Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Luka adalah diskontinuitas dari suatu jaringan. 1 Luka merupakan

kerusakan pada struktur anatomi kulit yang menyebabkan terjadinya

gangguan kulit. Berdasarkan mekanisme cederanya, luka diklasifikasikan

menjadi luka insisi, luka kontusio, luka laserasi, dan luka tusuk. Luka insisi

adalah luka yang dibuat dengan potongan bersih menggunakan instrumen

tajam. Sebagai contoh, luka yang dibuat oleh ahli bedah dalam setiap

prosedur operasi. Proses penyembuhan luka secara umum melalui tiga

fase utama, yaitu fase inflamasi, proliferasi, dan maturasi. Fase inflamasi

ditandai dengan adanya aktivitas sel neutrofil dan makrofag. Aktivasi sel

makrofag akan memicu pelepasan Inter Leukin-1 (IL-1) dan Tumor

Necrosis Factor (TNF).2

Penyembuhan luka adalah respon alami terhadap suatu jaringan,

dan merupakan suatu kaskade kompleks dari peristiwa seluler.3

Penyembuhan luka melalui reaksi radang, tujuan utamanya membentuk

jaringan parut yang keras, untuk menggabungkan bagian luka dan

mengembalikan fungsinya.4 Penggunaan antibiotika sudah sangat sering

ditemukan dalam penyembuhan luka. Namun, selain penggunaan obat

antibiotik terdapat pula tanaman yang dapat membantu dalam proses

penyembuhan luka. Tanaman obat pada masa kini semakin diminati

sebagai terapi alternatif yang tidak kalah pentingnya dengan terapi medis
dan memiliki efek samping yang ringan. Penggunaan tanaman sebagai

obat merupakan hal yang tidak asing lagi. Hal tersebut merupakan

warisan budaya nenek moyang, yang lebih dikenal dengan istilah obat

tradisional.

Salah satu dari jenis tanaman obat yang ada di Indonesia adalah

mahkota dewa (Phaleria macrocarpa). Mahkota dewa (Phaleria

macrocarpa L.) adalah tanaman perdu dari suku Thymelaceae yang

tumbuh subur pada dataran rendah hingga ketinggian 1200 meter di atas

permukaan laut. Tanaman ini mempunyai 1200 spesies yang tersebar

dalam 67 genera. Penampilan tanaman ini sangat menarik, terutama saat

buahnya mulai tua dengan warna merah marun, sehingga banyak

dipelihara sebagai tanaman hias.5 Mahkota dewa merupakan salah satu

jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, karena

harganya yang relatif murah, mudah didapat dan dibudidayakan serta

memiliki berbagai khasiat bagi kesehatan. Selain itu, kandungan pada

bahan alami termasuk mahkota dewa juga umumnya bersifat seimbang

dan saling menetralkan.6 Mahkota dewa telah banyak dimanfaatkan oleh

masyarakat sebagai pengobatan tradisional. Mengingat akan tingginya

potensi yang dimiliki oleh buah mahkota dewa, maka akan sangat

bermanfaat bagi masyarakat jika dilakukan penelitian eksperimental

seputar manfaat buah mahkota dewa khususnya dalam bidang kesehatan.


Penelitian dan pengembangan tanaman obat telah

berkembang pesat, terutama pada segi farmakologi maupun

fitokimianya. Penelitian ini digunakan untuk mencari tanaman yang

berpotensi sebagai tanaman obat, salah satu tanaman yang

dikembangkan adalah mahkota dewa. Beberapa hasil penelitian

yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tanaman mahkota dewa

mempunyai potensi sebagai antioksidan dan antibakteri.7 Hal

tersebut menunjukkan bahwa tanaman mahkota dewa mempunyai

potensi dan manfaat dalam berbagai hal.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan

sebelumnya, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah

“Bagaimanakah pengaruh pemberian ekstrak Mahkota Dewa

(Phaleria macrocarpa) terhadap proses penyembuhan luka pada

tikus putih (Rattus norvegicus L.) ?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak buah

Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap proses

penyembuhan luka pada tikus putih (Rattus norvegicus L.)

