terbesar dari
kelompok lipida, yang merupakan senyawa hasil kondensasi molekul gliserol
dengan tiga molekul asam lemak. Minyak sawit sebagai minyak atau lemak yang
merupakan suatu trigliserida termasuk golongan minyak dengan rantai asam lemak
yang berupa asam oleat-linoleat. Pembentukan minyak dan lemak dalam buah
kelapa sawit mulai berlangsung beberapa minggu sebelum matang. Dalam
pengolahan buah kelapa sawit menjadi minyak kelapa sawit, selalu menghasilkan
limbah cair yang biasanya mengandung minyak dan lemak. Limbah cair pabrik
kelapa sawit mengandung kadar minyak dan lemak 30 mg/l pada industri minyak
sawit dan 15 mg/l pada produk industri minyak nabati. Selain minyak dan lemak,
limbah cair pabrik kelapa sawit juga mengandung BOD, COD, Nitrogen total,
Phosfat, Ammonia total, dan lain-lain.

Adanya minyak menyebabkan penetrasi sinar ke dalam air berkurang dan


konsentrasi oksigen terlarut menurun dengan adanya minyak karena lapisan film
minyak menghambat pengambilan oksigen oleh air. Berdasarkan paparan di atas
maka diperlukan penelitian penetapan kadar minyak dan lemak pada Sungai Grogol
di depan Polsubsektor Citraland.

1.1.2 Detergen sebagai MBAS

Deterjen merupakan salah satu kebutuhan primer dalam kehidupan karena


peranannyasebagai produk pembersih serba guna yang dapat digunakan untuk
membersihkan bahan kain, alat dapur dari bahan kaca, keramik, metal bahkan
lantai. Deterjen adalah senyawa dengan ujung hidrokarbon hidrofobik dan ujung
ion sulfat atau sulfonat. Sifat dari deterjen adalah memperkecil tegangan permukaan
dan menjaga agar kotoran teremulsi dalam pelarut air. Ujung hidrofobik deterjen

1
terikat dengan pengotor sedangkan ujung ion akan tercelup dalam air sehingga
kotoran diikat deterjen dan dibebaskan dari bendanya.

Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk maka pemakaian detergen-


pun semakin bertambah dan pemakaian deterjen dalam Rumah Tangga semakin
meluas. Sehingga terjadi persaingan bisnis penjualan detergen di kalangan
produsen, Produsen memberi bahan tambahan pada deterjen seperti pewangi,
pemutih, zat aditif maupun pelicin pakaian sehingga produsen dapat meningkatkan
daya jual produk deterjen baik secara kualitas maupun kuantitas. Namun ada pula
para produsen berusaha menekan harga jual serendah mungkin dengan cara
mengurangi biaya produksi sehingga mengakibatkan kualitas terabaikan.
Sedangkan konsumen biasanya hanya tertarik pada bentuk, warna dan aroma yang
ditampilkan oleh produsen detergen tersebut serta harganya yang murah, sedangkan
kualitas dan keamanan pemakaiannya hampir terabaikan. Peningkatan kualitas
deterjen tersebut tidak diimbangi dengan penanganan limbah deterjen dalam
lingkungan. Kelebihan jumlah kadar alkali dari batasan tersebut dapat
menimbulkan kerugian konsumen, berupa kerusakan kulit dan iritasi kulit lainnya.
Kelebihan alkali dapat dapat disebabkan karena penambahan alkali yang berlebih
pada proses pembuatan detergen Detergen sulit diuraikan oleh organisme sehingga
kandungan senyawa yang terlalu banyak dalam detergen dapat mengganggu
ekosistem makhluk hidup disekitarnya dengan pencemaran lingkungan oleh limbah
sisa detergen. Berdasarkan paparan di atas maka diperlukan penelitian penetapan
kadar deterjen sebagai MBAS pada Sungai Grogol di depan Polsubsektor Citraland.

