Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Filariasis atau Kaki Gajah adalah penyakit menular yang disebabkan oleh cacing
Filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini salah satu jenis penyakit
yang mendapat perhatian khusus di dunia kesehatan. Walaupun jarang menyebabkan
kematian, pada stadium lanjut penyakit ini dapat menjadikan seseorang menderita cacat
fisik permanen hingga menimbulkan dampak yang signifikan, terutama di tengah
masyarakat negara berkembang di daerah tropis maupun sub tropis yang justru tengah
didera permasalahan sosial ekonomi.
Penyakit ini bersifat menahun atau kronis dan bila tidak mendapatkan pengobatan
dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik
perempuan maupun laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal
bahkan hidupnya tergantung kepada orang lain sehingga memnjadi beban keluarga,
masyarakat dan negara.
Di Indonesia penyakit Kaki Gajah tersebar luas hampir di seluruh propinsi.
Berdasarkan laporan dari hasil survei pada tahun 2.000 yang lalu tercatat sebanyak 1.553
desa di 647 Puskesmas tersebar di 231 Kabupaten 26 Propinsi sebagai lokasi yang
endemis, dengan jumlah kasus kronis 6.233 orang. Hasil survei laboratorium, melalui
pemeriksaan darah jari, rata-rata mikrofilaria rate (Mf rate) 3,1 %, berarti sekitar 6 juta
orang sudah terinfeksi cacing filaria dan sekitar 100 juta orang mempunyai resiko tinggi
untuk ketularan karena vektornya tersebar luas.
WHO sudah menetapkan Kesepakatan Global (The Global Goal of Elimination of
Lymphatic Filariasis as a Public Health problem by The Year 2020). Program eliminasi
dilaksanakan melalui pengobatan massal dengan DEC dan Albendazol setahun sekali
selama 5 tahun di lokasi yang endemis dan perawatan kasus klinis baik yang akut
maupun kronis untuk mencegah kecacatan dan mengurangi penderitanya. Indonesia akan
melaksanakan eliminasi penyakit kaki gajah secara bertahap dimulai pada tahun 2002 di
5 kabupaten. Perluasan wilayah akan dilaksanakan setiap tahun. Penyebab penyakit kaki
gajah adalah tiga spesies cacing filarial yaitu Wucheria bancrofti, Brugia malayi dan
Brugia timori. Vektor penular di Indonesia hingga saat ini telah diketahui ada 23 spesies

1
nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes, dan Armigeres yang dapat
berperan sebagai vektor penular penyakit kaki gajah. 

B. Batasan Masalah
1. Bagaimana Anatomi dan Fisiologi Filariasis ?
2. Apa itu Definisi Filariasis ?
3. Apa saja Etiologi Filariasis ?
4. Apa saja Klasifikasi Filariasis ?
5. Bagaimana Patofisiologi Filariasis ?
6. Apa saja Manifestasi klinis Filariasis ?
7. Apa saja Komplikasi Filariasis ?
8. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik ?
9. Bagaimana Penatalaksana Filariasis ?
10. Bagaimana Asuhan Keperawatan Filariasis ?

C. Tujuan
a. Tujuan umum
1. Mengetahui Anatomi dan Fisiologi
2. Mengetahui Defenisi
3. Mengetahui Etiologi
4. Mengetahuui Klasifikasi
5. Mengetahui Patofisiologi
6. Mengetahui Manifestasi Klinis
7. Mengetahui Komplikasi
8. Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik
9. Mengetahui Penatalaksana
10. Mengetahui Asuhan Keperawatan
b. Tujuan Khusus
Mahasiswa memahami konsep Filariasis

2
D. Manfaat
a. Mahasiswa dapat mengetahui Anatomi dan Fisiologi
b. Mahasiswa dapat mengetahui Definisi
c. Mahasiswa dapat mengetahui Etiologi
d. Mahasiswa dapat mengetahui Klasifikasi
e. Mahasiswa dapat mengetahui Patofisiologi
f. Mahasiswa dapat mengetahui Manifestasi Klinis
g. Mahasiswa dapat mengetahui Komplikasi Filariasis
h. Mahasiswa dapat mengetahui Pemeriksaan Diagnostik
i. Mahasiswa dapat mengetahui Penatalaksana
j. Mahasiswa dapat mengetahui Asuhan Keperawatan