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui waktu penyembuhan luka pada kelompok tikus putih

(Rattus norvegicus L.) yang diberikan aquades

2. Mengetahui waktu penyembuhan luka pada kelompok tikus


putih (Rattus norvegicus) yang diberikan NaCl

3. Mengetahui waktu penyembuhan luka pada kelompok tikus

putih (Rattus norvegicus L.) yang diberikan ekstrak Bawang

Putih 20%

4. Mengetahui waktu penyembuhan luka pada kelompok tikus

putih (Rattus norvegicus L.) yang diberikan ekstrak Bawang

Putih 40%

5. Mengetahui waktu penyembuhan luka pada kelompok tikus

putih (Rattus norvegicus L.) yang diberikan ekstrak Bawang

Putih 80%

6. Membandingkan perbedaan waktu penyembuhan luka tikus

putih (Rattus norvegicus L.) pada kelompok kontrol dan

kelompok yang diberikan ekstrak Bawang Putih.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat bagi institusi

Dengan adanya penelitian ini bisa didapatkan informasi

dan pembelajaran tentang pengaruh ekstrak mahkota dewa

terhadap penyembuhan luka. Hal tersebut dapat menjadi

informasi tambahan pada proses penyembuhan luka.

1.4.2 Manfaat bagi pribadi

1. Sebagai wujud penerapan mata kuliah metodologi riset dan

penelitian.

2. Sebagai bahan untuk menambah informasi dan

pengetahuan tentang pemanfaatan Mahkota Dewa

khususnya pada penyembuhan luka.


1.4.3 Manfaat bagi ilmu pengetahuan

1. Membuka wawasan mengenai proses penyembuhan luka

terutama dalam pemberian ekstrak mahkota dewa.

2. Menjadi acuan dalam terapi pada proses penyembuhan luka.

1.4.4 Manfaat bagi peneliti

Penilitian ini diharapkan mampu menambah pengalaman

serta masukan pengetahuan bagi peneliti selanjutnya tentang

pengaruh pemberian ekstrak Mahkota dewa (Phaleria

macrocarpa) terhadap proses penyembuhan luka pada tikus

putih (Rattus norvegicus L.)

1.4.5 Manfaat bagi masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat membantu

menambah wawasan dan informasi kepada masyarakat

terhadap penggunaan tanaman herbal mahkota dewa

(Phaleria macrocarpa) terhadap proses penyembuhan luka.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa)

2.1.1 Klasifikasi tumbuhan

Tumbuhan Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa)

diklasifikasikan sebagai berikut8 :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermathophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Malvales

Suku : Malvaceae

Marga : Phaleria

Spesies : Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.

Nama Lokal : Mahkota dewa

2.1.2 Morfologi Mahkota Dewa

Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa L.) adalah tanaman

perdu dari suku Thymelaceae yang tumbuh subur pada dataran

rendah hingga ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut.

Tanaman ini mempunyai 1200 spesies yang tersebar dalam 67

genera. Penampilan tanaman ini sangat menarik,terutama saat

buahnya mulai tua dengan warna merah marun, sehingga banyak

dipelihara sebagai tanaman hias.Akhir-akhir ini tanaman mahkota


dewa banyak digunakan sebagai obat tradisional, baik secara

tunggal maupun dicampur dengan obat-obatan tradisional

lainnya.7

Mahkota dewa merupakan salah satu tanaman tradisional

yang berasal dari Papua, namun saat ini banyak terdapat di Solo

dan Yogyakarta karena, sejak dahulu kerabat keraton Solo dan

Yogyakarta memeliharanya sebagai tanaman yang dianggap

sebagai pusaka dewa karena kemampuannya menyembuhkan

berbagai penyakit. Saat ini, pengobatan dengan memanfaatkan

mahkota dewa semakin dirasakan khasiatnya oleh masyarakat

umum dengan petunjuk beberapa pengobat herbal.9

Bukti-bukti empiris tentang khasiatnya sudah banyak terjadi

di kalangan masyarakat. Beberapa diantaranya yaitu penelitian

Lisdawati (2002) menunjukkan bahwa daging buah dan cangkang

biji mengandung beberapa senyawa antara lain: alkaloid, flavonoid,


senyawa polifenol, dan tanin. Golongan senyawa dalam tanaman

yang berkaitan dengan aktivitas antikanker dan antioksidan antara

lain adalah golongan alkaloid, terpenoid, polifenol, flavonoid dan

juga senyawa resin.10 Hasil penelitian lainnya juga menunjukkan

bahwa tanaman marga Phaleria umumnya memiliki aktivitas

antimikroba.11

Senyawa aktif mahkota dewa yang berkhasiat sebagai

antibakteri adalah saponin, alkaloid, dan tanin.12 Setiap bagian

pohon mahkota dewa, terutama yang berkhasiat obat, mendapat

perlakuan tertentu setelah dipanen. Perlakuan yang diberikan

meliputi penyortiran, pencucian, pemotongan, pengeringan,

penyangraian, dan perebusan. Perlakuan-perlakuan ini sebaiknya

segera diberikan setelah mahkota dewa dipanen. Cara penggunaan

yang umum dipakai adalah dengan merebusnya terlebih dahulu.

