Anda di halaman 1dari 39

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang TB Paru

1. Pengertian

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang sebagian besar

disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberkulosis, kuman tersebut

biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara pernafasan ke

dalam paru. Kemudian kuman tersebut dapat menyebar dari paru ke

bagian tubuh lain melalui sistem peredaran darah. Sistem saluran limfe,

melalui saluran nafas (bronchi) atau penyebaran langsung ke bagian-

bagian tubuh lainnya (Brunner & Suddart, 2013).

7
Gambar.2.1 Alur Diagnosis dan Tindak lanjut TB Paru

Sumber : (Kemenkes,2014)

8
2. Cara Penularan TB

a. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik

dahak yang dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien TB

dengan hasil pemeriksaan BTA negatif tidak mengandung kuman

dalam dahaknya. Hal tersebut bisa saja terjadi oleh karena jumlah

kuman yang terkandung dalam contoh uji ≤ dari 5.000 kuman/cc

dahak sehingga sulit dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis

langsung.

b. Pasien TB Paru dengan BTA negatif juga masih memiliki

kemungkinan menularkan penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB

BTA positif adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil kultur

positif adalah 26% sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif

dan foto Toraks positif adalah 17%.

c. Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang

mengandung percik renik dahak yang infeksius tersebut.

d. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara

dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei / percik renik). Sekali

batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.

3. Klasifikasi dan Pasien TB

Klasifikasi pasien tuberkulosis yang di pakai di Indonesia adalah

berdasarkan kelainan klinis dan mikrobiologi meliputi:

9
a. Pasien TB Paru berdasarkan hasil konfirmasi pemeriksaan

Bakteriologis.

Seorang pasien TB Paru yang dikelompokkan berdasar hasil

pemeriksaan contoh uji biologinya dengan pemeriksaan mikroskopis

langsung, biakan atau tes diagnostik cepat yang direkomendasi oleh

Kemenkes RI (misalnya: GeneXpert). Termasuk dalam kelompok

pasien ini adalah:

1) Pasien TB Paru BTA positif

2) Pasien TB Paru hasil biakan M.tb positif

3) Pasien TB Paru hasil tes cepat M.tb positif

4) Pasien TB ekstraparu terkonfirmasi secara bakteriologis, baik

dengan BTA, biakan maupun tes cepat dari contoh uji jaringan

yang terkena.

5) TB Paru anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan

bakteriologis.

b. Pasien TB terdiagnosis secara Klinis.

Adalah pasien yang tidak memenuhi kriteria terdiagnosis secara

bakteriologis tetapi didiagnosis sebagai pasien TB Paru aktif oleh

dokter, dan diputuskan untuk diberikan pengobatan TB. Termasuk

dalam kelompok pasien ini adalah:

1) Pasien TB Paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto

toraks mendukung TB.

10
2) Pasien TB ekstraparu yang terdiagnosis secara klinis maupun

laboratoris dan histopatologis tanpa konfirmasi bakteriologis.

3) TB anak yang terdiagnosis dengan sistim skoring.

Selain dari pengelompokan pasien sesuai definisi tersebut datas,

pasien juga diklasifikasikan menurut :

a. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit:

1) Tuberkulosis Paru:

Adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru.

Milier TB dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada

jaringan paru. Limfadenitis TB dirongga dada (hilus dan atau

mediastinum) atau efusi pleura tanpa terdapat gambaran

radiologis yang mendukung TB pada paru, dinyatakan sebagai

TB ekstra paru. Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus

juga menderita TB ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien

TB paru.

2) Tuberkulosis ekstra paru:

Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya:

pleura, kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi,

selaput otak dan tulang. Diagnosis TB ekstra paru dapat

ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau

klinis. Diagnosis TB ekstra paru harus diupayakan berdasarkan

penemuan Mycobacterium tuberculosis. Pasien TB ekstra paru

11
yang menderita TB pada beberapa organ, diklasifikasikan

sebagai pasien TB ekstra paru pada organ menunjukkan

gambaran TB yang terberat.

b. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:

1) Pasien baru TB: adalah pasien yang belum pernah mendapatkan

pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT

namun kurang dari 1 bulan (˂ dari 28 dosis).

2) Pasien yang pernah diobati TB: adalah pasien yang sebelumnya

pernah menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ dari 28 dosis).

Pasien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil

pengobatan TB terakhir, yaitu:\

3) Pasien kambuh :adalah pasien TB Paru yang pernah dinyatakan

sembuh atau pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB

Paru berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis

(baik karena benar-benar kambuh atau karena reinfeksi).

4) Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien TB

Paru yang pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan

terakhir.

5) Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to

follow-up): adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan

lost to follow up (klasifikasi ini sebelumnya dikenal sebagai

pengobatan pasien setelah putus berobat /default).

12
6) Lain-lain: adalah pasien TB Paru yang pernah diobati namun

hasil akhir pengobatan sebelumnya tidak diketahui.

7) Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui.

c. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat

Pengelompokan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan

contoh uji dari Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT dan dapat

berupa :

1) Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT

lini pertama saja

2) Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis

OAT lini pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara

bersamaan

3) Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H)

dan Rifampisin (R) secara bersamaan

4) Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang

sekaligus juga resistan terhadap salah satu OAT golongan

fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT lini tiga jenis

suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin)

5) Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin

dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi

menggunakan metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip

(konvensional).