3
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Anatomi Fisiologi


1. Anatomi Sistem Imun dan Hematologi
a. Timus
Kelenjar timus terletak di belakang tulang dada. Pada masa anak-anak
bentuknya sangat besar dan akan mengkerut menjadi seperempatnya dari bentuk
aslinya pada masa puber. Kelenjar ini pada orang dewasa membentuk sel T di
dalam sumsum tulang akan tetapi proliferasi dan diferensiasi terjadi dalam
kelenjar timus. Setelahnya 90-95% dari seluruh sel timus akan mati dan hanya
5%-10% menjadi matang dan meninggalkan timus masuk kedalam sirkulasi
darah. Hormon timosin dapat ditemukan dalam peredaran darah dan dapat
berperan terhadap diferensiasisel T di perifer.
b. Sumsum tulang
Didalam sumsum tulang semua sel darah berasal dari satu jenis sel yang
disebut sel induk. Jika sel induk membelah yang pertama kali dibentuk adalah
sel darah merah yang belun matang dan sel darah putih atau sel yang
membentuk trombosit.. kemudian jika sel imatur membelah akan menjadi
matang dan pada akhirnya menjadi sel darh merah, sel darah putih atau
trombosit.
c. Limpa
Unsur menakjubkan lainnya dari sistem pertahanan kita adalah limpa.
Limpa terdiri dari dua bagian: pulp merah dan pulp putih. Limfosit yang baru
dibuat di pulp putih mula-mula dipindahkan ke pulp merah, lalu mengikuti
aliran darah. Kajian saksama mengenai tugas yang dilaksanakan organ berwarna
merah tua di bagian atas abdomen ini menying-kapkan gambaran luar biasa.
Fungsinya yang sangat sulit dan rumitlah yang membuatnya sangat
menakjubkan.
d. Nodus getah bening : limfa
Dalam tubuh manusia ada semacam angkatan kepolisian dan organisasi
intel kepolisian yang tersebar di seluruh tubuh. Pada system ini terdapat juga
kantor-kantor polisi dengan polisi penjaga, yang juga dapa tmenyiapkan polisi

4
baru jika diperlukan. Sistem ini adalah system limfatik dan kantor-kantor polisi
adalah noduslimfa. Polisi dalam system ini adalah limfosit.
e. Pembuluh limfe
Darah yang meninggalkan jantung melalui arteri dan dikembalikan melalui
vena dan sebagian meninggalkan sirkulasi dikembalikan melalui saluran limfe
ke dalam ruang-ruang jarinagn. Susunan pembuluh limfe disebut juag susunan
tengah karena merupakan saluran antara darah dan jaringan dimana terdapat zat-
zat koloid.
Pembuluh limfe mempunyai dua batang saluran yang sama yaitu :
1. Duktus torasikus atau duktus limfatikus sinistra.
Duktus torasikus ini merupakan kumpulan pembuluh limfe yang
berasal dari kepalakiri, leherkiri, dada sebelahkiri, bagian perut anggota
gerak bagian bawah dan alat-alat dalam rongga perut.
2. Duktus limfatikus dekstra
Menerima limfe dari pembuluh limfe yang berasal dari kepala kanan,
leherkanan, dada kanandanlengansebelahkanan yang bermuarapada vena
kava subklaviadektra.Fungsi pembuluh limfe adalah mengembalikan cairan
dan protein dari jaringan ke dalam sirkulasi darah. Menyaring dan
menghancurkan mikroorganismedan menghasilkan antibodi.

2. Fisiologi Sistem Imun dan Hematologi


a. Gambaran Umum
Imunitas adalah kekebalan terhadap penyakit, terutama penyaki tinfeksi.
Sistem imun adalah semua hal yang berperan dalam proses imun seperti sel,
protein, antibodi dan sitokin/kemokin. Fungsi utama sistem imun adalah
pertahanan terhadap infeksi mikroba, walaupun substansi non infeks ious juga
dapat meningkatkan kerja sistemimun. Respon imun adalah proses pertahanan
tubuh terhadap semua bahan asing, yang terdiri dari system imun non spesifik
dan spesifik.
b. Imunitas Non Spesifik
Merupakan respon awal terhadap mikroba untuk mencegah, mengontrol dan
mengeliminasi terjadinya infeksi pada host, merangsang terjadinya imunitas
spesifik untuk mengoptimalkan efektifitas kerja dan Hanya bereaksi terhadap

5
mikroba, bahan bahan akibat kerusakan sel (heat shock protein) dan
memberikan respon yang sama untuk infeksi yang berulang.

B. Defenisi
Filariasis atau yang lebih dikenal juga dengan penyakit kaki gajah merupakan
penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan
oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini dapat menimbulkan cacat seumur hidup berupa
pembesaran tangan, kaki, payudara, dan buah zakar. Cacing filaria hidup disaluran dan
kelenjar getah bening. Infeksi cacing filaria dapat menyebabkan gejala klinis akut dan
atau kronik (Depkes RI, 2005).
Filariasis atau penyakit Kaki Gajah adalah penyakit menular menahun yang
disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles, Culex,
Armigeres. Cacing tersebut hidup di saluran dan kelenjar getah bening dengan
manifestasi klinik akut berupa demam berulang, peradangan saluran dan saluran kelenjar
getah bening. Pada stadium lanjut dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran
kaki, lengan, payudara dan alat kelamin (Chin J, 2006).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa filariasis adalah penyakit
menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria yang hidup di saluran dan kelenjar
limfe serta ditularkan oleh berbagai spesies nyamuk.

