Anda di halaman 1dari 3

Nama : LADEFA LATHIEF NURCAHAYAN

NIM : 113 180 097


Kelas : E

Judul TA: Studi Laboratorium Analisa Problem Shale dan Penanggulangannya


Menggunakan Water base mud KCL Polymer dan Oil in water emulsion Mud Pada
Pemboran sumur SBJ 320 Lapangan Samboja.
Operasi pemboran yang dilakukan di sumur SBJ 320 dikategorikan sebagai pengeboran
pengembangan yang bertujuan untuk menambah titik serap minyak di lapangan Samboja.
Formasi Balikpapan adalah lapisan produktif yang menjadi sasaran pemboran yang
didominasi oleh shale yang sangat reaktif. Untuk mengantisipasi terjadinya problem
shale sumur SBJ 320 dilakukan uji laboratorium untuk dapat mendesign lumpur yang
tepat pada sumur tersebut sehingga dapat mengatasi shale problem dengan menggunakan
sampel cutting sumur pada kedalaman 1000-1100 m. Dari data Drilling Dayli Report pada
formasi balikpapan, terjadi shale problem karena terdapat rontokan shale pada kedalaman
1040 sampai 1090 yang ditandai dengan naiknya densitas lumpur dari 1,24 SG menjadi
1,30 SG, sehingga mengakibatkan pipa pemboran terjepit.
Pembuatan lumpur dasar yaitu menggunakan 350 ml air dan bentonite sebesar 22,5 gram
serta penambahan cutting pada lumpur untuk mengetahui nilai MBT dan CEC pada
lumpur dasar tersebut sebagai perbandingan pada tahap pembuatan lumpur berikutnya.
Pada pengujian lumpur dasar didapat nilai CEC sebesar 15 meq/100 gram clay yang mana
dalam klasifikasi shale 10-20 meq/100 gram clay masih memiliki potensi swelling.
Lumpur yang digunakan adalah KCL polymer 12% dan oil in water emulsion Mud. Pada
awal pengujian laboratorium menggunakan metode MBT. Metode pengujian dilakukan
dengan menggunakan cairan methylene blue yang diteteskan ke paper sample
menunjukkan gambar blue balo. Dari data MBT pada sumur SBJ 320 di lapangan samboja
menggunakan KCL polymer sebesar 17 meq/100 gram clay yang dikategorikan ke dalam
shale kelas B yang didominasi oleh mineral monmonlonite dan illite. Nilai CEC yang
optimum didapatkan pada lumpur KCL polymer 12% sebesar 8 meq/100 gram clay dan
oil in water emulsion mud 18% sebesar 7,5 meq/100 gram clay yang dapat menanggulangi
shale problem pada operasi pemboran sumur SBJ 320.

Untuk dapat mengatasi problem shale terdapat beberapa jenis lumpur yang dapat
digunakan. Oil base mud dapat mengatasi problem shale, akan tetapi biaya ekonomis
yang sangat mahal dan sangat mempengaruhi pencemaran lingkungan sehingga perlu
digunakan water base mud yang sudah di design komposisinya. Seperti lumpur KCL
polymer, lumpur PHPA, lumpur liynosulfonat dan fokus Analisa studi penelitian ini
adalah Lumpur KCL polymer dan oil in water emulsion mud.
Tahap mulanya percobaan adalah menganalisa cutting untuk mengetahui klasifikasi shale
pada sumur SBJ 320 menggunakan metode MBT. Dari data tersebut digunakan sampel
cutting sebanyak 1 gram didapatkan nilai Methylene Blue sebesar 17 ml. Sedangkan nilai
CEC sebesar 17 Meq/100 gram clay yang dikategorikan ke dalam shale kelas B yang
didominasi oleh mineral monmonlonite dan illite tergolong mineral yang reaktif apabila
bereaksi dengan air, sehingga akan mengalami pengembangan yang dapat menimbbulkan
problem shale swelling dan shloughing yang dapat mengakibatkan pipa pengeboran
terjepit. Nilai CEC di atas 20 Meq/100 gram clay dapat mengakibatkan swelling. Nilai
CEC 10-20 Meq/ 100 gram clay dapat berpotensi terjadinya swelling dan di bawah 10
Meq/ 100 gram tidak mengakibatkan swelling. Maka dari itu perlu dicari nilai CEC
dibawah 10 Meq/100 gram clay sehingga dapat menanggulangi problem shale seperti
swelling yang dapat mengakibatkan pipa terjepit.
Pada tahap berikutnya adalah pembuatan lumpur dasar yaitu menggunakan 350 ml air
dan bentonite sebesar 22,5 gram serta penambahan cutting pada lumpur untuk mengetahui
nilai MBT dan CEC pada lumpur dasar tersebut sebagai perbandingan pada tahap
pembuatan lumpur berikutnya. Pada pengujian lumpur dasar didapat nilai CEC sebesar
15 Meq/100 gram clay yang mana dalam klasifikasi shale 10-20 Meq/100 gram clay
masih memiliki potensi swelling.
Pengukuran sifat-sifat oil pada lumpur permukaanya dapat memberikan tren yang baik
terhadap perubahan fluida, tetapi dapat menyesatkan atau keliru jika pengaruh kondisi
temperature dan tekanan pada lubang bor tidak diperhitungkan. Pengukuran sifat-sifat
contoh lumpur minyak yang diambil di permukaan juga dapat memberikan informasi
penting terhadap perubahan system yang mungkin terjadi, tetapi kondisi lubang bor yang
sesungguhnya dapat menyebabkan harga pengukuran di permukaan terlalu jauh berbeda
dengan kondisi di dasar lubang bor. Viskositas baik air maupun minyak berkurang dengan
naiknya temperatur, tetapi keduannya memiliki perilaku yang sangat berbeda dengan
naiknya tekanan. Viskositas air tetap tidak berubah dengan naiknya tekanan, tetapi
viskositas diesel oil contohnya, naik secara tajam dengan bergambahnya tekanan.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa system penambahan oil mempunyai fasa
eksternal air dan fasa internal minyak yang bervariasi dari 5% volume sampai sekitar 50
% volume. Jika campuran dari kedua fasa tersebut diputus secara mekanis dengan
demulsifier yang memadi, maka minyak akan terdispersi dalam butir-butir yang sangat
kecil atau disebut colloidal micellas. Mereka mempunyai pengaruh yang sama terhadap
viskositas yang diperoleh jika koloid ditambahkan ke dalam lumpur water base. Oleh
karena itu naiknya kadar minyak atau water oil ratio akan menyebabkan naiknya
viskositas, sedangkan dengan bertambahnya kadar air untuk mengatur viskositas water
base mud biasanya tidak dilakukan kecuali untuk mengatur viskositar water base mud
biasanya tidak dilakukan kecuali untuk kondisi tertentu.
Dalam aplikasi lapangan, manfaat penambahan oil berupa diesel oil atau non toxic
mineral oil berdasarkan pada filtratnya adalah minyak karena itu tidak dapat
menghhidrasi shale atau clay yang sensitive terhadap air maupun formasi yang produktif.
Maka dapat digunakan sebagai salah satu Completion Mud. Manfaat lainnya adalah untuk
melepaskan drill pipe yang terjepit, tahan terhadap suhu tinggi, dan mempermudah
pemasangan cutting liner.

