PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
menyeluruh. Kesehatan jiwa juga penting diperhatikan selayaknya kesehatan fisik. Banyak
Menurut Keliat, dkk dalam Prabowo (2014), kesehatan jiwa suatu kondisi mental
sejahtera yang memungkinkan hidup harmonis dan produktif sebagian yang utuh dari kualitas
hidup seseorang, dengan memperhatikan semua segi kehidupan manusia dengan ciri menyadari
Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika seseorang
tersebut merasa sehat dan bahagia, mampu menghadapi tantangan hidup serta dapat menerima
orang lain sebagaimana seharusnya serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang
lain. Kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik,
mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat
mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk
komunitasnya. Kondisi perkembangan yang tidak sesuai pada individu disebut gangguan jiwa
Menurut World Health Organization (2017) pada umumnya gangguan jiwa yang terjadi
adalah gangguan kecemasan dan gangguan depresi. Diperkirakan 4,4% dari populasi global
menderita gangguan depresi, dan 3,6% dari gangguan kecemasan. Jumlah penderita depresi
meningkat lebih dari 18% antara tahun 2005 dan 2015. Depresi merupakan penyebab terbesar
kecacatan di seluruh dunia. Lebih dari 80% penyakit ini dialami orang-orang yang tinggal di
Jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia saat ini adalah 236 juta orang, dengan
kategori gangguan jiwa ringan 6% dari populasi dan 0,17% menderita gangguan jiwa berat,
14,3% diantaranya mengalami pasung. Tercatat sebanyak 6% penduduk berusia 15-24 tahun
mengalami gangguan jiwa. Dari 34 provinsi di Indonesia, Sumatera Barat merupakan peringkat
ke 9 dengan jumlah gangguan jiwa sebanyak 50.608 jiwa dan prevalensi masalah skizofrenia
pada urutan ke-2 sebanyak 1,9 permil. Peningkatan gangguan jiwa yang terjadi saat ini akan
Prevalensi penderita gangguan mental emosional di Sumatera Barat yaitu 4,5 % dan 1,9
(Riskesdas,2013). Berdasarkan hasil data Bada Pusat Statistik (BPS) Sumatera Barat tahun 2015
jumlah penduduk Sumatera Barat sekitar 5.196.370 jiwa, jadi berarti sekitar233.836 jiwa yang
menderita gangguan mental emosional dan sekitar 98.731jiwa yang menderita gangguan jiwa
berat. Kota Padang tahun 2015,jumlah pasien yang melakukan kunjungan dengan gangguan jiwa
adalah sebanyak 11.995 orang yang terdiri dari laki-laki 7.026 orang dan perempuan 4.969 orang
menimbulkan persepsi yang salah pula terhadap lingkungan sehingga akan mempengaruhi
penerimaan orang lain baik keluarga maupun masyarakat kepada penderita gangguan jiwa
(Wiharjo, 2014). Penderita gangguan jiwa yang telah dinyatakan sembuh dan pulang kepada
keluarga sering mengalami kekambuhan karena adanya stigma atau persepsi yang negatif dari
masyarkat sehingga penderita gangguan jiwa tidak diberi peran dan dukungan sosial
dilingkungannya.
Dapat dikatakan persepsi masyarakat tersebut merupakan sebuah proses saat individu
mengatur atau menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka, guna memberikan arti bagi
lingkungan mereka. Pembentukan persepsi ini berlangsung ketika seseorang menerima stimulus
dari lingkungannya. Stimulus tersebut akan diterima melalui panca indera dan diolah melalui
proses berpikir oleh otak, untuk kemudian akan membentuk suatu pemahaman. Untuk
mempunyai penilaian dan pemahaman yang baik seseorang harus memiliki pengalaman dan
Persepsi masyarakat akan mempengaruhi sikap dan perlakuan mereka terhadap individu
yang mengalami gangguan jiwa. Menurut Wiharjo (2014) yang menyebutkan bahwa penilaian
seseorang akan membentuk dan mempengaruhi penghayatan terhadap stimulus tertentu dan
penilaian akan menjadi salah satu dasar terbentunya sikap. Dengan adanya pengalaman atau
pengetahuan terhadap objek cenderung akan membentuk sikap yang negatif terhadap objek
terseebut tergantung dari berbagai faktor seperti menerima, menolak atau menawari terhadap
objek psikologis tersebut dengan adanya hubungan positif antara persepsi dengan sikap
masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa artinya semakin positif persepsi, semakin positif
pula sikap masyarakat terhadap penderita tersebut, sebaliknya semakin negative persepsi
masyarakat semakin negatif pula sikap masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa tersebut.