C. Etiologi
Filariasis disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang hidup di saluran dan kelenjar
getah bening. Anak cacing yang disebut mikrofilaria, hidup dalam darah. Mikrofilaria
ditemukan dalam darah tepi pada malam hari. Penyakit ini ditularkan melalui nyamuk
yang menghisap darah seseorang yang telah tertular sebelumnya. Darah yang terinfeksi
dan mengandung larva akan ditularkan ke orang lain pada saat nyamuk yang terinfeksi
menggigit atau menghisap darah orang tersebut, tidak seperti Malaria dan Demam
berdarah.
Filariasis di Indonesia disebabkan oleh tiga spesies cacing filaria yaitu:
1. Wuchereria bancrofti
2. Brugia malayi
3. Brugia timori (Gandahusada, 1998)

6
Gambar 1. Mikrofilaria Wuchereria bancrofti (A), Brugia malayi (B), dan Brugia timori (C)

Di Indonesia telah terindentifikasi 23 spesies nyamuk dari 5 genus yaitu Mansonia,


Anopheles, Culex, Aedes, dan Armigeres yang menjadi vektor filariasis. Sepuluh spesies
nyamuk Anopheles diidentifikasikan sebagai vektor Wuchereria bancrofti tipe pedesaan.
Culex quinquefasciatus merupakan vektor Wuchereria bancrofti tipe perkotaan. Enam
spesies Mansonia merupakan vektor Brugia malayi. Di Indonesia bagian timur,
Mansonia dan Anopheles barbirostris merupakan vektor filariasis yang paling penting.
Beberapa spesies Mansonia dapat menjadi vektor Brugia malayi tipe subperiodik
nokturna. Sementara Anopheles barbirostris merupakan vektor penting Brugia malayi
yang terdapat di Nusa Tenggara Timur dan kepulauan Maluku Selatan. Perlu kiranya
mengetahui bionomik (tata hidup) vektor yang mencakup tempat berkembang biak,
perilaku menggigit, dan tempat istirahat untuk dapat melaksanakan pemberantasan
vektor filariasis. Tempat perindukan nyamuk berbeda-beda tergantung jenisnya.
Umumnya nyamuk beristirahat di tempat-tempat teduh, seperti semak-semak sekitar
tempat perindukan dan di dalam rumah pada tempat-tempat yang gelap. Sifat nyamuk
dalam memilih jenis mangsanya berbeda-beda, ada yang hanya suka darah manusia
(antrofilik), darah hewan (zoofilik), dan darah keduanya (zooantrofilik). Terdapat
perbedaan waktu dalam mencari mangsanya, ada yang di dalam rumah (endofagik) dan
ada yang di luar rumah (eksofagik). Perilaku nyamuk tersebut berpengaruh terhadap
distribusi kasus filariasis. Setiap daerah mempunyai spesies nyamuk yang berbeda-beda
(Depkes RI, 2005).

a. Manusia
Setiap orang mempunyai peluang yang sama untuk dapat tertular filariasis
apabila digigit oleh nyamuk infektif (mengandung larva stadium III). Manusia
yang mengandung parasit selalu dapat menjadi sumber infeksi bagi orang lain
yang rentan (suseptibel). Biasanya pendatang baru ke daerah endemis
(transmigran) lebih rentan terhadap infeksi filariasis dan lebih menderita dari

7
pada penduduk asli. Pada umumya laki-laki banyak terkena infeksi karena lebih
banyak kesempatan untuk mendapat infeksi (exposure). Gejala penyakit lebih
nyata pada laki-laki karena pekerjaan fisik yang lebih berat (Gandahusada,
1998).

Gambar 1. Penderita filariasis pada buah zakar.

Gambar 2. Penderita filariasis pada kaki.


2. Hewan
Beberapa jenis hewan dapat berperan sebagai sumber penularan filariasis
(hewan reservoir). Hanya Brugia malayi tipe sub periodik nokturna dan non
periodik yang ditemukan pada lutung (Presbytis criatatus), kera (Macaca
fascicularis), dan kucing (Felis catus) (Depkes RI, 2005).

Gambar 3. Filariasis pada hewan.