Perebusan sebaiknya menggunakan kuali tanah, panci keramik,

panci gelas, panci email, atau panci “stainless steel”. Lamanya

perebusan tidak berdasarkan menit atau jam. Sebagai tanda

berakhirnya perebusan adalah banyaknya pengurangan jumlah air,

biasanya, pengurangannya sekitar separuhnya. Supaya bisa

berkurang sebanyak itu, setelah mendidih, rebusan tetap diletakkan

di atas api dengan nyala kecil.13

2.1.3 Kandungan Mahkota Dewa

Beberapa kandungan buah, daun, dan batang, dari


tumbuhan Mahkota dewa, yaitu14 :

a. Alkaloid berfungsi sebagai detoksifikasi yang dapat

menetralisir racun-racun di dalam tubuh

b. Saponin sebagai sumber anti bakteri dan anti virus,

meningkatkan sistem kekebalan tubuh, meningkatkan

vitalitas,mengurangi kadar gula dalam darah, dan mengurangi

penggumpalan darah.

c. Flavonoid yang berguna untuk melancarkan peredaran darah

keseluruh bagian tubuh dan mencegah terjadinya penyumbatan

pada pembuluh darah, mengurangi kadar kolesterol serta

mengurangi penimbunan lemak pada dinding pembuluh darah,

mengurangi kadar resiko penyakit jantung koroner, mengurangi

antiinflamasi (anti-radang), berfungsi sebagai antioksidan. dan

membantu mengurangi rasa sakit jika pendarahan atau

pemebengkakan.

d. Polifenol yang berfungsi sebagai anti-histamin.

2.2 Luka

2.2.1 Pengertian Luka

Luka adalah diskontinuitas dari suatu jaringan. Luka

merupakan kerusakan pada struktur anatomi kulit yang

menyebabkan terjadinya gangguan kulit.1 Penyembuhan luka

adalah respon alami terhadap suatu jaringan, dan

merupakan suatu kaskade kompleks dari peristiwa seluler.15


2.2.2 Jenis-jenis luka

Menurut Dorland luka dibagi 2 jenis, yaitu:16

a. Luka tertutup

Luka tertutup merupakan luka dimana kulit korban tetap utuh

dan tidak ada kontak antara jaringan yang ada di bawah

dengan dunia luar, kerusakannya diakibatkan oleh trauma

benda tumpul. Luka tertutup umumnya dikenal sebagai luka

memar yang dapat digolongkan menjadi 2 jenis yaitu:

1) Kontusio, kerusakan jaringan di bawah kulit yang mana

dari luar tampak sebagai benjolan.

2) Hematoma, kerusakan jaringan di bawah kulit disertai

pendarahan sehingga dari luar tampak kebiruan.

b. Luka terbuka

Luka terbuka adalah luka dimana kulit atau jaringan di

bawahnya mengalami kerusakan. Penyebab luka ini adalah

benda tajam, tembakan,benturan benda keras dan lain-lain.

Macam-macam luka terbuka antara lain yaitu luka lecet

(ekskoriasi), luka gigitan (vulnus marsum), luka iris/sayat

(vulnus scisum), luka bacok (vulnus caesum), luka robek

(vulnus traumaticum), luka tembak (vulnus sclopetinum),

luka hancur (vulnus lacerum) dan luka bakar . Luka iris/sayat

(vulnus scisum) biasanya ditimbulkan oleh irisan benda yang

bertepi tajam seperti pisau, silet, parang dan sejenisnya.


Luka yang timbul biasanya berbentuk memanjang, tepi luka

berbentuk lurus, tetapi jaringan kulit di sekitar luka tidak

mengalami kerusakan16.

2.2.3 Penyembuhan Luka

Luka Insisi yang bersih melalui epidermis, dermis dan

jaringan subkutis akan sembuh dengan serangkaian tahapan

yang timbul bergantian selama waktu tertentu. Segera

setelah terjadinya luka, luka terisi darah yang membeku.

Segera setelah itu, timbul peradangan akut dan epitelium

menutupi luka. Jaringan parut akan terbentuk lebih lambat

dan diremodeling untuk menghubungkan erat sisisisi luka.