1.2 Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum penetapan kadar minyak, lemak, dan deterjen sebagai
MBAS adalah:

1. Mengukur kadar minyak dan lemak dalam sampel air Sungai Grogol di
depan Polsubsektor Citraland.
2. Mengukur kadar deterjen sebagai MBAS dalam sampel air Sungai Grogol
di depan Polsubsektor Citraland.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kualitas Air adalah sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi, atau
komponen lain di dalam air (Hefni Efffendi, 2003). Limbah adalah sampah cair dari
suatu lingkungan masyarakat dan terutama terdiri dari air yang telah dipergunakan
dengan hampir 0.1% dari padanya berupa benda-benda padat yang terdiri dari zat
organik dan bukan organik (Mahida, 1986). Limbah Industri adalah limbah yang
berasal dari rumah tangga, kantor, hotel, restoran, tempat ibadah, tempat hiburan,
pasar, pertokoan, pelabuhan, dan rumah sakit (MENKES NO.1973/MEN/1997
dalam Thoni Kurniawan, 2004). Limbah domestik adalah limbah yang berasal dari
rumah tangga, kantor, hotel, restoran, tempat ibadah, tempat hiburan, pasar,
pertokoan, pelabuhan, dan rumah sakit (MENKES No. 1973/MEN/1997).
Pencemaran air adalah masuk dan dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, atau
komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air menurun
sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan tidak lagi berfungsi sesuai dengan
peruntukkannya (Hefni Effendi, 2003). Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-
wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan
dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis luar
pengamannya (Peraturan Pemerintah No.35 Tahun 1991).

2.1 Minyak dan Lemak

Minyak dan lemak terdiri dari trigliserida campuran, yang merupakan ester
dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Minyak nabati terdapat dalam buah-
buahan, kacang-kacangan, biji-bijian, akar tanaman dan sayaur-sayuran. Dalam
jaringan hewan lemak terdapat di seluruh badan, tetapi jumlah terbanyak terdapat
dalam jaringan adipose dan tulang sumsum. Sebagian besar minyak nabati
berbentuk cair karena mengandung sejumlah asam lemak tidak jenuh, yaitu asam
oleat , linoleat, atau asam linolenat dengan titik cair yang rendah. Lemak hewani
pada umumnya berbentuk padat pada suhu kamar karena banyak mengandung asam
lemak jenuh, misalnya asam palmitat dan stearat yang mempunyai titik cair lebih

3
tinggi. (Ketaren, 1986) Semua lemak bahan makanan yang berasal dari hewan dan
sebagian besar minyak nabati mengandung asam lemak rantai panjang, minyak
kelapa sawit mengandung asam lemak rantai sedang, asam lemak rantai sangat
panjang terdapat dalam minyak ikan. Titik cair asam lemak meningkat dengan
bertambahnya rantai karbon. Asam lemak terdiri dari rantai karbon yang mengikat
semua hidrogen dinamakan asam lemak jenuh. (Almatsier, 2001).

Sumber utama dari pencemaran minyak dan lemak umumnya adalah rumah
tangga dan industri. Mikroorganisme merupakan organisme yang paling berperan
dalam dekomposisi minyak di laut. Setelah kira-kira tiga bulan, hanya tinggal 15%
dari volume minyak yang mencemari air masih tetap terdapat di dalam air. Jika
pencemaran minyak terjadi di pantai, penghilangan minyak mungkin lebih cepat
karena minyak akan melekat pada benda-benda padat seperti batu dan pasir yang
mengalami kontak dengan air yang tercemar tersebut.

Pencemaran air oleh minyak sangat merugikan karena dapat menimbulkan


hal-hal sebagai berikut :

1. Adanya minyak menyebabkan penetrasi sinar ke dalam air berkurang.


Ternyata intensitas sinar di dalam air sedalam 2 meter dari permukaan air
yang mengandung minyak 90% lebih rendah dari pada intensitas sinar pada
kedalaman yang sama di dalam air yang bening.
2. Konsentrasi oksigen terlarut menurun dengan adanya minyak karena lapisan
film minyak menghambat pengambilan oksigen oleh air.
3. Adanya lapisan minyak pada permukaan air akan mengganggu
burungburung yang ada didalam air.
4. Penetrasi sinar oksigen yang menurun dengan adanya minyak dapat
mengganggu kehidupan tanaman-tanaman yang ada dalam air.