3. Lingkungan

8
a. Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik mencakup keadaan iklim, keadaan geografis, stuktur
geologi dan sebagainya. Lingkungan fisik erat kaitannya dengan kehidupan
vektor sehingga berpengaruh terhadap munculnya sumber-sumber
penularan filariasis. Lingkungan fisik dapat menciptakan tempat perindukan
dan beristirahatnya nyamuk. Suhu dan kelembaban berpengaruh terhadap
pertumbuhan, masa hidup, dan keberadaan nyamuk. Lingkungan dengan
tumbuhan air di rawa-rawa dan adanya hewan reservoir (kera, lutung, dan
kucing) berpengaruh terhadap penyebaran Brugia malayi sub periodik
nokturna dan non periodik.
b. Lingkungan Biologi
Lingkungan biologi dapat menjadi rantai penularan filariasis. Misalnya,
adanya tanaman air sebagai tempat pertumbuhan nyamuk Mansonia sp.
Daerah endemis Brugia malayi adalah daerah dengan hutan rawa, sepanjang
sungai atau badan air yang ditumbuhi tanaman air.
c. Lingkungan Sosial, Ekonomi dan Budaya
Lingkungan sosial, ekonomi, dan budaya adalah lingkungan yang
timbul sebagai akibat adanya interaksi antara manusia, termasuk perilaku,
adat istiadat, budaya, kebiasaan, dan perilaku penduduk. Kebiasaan bekerja
di kebun pada malam hari, keluar pada malam hari, dan kebiasaan tidur
berkaitan dengan intensitas kontak vektor. Insiden filariasis pada laki-laki
lebih tinggi daripada perempuan karena umumnya laki-laki sering kontak
dengan vektor pada saat bekerja. (Depkes RI, 2005)

D. Klasifikasi
Klasifikasi filariasis menurut Depkes (2006) meliputi :
a. Filariasis limfatik
Filariasis limfatik disebabkan oleh wuchereria bancrofti, brugia malayi dan
brugia timori. Gejala elefantiasis (penebalan kulit dan jaringan-jaringan
dibawahnya) sebenarnya hanya disebabkan oleh filariasis limfatik ini. B. Timori
diketahui jarang menyerang jenis kelamin, tetapi w.bancrofti dapat menyerang
tungkai dada serta alat kelamin.

b. Filariasis subkutan (bawah jaringan kulit)

9
Filariasis subkutan disebabkan oleh loa-loa (cacing mata afrika), mansonella
streptocerca,onchocerca volvulus dan racun culusmedinensis(cacing guinea).
Mereka menghuni lapisan lemak yang ada dibawah lapisan kulit
c. Filariasis rongga serosa (serous cavity)
Filariasis rongga serosa disebabkan oleh mansonella perstans dan mansolla
ozzardi, yang menghuni rongga perut. Semua parasit ini disebarkan melalui nyamuk
atau lalat penghisap darah atau untuk dracunculus oleh kopepoda.

E. Patofisiologi
Parasit memasuki sirkulasi saat nyamuk menghisap darah lalu parasit akan menuju
pembuluh limfa dan nodus limfa. Di pembuluh limfa terjadi perubahan dari larva
stadium 3 menjadi parasit dewasa. Cacing dewasa akan menghasilkan produk – produk
yang akan menyebabkan dilatasi dari pembuluh limfa sehingga terjadi disfungsi katup
yang berakibat aliran limfa retrograde. Akibat dari aliran retrograde tersebut maka akan
terbentuk limfedema.
Perubahan larva stadium 3 menjadi parasit dewasa menyebabkan antigen parasit
mengaktifkan sel T terutama sel Th2 sehingga melepaskan sitokin seperti IL 1, IL 6,
TNF α. Sitokin - sitokin ini akan menstimulasi sum- sum tulang sehingga terjadi
eosinofilia yang berakibat meningkatnya mediator proinflamatori dan sitokin juga akan
merangsang ekspansi sel B klonal dan meningkatkan produksi IgE. IgE yang terbentuk
akan berikatan dengan parasit sehingga melepaskan mediator inflamasi sehingga timbul
demam. Adanya eosinofilia dan meningkatnya mediator inflamasi maka akan
menyebabkan reaksi granulomatosa untuk membunuh parasit dan terjadi kematian
parasit. Parasit yang mati akan mengaktifkan reaksi inflam dan granulomatosa. Proses
penyembuhan akan meninggalkan pembuluh limfe yang dilatasi, menebalnya dinding
pembuluh limfe, fibrosis, dan kerusakan struktur. Hal ini menyebabkan terjadi
ekstravasasi cairan limfa ke interstisial yang akan menyebabkan perjalanan yang kronis.
Cara penularan penyakit ini ketika seorang tertular atau terinfeksi penyakit filariasis
bankrofti atau kaiki gajah apabila oramg tersebut digigit nyamuk yang infektif yaitu
nyamuk yang mengandung larva filarial W.bankrofti. Nyamuk mendapat cacing filarial
kecil (mikrofilaria) sewaktu menghisap darah penderita penyakit kaki gajah atau
filariasis yng mengandung mikrifilaria atau dari binatang reservoir (monyet) yang
mengandung mikrofilaria.

