Anda di halaman 1dari 18

BAGIAN ILMU KULIT & KELAMIN REFARAT

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER AGUSTUS 2022


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

DERMATITIS STATIS

Oleh
ANDI MUH MUSLIH RIJAL
111 2020 2150

PEMBIMBING
Dr. dr. H. Siswanto Wahab, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KULIT & KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan
Karunia-Nya serta salam dan shalawat kepada Rasulullah Muhammad
SAW beserta sahabat dan keluarganya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan refarat ini dengan judul “DERMATITIS STATIS” sebagai
salah satu syarat dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian ilmu
kulit & kelamin.
Selama persiapan dan penyusunan referat ini rampung, penulis
mengalami kesulitan dalam mencari referensi. Namun berkat bantuan,
saran, dan kritik dari berbagai pihak akhirnya refarat ini dapat
terselesaikan serta tak lupa penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian tulisan ini.
Semoga amal dan budi baik dari semua pihak mendapatkan pahala
dan rahmat yang melimpah dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa
dalam penulisan refarat ini terdapat banyak kekurangan dan masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran untuk menyempurnakan refarat ini. Saya berharap sekiranya refarat
ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Aamiin.

Makassar, Agustus 2022

Hormat Saya,

Penulis

i
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :


Nama : Andi Muh Muslih Rijal
NIM : 111 2020 2150
Judul : Dermatitis Statis

Telah menyelesaikan Refarat yang berjudul ” Dermatitis Statis”


dan telah disetujui serta telah dibacakan dihadapan supervisor
pembimbing dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu penyakit
saraf Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, Agustus 2022


Menyetujui,
Dokter Pendidik Klinik, Penulis,

Dr. dr. H. Siswanto Wahab, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV Andi Muh Muslih Rijal

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...............................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang......................................................................................................1
BAB II................................................................................................................................3
PEMBAHASAN................................................................................................................3
2.1 Definisi....................................................................................................................3
2.2 Epidemiologi..........................................................................................................3
2.3 Etiologi Dan Patomekanisme..................................................................................4
2.4 Gejala Klinis...........................................................................................................6
2.5 Diagnosis...............................................................................................................7
2.6 Tatalaksana...........................................................................................................9
BAB III.............................................................................................................................11
KESIMPULAN................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dermatitis statis adalah penyakit peradangan kulit pada ekstremitas

bawah yang disebabkan insufisiensi dan hipertensi vena yang bersifat

kronis. Sistem vena terdiri dari kompartemen dalam dan kompartemen

superfisial dengan ribuan vena kecil (vena perforantes) yang

menghubungkan kedua sistem. Kompartemen dalam, "pompa otot,

biasanya bertindak sebagai saluran untuk 85% -90% dari aliran balik vena

dari kaki. Normalnya aliran darah mengalir dari ke jantung dengan

bantuan katup-katup vena. Katup ini berfungsi menjaga darah tetap

mengair menuju jantung melawan gravitasi. Apabila fungsi katup tidak

berjalan semestinya, darah akan mengalir kembali ke bawah (reflux).

Reflux berakibat terjadi penumpukan darah pada vena dan bermanifestasi

awal pada kulit sebagai hiperpigmentasi.

Dermatitis stasis ditandai dengan terjadinya perubahan struktur

papillar, spongiosis dan proliferasi pembuluh darah kecil pada dermis

papillar. Kulit yang berubah secara morfologis ini diinfiltrasi oleh sel-sel

inflamasi dari leukosit berbeda yang berkorelasi dengan proses inflamasi

klinis. Penyakit ini umumnya menyerang pada usia pertengahan dan usia

lanjut. Penyakit ini jarang terjadi sebelum dekade ke lima kehidupan.

Kecuali pada keadaan dimana insufisiensi vena disebabkan oleh

1
pembedahan, trauma, atau trombosis. Dermatitis statis dapat merupakan

prekusor dari keadaan lain seperti ulkus vena tungkai atau

lipodermatoskerosis.

Beberapa penyakit seperti lipodermatosklerosis, selulitis, dermatisis

statis vena, dermatitis kontak akut mungkin dapat secara bersamaan

terjadi pada anggota gerak bawah, sehingga sulit untuk di bedakan. Selain

itu, risiko terkena dermatitis stasis terus meningkat setiap dekade yang

berlalu. Untuk itu, disusunlah referat ini yang bertujuan mengetahui lebih

rinci tentang dermatitis statis dan permasalahannya.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Dermatitis stastis adalah peradangan pada kulit tungkai bawah yang

disebabkan oleh insufisiensi vena.1,2 Sebagai ciri dari patologi vaskular

yang mendasari dan kemungkinan prekursor untuk ulserasi vena,

dermatitis stasis merupakan penyakit yang penting untuk diketahui.