13
d. Klasifikasi pasien TB Paru berdasarkan status HIV

1) Pasien TB dengan HIV positif adalah pasien TB dengan hasil tes

HIV positif pada saat diagnosis TB dan sedang mendapatkan

ART.

2) Pasien TB dengan HIV negatif adalah pasien TB dengan hasil tes

HIV negatif pada saat diagnosis TB.

4. Etiologi

Penyebab tuberkulosis adalah mycobacterium tuberculosis sejenis

kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 /um dan tebal 0,3 –

0,6 /um. Sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak lipid. Lipid inilah

yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap

gangguan kimia dan fisik. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering

maupun dalam keadaan dingin. Hal ini terjadi karena kuman berada

dalam sifat dormant (tidur). Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai

parasit intraseluler yakni dalam sitoplasma makrofag. Sifat lain kuman ini

adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi

jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan

oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi daripada bagian lain,

sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit

tuberculosis (Suzanne dan Brenda, 2011).

14
5. Patofisiologi

Daya penularan dari seorang penderita tuberculosis ditentukan oleh

banyaknya kuman yang terdapat dalam penderita, persebaran dari kuman-

kuman tersebut dalam udara serta dikeluarkan bersama dahak berupa

droplet dan berada di udara di sekitar penderita tuberculosis. Dan kuman

dapat terlihat langsung dengan mikroskop pada sediaan dahaknya

penderita BTA positif adalah sangat menular (Smeltzer, 2015).

Penderita tuberculosis eksterna paru tidak menular, kecuali

penderita itu menderita tuberculosis paru. Penderita tuberculosis BTA

positif mengeluarkan kuman-kuman ke udara dalam bentuk droplet yang

sangat kecil pada waktu batuk atau bersin. Droplet yang sangat kecil ini

mengering dengan cepat dan menjadi droplet yang mengandung kuman

tuberculosis dan dapat tetap bertahan di udara selama beberapa jam

(Smeltzer, 2015).

Droplet yang mengandung kuman ini dapat terhisap oleh orang lain

jika kuman tersebut sudah menetap dalam paru dari orang yang

menghirupnya, mereka mulai membelah diri (berkembang biak) dan

terjadi infeksi, ini adalah cara bagaimana infeksi tersebut menyebar dari

satu orang ke orang lain. Orang yang serumah dengan penderita

Tuberculosis Paru BTA positif adalah orang yang besar kemungkinan

terpapar dengan kuman tuberculosis (Smeltzer, 2015).

15
6. Pathway

Sumber : Brunner & Suddart, 2013

16
7. Mekanisme Penularan TB Paru

M. tuberculosis ditularkan melalui udara, bukan melalui kontak

permukaan. Ketika penderita TB paru aktif (BTA positif dan foto rontgen

positif) batuk, bersin, berteriak atau bernyanyi, bakteri akan terbawa

keluar dari paru-paru menuju udara. Bakteri ini akan berada di dalam

gelembung cairan bernama droplet nuclei. Partikel kecil ini dapat

bertahan di udara selama beberapa jam dan tidak dapat dilihat oleh mata

karena memiliki diameter sebesar 1-5 μm (WHO, 2004; CDC, 2016).

Penularan TB terjadi ketika seseorang menghirup droplet nuclei

seperti ilustrasi gambar 16. Droplet nuclei akan melewati mulut/saluran

hidung, saluran pernafasan atas, bronkus kemudian menuju alveolus

(CDC, 2016). Setelah tubercle bacillus sampai di jaringan paru-paru,

mereka akan mulai memperbanyak diri. Lambat laun, mereka akan

menyebar ke kelenjar limfe. Proses ini disebut sebagai primary TB

infection. Ketika seseorang dikatakan penderita primary TB infection,

tubercle bacillus berada di tubuh orang tersebut. Seseorang dengan

primary TB infection tidak dapat menyebarkan penyakit ke orang lain dan

juga tidak menunjukkan gejala penyakit (WHO, 2004).

Dosis penularan droplet nuclei dilaporkan diantara 1 hingga 200

bacili per orang, dimana satu droplet dapat mengandung 1 hingga 400

bacili, namun belum jelas anggapan dosis relevan ini (Sakamoto, 2012).

Walaupun TB biasanya tidak ditularkan saat kontak singkat, siapa saja

17
berbagi udara dengan penderita TB paru pada tahap infeksius maka dia

berisiko tinggi tertular (CDC dkk., 1999).

8. Epidemologi

Tuberculosis Paru masih merupakan problem kesehatan masyarakat

terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Angka kematian

sejak awal abad ke 20 mulai berkurang. Sejak ditetapkannya prinsip

pengobatan dengan perbaikan gizi dan tata cara kehidupan penderita.

Keadaan penderita lebih baik sejak ditemukannya obat streptomycin

(Mansjoer, 2010).

Penyakit Tuberculosis Paru sebagian besar menyerang usia

produktif kerja yang di atas 25 tahun dengan ekonomi lemah dan

sebagian besar orang yang telah terinfeksi (80 – 90). Pada umumnnya 2

atau 3 % dari mereka yang baru terkena infeksi akan timbul tuberkulosis

paru-paru. Bila mempertimbangkan kepekaan seseorang terhadap

tuberculosis, maka harus diperiksa dua faktor resiko (Mansjoer, 2010) :

a. Resiko mendapatkan infeksi.

b. Resiko timbulnya penyakit klinik, tergantung dari faktor-faktor

berikut:

1) Infeksi diantara masyarakat.