10
 

F. WOC

11
Nyamuk

Parasit

Menuju pembuluh limfe

Perubahan dari larfa


Stadium 3

Parasit dewasa

Berkembang biak menyebabkan dilatasi enyebabkan antigen


Pem.Limfe mengaktifkan parasit

Kumpulan cacing pembekakan pem.Limfe Mengaktifkan sel T dewasa


Filaria penyebab
Penyumbatan pem.Limfe kerusakan struktur kulit igE berikatan

NYERI KERUSAKAN Mediator inflamasi


ITEGRITAS
KULIT
Kelenjar getah bening
Adanya inflamasi pada kulit

HIPERTERMIA

HARGA DIRI
RENDAH

G. Manifestasi Klinis

12
Gejala kronis dari penyakit kaki gajah yaitu berupa pembesaran yang menetap
(elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah dada, buah zakar (elephantiasis skroti).
Manifestasi gejala klinis filariasis disebabkan oleh cacing dewasa pada sistem limfatik
dengan konsekuensi limfangitis dan limfadenitis. Selain itu, juga oleh reaksi
hipersensitivitas dengan gejala klinis yang disebut occult filariasis. Dalam proses
perjalanan penyakit, filariasis bermula dengan limfangitis dan limfadenitis akut berulang
dan berakhir dengan terjadinya obstruksi menahun dari sistem limfatik. Perjalanan
penyakit berbatas kurang jelas dari satu stadium ke stadium berikutnya, tetapi bila
diurutkan dari masa inkubasi dapat dibagi menjadi:
1. Masa Prepaten
Merupakan masa antara masuknya larva infektif sampai terjadinya
mikrofilaremia yang memerlukan waktu kira-kira 3-7 bulan. Hanya sebagian dari
penduduk di daerah endemik yang menjadi mikrofilaremik, dan dari kelompok
mikrofilaremik inipun tidak semua kemudian menunjukkan gejala klinis. Terlihat
bahwa kelompok ini termasuk kelompok yang asimtomatik baik mikrofilaremik
ataupun amikrofilaremik.
2. Masa Inkubasi
Merupakan masa antara masuknya larva infektif hingga munculnya gejala klinis
yang biasanya berkisar antara 8-16 bulan.
3. Gejala Klinik Akut
a. Demam berulang-ulang selama 3-5 hari, demam dapat hilang bila istirahat dan
muncul lagi setelah bekerja berat
b. Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha,
ketiak (lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit
c. Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar
dari pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde lymphangitis)
d. Filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening,
dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah
e. Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak
kemerahan dan terasa panas (early lymphodema)
4. Gejala menahun
Gejala menahun terjadi 10-15 tahun setelah serangan akut pertama. Mikrofilaria
jarang ditemukan pada stadium ini, sedangkan limfadenitis masih dapat terjadi.

13
Gejala kronis ini menyebabkan terjadinya cacat yang mengganggu aktivitas
penderita serta membebani keluarganya.
a. Filariasis bancrofti
Pada filariasis yang disebabkan Wuchereria bancrofti pembuluh limfe
alat kelamin laki-laki sering terkena disusul funikulitis, epididimitis dan
orchitis. Limfadenitis inguinal atau aksila, sering bersama dengan
limfangitis retrograd yang umumnya sembuh sendiri dalam 3-15 hari.
Serangan biasanya terjadi beberapa kali dalam setahun. Limfedema pada
filariasis bancrofti biasanya mengenai seluruh tungkai. Limfe edema
tungkai ini dapat dibagi menjadi 4 tingkat, yaitu:
1. Tingkat 1
Edema pitting pada tungkai yang dapat kembali normal (reversibel)
bila tungkai diangkat.
2. Tingkat 2
Pitting/ non pitting edema yang tidak dapat kembali normal
(irreversibel) bila tungkai diangkat.
3. Tingkat 3
Edema non pitting, tidak dapat kembali normal (irreversibel) bila
tungkai diangkat, kulit menjadi tebal.
4. Tingkat 4
Edema non pitting dengan jaringan fibrosis dan verukosa pada
kulit(elephantiasis). (T.Pohan,Herdiman, 2009)
b. Filariasis brugia
Pada filariasis yang disebabkan Brugia malayi dan Brugia timori
limfadenitis paling sering mengenai kelenjar inguinal, sering terjadi setelah
bekerja keras. Kadang-kadang disertai limfangitis retrograd. Pembuluh
limfe menjadi keras dan nyeri, dan sering terjadi limfedema pada
pergelangan kaki dan kaki. Penderita tidak mampu bekerja selama beberapa
hari. Serangan dapat terjadi 12 kali dalam satu tahun sampai beberapa kali
perbulan. Kelenjar limfe yang terkena dapat menjadi abses, memecah,
membentuk ulkus dan meninggalkan parut yang khas, setelah 3 minggu
hingga 3 bulan.