Walaupun jaringan ini akan dibicarakan secara terpisah,

namun perlu diketahui bahwa ia dinamis dan semuanya

mulai terbentuk dalam beberapa menit setelah timbulnya

luka.17

a) Peradangan

Segera setelah timbulnya luka, terjadi vasokonstriksi

lokal, yang menghentikan perdarahan dan darah dalam

luka akan membeku. Dalam waktu 5-10 menit,

vasodilatasi lokal timbul dan plasma merembes dari

venula kecil ke jaringan sekitainya. Reaksi peradangan

mula-mula lokal, karena adanya penyumbatan fibrin

pada pembuluh limfe. Dalam waktu 2 hari, fibronektin


(suatu glikoprotein) bertumpuk dan menimbulkan

perlekatan, fibroblast, fibrin dan kolagen, sehingga

memungkinkan reaksi lokalisata permanen. Sel yang

rusak mengeluarkan enzim intrasel ke ruang ektrasel.

Vasodilatasi awal dan permeabilitas terjadi sekunder

terhadap histamin dari sel mast dan berakhir kira-kira 30

menit. Respon vaskular yang terlalu lama disebabkan

oleh prostaglandin El dan E2.17

b) Epitelisasi

Selama masa reaksi vaskular dan selular yang hebat,

epitelium dengan cepat beregenerasi untuk

mengembalikan fungsi pelindungnya. Dalam 4 jam,

selapis tipis epitelium akan menutupi luka yang sudah

dijahit dan bersih. Keadaan ini dimulai dengan mitosis

sel basal epidermis dan diikuti dengan perpindahan

epitelium ke bawah tepi luka serta melewati tepi luka.

Epitelium berpindah sebagai "suatu lembaran sampai

berkontak dengan sel-sel epitel lain.17

c) Pembentukan jaringan parut

Dalam 24 jam, mungkin karena rangsang PDGF,

fibroblast dalam jaringan subkutis berpindahr dari tepi

luka sepanjang benang-benang fibrin di luka. Segera

setelah itu, kolagen dikeluarkan, dimulai proses ikatan,


dan proses ke arah penggabungan yang kuat antara

tepitepi luka.17

d) Penyembuhan dengan Intensi Sekunder

Dengan adanya jaringan yang hilang, tepi luka dapat

dirapatkan dan proses penyembuhan berubah.

Lingkungan dalam tubuh harus dilindungi dari bakteri

atau racun eiterna dan tepi luka harus dirapatkan sebisa

mungkin. Tujuan ini diperoleh dengan

pembentukjaringan granulasi dan kontraksi luka.17

e) Jaringan granulasi

Mula-mula bekuan darah mengisi luka dan anyaman

fibrin terbentuk. Granulosit dan monosit fagositik

memulai proses pembersihan. Tunas kapiler dan

fibroblast dengan cepat berproliferasi ke bekuan darah.

Tunas kapiler mengeluarkan enzim litik untuk memecah

fibrin dan memungkinkan pembentukan anyaman. Tunas

itu kemudian mengalami kanalisasi, membentuk

lengkung vaskular yang menghasilkan penyediaan darah

yang kaya zat gizi, oksigen granulosit dan monosit yang

dibutuhkan untuk menghilangkan jaringan mati dan

bekuan darah.17

f) Kontraksi luka

Kontraksi luka adalah suatu proses, tempat terjadi


penyempitan ukuran luka, dengan kehilangan jaringan.

Kontraksi timbul cukup awal, dan jangan dikacaukan

dengan kontraktur atau sikatrisasl, yang menyebabkan

mengecilnya ukuran jaringan parut dan karena itu,

merupakan kejadian tertunda. Pada kontraksi luka, ada

pergerakan sentripetal seluruh kulit. Yang hanya dapat

terjadi bila kulit dapat bergerak.17

Adapun beberapa faktor yang dapat menghalangi

penyembuhan luka. Faktor lokal, seperti oksigenasi dan hematoma.