2) Kepadatan penduduk.

3) Keadaan sosial kurang baik.

4) Pengobatan yang tidak teratur.

18
9. Manifestasi klinik

Gejala-gejala paling umum pada penderita Tuberculosis Paru

adalah (Irman, 2015) :

a. Demam

Biasanya subfebris menyerupai demam influenza dan

kadangkadang panas badan dapat mencapai 40 – 41 0C serangan

demam dapat sembuh kembali begitulah seterusnya hilang timbulnya

demam influenza ini, sehingga klien merasa tidak terbebas dari

serangan demam influenza. Dan keadaan ini sangat dipengaruhi daya

tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis

yang masuk.

b. Batuk

Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya

iritasi pada bronkus, batuk ini diperlukan untuk membuang produk-

produk radang keluar karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit

tidak sama. Mungkin saja bentuk baru ada setelah penyakit

berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu

atau berbulanbulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari

batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan

menjadi produktif (menghasilkan sputum) keadaan berlanjut adalah

batuk darah (hemoptoe) karena terdapat pembuluh daran yang pecah.

Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada kavitasi, tapi

19
juga terjadi pada ulkus dinding bronkus. Pada penyakit yang ringan

(baru timbul) belum dirasakan sesak nafas, sesak nafas akan

ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya

sudah setengah bagian paru-paru.

c. Nyeri dada

Gejala ini agak jarang ditemukan nyeri dada timbul bila

infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan

pleuritis.

d. Malaise

Penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala

malaise sering ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan).

Badan semakin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang,

nyeri otot, keringat malam dan lain-lain. Gejala malaise ini makin

lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

10. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik penderita sering tidak menunjukkan suatu

kelainan. Tempat kelainan yang paling dicurigai adalah bagian apeks

(puncak) paru. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas. Didapatkan

perkusi yang redup dan auskultasi suara nafas yang bronkial. Akan

didapatkan juga suara nafas tambahan berupa ronki basah kasar dan

nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara

20
nafasnya menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup

besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi

memberikan suara amforik.

Pada tuberculosis yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering

ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit

jadi menciut dan menarik isi mediastinum atau paru lainnya. Paru yang

menjadi lebih hiperinflasi bila jaringan fibrotik amat luas yakni lebih dari

setengah jumlah jaringan paru-paru, akan terjadi pengecilan daerah aliran

darah paru sehingga meningkatnya tekanan arteri pulmonalis (hipertensi

pulmonal) lalu akan terjadi “corpulmonal” dan akan mengakibatkan gagal

jantung kanan. Di sini akan didapatkan tanda-tanda kor pulmonal dengan

gagal jantung kanan seperti : Tachipnoe, tachikardia, sianosis, tekanan

vena jugularis meningkat, hepatomegali, asites dan edema.

Bila tuberculosis mengenai pleura sering terbentuk efusi pleura.

Paru yang sakit terlihat agak tertinggal dalam pernafasan. Perkusi

memberikan suara pekak. Auskultasi memberikan suara nafas yang lemah

sampai tidak terdengar sama sekali.

a. Pemeriksaan Penunjang

1) Sputum

Tanda pasti penderita tuberculosis ditetapkan dengan

pemeriksaan kultur, namun biaya mahal dan membutuhkan

waktu 6 – 8 minggu. Pemeriksaan dahak ini lebih cepat dan lebih

21
murah. Pemeriksaan tersebut berupa pemeriksaan mikroskopis

dari dahak yang telah dibuat sediaan apus dan diwarnai secara

Ziehl Nelson bila kuman basil tahan asam dijumpai dua kali dari

tiga kali pemeriksaan penderita disebut penderita BTA positif.

Pemeriksaan sputum secara mikroskopis ini merupakan satu-

satunya cara dimana diagnosis dapat dipastikan ini sangat

penting untuk dilaksanakan mengingat ketepatan dan

efesiensinya dalam menentukan penderita Tubercolosis.

2) Pemeriksaan radiologi (foto rontgen)

Diagnosis yang didasarkan pada pemeriksaan radiologi

(foto rontgen) belum merupakan diagnosis pasti. Kelainan-

kelainan yang dijumpai pada foto rontgen thorax mungkin dapat

disebabkan oleh tuberculosis atau keadaan lain.

Dimana gambaran pada foto rontgen tersebut tidak selalu

spesifik untuk tuberculosis. Pada beberapa orang yang

sebelumnya menderita tuberculosis dan sekarang sudah sembuh

(sebab itu tidak perlu pengobatan) dapat mempunyai gambaran

foto rontgen thorax seperti tuberculosis yang memerlukan

pengobatan. Pemeriksaan foto rontgen thorax mungkin berguna

pada penderitapenderita suspek yang belum pernah diobati

sebelumnya dengan hasil pemeriksaan sputum negatif.