Keberadaan minyak dan lemak terdapat dua macam emulsi yang terbentuk
antara minyak dengan air, yaitu emulsi minyak dalam air dan emulsi air dalam
minyak. Emulsi minyak dalam air terjadi jika droplet-droplet minyak terdispersi di
dalam air dan distabilkan dengan intraksi kimia dimana air menutupi permukaan

4
droplet-droplet tersebut. Hal ini terjadi terutama di dalam air yang berombak, dan
droplet-droplet minyak tersebut tidak terdispersi pada permukaan air, melainkan
menyebar di dalam air. Beberapa di antara droplet minyak, terutama yang terikat
dengan partikel mineral, akan menjadi lebih berat dan akhirnya mengendap ke
bawah. Emulsi air dalam minyak terbentuk jika droplet-droplet air ditutupi oleh
lapisan minyak. Emulsi ini distabilkan oleh interaksi di antara droplet-droplet air
yang tertutup. Emulsi semacam ini terlihat sebagai lapisan yang mengapung pada
permukaan air. Kadang-kadang kandungan air dalam droplet-droplet minyak cukup
tinggi, maka volume totalnya menjadi lebih besar dibandingkan dengan minyak
aslinya (Kristanto, 2002).

2.2 Deterjen sebagai MBAS

Penetapan deterjen sebagai MBAS digunakan untuk mengukur kadar


surfaktan anionic dalam air alamiah dan air limbah. Surfaktan-zat aktif permukaan
atau tensides- adalah zat yang menyebabkan turunnya tegangan permukaan cairan,
khususnya air. Ini menyebabkan pembentukan gelembung dan pengaruh
permukaan lainnya yang memungkinkan zat-zat ini bertindak sebagai zat pembersih
atau penghambur dalam industri dan untuk tujuan rumah tangga (Connell, 1995).
Surfaktan atau surface active agent atau wetting agent merupakan bahan organik
yang berperan sebagai bahan aktif pada deterjen, sabun dan shampoo. Surfaktan
dapat menurunkan tegangan permukaan sehingga memungkinkan partikel-partikel
yang menempel pada bahan-bahan yang dicuci terlepas dan mengapung atau
terlarut dalam air. Surfaktan dikelompokkan menjadi empat, yaitu surfaktan anion,
surfaktan kationik, surfaktan nonionik dan surfaktan amphoteric (zwitterionic)
(Effendi, 2003). Untuk keperluan rumah tangga digunakan kelompok surfaktan
anion (deterjen). Telah dikenal dua macam deterjen anion, yakni alkil sulfonat
linear dan alkil benzene sulfonat (Sastrawijaya, 1991). Bentuk deterjen merupakan
salah satu jenis bahan pembersih yang digunakan untuk mengurangi kotoran dari
pakaian, piring, dan barang lainnya (Sawyer, 1967).

Kadar surfaktan 1 mg/liter dapat mengakibatkan terbentuknya busa


diperairan. Meskipun tidak bersifat toksik, keberadaan surfaktan dapat

5
menimbulkan rasa pada air dan dapat menurunkan absorpsi oksigen di perairan
(Effendi, 2003). Pengaruh lingkungan yang paling jelas adalah adanya busa pada
aliran sungai. Hynes dan Roberts (1962), dalam studi aliran sungai di Inggris yang
menerima limbah air mengandung surfaktan (2-4 ppm) tidak dapat mendeteksi
perubahan apa pun dalam struktur komunitas biota air karena surfaktan (Connell,
1995). Deterjen keras berbahaya bagi ikan biarpun konsentrasinya kecil, misalnya
natrium dodesil benzene sulfonat dapat merusak insang ikan, biarpun hanya 5 ppm.
Tanaman air juga dapat menderita jika kadar deterjen tinggi. Kemampuan
fotosintetis dapat terhenti (Sastrawijaya, 1991). Permasalahan juga ditimbulkan
oleh deterjen yang mengandung banyak polifosfat yang merupakan penyusun
deterjen yang masuk ke badan air. Poliposfat dari deterjen ini diperkirakan
memberikan kontribusi sekitar 50 % dari seluruh fosfat yang terdapat diperairan.
Keberadaan fosfat yang berlebihan menstimulir terjadinya eutrofikasi
(pengkayaan) perairan (Effendi, 2003).