Sedangkan faktor umum, yaitu nutrisi, seng, steroid sepsis dan

obat sitotoksik.17

2.3 Tikus Putih (Rattus norvegicus)

2.3.1 Klasifikasi Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Taksonomi dari tikus putih adalah sebagai berikut17:

Kingdom : Animalia

Divisi : Chordata

Kelas : Mammalia

Ordo : Rodentia

Famili : Muridae

Subfamili : Murinae

Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus

2.3.2 Morfologi Tikus putih (Rattus norvegicus)

Tikus putih (Rattus norvegicus) atau yang dikenal

sebagai Norway rat merupakan hewan percobaan yang sering

digunakan pada penelitian biomedis, pengujian, dan

pendidikan. Hal ini dikarenakan genetik yang terkarakterisitik

dengan baik, galur yang bervariasi dan tersedia dalam jumlah

yang banyak. Tikus dan mencit untuk kepentingan penelitian

atau laboraturium merupakan jenis albino yang kehilangan

pigmen melaninnya, sifat tersebut menurun pada

anakanaknya.18
2.4 Kerangka Teori

Ekstrak Buah Mahkota dewa

(Phaleria macrocarpa)

Saponin Alkaloid Flavonoid Polifenol

Antivirus dan Antibakteri Antiinflamasi dan Antihistamin


antibakteri antioksidan

Pemberian ekstrak buah Menstimulas


Mengaktifasi makrofag mahkota dewa akan i IL-1a, IL-
sebagai sitem pertahan menghambat aktivitas 1b,
tidak spesifik, sehingga siklooksigenase Sehingga dan TNF-a
dapat meminimalisir konatk terjadi penurunan dalam
bakteri dan virus pelepasan mediator menghambat
inflamasi pengeluaran
histamin
2.5 Kerangka konsep

Ekstrak
Mahkota dewa
(Phaleria Penyembuhan
macrocarpa) luka

Keterangan:

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

2.5 Hipotesis

Dalam penelitian ini, penulis mengambil dua hipotesis

antara lain:

A. H0 : Ekstrak Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa)

tidak mempengaruhi proses penyembuhan luka pada

Tikus Putih (Rattus norvegicus L.)


B. H1: Ekstrak Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa)

mempengaruhi proses penyembuhan luka pada Tikus

Putih(Rattus norvegicus L.)


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian dengan judul “Pengaruh pemberian ekstrak Mahkota

Dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap proses penyembuhan luka pada

tikus putih (Rattus norvegicus L.) ” merupakan jenis penelitian yang

bersifat eksperimental dengan desain uji klinis untuk megetahui apakah

dengan pemberian ekstrak Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) dapat

mempercepat proses penyembuhan luka pada tikus putih (Rattus

norvegicus L.).

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

a. Lokasi penelitian: Penelitian dilakukan di Laboratorium Fakultas

Kedokteran Universitas Muslim Indonesia

b. Waktu Penelitian: Oktober-Desember 2019

3.3. Besar Sampel

Hewan uji yang dipakai adalah 25 ekor tikus putih galur wistar

(Rattus norvegicus), sehat dan mempunyai aktivitas normal, berumur

antara 2-3 bulan dengan berat kira-kira 150-250 gram yang kemudian

dibagi menjadi 3 kelompok percobaan, yaitu:

a. Kelompok yang diberikan Aquades

b. Kelompok yang diberikan NaCl


c. Kelompok yang diberikan Ekstrak Mahkota Dewa (Phaleria

macrocarpa)

Sampel penelitian ini ditentukan menurut rumus Federer

untuk uji eksperimental, yaitu:

(t-1) (n-1) ≥ 15

Keterangan:

t = kelompok perlakuan

n = jumlah sampel perkelompok

(t-1) (n-1) ≥ 15

(5-1) (n-1) ≥ 15

4n-4 ≥ 15

4n ≥ 19

n ≥ 4,75

Dalam penelitian ini, populasi sampel yang digunakan berjumlah 25

ekor tikus putih (Rattus norvegicus), sehingga tiap kelompok perlakuan

berjumlah 5 ekor tikus putih.

Pada setiap kelompok tikus akan diberikan paparan yaitu luka insisi

sepanjang 3cm dan dengan kedalaman ± 0,5cm atau sampai di daerah

dermis dengan menggunakan pisau bedah ukuran 11. Pada Kelompok I

diberikan Ekstrak Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) pada daerah

luka insisi tersebut. Pada kelompok II sebagai kontrol positif, diberikan

NaCl pada daerah luka insisi. Sedangkan pada kelompok III diberikan
Aquades pada daerah luka insisi tersebut. Perlakuan tersebut dilakukan

selama lima hari pada masing-masing kelompok.