22
b. Tes tuberculin

Tes tuberkulin hanya mempunyai nilai yang terbatas dalam

pekerjaan klinis. Terutama bila penyakit tuberculosis banyak

dijumpai suatu hasil tes yang positif tidak selalu diikuti dengan

penyakit. Demikian juga hasil tes negatif tidak selalu menyingkirkan

tuberculosis. Tes tuberkulin ini mungkin hanya berguna dalam

menentukan diagnosis dari penderita-penderita yang sputum negatif

(terutama pada anak-anak yang mempunyai kontak dengan seorang

penderita tuberkulosis yang menular). Namun penderita-penderita

tersebut harus diperiksa oleh dokter yang berpengalaman.

11. Pengobatan

Pengobatan tuberculosis adalah memutuskan rantai penularan dengan

menyembuhkan penderita tuberculosis paling sedikit 85% dari seluruh kasus

tuberculosis BTA positif yang ditemukan dan mencegah resistensi.

Tabel 2.1
Tata cara pemberian obat tuberculosis paru

Aksi Potensi Rekomendasi Dosis (mg/kg BB)

Obat Anti TB Per Minggu


KDT
Esensial 3x 2x
Isoniazid (H) Bakterisidal Tinggi 1 21 14
Rifampisin (R) Bakterisidal Tinggi 1 21 14
Pirasinamid (Z) Bakterisidal Rendah 1 21 14
Streptomisin (S) Bakterisidal Rendah 1 21 14
Etambutol (E) Bakteriostatik Rendah 1 21 14

Sumber : (Arif Mansjoer, 2010)

23
12. Pencegahan TB Paru

Ada beberapa cara untuk membantu mencegah infeksi kuman TB

paru yaitu :

a. Tinggal di rumah.

Jangan pergi kerja atau sekolah atau tidur di kamar dengan orang lain

selama beberapa minggu pertama pengobatan untuk TB aktif

b. Ventilasi ruangan.

Kuman TB menyebar lebih mudah dalam ruangan tertutup kecil di

mana udara tidak bergerak. Jika ventilasi ruangan masih kurang,

buka jendela dan gunakan kipas untuk meniup udara dalam ruangan

ke luar.

c. Tutup mulut mengunakan masker. Gunakan masker untuk menutup

mulut kapan saja ini merupakan langkah pencegahan TB secara

efektif. Jangan lupa untuk membuang masker secara teratur.

d. Meludah hendaknya pada tempat tertentu yang sudah diberikan

desinfektan (air sabun). Imunisasi BCG diberikan pada bayi berumur

3-14 bulan

e. Hindari udara dingin.

f. Usahakan sinar matahari dan udara segar masuk secukupnya ke

dalam tempat tidur.

g. Semua barang yang digunakan penderita harus terpisah begitu juga

mencucinya dan tidak boleh digunakan oleh orang lain.

24
h. Makanan harus tinggi karbohidrat dan tinggi protein (Kemenkes RI,

2017).

B. Tinjauan Tentang Fisioterapi Dada

1. Pengertian

Fisioterapi adalah suatu cara atau bentuk pengobatan untuk

mengembalikan fungsi suatu organ tubuh dengan memakai tenaga alam.

Dalam fisioterapi tenaga alam yang dipakai antara lain listrik, sinar,

panas, dingin, massage dan latihan yang mana penggunaannya

disesuaikan dengan batas toleransi penderita sehingga didapatkan efek

pengobatan (Krausen, 1985; dalam Helmi, 2015). Fisisoterapi dada

adalah salah satu dari Fisioterapi dada ini walaupun caranya keluhatan

tidak istimewa tetapi ini sangat efektif dalam upaya mengeluarkan sekret

dan memperbaiki ventilasi pada pasien dengan fungsi paru yang

terganggu. Jadi tujuan pokok fisioterapi dada pada penyakit paru adalah

mengembalikan dan memelihara fungsi otot-otot pernafasan dan

membantu membersihkan sekret dan bronkus dan untuk mencegah

penumpukan sekret, memeperbaiki pergerakan dan aliran sekret

(Soekamo, 1984; dalam Helmi, 2015).

Fisioterapi dada ini terdiri dari usaha-usaha yang bersifat pasif dan

aktif yang bersifat pasif seperti penyinaran, relaksasi, postural drainage,

perkusi, dan vibrasi sedangkan yang bersifat aktif seperti

25
latihan/pengendalian batuk, latihan bernafas, dan koreksi sikap (Helmi,

2015). Pada fisioterapi yang sangat berguna bagi penderita penyakit

respirasi baik yang bersifat akut maupun kronis (Helmi, 2015).

2. Kontra Indikasi

Menurut Diyah & Yulianti 2012 kontra indikasi fisioterapi dada

diantaranya yaitu fraktur atau patah tulang costae. Fisioterapi dada inijuga

tidak boleh dilakukan pada pasien dengan kegagalan jantung, status asma

tikus, renjatan, dan perdarahan masif, infeksi paru berat, dan tumor paru

(Helmi, 2015).