Dermatitis stasis terjadi umumnya pada orang tua, dan dengan populasi

geriatri yang terus tumbuh, dengan diagnosis dan perawatan dermatitis

stasis dapat membantu mencegah komplikasi seperti ulkus vena (VU),

yang memiliki dampak yang cukup besar pada biaya perawatan

kesehatan dan pasien.3 Dermatitis stasis dikenal juga sebagai hypostatic

eczema / venous eczema merupakan salah satu manifestasi klinis dari

penyakit vena kronis (chronic venous disease = CVD). Dermatitis stasis

terjadi akibat adanya peningkatan tekanan pada pembuluh darah vena di

daerah ekstremitas inferior.4

2.2 Sinonim

Dermatitis statis juga disebut sebagai dermatitis gravitasional, ekzem

stasis, dermatitis hipostatik, ekzem varikosa, dermatitis venosa, dermatitis

stasis venosa.9

3
2.3 Epidemiologi

Umumnya terjadi pada usia di atas 50 tahun dan jarang mengenai

individu berusia kurang dari 40 tahun, kecuali pada kondisi insufisiensi

vena yang disebabkan trauma, tindakan pembedahan, atau trombosis.

Dermatitis stasis lebih sering dialami perempuan dibandingkan laki-laki.

Hal ini sepertinya berhubungan dengan peningkatan tekanan vena pada

tungkai bawah yang dialami perempuan selama kehamilan. 1

Dermatitis statis ditemukan pada 1,4% dari 773 individu dalam sebuah

studi pasien berusia > 15 tahun dengan varises. Ini terjadilebih sering

pada usia yang lebih tua, dengan prevalensi 6,2% dalam penelitian

terhadap 4099 pasien berusia > 65 tahun. Studi lain telah menunjukkan

prevalensi 6,9% pada 584 pasien usia lanjut dengan usia rata-rata 80

tahun (kisaran 55-106) dan 5,9% di 68 pasien dengan usia rata-rata 74

tahun (kisaran 50-91). SD adalah salah satu presentasi kulit tingkat lanjut

dari insufisiensi vena kronis (CVI). Diperkirakan 2–6 juta orang di AS

memiliki bentuk CVI tingkat lanjut, seperti pembengkakan kaki dan

perubahan kulit, dan kira-kira 500.000 memiliki VU. Penyakit vena kronis

(CVD) memiliki dampak yang cukup besar pada sumber daya kesehatan

di hal biaya perawatan dan kehilangan hari kerja per tahun.

4
2.4 Etiologi Dan Patomekanisme

Terdapat beberapa teori yang dikemukakan para ahli dalam

menjelaskan patogenesis dermatitis stasis, di antaranya adalah teori

hipoksia dan teori selubung fibrin.

Teori hipoksia atau disebut juga teori stasis menjelaskan bahwa

insufisiensi vena akan menyebabkan aliran balik (backflow) darah

dari vena profunda ke vena superfisial pada tungkai bawah,

sehingga terjadi pengumpulan (pooling) darah dalam vena

superfisial. Terkumpulnya darah dalam vena superfisial akan

menyebabkan aliran darah di dalamnya melambat dan tekanan

oksigen di dalamnya menurun sehingga pasokan oksigen untuk kulit

di atas sistem vena tersebut menurun dan terjadi hipoksia.

Namun hipotesis tersebut telah terbantahkan dengan

ditemukannya bukti yang bertolak belakang, yaitu pengumpulan

darah pada vena superfisial justru menyebabkan peningkatan aliran

darah dan kadar oksigen di dalamnya. Denganpenemuan tersebut,

pada awalnya para ahli memikirkan adanya pintas arteri-vena

(arterio-venous shunt) sebagai penyebab peningkatan aliran darah,

namun hingga saat ini tidak pemah ditemukan bukti adanya pintas

arteri-vena pada kasus insufisiensi vena, sehingga teori hipoksia

kemudian ditinggalkan.