Berdasarkan data tahun 2018 dari dinas kesehatan Kota Solok tentang jumlah orang
dengan gangguan jiwa (ODGJ) berat puskesmas Tanah Garam 57 orang, puskesmas Tanjung
Paku 51 orang, puskesmas KTK 28 orang dan puskesmas Nan Balimo yaitu 20 orang, dengan
Kelurahan Tanah garam merupakan salah satu kelurahan yang terdapat dalam wilayah
kerja puskesmas Tanah Garam yang terdiri dari 6 RW dan 17 RT. Puskesmas Tanah Garam
merupakan puskesmas yang berada Di Kecamatan Lubuk Sikarah Kota Solok dimanan terdiri
dari 3 kelurahan yaitu kelurahan Tanah Garam, kelurahan Sinapa Piliang dan kelurahan VI Suku,
kelurahan tanah garam terdapat penderita ganguan jiwa terbanyak yaitu 57 orang, terdiri dari 49
Peneliti melakukan survey awal pada tanggal 21 Desember 2018. Peneliti melakukan
gangguan jiwa itu adalah orang-orang yang bodoh, bau, kotor, tidak tau arah kehidupan serta
tidak dianggap keberadaannya ditengah-tengah masyarakat , bahkan dapat membawa aib bagi
keluarganya, kadang-kadang ada yang mengamuk sehingga masyarakat merasa tidak nyaman
berada dilingkungan tersebut. Masyarakat juga beranggapan bahawa penderita yang sudah
dinyatakan pulih dari rumah sakit jiwa mereka tidak waras atau gila sehingga masyarakat sekitar
tidak mau bergaul dengan mereka. Sedangkan 2 KK mengatakan bahwa mereka juga harus
mendapatkan perlindungan, mereka juga harus mendapatkan hak yang sama seperti orang yang
mengalami penyakit lainnya. Mereka juga harus mendapatkan dukungan dari lingkungan sekitar
dan mereka juga harus mendapat perilaku yang manusiawi dan dianggap keberdaaannya dalam
lingkungan masyarakat dengan cara mengikutsertakan mereka dalam kegiatan organisasi yang
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitain
menderita gangguan jiwa wilayah kerja Puskesmas Tanah Garam Kota Solok tahun 2019.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah penelitian ini adalah Faktor
Faktor apa saja yang mempengaruhi Penerimaan Masyarakat Terhadap Individu Yang Menderita
Gangguan Jiwa Di Kelurahan Tanah Garam Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Garam Kota Solok
Tahun 2019 ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
tanah garam wilayah kerja puskesmas tanah garam kota solok tahun 2019.
2. Tujuan khusus
Jiwa Di Kelurahan Tanah Garam Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Garam Kota
Gangguan Jiwa Di Kelurahan Tanah Garam Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Garam
Jiwa Di Kelurahan Tanah Garam Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Garam Kota
Gangguan Jiwa Di Kelurahan Tanah Garam Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Garam
Gangguan Jiwa Di Kelurahan Tanah Garam Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Garam
Gangguan Jiwa Di Kelurahan Tanah Garam Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Garam
Jiwa Di Kelurahan Tanah Garam Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Garam Kota
Gangguan Jiwa Di Kelurahan Tanah Garam Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Garam
D. Manfaat Penelitian
a. Bagi Peneliti
didapat dibangku kuliah dan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi
Hasil penlitian ini diharapkan sebagai bahan bacaan dan perbandingan digunakan
di masa akan datang dan dokumentasi bagi pihak program Studi Ilmu Keperawatan
c. Bagi masyrakat
Hasil penelitan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat dan bisa
terhadap individu yang menderita gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Tanah
Garam tahun 2019. Responden pada penelitian ini adalah kepala keluarga yang berada di