4.2 Perhitungan

4.2.1 Minyak dan Lemak

Diketahui:

A = 106.217,4 mg

B = 105.671,6 mg

Vsampel = 100 ml

Ditanya: berat minyak dan lemak

Jawab:
1000
Berat (mg/L) = (𝐴 − 𝐵) 𝑥 𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
1000
Berat (mg/L) = (106217,4 − 105671,6) 𝑥 = 5458 mg/l
100

6
4.2.2 Deterjen sebagai MBAS

Conc Abs
Sampel 1 0 0
Sampel 2 4 0,193
Sampel 3 12 0,464
Sampel 4 20 0,63
Sampel 5 28 0,786
Sampel 6 36 0,868
Sampel 7 44 0,971

Diketahui:

A (Int) = 0,1198

B (Slope) = 0,0213

r = 0,97

r2 = 0,946

Abs = 0,665 Abs

Ditanya: Konsentrasi Deterjen

Jawab:
𝑚𝑔 𝑎𝑏𝑠−𝑖𝑛𝑡
𝑋 ( )=
𝐿 𝑠𝑙𝑜𝑝𝑒
𝑚𝑔 0,665−0,1198
𝑋 ( )= =22,596 mg/l
𝐿 0,0213

7
Grafik Deterjen sebagai MBAS
1.2
y = 0.0213x + 0.1198
1

0.8
Abs

0.6 Tabel
Sampel
0.4
Linear (Tabel)
0.2

0
0 10 20 30 40 50
mg/l

Grafik 4.1 Grafik Deterjen sebagai MBAS

4.3 Pembahasan

Pada praktikum kali ini melakukan percobaan isotherm adsorpsi dan jartest
dalam sampel air Sungai Grogol tepatnya di depan Polsubsektor Citraland, menurut
keputusan gubernur DKI Jakarta no 582 tahun 1995 masuk ke dalam golongan C
yang peruntukannnya untuk perikanan. Pengambilan sampel dilakukan pada pagi
hari sekitar pukul 7.00 WIB dengan cuaca cerah. Air sungai berwarna hitam dengan
arus aliran yang tidak begitu deras. Terlihat banyak sampah yang terperangkap di
dalam badan sungai tersebut.

Pada praktikum ini dilakukan dua kali pengamatan yaitu pengamatan insitu
dan pengamatan eksitu. Pengamatan insitu terdiri dari pengukuran pH, suhu, dan
DO sementara pengamatan eksitu terdiri dari pengukuran kadar minyak, lemak, dan
deterjen sebagai MBAS. Pengukuran pH, suhu dan DO dilakukan di dalam
laboratorium lingkungan yang seharusnya diukur langsung setelah pengambilan
sampel, hal ini terjadi karena kurangnya alat pH meter, thermometer, dan DO meter
di laboratorium lingkungan, hasil pH nya adalah 7,02 yang menurut keputusan
gubernur DKI Jakarta no 582 tahun 1995 di depan Polsubsek Citraland masih sesuai

8
dengan peruntukannya. Pada parameter DO secara insitu didapatkan nilai 0,85 mg/l
sudah tidak sesuai dengan peruntukannya.

Pada pengamatan minyak dan lemak digunakan metode anilisis partisi-


gravimetri yaitu didasarkan pada ekstraksi minyak dan lemak yang larut dalam air
menggunakan pelarut organik n-hexana lalu selanjutnya zat minyak dan lemak
ditetapkan berdasarkan penimbangan sebelum dan sesudah zat minyak dan lemak
melalui suatu pemisahan. Adanya kandungan lemak dan minyak selain dilihat dari
hasil akhir konsentrasi dapat dilihat pula secara fisik pada saat analisa di
laboratorium yaitu timbulnya lapisan minyak. Namun metode ini memiliki
kelemahan yaitu kemampuannya yang tidak spesifik melarutkan minyak dan lemak,
namun juga zat organik lain yang terkandung di dalam air. Selain itu pada tahap
penguapan pelarut, dikhawatirkan ada senyawa hidrokarbon rantai pendek dan
hidrokarbon aromatis sederhana yang ikut menguap, hal tersebut dapat mengurangi
keakuratan nilai konsentrasi minyak dan lemak dalam sampel air Sungai Grogol di
depan Polsubsektor Citraland.