3. Prosedur tindakan fisioterapi dada

Fisioterapi dada adalah suatu rangkaian tindakan keperawatan yang

terdiri dari perkusi, vibrasi, dan postural drainage. Adapun langkah-

langkah tindakan fisioterapi dada, yaitu:

a. Mengatur posisi sesuai daerah paru yang terganggu dengan posisi

drainage.

b. Memasang alas/handuk pada area yang akan di perkusi dan

tempatkan pot sputum di dekat mulut pasien.

c. Melakukan clapping/ perkusi dengan cara telapak tangan dibentuk

sepertimangkuk lalu pukulkan pada punggung klien perlahan-lahan

selama kurang lebih 1-2 menit

26
d. Meminta klien untuk batuk dan mengeluarkan sekret segera setelah

perkusi selesai.

e. Mengintruksikan klien untuk menghirup (inspirasi dalam) secara

perlahan tahan sebentar.

f. Bersamaan dengan itu ratakan tangan pada area paru yang

mengalami penumpukan sekret.

g. Instruksikan klien mengeluarkan nafas/ ekspirasi melalui mulut.

h. Dan lakukan vibrasi dengan cara getaran kuat secara serial yang

dihasilkan oleh tangan yang diletakan datar pada dinding dada klien.

i. Lakukan tindakan ini 3-4 kali pada area yang terkena.

j. Anjurkan klien menarik nafas dalam dan batuk.

k. Melakukan auskultasi dada.

C. Tinjauan Tentang Batuk Efektif

1. Pengertian

Batuk efektif Menurut Ambarawati & Nasution (2015) merupakan

cara untuk melatih pasien yang tidak memiliki kemampuan batuk secara

efektif dengan tujuan untuk membersihakan laring, trakea, dan

bronchioles dari secret atau benda asing dijalan nafas. Menurut

Rochimah, (2011) batuk efektif mengandung makna dengan batuk yang

benar, akan dapat mengeluarkan benda asing, seperti secret semaksimal

mungkin. Bila pasien mengalami gangguan pernafasan karena akumulasi

27
secret, maka sangat dianjurkan untuk melakukan latihan batuk efektif.

Menurut Andarmoyo, (2012) latihan batuk efektif merupakan cara untuk

melatih pasien yang tidak memiliki kemampuan batuk secara efektif

dengan tujuan untuk membersihkan laring, trachea, dan bronkiolus dari

secret atau benda asing di jalan nafas.

2. Tujuan Batuk Efektif

Menurut Rosyidi & Wulansari, (2013), batuk efektif dilakukan

dengan tujuan untuk membersihkan jalan nafas, mencegah komplikasi:

infeksi saluran nafas, pneumonia dan mengurangi kelelahan. Menurut

Muttaqin, (2008) tujuan batuk efektif adalah meningkatkan mobilisasi

sekresi dan mencegah risiko tinggi retensi sekresi (pneumonia,

atelektasis, dan demam). Pemberian latihan batuk efektif dilaksananakan

terutama pada klien dengan masalah keperawatan bersihan jalan nafas

tidak efektif dan masalah risiko tinggi infeksi saluran pernafasan bagian

bawah yang berhubungan dengan akumulasi secret pada jalan nafas yang

sering disebabkan oleh kemampuan batuk yang menurun. Menurut

Somantri (2015) Batuk yang efektif sangat penting karena dapat

meningkatkan mekanisme pembersihan jalan nafas (Normal Cleansing

Mechanism).

Mekanisme pengeluaran secret dengan Batuk efektif adalah teknik

batuk untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas. Batuk

memungkinkan pasien mengeluarkan secret dari jalan nafas bagian atas

28
dan jalan nafas bagian bawah. Rangkian normal peristiwa dalam

mekanisme batuk adalah inhalasi dalam, penutupan glottis, kontraksi aktif

otot – otot ekspirasi, dan pembukaan glottis. Inhalasi dalam

meningkatkan volume paru dan diameter jalan nafas memungkinkan

udara melewati sebagian plak lendir yang mengobstruksi atau melewati

benda asing lain. Kontraksi otot – otot ekspirasi melawan glottis yang

menutup menyebabkan terjadinya tekanan intratorak yang tinggi. Aliran

udara yang besar keluar dengan kecepatan tinggi saat glotis terbuka,

memberikan secret kesempatan untuk bergerak ke jalan nafas bagian atas,

tempat secret dapat di keluarkan (Potter & Perry, 2010). Menurut PPU RS

Panti Rapih (2015) batuk efektif ini dapat dilakukan sebanyak 3 – 4 kali

dalam sehari.

3. Indikasi batuk efektif

Menurut (Rosyidi & Wulansari, 2013) indikasi klien yang

dilakukan batuk efektif adalah :

a. Jalan nafas tidak efektif.

b. Pre dan post operasi.

c. Klien imobilisasi

4. Kontraindikasi batuk efektif

Menurut Rosyidi & Wulansari, (2013) kontraindikasi pada batuk

efektif adalah :

29
a. Klien yang mengalami peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)

gangguan fungsi otak.

b. Gangguang kardiovaskular : Hipertensi berat, aneurisma, gagal

jantung, infrak miocard.

c. Emphysema karena dapat menyebabkan rupture dinding alveolar.

5. Prosedur pelaksanaan batuk efektif

Menurut Rosyidi & Wulansari, (2013) pelaksanaan prosedur batuk

efektif adalah :

a. Meletakkan kedua tangan di atas abdomen bagian atas (dibawah

mamae) dan mempertemukan kedua ujung jari tengah kanan dan kiri

di atas processus xyphoideus.

b. Menarik nafas dalam melalui hidung sebanyak 3-4 kali, lalu

hembuskan melalui bibir yang terbuka sedikit (purs lip breathing).

c. Pada tarikan nafas dalam terkahir, nafas ditahan selama kurang lebih

2-3 detik.

d. Angkat bahu, dada dilonggarkan dan batukkan dengan kuat.

e. Lakukanlah 4 kali setiap batuk efektif, frekuensi disesuaikan dengan

kebutuhan pasien.