5
Teori selubung fibrin (fibrin cuff) mengemukakan endapan fibrin

perikapiler sebagai penyebab kerusakan jaringan pada dermatitis

stasis. Menurut teori ini, peningkatan tekanan vena yang terjadi pada

insufisiesi vena akan menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatis

dalam mikrosirkulasi dermis. Peningkatan tekanan hidrostatis akan

menyebabkan permeabilitas pembuluh darah kapiler dalam dermis

meningkat, sehingga memungkinkan ekstravasasi rnakromolekul,

termasuk fibrinogen. Polimerisasi fibrinogen yang keluar dan

terkumpul di sekitar pembuluh darah menghasilkan selubung fibrin

perikapiler, yang menghalangi pasokan oksigen clan nutrisi ke dalam

dermis, sehingga terjadi hipoksia dan kerusakan jaringan kulit.

Faktor lain yang mempermudah terbentuknya fibrin perikapiler

adalah penurunan aktivitas fibrinolisis. Lekosit akan terperangkap

pada pembuluh darah yang diselubungi endapan fibrin, kemudian

teraktivasi dan mengeluarkan berbagai mediator inflamasi dan

growth factor, yang memicu proses peradangan dan fibrosis pada

dermis.1

2.5 Gejala Klinis

Akibat tekanan vena yang meningkat pada tungkai bawah, akan

terjadi pelebaran vena atau varises, dan edema. Lambat laun kulit

berwama merah kehitaman dan timbul purpura (karena ekstravasasi sel

6
darah merah ke dalam dermis), dan hemosiderosis. Edema dan varises

mudah terlihat bila penderita lama berdiri. Kelainan ini dimulai dari

permukaan tungkai bawah bagian medial atau lateral di atas maleolus.

Kemudian secara bertahap akan meluas ke atas sampai di bawah lutut,

dan ke bawah sampai di punggung kaki. Dalam perjalanan selanjutnya

terjadi perubahan ekzematosa berupa eritema, skuama, kadang eksudasi,

dan gatal.1

Gambar 1. Dermatitis stasis dengan hiperpigmentasi sekunder akibat


pengendapan hemosiderin.3

7
Gambar 2. Dermatitis stasis dengan ulcer kaki.3

2.6 Diagnosis

Diagnosis didasarkan atas gambaran klinis. Predileksi pada tungkai

bawah, dimana bagian tungkai bawah adalah tempat terjadinya kelainan

vena.5 Seacara mikroskopis berhubungan dengan akantosis dan

spongiosis. Fitur utamanya adalah adanya lobular proliferasi pembuluh

darah berdinding relatif tebal di papiler dermis. Seringkali ada ekstravasasi

eritrosit. Dalam kasus lama mungkin ada dermal yang signifikan fibrosis

dengan proliferasi fibroblastik terkait, yang disebut giodermatitis acroan,

suatu kondisi yang secara dangkal dapat meniru Kaposi sarkoma. Harus

diingat bahwa bentuk lainnya dermatitis, seperti dermatitis kontak, dapat

ditumpangkan pada pasien dengan perubahan stasis yang

mendasarinya.6.

Radiologi / Doppler juga dapat membantu. Doppler dapat menemukan

trombosis vena atau kerusakan katup parah akibat trombosis. Selain itu

8
pemeriksaan penunjang dengan biopsi kulit meskipun jarang

diindikasikan.7 Pada dermatitis stasis, spesimen biopsi menampilkan

gambaran histologis berupa tanda-tanda hipertensi vena: kapiler melebar

yang dikelilingi oleh selubung fibrin, endapan hemosiderin, dan venula

hiperplastik (dan kadang-kadang trombotik). Pada tahap selanjutnya, ada

fibrosis dari jaringan ikat dermal dan sklerosis jaringan adiposa .8

2.7 Tatalaksana

Pengobatan topikal dermatitis stasis memiliki banyak kesamaan

dengan pengobatan bentuk lain dermatitis eksim akut. Lesi yang basah

dapat diobati dengan kasa basah yang basah dengan air atau dengan zat

pengering, seperti aluminium asetat. Kortikosteroid topikal sering

digunakan untuk mengurangi peradangan dan gatal pada flare akut;

kortikosteroid midpotency, seperti salep triamsinolon 0,1%, umumnya

efektif.

Inhibitor kalsineurin nonsteroid tacrolimus dan pimecrolimus mungkin

terbukti menjadi alat yang berguna dalam pengelolaan dermatitis stasis.

Meskipun obat topikal ini hanya disetujui untuk dermatitis atopik, obat ini

terbukti efektif dalam banyak dermatosis yang responsif terhadap steroid.

Karena inhibitor calcineurin tidak membawa risiko atrofi kulit atau

tachyphylaxis, mereka memiliki potensi untuk menjadi agen yang berharga

dalam pengobatan dermatosis kronis seperti dermatitis stasis.