14
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes Diagnostik
a. Metode Fitrasi membran (Membrane filtration method)
Darah vena diambil pada saat malam hari dan di saring (filter) melalui
sebuah membrane dengan pori-pori kecil, yang mampu dan mudah
mendeteksi mikrofilaria dan menghitung jumlah muatan infeksi. Biasanya
digunakan pada tahap awal penyakit sebelum gejala (manisfestasi) klinis
muncul. Setap kali lipoedema (lyphoedema) berkembang secara umum
mikrofilaria menghilang di seluruh darah perifer.
b. Ultrasonografi
Baru-baru ini ultrasonografi digunakan untuk membantu menentukan
dan memperlihatkan pergerakan hidup cacing filaria dewasa W. Bancrofti di
bagian saluran limfe skrotum pada pria dengan mikrofilaremia tanpa gejala
(asimptomatik).
c. Lymphoscintigraphy
d. Immunochromatographic test (ICT)
Merupakan tes assay dengan sensitifitas yang tinggi dan spesifik dalam
memeriksa antigen filariasis. Hasil tes positif pada tahap awal penyakit
ketika cacing dewasa hidup dan menjadi negatif ketika cacing sudah mati.
e. Pemeriksaan DNA menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Tes ini memiliki ke-spesifikan dan sensitifitas yang tinggi sehingga
mampu mendeteksi DNA parasit pada manusia sebagai vektor cacing.
2. Pengobatan
a. Diethylcarbamazine (DEC)
Efektif melawan mikrofilaria dan beberapa cacing dewasa. DEC
menurunkan tingkat mikrofilaria di dalam darah dengan dosis tunggal per
tahun 6mg/kg berat badan dan efeknya dapat dipertahankan dalam jangka
waktu 1 tahun. Meskipun DEC membunuh cacing dewasa, tetapi efek
tersebut hanya terobservasi pada sekitar 50% pasien saja. Obat ini tidak
bekerja langsung pada parasit (cacing) tetapi kinerjanya diperantarai oleh
sistem imun host (penderita). Awalnya rekomendasi dosis pemberian obat
adalah 6mg/kg diberikan selama 12 hari. Hasil penelitian baru-baru ini
memperlihatkan dosis tunggal dari DEC 6 mg/kg lebih efektif dibandingkan
dengan dosis yang diberikan selama 12 hari. Melalui ultrasonography

15
ditunjukan meskipun hanya dosis tunggal DEC, mampu  membunuh cacing
karena kondisi cacing masih sensitif terhadap obat. Ketika cacing tidak
sensitif, pengulangan dosis tidak menunjukan efek pada cacing dewasa
(sehingga lebih baik dosis tunggal dari pada pemberian selama 12 hari).
Tetap mempertahankan pemberian dosis tunggal DEC tahunan (tiap tahun)
untuk membasmi mikrofilaria merupakan cara yang baik untuk mecegah
transmisi penyakit. Efek samping obat kebanyakan terjadi pada pasien yang
memiliki mikrofilaria di dalam darah dan mengalami penghancuran parasit
(cacing) yang cepat ditandai dengan demam, sakit kepala, nyeri otot
(myalgia), nyeri tenggorokan atau batuk yang berakhir 24 hingga 48 jam.
biasanya dalam derajat yang ringan dan membutuhkan terapi symptomatic
(sesuai gejala yang timbul).
b. Ivermectin
Obat ini bekerja langsung pada mikrofilaria dan  dalam dosis tunggal
200 -400 ugm/kg menjaga hasil tes hitung  darah mikrofilaria pada tingkat
yang rendah meskipun setelah satu tahun, sama seperti DEC. Efek samping
obat terlihat pada pasien dengan microfilaraemic mirip dengan efek samping
pada DEC tetapi lebih ringan karena membersihkan parasitaemia dengan cara
perlahan. Ivermectin merupakan alternatif obat yang digunakan pada pasien
yang mengalami onchocerciasis untuk pencegahan filariasis karena lebih
aman dan manjur, ketika dibandingkan dengan DEC.
c. Albendazole
Merupakan golongan obat antihelmintic (anti cacing), obat ini
memperlihatkan efek penghancuran cacing filaria dewasa ketika diberikan
dalam dosis 400 mg 2 kali sehari selama dua minggu. Kematian cacing
dewasa merangsang reaksi skrotum yang hebat pada bancroftian filariasis
diarea yang telah  terjadi sumbatan. Albendazol tidak memperlihatkan aksi
langsung melawan mikrofilaria dan tidak secara langsung menurunkan hasil
tes hitung darah mikrofilaria. Ketika diberikan dalam dosis tunggal 400 mg
bersama dengan DEC atau Ivermectin, efek penghancuran oleh obat terlihat
lebih nyata (jelas). Albendazole yang dikombinasi dengan  DEC atau 
invermectin direkomendasikan dalam program eliminasi filariasis global.
Albendazole tidak hanya mencegah transmisi di komunitas filariasis tetapi