Pada Tugas Akhir (TA) di atas, pokok permasalahannya adalah shale problem yang dapat
mengakibatkan swelling sehingga terjadi pipa terjepit. Berdasarkan TA tersebut, indikasi
adanya shale problem didapat dari data Drilling Dayli Report pada bagian lumpur,
khususnya sifat fisik lumpur. Dinyatakan bahwa adanya kenaikan berat lumpur (densitas)
dari 1,24 SG sampai 1,30 SG. Kemudian dilakukan uji laboratorium untuk mengukur
MBT dan CEC-nya. Setelah dilakukan, diperoleh data CEC-nya sebesar 15 Meq/100
gram dengan kategori shale B, dominasi mineral montmorillonite dan illite yang
berpotensi memicu swelling. Sehingga penanggulangannya adalah dengan merubah sifat
fisik lumpur yaitu dengan menambahkan KCL polymer 12 % dari perhitungan MBT,
didpat CEC-nya sebesar 8 meq/100 gram yang tidak menimbulkan hidrasi shale. Ada opsi
lain yaitu menggunakan oil in water emulsion yang mampu menurunkan nilai CEC
sebesar 7,5 Meq/100 gram. Akan tetapi, oil in water emulsion tidak ekonomis dan sifatnya
dapat mencemari lingkungan.
KESIMPULAN
1. Dari hasil analisa cutting pada kedalaman 1100 m menggunakan metode MBT
didapatkan nilai sebesar 17 ml yang sangat berpotensi swelling. Sedangkan
Analisa CEC sebesar 17 Meq/100 gram yang sangat berpotensi swelling pada
operasi pemboran sumur SBJ 320.
2. Hasil pengujian lumpur dasar dengan penambahan cutting sebanyak 1 gram
didapat nilai CEC sebesar 15 Meq/ 100 gram clay yang masih berpotensi swelling.
Pada operasi pemboran dengan densitas 8,6 ppg, Vp sebesar 14 Cp, Yp sebesar
10 lb/100 ft2, Gs 10 menit sebesar 8 lb/ 100 ft2, filtration loss sebesar 5,3 cc/menit.
3. Pada pengujian tahap awal menggunakan lumpur KCL polymer dengan
konsentrasi 6% didapatkan nilai CEC sebesar 13 Meq/ 100 gram yang masih
berpotensi swelling. Selanjutnya penambahan konsentrasi KCL ditingkatkan
secara bertahap sampai didapatkan hasil yang optimum, yaitu KCL 12 % dengan
nilai CEC sebesar 8 Meq/100 gram clay yang tidak termasuk ke dalam swelling.
4. Tahap awal pengujian dengan menggunakan lumpur oil in water emulsion mud.
Konsentrasi penambahan diesel oil sebesar 10 % didapatkan nilai CEC sebesar 13
Meq/100 gram kemudian ditingkatkan didapatkan hasil yang optimum yaitu diesel
oil dengan konsentrasi 18 % didapatkan nilai CEC sebesar 7,5 meq/100 gram yang
tidak termasuk klasifikasi swelling pada operasi pemboran sumur SBJ 320
Lapangan Samboja.

Anda mungkin juga menyukai