9
Berdasarkan teori mengenai patogenesis peradangan kulit pada

insufisiensi vena, terapi sistemik yang telah dihipotesiskan memiliki efek

modulasi menguntungkan pada fungsi neutrofil. Pengobatan yang telah

diteliti untuk ulkus vena, seperti prostaglandin-E1 (PGE1) dan terapi

pentoxifylline, telah dihipotesiskan untuk mengurangi aktivasi neutrofil

yang dimediasi sitokin, yang menyebabkan peradangan berkurang.

Namun, bahkan jika terapi sistemik ini terbukti benar-benar efektif, tidak

mungkin penggunaannya akan melampaui ruang lingkup pengobatan

ulkus vena. Penggunaan kortikosteroid topikal, yang membuat pasien

lebih rentan terhadap infeksi. Ekskusi dan erosi terbuka harus diobati

dengan antibiotik topikal, seperti bacitracin atau Polysporin. Obetisasi

superfisial yang jelas harus diobati dengan mupirocin topikal atau

antibiotik sistemik dengan aktivitas melawan Staphylococcus dan

Streptococcus species (misalnya, dicloxacillin, cephalexin, cefadroxil,

levofloxacin).

Teknik bedah terbuka (saphenofemoral junction ligation with stripping)

telah lama menjadi terapi intervensi untuk mengobati vena refluks;

Namun, mereka telah dengan cepat diganti dengan teknik minimal invasif:

ablasi termal endovenous, phlebectomy, dan sclerotherapy busa dengan

panduan ultrasound, yang memberikan lebih sedikit nyeri dan komplikasi

pasca operasi, waktu pemulihan lebih cepat, dan lebih efektif biaya. 3

10
BAB III

KESIMPULAN

Dermatitis stasis yang penyebab utamanya akibat insufiensi vena dan

hipertensi yang terjadi di ekstremitas bawah (tungkai). Dermatitis Stasis

lebih banyak terjadi pada wanita usia pertengahan atau lanjut lebih dari 50

tahun. Dermatitis stasis dapat didiagnosa melalui gambaran klinis.

Pemeriksaan fisik didapatkan gambaran klinis serta diperkuat dengan

pemeriksaan penunjang pada tungkai bawah dengan USG doppler

menjadikan diagnosis dermatitis stasis dapat ditegakkan. Diagnosis dan

11
tatalaksana yang tepat dapat mengurangi komplikasi yang terjadi.

Pengobatan tidak hanya pada simtomatis yang terjadi, akan tetapi pada

penyebab dari dermatitis statis itu sendiri. Pengobatan medika mentosa

dengan menggunakan kortikosteroid, dan antibiotik dan juga non

medikamentosa dengan terapi kompresi dan intervensi serta modifikasi

posisi tidur untuk mengurangi edema

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Dkk MSLS. ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN badan Penerbit

FKUI, Jakarta; 2016.

2. Dinulos MD JGH. Eczema and Hand Dermatitis. Chapter: Asteatotic

Eczema. Habif’s Clin Dermatology 7th Ed. Published online

2021:90-124.e3. doi:10.1016/B978-0-323-61269-2.00003-4

3. Sundaresan S, Migden MR, Silapunt S. Stasis Dermatitis:

Pathophysiology, Evaluation, and Management. Am J Clin Dermatol.

2017;18(3):383-390. doi:10.1007/s40257-016-0250-0

4. Mona L, Dalimunthe DA. Tatalaksana Dermatitis Statis dengan

Kortikosteroid Topikal. J Kedokt Nanggroe Med. 2018;1(4):62-68.

5. Agnihothri R, Shinkai K. Stasis Dermatitis. JAMA Dermatology.

2021;157(12):1524. doi:10.1001/jamadermatol.2021.3475

6. Billings SD. dermatoses. Published online 2022. doi:10.1016/B978-

0-323-26339-9.00002-0

7. Scott L Flugman, MD; Chief Editor: Dirk M Elston M. Stasis

Dermatitis. medscape. 2020;157(12):1524.

doi:10.1001/jamadermatol.2021.3475

8. Reider N, Fritsch PO. Other Eczematous Eruptions. Fourth Edition.

Elsevier Ltd; 2012. doi:10.1016/B978-0-7020-6275-9.00013-1

9. Sularsito SA, Soebaryo RW, 2018, Dermatitis Stasis, dalam Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin, Ed. 7, pp 188-189.

13
14

Anda mungkin juga menyukai