3.4. Kriteria Sampel

Pada penelitian ini, hewan coba yang digunakan adalah tikus

jantan (Rattus Norvegicus) berusia 2 bulan dengan berat badan sekitar

200 hingga 250gram. Pemilihan usia 2 bulan karena rentang umur

tersebut mewakili usia dewasa pada tikus. Pemilihan jenis kelamin jantan

dilakukan untuk menghindari pengaruh hormonal yang juga umumnya

terjadi pada mencit betina. Tikus yang digunakan dalam percobaan ini

adalah tikus yang kesehatann umum baik dengan ciri-ciri mata bersinar,

bulu tidak berdiri, dan tingkah laku aktif. Tikus yang memperlihatkan

tanda-tanda sakit tidak diikutsertakan.20

Kriteria Inklusi:

a. Tikus Jantan

b. Umur 2 bulan

c. Berat badan 200-250 gram

d. Kesehatan umum baik

Kriteria Ekslusi:

a. Tikus dalam keadaan sakit

b. Tikus mati saat penelitian

3.5. Variabel Penelitian

3.5.1. Variabel Independen

Variabel bebas yaitu yang menjadi pokok permasalahan dalam


penelitian ini. Sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka

variabel yang akan dipelajari dalam penelitian ini adalah Ekstrak Mahkota

Dewa(Phaleria macrocarpa).

3.5.2. Variabel Dependent

Variabel terikat adalah faktor-faktor yang diamati dan diukur untuk

melihat ada tidaknya pengaruh dari variabel bebas. Variabel terikat atau

dependent dalam penelitian ini adalah Luka.

3.6. Definisi Operasional

1. Ekstrak Buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) adalah suatu

zat yang diperoleh dari proses saringan buah mahkota dewa

setelah dikeringkan, dihaluskan dan dimaserasi.

2. Luka adalah diskontinuitas dari suatu jaringan dan kondisi

rusaknya struktur kulit akibat dari cedera baik internal maupun

eksternal. Pada Penelitian ini, luka yang diamati adalah luka

insisi dengan panjang 3cm dan kedalaman ± 0,5cm atau sampai

di daerah dermis tikus putih (Rattus norvegicus).

3.7. Kriteria Objektif

Penilaian proses penyembuhan luka dilakukan dengan

pengamatan makroskopis dan pengukuran diameter luka pada Tikus putih

(Rattus norvegicus L.) dengan menggunakan alat ukur berupa penggaris.

Pengamatan makroskopis tersebut meliputi tidak adanya eritema,

diameter luka mengecil dan luka tersebut sudah menutup sampai pada

lapisan dermis.
Cepat : Jika luka menutup lebih cepat atau sama dengan control

positif (+)

Lama : Jika proses penyembuhan luka lebih lambat atau sama

dengan control negative (-)

3.8. Instrumen Penelitian

3.8.1. Alat

Peralatan yang digunakan adalah:

1. Sarung Tangan

2. Kandang Tikus putih

3. Satu set alat bedah minor

4. Tabung reaksi

5. Rak tabung

6. Spoit (1ml dan 10ml)

7. Gelas Ukur 1000ml

8. Labu ukur 1000ml

9. Erlenmeyer 1000ml

10. Vial

11. Handscoen

12. Tissue

13. Sendok tanduk

14. Kaca pengaduk

15. Kertas label

16. Timbangan
17. Autoklaf

18. Rotavapor

3.8.2. Bahan

1. Mahkota dewa(Phaleria macrocarpa)

2. Aquades

3. Etanol

3.8.3. Hewan Uji

Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah Tikus

(Rattus Norvegicus).

3.9 prinsip Dasar Penelitian

Phaleria macrocarpa yang sudah di haluskan kemudian diberikan di

daerah punggung tikus putih yang telah dibuat luka insisi. Masing-masing

tikus diamati selama lima hari dengan membandingkan antara gambaran

makroskopik dari tikus yang diberikan larutan aquades saja dan Ekstrak

buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa). Melalui penelitian ini

diharapkan, tikus yang diberikan ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria

macrocarpa) masa penyembuhan lukanya lebih cepat dibandingkan

dengan yang diberikan larutan aquades.

3.10 Prosedur Penelitian

3.10.1. Strerilisasi alat

Sterilisasi alat yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan

dengan cara berikut :


a. Pipet ukur dan sarung tangan masing-masing dibungkus

dengan kertas lalu diikat dengan tali dan disterilkan dalam

autoklaf suhu 121°C selama 15 menit.

b. Alat bedah minor diikat dengan satu tali dan di sterilkan juga

dalam autoklaf.

3.10.2 Persiapan Bahan

Siapkan tumbuhan ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria

macrocarpa) dan siapkan pula larutan aquades.

Pembuatan Ekstrak buah mahkota dewa:

1. Cucilah terlebih dulu buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa)

kemudian dikeringkan.