16
juga memiliki keuntungan tambahan untuk membersihkan cacing
intestinal(kecacingan). 

I. Penatalaksanaan
Tindakan pencegahan dan pemberantasan filariasis yang dapat dilakukan adalah:
1. Melaporkan ke Puskesmas bila menemukan warga desa dengan pembesaran kaki,
tangan, kantong buah zakar, atau payudara.
2. Ikut serta dalam pemeriksaan darah jari yang dilakukan pada malam hari oleh
petugas kesehatan.
3. Minum obat anti filariasis yang diberikan oleh petugas kesehatan.
4. Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan agar bebas dari nyamuk penular.
5. Menjaga diri dari gigitan nyamuk misalnya dengan menggunakan kelambu pada saat
tidur. (Depkes RI, 2005)
Penata laksanaan kasus filariasis :
a. Dilakukan pada semua kasusnklinis baik di daerah endemis maupun di luar daerah
endemis.
b. Semua kasus klinis diberikan obat DEC 100 mg, 3x sehari selama 10 hari untuk
pengobatan individual.
c. Semua kasus klinis ditatalaksanakan dengan 5 komponen dasar, yaitu : pencucian,
pengobatan, dan perawatan luka, melatih otot-otot (exercise), meninggalkan bagian
yang bengkak (elevasi), memakai alas kaki yang nyaman. (Depkes, 2009)

17
BAB III

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

FORMAT PENGKAJIAN
ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
POLTEKKES KEMENKES BENGKULU

Tanggal Pengkajian : Tanggal masuk :


Ruang kelas : Nomor register :
Diangnosa medis :

A. Identitas Klien
Identitas klien Meliputi nama klien, Jenis kelamin, usia/tanggal lahir, status
perkawinan, agama, sukubangsa, pendidikan, bahasa yang digunakan, pekerjaan, dan
alamat.
B. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah pasien mengeluh demam berulang-ulang selama beberapa hari. Demam
hilang bila istirahat dan demam akan muncul lagi ketika bekerja berat.
C. Riwayat Kesehatan Sekarang\
Riwayat penyakit sekarang merupakan keluhan yang terjadi saat perawat memeriksa
pasien. Jika pada keluhan utama tidak dijelaskan proses munculnya riwayat penyakit
sekarang, maka pada pengkajian selanjutnya dapat dimunculkan berbagai keluhan
lainnya.
D. Riwayat Kesehatan Dahulu
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh pasien sebelumnya,
misalnya apakah klien pernah dirawat sebelumnya, dengan penyakit apa, apakah pernah
mengalami sakit yang berat dan sebagainya.
E. Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji kondisi kesehatan keluarga klien untuk menilai ada tidaknya hubungan
dengan penyakit yang sedang dialami oleh klien. Meliputi pengkajian apakah pasien
pernah mengalami alergi atau penyakit keturunan.

18
F. Riwayat Pola Kebiasaan

N POLA KEBUTUHAN DASAR POLA KEBIASAAN


O MANUSIA
1. KEBUTUHAN Klien yang mengalami gangguan Filariasis
OKSIGENISASI biasanya tidak mengalami sesak nafas.

2. KEBUTUHAN NUTRISI DAN Porsi yang dihabiskan, keluhan mual dan muntah,
CAIRAN dan biasanya klien menglami perubahan pola
makanan setelah sakit

3. KEBUTUHAN ELIMINASI Mengakaji kebiasaan eliminasi (jumlah, warna,


apakah ada gangguan). Dan pada pasien
mengalami filariasis biasanya mengalami
gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi.