Berdasarkan praktikum yang sudah dilakukan, Sugai Grogol di depan


Polsubsektor Citraland mempunyai kadar minyak dan lemak sebesar 5458 mg/L.
Menurut Keputusan Gubernur DKI Jakarta No 582 tahun 1995, kadar minyak dan
lemak untuk air sungai golongan C yaitu 1 mg/L. Jadi kandungan minyak dan lemak
di Sugai Grogol di depan Polsubsektor Citraland sudah melebihi baku mutu yang
ditentukan untuk sungai golongan C. Adanya lapisan minyak pada permukaan air
menyebabkan penetrasi cahaya matahari dan oksigen ke dalam air menjadi
berkurang sehingga mempersulit kerja mikroorganisme pengurai. Minyak dan
lemak yang jenuh akan sulit diuraikan oleh mikroorganisme, sehingga kualitas air
Sungai Grogol di depan Polsubsketor Citraland menurun. Sumber pencemar yang
ada di pada sungai tersebut berasal dari rumah tangga dan industri di sekitar Sungai
Grogol di depan Polsubsektor Citraland.

Pada praktikum deterjen sebagai MBAS digunakan untuk menngukura


kadar surfaktan anionic dalam air alamiah dan limbah. Metode ini terdiri dari tiga
tahapan, yaitu ekstrasi larutan asam berair mengandung biru metilen berlebih

9
dengan kloroform, lalu pencucian dengan air, dan yang terakhir pengukuran warna
biru dalam kloroform dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm.
Alkil sulfonate linear merupakan surfaktan anionic yang umum digunakan sebagai
standar dalam metode MBAS. Surfaktan anionic bereaksi dengan biru metilen
membentuk pasangan ion berwarna biru yang larut dalam pelarut organik,
Intensistas pembentukkan warna biru dalam fase organic selanjutnya diukur dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 652 nm sebagai MBAS. Serapan yang
diukur setara dengan kadar surfaktan anionik.

Berdasarkan praktikum yang sudah dilakukan, Sugai Grogol di depan


Polsubsektor Citraland mempunyai kadar surfaktan sebesar 25,596 mg/L. Menurut
Keputusan Gubernur DKI Jakarta No 582 tahun 1995, kadar senyawa aktif biru
metilen (surfaktan) untuk air sungai golongan C yaitu 0,50 mg/L. Jadi kandungan
minyak dan lemak di Sugai Grogol di depan Polsubsektor Citraland sudah melebihi
baku mutu yang ditentukan untuk sungai golongan C. Meskipun tidak bersifat
toksik , keberadaan surfaktan dapat menimbulkan rasa pada air dan dapat
menurunkan absorpsi oksigen di perairan, dengan demikian akan menyebabkan
kematian biota air. Tanaman air juga dapat menderita jika kadar deterjen tinggi.
Kemampuan fotosintetis dapat terhenti. Permasalahan juga ditimbulkan oleh
deterjen yang mengandung banyak polifosfat yang merupakan penyusun deterjen
yang masuk ke badan air. Keberadaan fosfat yang berlebihan menstimulir
terjadinya eutrofikasi di dalam perairan.

10
BAB V

KESIMPULAN

Dari percobaan minyak, lemak dan deterjen sebagai MBAS dapat


disimpulkan bahwa:

1. Berdasarkan parameter pH, Sungai Grogol di depan Polsubsektor Citraland


masih dalam peruntukannya.
2. Berdasarkan parameter DO, Sungai Grogol di depan Polsubsektor Citraland
sudah tidak sesuai dalam peruntukannya.
3. Berdasarkan parameter minyak dan lemak, Sungai Grogol di depan
Polsubsektor Citraland sudah tidak sesuai dalam peruntukannya.
4. Berdasarkan parameter surfaktan, Sungai Grogol di depan Polsubsektor
Citraland sudah tidak sesuai dalam peruntukannya.

11

Anda mungkin juga menyukai