D. Tinjauan Tentang Asuhan Keperawatan TB Paru

Proses keperawatan adalah proses yang terdiri dari lima tahap pengkajian

keperawatan, identifikasi/analisa masalah (diagnosa keperawatan) perencanaan

impelementasi, evaluasi, proses keperawatan menyediakan pendekatan

30
pemecahan masalah yang logis dan teratur untuk memberikan asuhan

keperawatan sehingga kebutuhan pasien dipenuhi secara komprehensif dan

efektif.

1. Pengumpulan Data

Tujuan :

a. Diperoleh data dan informasi mengenai masalah kesehatan yang ada

pada pasien sehingga dapat ditentukan tindakan yang harus di ambil

untuk mengatasi masalah tersebut yang menyangkut aspek fisik,

mental, sosial dan spiritual serta faktor lingkungan yang

mempengaruhinya. Data tersebut harus akurat dan mudah di analisis.

b. Jenis data antara lain data objektif, yaitu data yang diperoleh melalui

suatu pengukuran, pemeriksaan, dan pengamatan, misalnya suhu

tubuh, tekanan darah, serta warna kulit. Data subjekyif, yaitu data

yang diperoleh dari keluhan yang dirasakan pasien, atau dari

keluarga pasien/saksi lain misalnya kepala pusing,nyeri dan mual.

Adapun fokus dalam pengumpulan data meliputi :

a. Status kesehatan sebelumnya dan sekarang

b. Pola koping sebelumnya dan sekarang

c. Fungsi status sebelumnya dan sekarang

d. Respon terhadap terapi medis dan tindakan keperawatan

e. Resiko untuk masalah potensial

f. Hal-hal yang menjadi dorongan atau kekuatan klien.

31
2. Analisa Data

Analisa data adalah kemampuan dalam mengembangkan

kemampuan berpikir rasional sesuai dengan latar belakang ilmu

pengetahuan.

a. Perumusan Masalah

Setelah analisa data dilakukan, dapat dirumuskan beberapa

masalah kesehatan. Masalah kesehatan tersebut ada yang dapat

diintervensi dengan asuhan keperawatan (masalah keperawatan)

tetapi ada juga yang tidak dan lebih memerlukan tindakan medis.

Selanjutnya disusun diagnosis keperawatan sesuai dengan prioritas.

Prioritas masalah ditentukan berdasarkan criteria penting dan segera.

Penting mencakup kegawatan dan apabila tidak diatasi akan

menimbulkan komplikasi, sedangkan segera mencakup waktu

misalnya pada pasien stroke yang tidak sadar maka tindakan harus

segera dilakukan untuk mencegah komplikasi yang lebih parah atau

kematian. Prioritas masalah juga dapat ditentukan berdasarkan

hierarki kebutuhan menurut Maslow, yaitu : Keadaan yang

mengancam kehidupan, keadaan yang mengancam kesehatan,

persepsi tentang kesehatan dan keperawatan (Nursalam, 2011).

Adapun data yang perlu dikumpulkan adalah sebagai berikut :

32
1) Pengkajian

a) Biodata pasien meliputi nama pasien, jenis kelamin, umur,

agama, suku bangsa, pekerjaan, pendidikan, alamat rumah,

serta tanggal masuk rumah sakit (Nursalam, 2011)

b) Keluhan utama dan riwayat keluhan utama. Kaluhan utama

adalah keluhan yang paling dirasakan dan mengganggu

untuk klien pada saat perawat mengkaji, dan pengkajian

tentang pengkajian riwayat utama seharusnya mengandung

P, Q, R, S, T (Paliatif/Provokatif, Quality, Regio, Skala,

dan Time). (Nursalam,2011).

c) Riwayat kesehatan dahulu

Riwayat pernah mengalami batuk lama

d) Riwayat kesehatan keluarga

Dalam hal ini perlu dikaji apakah ada anggota keluarga

yang mengalami penyakit atau masalah yang sama.

2) Data dasar pengkajian pasien tuberculosis paru

a) Aktivitas/istirahat

Gejala : Kelelahan umum dan kelemahan, Nafas pendek

karena kerja, Kesulitan tidur, pada malam hari atau demam

malam hari, Mimpi buruk.

33
Tanda : Takikardi, takipnea/dispnea pada kerja,Kelelahan

otot.

b) Integritas ego

Gejala : Adanya faktor/stress lama, Masalah keuangan,

rumah, Perasaan tidak berdaya/tak ada harapan, Populasi

budaya/etnik. Amerika asli atau imigran dari Amerika

Tengah, Asia Tenggara,Indian, Anak Benna Tanda :

Menyangkal (khususnya selama tahap dini), Ansietas,

ketakutan, mudah terangsang.

c) Makanan/cair

Gejala : Kehilangan nafsu makan, Tak dapat mencerna,

Penurunan berat badan.