2. Dilakukan pengeringan untuk mengeluarkan air dengan

menggunakan sinar matahari selama 3x24 jam hingga bahan

mengering.

3. Hasil buah mahkota dewa yang telah dikeringkan kemudian

dimasukkan kedalam tabung erlenmeyer lalu dituangkan pelarut

etanol 70% dengan perbandingan 1:4 yaitu 1 kg bahan ke dalam

4 liter pelarut.

4. Rendam bahan tersebut, kemudian tutup tabung erlenmeyer

dengan menggunakan aluminium foil dan rekatkan dengan karet

gelang sebanyak 2 buah.

5. Diamkalah pada suhu kamar selama 1x24 jam dengan sesekali

diaduk.
6. Setelah 1x24 jam, buka aluminium foil kemudian aduk kembali

hingga zat yang terlarut keluar semua sehingga menimbulkan

warna teh kecoklatan.

7. Tutup kembali tabung erlenmeyer dengan aluminium foil dan

diamkan kembali selama 3-5 hari dengan sesekali diaduk hingga

terlihat hasil pelarut berwarna coklat tua.

8. Saring bahan dengan menggunakan kertas saring whatman

no.40 dan pelarut yang diperoleh (yang mengandung bahan

aktif) dievaporasi untuk menghilangkan sisa pelarut kedalam

mangkuk kecil.

9. Aduk kembali hasil saringan hingga warna berubah menjadi

coklat tua.

10. Lakukan penguapan selama 2x24 jam dengan menggunakan

hairdryer hingga pelarut menguap dan yang tersisa hanya zat

terlarut.

11. Uapkan hingga zat yang terlarut mengental dan berwarna coklat

kehitaman.

12. Ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) telah siap

digunakan.

3.10.3 Perbandingan Efek Ekstrak Buah Mahkota dewa

(Phaleria macrocarpa) dan Larutan aquades

Perbandingan efek Ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria

macrocarpa) dan larutan aquades diujikan pada tikus putih. Pada


penilitian ini luka insisi pada tikus dilakukan dengan menyayat pada

permukaan kulit tikus. Pada kulit yang mengalami luka sayat

tersebut diberikan ekstrak buah mahkota dewa dan larutan aquades.

Kemudian dilakukan pengamatan setiap hari pada luka tersebut

untuk melihat perbedaan penyembuhan dari dua kelompok yang

berbeda.
3.11. Alur Penelitian
Tikus putih (Rattus
norvegicus L.)

Diadaptasikan selama 7 hari

Paparan berupa luka insisi pada


bagian punggung Tikus putih (Rattus
norvegicus L.)

Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV Kelompok V

Diberikan Diberikan Diberikan Diberikan Diberikan


Aquades NaCl 0,9% ekstrak ekstrak ekstrak
Satu kali satu kali per Bawang Bawang Bawang
per hari hari Putih 20% Putih 40% Putih 80%
satu kali per satu kali per satu kali per
hari hari hari

Menilai proses penyembuhan


luka pada tiap kelompok dan
membandingkannya

Menganalisa data

Hasil Penelitian
3.12. Penilaian Luka

Penilaian luka berdasarkan ukuran. Parameter ini dapat digunakan

untuk mengevaluasi manajemen (terapi) dan perkembangan kondisi luka

karena informasi yang dihasilkan dapat dipercaya mengingat sifatnya

yang objektif. Dalam proses pengukuran, maka akan menggunakan

penggaris yang terbuat dari kertas karena penggaris kertas dapat

mengikuti bentuk luka dari segi kontur dan kedalamannya.21

3.13. Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis menggunakan

program statistical program for social sains for windows (SPSS). Data di

uji normalitas dengan uji one way anova karena subjek penelitian kurang

dari 50 subjek dan uji homogenitas dengan levene dengan nilai signifikan

0.05 (p>0.05). data kemudian dianalisis dengan menggunakan uji paired

T-test untuk melihat efektifitas masing-masing kelompok dan uji

independent t test untuk membandingkan efektivitas masing-masing

kelompok.