4. KEBUTUHAN ISTIRAHAT Kebiasaan tidur siang dan malam, berapa jam


DAN TIDUR
sehari, bagaimana perubahannya setelah sakit, dan
biasanya klien sering terbangun dan susah tidur
karena nyeri di tempat terjadinya pembekakan
filariasis pada tungkai dan Mudah lelah,
intoleransi aktivitas, perubahan pola tidur

5. KEBUTUHAN Apakah ada pembatas aktifitas dan mobilisasi, apa


AKTIVITAS/MOBILISASI
bila terasa. Dan biasanya pada pasien Filariasis
mengalami gangguan aktivitas .

6. KEBUTUHAN RASA Pada pasien Filariasis biasanya mengalami


NYAMAN gangguan rasanyaman

19
7. KEBUTUHAN PERSONAL Mandi, kebersihan badan, gigi dan mulut, rambut,
HYGIENE kuku dan pakaian. Dan biasanya klien yang
mengalami Filariasis mengalami gangguan dalam
proses pemenuhan personal hygiene nya
Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.

G. Pengakajian Fisik (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi, Olfaksi)


1. Pemeriksaan Fisik Umum
Biasanya keadaan umum klien baik atau compos mentis(CM) akan berubah sesuai
tingkatan gangguan yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat.
2. Sistem Pengelihatan
Biasanya penglihatan pada klien tidak terganggu
3. Sistem Pendengaran
Biasanya klien tidak terdapat masalah pada pendengaran dan keseimbangan
4. System Pernafasan
Biasanya klien tidak mengalami gangguan pernapasan
5. System Hidung/Penciuman
Biasanya pasien tidak mengalami gangguan penciuman
6. System Pengecapan
Biasanya pasien tidak mengalami gangguan pengecapan
7. System kardiovaskuler
Biasanya pasien tidak mengalami gangguan kardiovaskular
8. System Abdomen/pencernaan
Biasanya pasien tidak mengalami gangguan pencernaan
9. System Muskuloskeletal
Biasanya pasien Filariasis mengalami tonus otot buruk, kekakuan sendi, dan nyeri
H. Riwayat Psikososial dan Spritual
1. Riwayat psikologis
Yaitu meliputi prilaku klien, perasaan, dan emosi yg dialami penderita sehubungan
dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
2. Riwayat social
Perlu dikaji kebiasaan-kebiasaan klien dan keluarganya, misalnya : merokok,
pekerjaan, rekreasi, keadaan lingkungan, faktor-fakto ralergen dll.

20
3. Riwayat spiritual
Yaitu kebiasaan klien dalam menjalankan ibadah, apakah sering atau tidak.

I. Analisa Data

Data Senjang Etiologi Masalah

Gejala dan tanda mayor Berhubungandengan : Nyeri kronis


Data Subjektif:  Kondisi
Muskoloskeletal
 Mengeluh nyeri
kronis
 Merasa depresi (tertekan)
Data Objektif :
 Tampak meringis
 Gelisah
 Tidak mampu menuntaskan
aktivitas

Gejala dan tanda minor :


Data Subjektif :
 Tidak tersedia
Data Objektif :
 Bersikap protektif (posisi
menghindari nyeri)
 Waspaada
 Pola tidur menyemit
 Anoreksia
 Focus menyempit
 Berfokus pada diri sendiri
Gejala dan tanda mayor  Penurunan Kerusakan itregitas
mobilitas
Data Subjektif : kulit/jaringan
 Tidak tersedia

Data Objektif :
 Kerusakan jaringan dan/atau
lapisan kulit

Gejala dan tanda minor


Data Subjektif :
 Tidak tersedia
Data Objektif :

21
 Nyeri
 Perdarahan
 Kemerahan
 hematoma

Gejala dan tanda mayor Proses penyakit (mis. hipertermia


Data Subjektif : Infeksi, kanker)
 (tidaktersedia)
Data Objektif :
 Suhu tubuh diatas nilai normal

Gejala dan Data minor


Data Subjektif :
 (tidaktersedia)
Data Objektif :
 Kulit merah
 Kejang
 Taki kardi
 Takipnea
 Kulit terasa hangat
Gejala dan tanda mayor Perubahan pada citra Harga diri rendah
tubuh
Data subjektif: situasional
 Menilai diri negatif (mis. Tidak
berguna, tidak tertolong)
 Merasa malu/bersalah
 Melebih-lebihkan penilaian
negatif tentang diri sendiri
 Menolak penilaian positif tentang
diri sendiri
Data Objektif:
 Berbicara pelan dan lirih
 Menolak berinteraksi dengan
orang lain
 Berjalan menunduk
 Postur tubuh menunduk

Gejala dan tanda minor


Data subjektif :
 Sulit berkonsentrasi
Data objektif :
 Kontak mata kurang
 Lesuh dan tidak bergairah

22
 Pasif
 Tidak mampumembuat keputusan

23

Anda mungkin juga menyukai