Tanda : Turgor kulit buruk kering/kulit bersisik,

Kehilangan otot/lubang lemak subkutan.

d) Nyeri/kenyamanan

Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, Prilaku distraksi,

gelisah.

e) Pernafasan

Gejala : Batuk produktif atau tidak produktif, Nafas

pendek, Riwayat tuberculosis/terpajang pada individu

terinfeksi.

34
Tanda : Peningkatan frekuensi pernafasan (penyakit luar

atau fibrosis parenkim paru dan pleura), Pengembangan

pernafasan tidak simetris (efusi pleura atau penebalan

pleura), bunyi nafas menurun (tidak ada secara bilateral)

atau limilateral (effusi pleura/pneumotorak). Bunyi nafas

tubuler dan/atau bisikan feletoral di ataas lesi luas. Krekels

tercatat atas aspek paru selama inspirasi cepat setelah

batuk pendek. Karakteristik sputum : mukoid kuning atau

bercak darah. Tak perhatian, mudah terangsang yang nyata

perubahan mental (tahap lanjut).

f) Keamanan

Gejala : Adanya kondisi penekanan immun, contoh AIDS,

kanker, Tes HIV positif.

Tanda : Demam rendah atau sakit panas akut.

g) Interaksi social

Gejala : Perasaan isolasi/penolakan karena penyakit

menular, Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab

(perubahan kapasitas) fisik untuk melaksanakan peran.

h) Penyuluhan/pembelajaran

Gejala: Riwayat keluarga TB, Ketidakmampuan

umum/status kesehatan buruk, Gagal untuk

35
membaik/kambuhnya TB, Tidak berpartisipasi dalam

terapi.

3. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan

respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari

individu atau kelompok dimana perawat secara akontabilitas dapat

mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga

status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah

(Carpenito,2009).

Adapun diagnose keperawatan yang muncul pada pasien TB paru

yaitu:

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan

akumulasi secret

b. Gangguan pertukaran gas

c. Ketidakefektifan pola napas

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

4. Perencanaan/Intervensi Keperawatan

Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk

mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang

diidentifikasi pada diagnose keperawatan (Carpenito, 2009).

Langkah – langkah ke tahap perencanaan :

36
a. Merumuskan/memutuskan prioritas diagnosa keperawatan

1) Berdasarkan konsep TRIAS

2) Hierarki kebutuhan maslow

3) Peran dan keinginan klien

4) Rencana pengobatan

5) Sumber daya dan dana

b. Merumuskan / menetapkan sasaran dan tujuan

Tujuan ditetapkan harus mengarah pada masalah, apakah mencegah,

mengurangi atau menghilangkan. Kaidah penulisan perawatan yaitu :

SMART :

S : Spesifik (tujuan tidak umum tapi spesifik)

M : Measurable (dapat diukur)

A : Achievable (dapat dicapai) \

R : Reliable (nyata)

T : Time bound (ada batas waktu mencapai tujuan)

c. Menetapkan kriteria karakteristik kriteria yang baik dan benar :

1) Masing –masing kriteria harus berhubungan dengan tujuan

2) Tujuan dalam kriteria harus mengkin dicapai

3) Kriteria merupakan pernyataan yang spesifik dari suatu tujuan

4) Kriteria spesifik dan kongkrit

5) Kriteria dapat diukur

6) Kriteria dalam kalimat positif (Nursalam, 2011)

37
d. Menyusun intervensi keperawatan

Adapun beberapa yang dapat dilihat yang disesuaikan dengan

diagnose keperawatan klien TB Paru yaitu :

N Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi (NIC)


o keperawatan Hasil (NOC)
1. Ketidakefektifan Kepatenan jalan 1. Kaji fungsi
bersihan jalan napas (airway pernafasan,contoh
napas management) bunyi nafas,
kecepatan, irama
dan penggunaan
otot aksesori.
2. Catat kemampuan
untuk
mengeluarkan
mukus batuk
efektif. Catat
karakter, jumlah
sputum, adanya
hemoptisis.
3. Berikan pasien
posisi semi fowler
tinggi, bantu
pasien untuk batuk
dan latihan nafas
dalam.
4. Bersihkan sekret
dari mulut dan
trachea,
penghisapan sesuai
keperluan.
5. Pertahankan
masukan cairan
sedikitnya 2500
ml/hari kecuali
kontra indikasi.
6. Lembabkan
udara/oksigen
inspirasi.
7. Beri obat-obatan
sesuai indikasi.

38
Agen mukolitik,
contoh : asetil
sistem
8. (mucomys).
2 Ketidakefektifan Status respirasi Airway managemen :
pola napas 1. Buka jalan napas,
gunakan tehnik
chin lift atau jaw
trust bila perlu
2. Posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
3. Identifikasi pasien
perlunya
pemasangan lata
jalan napas buatan
4. Pasang mayo
bila perlu
5. Lakukan fisioterapi
dada jika perlu
6. Keluarkan secret
dengan batuk atau
suction
7. Auskultasi suara
napas, catat adanya
suara tambahan
8. Lakukan suction
pada mayo
9. Berikan
brokodilator bila
perlu

3 Gangguan Manajemen asam 1. Kaji dispnea,


pertukaran gas basa tahipnea, tak
normal/menurun
nya bunyi nafas,
peningkatan
upaya
pernafasan,
terbatasnya
ekspansi dinding
dada, dan
kelemahan.