3.14. Persyaratan Etik

Hewan sangat besar jasanya dalam mengungkap, mengkaji

berbagai kajian ilmiah bahkan menginduksi berbagai pengembangan ilmu

sebagai model kajian ilmiah. Walaupun demikian, penetapan penggunaan

jenis dan jumlah serta penanganan dan perlakuan terhadap hewan

percobaan ini perlu dilakukan dengan tata cara dari etika yang baik, yaitu

memenuhi etika penggunaan hewan percobaan. Penelitian ilmiah yang


baik dimana digunakan hewan sebagai objek ataupun model kajian, tata

kerjanya dievaluasi oleh Komisi Etik Penggunaan Hewan. Oleh karena itu,

penggunaan hewan dalam kegiatan laboratorium pendidikan (praktikum)

perlu selaras tata caranya dan memenuhi kriteria etika penggunaan

hewan percobaan.22

Landasan Penggunaan hewan percobaan

Pelaksanaan penggunaan hewan dalam percobaan, pendidikan

maupun penelitian berpegang kepada 3 hal utama : 22

1. Kepentingan atau pilihan penggunaan hewan (Replacement)

2. Penetapan pembatasan jumlah hewan yang digunakan

(Reduction)

3. Perlakuan terhadap hewan uji yang benar atau etis memenuhi

konsep perlakuan terhadap hewan percobaan yang menghindari

rasa sakit (Refinement)


DAFTAR PUSTAKA

1. Masir O, Manjas M, Putra AE, Agus S. Penelitian Pengaruh Cairan

Cultur Filtrate Fibroblast ( CFF ) Terhadap Penyembuhan Luka ;

Penelitian eksperimental pada Rattus Norvegicus Galur Wistar. J

Kesehat Andalas. 2012;

2. Putih T, Norvegicus R. 19 Jurnal Care Vol. 3, No. 3, Tahun 2015.

2015;3(3):19–29.

3. Simon PE. Skin wound healing: Overview, hemostasis, inflammatory

phase. Medscape, Medlin. 2016;

4. Luka AAI, Crase PE, Ch B Pet. Buku Ajar Bedah Sabiston. Bagian

1. Penyembuhan dan Penatalaksanaan Luka. 2000;

5. Soeksmanto A, Hapsari Y, Simanjuntak P. Kandungan Antioksidan

pada Beberapa Bagian Tanaman Mahkota Dewa, Phaleria

macrocarpa. Biodiversitas. 2007;8(2):92–5.

6. Widjhati,Rifatul.Efek Samping Obat Herbal.2014;

7. Kering P, Dan I, Dari E, Phaleria D, W TD, Narsitoh S, et al. BUAH

MAHKOTA DEWA [ Phaleria macrocarpa ( Scheff .) Boerl ]

Antioxidant and Antibacterial Activities of Dried and Effervescent.

2004;29–36.
8. Herbarium Medanense. Identifikasi Tumbuhan. Medan: Herbarium

Medanense Sumatera Utara.2015;

9. Winarto, W.P. Mahkota Dewa : Budi Daya dan Pemanfaatan Untuk

Obat. Penebar Swadaya. Jakarta.2003;

10. Anonymousa. Buah Mahkota Dewa (Phaleria Macrocarpa (Scheff)

Boerl.) Toksisitas, Efek Antioksidan dan Efek Antikanker

Berdasarkan Uji Penapisan Farmakologi. 2004;

11. Anonymous. Mahkota Dewa: Obat Pusaka Para Dewa. Edisi

Revisi.2004;

12. Sumastuti, R dan Sonlimar, M. Efek Sitotoksik Ekstrak Buah dan

Daun Mahkotadewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl) Terhadap

Sel Hela.2002

13. Harmanto, N. Mahkota Dewa Obat Pusaka Para Dewa. PT

Agromedia Pustaka. Jakarta.2003;

14. Nata, Yoga. Hidup Sehat Mahkota Dewa.Universitas Brawijaya.

Malang.2015;

15. Simon PE. Skin wound healing: Overview, hemostasis,inflammatory

phase. Medscape, Medlin. 2016

16. Dorland, W. Kamus Kedokteran Dorland.Jakarta.EGC.2006;

17. Maley K, Komasara L. Introduction to Lab Animal Science.2003


18. Barnett S, Anthony. The Story of Rats: Their Impact on Us and Our

Impact on Them. Crows Nest NSW: Allen & Unwin.2002

19. WHO. Research guidelines for evaluating the safety and efficacy of

herbal medicines.2009

20. Smith JBSM. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan

Percobaan di Daerah Tropis Depok: Universitas Indonesia; 30-39

21. Prasetyono T. Panduan Klinis Manajemen Luka. Penerbit Buku

Kedokteran EGC;2016

22. Akbar B.Tumbuhan dengan Kandungan senyawa aktif yang

Berpotensi sebagai Bahan antifertilisasi. 1st ed. Jakarta: Adabia

press

Anda mungkin juga menyukai