39
2. Evaluasi
perubahan pada
tingkat
kesadaran, catat
sianosis dan/atau
perubahan pada
warna kulit,
termasuk
membran
mukosa dan
kuku.
3. Tunjukkan/
dorong bernafas
bibir selama
ekshalasi,
khususnya untuk
pasien dengan
fibrosis atau
kerusakan
parenkim.
4. Tingkatkan
tirah
baring/batasi
aktivitas dan
bantu aktivitas
perawatan diri
sesuai keperluan.

5. Implementasi Keperawatan

a. Pengertian implementasi keperawatan

Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana keperawatan

oleh perawat dan pasien (Nursalam, 2011). Implementasi

keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana

keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan

b. Pedoman implementasi keperawatan

Pedoman implementasi keperawatan sebagai berikut :

40
1) Tindakan yang dilakukan konsisten dengan rencana dan

dilakukan setelah memvalidasi rencana. Validasi menentukan

apakah rencana masih relevan, masalah mendesak, berdasar pada

rasional yang baik dan Di individualisasikan. Perawat

memastikan bahwa tindakan yang sedang diimplementasikan,

baik oleh pasien, perawat atau yang lain, berorientasi pada tujuan

dan hasil. Tindakan selama implementasi diarahkan untuk

mencapai tujuan.

2) Keterampilan interpersonal, intelektual dan teknis dilakukan

dengan kompeten dan efisien di lingkungan yang sesuai.

Perawat harus kompeten dan mampu melaksanakan

keterampilan ini secara efisien guna menjalankan rencana.

Kesadaran diri dan kekuatan serta keterbatasan perawat

menunjang pemberian asuhan yang kompeten dan efisien

sekaligus memerankan peran keperawatan profesional.

3) Keamanan fisik dan psikologis pasien dilindungi.

Selama melaksanakan implementasi, keamanan fisik dan

psikologis dipastikan dengan mempersiapkan pasien secara

adekuat, melakukan asuhan keperawatan dengan terampil dan

efisien, menerapkan prinsip yang baik, mengindividualisasikan

tindakan dan mendukung pasien selama tindakan tersebut.

41
4) Dokumentasi tindakan dan respon pasien dicantumkan dalam

catatan perawatan kesehatan dan rencana asuhan. Dokumentasi

dalam catatan perawatan kesehatan terdiri atas deskripsi tindakan

yang diimplementasikan dan respon pasien terhadap tindakan

tersebut. Tindakan yang tidak diimplementasikan juga dicatat

disertai alasan. Dokumentasi rencana asuhan untuk

meningkatkan kesinambungan asuhan dan untuk mencatat

perkembangan pasien guna mencapai kriteria hasil.

6. Evaluasi Keperawatan

a. Pengertian evaluasi keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah mengkaji respon pasien setelah

dilakukan intervensi keperawatan dan mengkaji ulang asuhan

keperawatan yang telah diberikan (Nursalam (2011). Evaluasi

keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk

menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana

rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau

menghentikan rencana keperawatan (Nursalam, 2011).

b. Penilaian keberhasilan

Penilaian adalah tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai.

Evaluasi selalu berkaitan dengan tujuan, apabila dalam penilaian

ternyata tujuan tidak tercapai, maka perlu dicari penyebabnya.

Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor :

42
1) Tujuan tidak realistis.

2) Tindakan keperawatan yang tidak tepat.

3) Terdapat faktor lingkungan yang tidak dapat diatasi.

Alasan pentingnya penilaian sebagai berikut :

1) Menghentikan tindakan atau kegiatan yang tidak berguna.

2) Untuk menambah ketepatgunaan tindakan keperawatan.

3) Sebagai bukti hasil dari tindakan perawatan.

4) Untuk pengembangan dan penyempurnaan praktik keperawatan.

c. Tipe pernyataan evaluasi

Tipe pernyataan evaluasi menurut Setiadi (2012) sebagai berikut:

Tipe pernyataan tahapan evaluasi dapat dilakukan secara formatif

dan sumatif. Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan

selama proses asuhan keperawatan, sedangkan evaluasi sumatif

adalah evaluasi akhir.

1) Pernyataan evaluasi formatif.

Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien

segera pada saat atau setelah dilakukan tindakan keperawatan

dan ditulis pada catatan perawatan.

2) Pernyataan evaluasi sumatif.

Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status

43
kesehatan sesuai waktu pada tujuan dan ditulis pada catatan

perkembangan.

d. Bentuk evaluasi

Bentuk evaluasi menurut Nursalam (2011) sebagai berikut:

1) Evaluasi struktur

Evaluasi struktur difokuskan pada kelengkapan tata cara atau

keadaan sekeliling tempat pelayanan keperawatan diberikan.

Aspek lingkungan secara langsung atau tidak langsung

mempengaruhi dalam pemberian pelayanan.

2) Evaluasi proses

Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat dan

apakah perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan

merasa cocok, tanpa tekanan, dan sesuai wewenang.

3) Evaluasi hasil.

Evaluasi hasil berfokus pada respon dan fungsi pasien. Respon

perilaku pasien merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan

dan akan terlihat pada pencapaian tujuan dan kriteria hasil.

44
45

Anda mungkin juga menyukai