Disusun Untuk Memenuhi Tugas Individu Pada Mata Kuliah Keperawatan Intensif Yang
Diampu Oleh Bapak Rudiyanto,M.Kep.,Ns.
DISUSUN OLEH :
LUFIANTI AMELINDA
201602019
2020
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
saya panjatkan puja dan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
Manajemen Shelter (Tempat Pengungsian).
Dalam pembuatan makalah ini saya tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini dan kami saya
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Rudiyanto selaku dosen pengajar.
Akhir kata saya berharap semoga makalah tentang Manajemen Shelter (Tempat
Pengungsian) dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman Sampul...............................................................................................................
Kata Pengantar.................................................................................................................i
Daftar Isi..........................................................................................................................ii
Bab 1 Pendahuluan..........................................................................................................1
Bab 3 Penutup................................................................................................................35
3.1 Kesimpulan...................................................................................................35
3.2 Saran ............................................................................................................35
Daftar Pustaka...............................................................................................................36
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang sering dilanda becana alam yang
mana penyebab utama hal tersebut yaitu letak geografis Indonesia. Menurut teori
Lempeng Tektonik, Indonesia berada di pertemuan 3 lempeng utama dunia, yaitu
Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Pasifik. Pergerakan pada
lempeng tersebut sering kali menyebabkan terjadinya gempa bumi bahkan dapat
diiringi oleh tsunami. Hal ini sangat berdampak pada daerah sepajang tepian pantai
didaerah rawan tsunami.
Salah satu catatan gempa besar yang pernah terjadi di Indonesia yaitu gempa
aceh pada tahun 2004 sebesar 9.1 Skala Richter sehingga menyebabkan sunami dan
pada 30 September 2009 terdapat gempa sebesar 7,6 Skala Richter di lepas pantai
Sumatera Barat yang mana getarannya terasa di beberapa wilayah di Sumatera Barat
seperti Kabupaten Padang Pariaman, Kota Padang, Kabupaten Pesisir Selatan, Kota
Pariaman, Kota Bukittinggi, Kota Padangpanjang, Kabupaten Agam, Kota Solok,
dan Kabupaten Pasaman Barat. Besarnya dampak dari gempa tersebut dapat dilihat
dari insfrastruktur kota yang surak dan korban jiwa yang berjatuhan.
Dampak lain yang berkemungkinan terjadi yaitu tsunami di sepanjang pesisir
pantai Pulau Sumatera dan membahayakan masyarakat sekitarnya. Untuk itu
dibangunlah shelter sebagai bangunan untuk evakuasi saat terjadinya tsunami dan
saat masyarakat susah untuk menjangkau daerah ketinggian untuk berlindung.
Bangunan shelter adalah fasilitas umum yang apabila terjadi bencana (gempa bumi,
banjir, tsunami, angin topan, dll), digunakan untuk evakuasi pengungsi, namun bisa
digunakan pula untuk fasilitas umum yang lain misalnya untuk tempat rekreasi atau
ibadah atau yang lainnya, apabila tidak terjadi bencana. Luasnya daerah sepanjang
tepi pantai di Sumatera menyebabkan belum meratanya pembangunan shelter
mandiri pada tiap daerah salah satunya di daerah Kelurahan Pasie Nan Tigo.
Untuk melakukan pembangunan shelter agar tepat sasaran maka dibutuhkan
manajemen perencanaan yang matang. Manajemen yang dibutuhkan mencakup
manajemen fasilitas yang harus dimiliki oleh shelter itu sendiri dan sistem evakuasi
pengarahan masyarakat saat terjadi bencana maupun pasca bencana.
Manajemen fasilitas yang dimaksudkan yaitu pertimbangan-pertimbangan
fasilitas yang ada pada shelter yang diperlukan oleh masyarakat yang sedang
1
menempati shelter mandiri dikala keadaan darurat. Hal ini diperlukan karena
masyarakat akan menempati shelter untuk beberapa waktu kedepan sampai keadaan
kembali normal setelah terjadi bencana, sehingga dibutuhkan fasilitas yang memadai
dan tepat untuk masyarakat tersebut. Manajemen fasilitas ini mencakup dari
tersedianya fasilitas yang dibutuhkan masyarakat, pengelolaannya, dan tindak lanjut
dari proses perawatan shelter mandiri tersebut.
Manajemen fasilitas ini akan memiliki andil yang besar pada saat masyarakat
mulai menggunakan shelter di keadaan darurat, mulai dari perencanaan fasiltas yang
memadai hingga sistem perawatannya. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari
terbengkalainya shelter yang telah dibangun namun belum digunakan. Kejadian ini
dapat dilihat pada shelter yang terbengkalai tanpa adanya perawatan. Menurut
peneliti Tsunami Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) Aceh, Syamsidik,
shelter tsunami diberikan perawatan rutin tiap 5 tahun sekali karena lokasinya dekat
dengan laut sehingga bangunannya lebih mudah mengalami korosi. Untuk itu
disusunlah manajemen penataan fasilitas agar dapat menjaga daya guna dari shelter
tersebut.
Sistem evakuasi yang dimaksud adalah sistem evakuasi mandiri yang dapat
diterapkan pada masyarakat setempat. Menurut Buku Pedoman Latihan
Kesiapsiagaan Bencana, Membangun Kesadaran, Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan
dalam Menghadapi Bencana oleh Badan Nasional Pencegahan Penanggulangan
Bencana tahun 2017, evakuasi mandiri adalah kemampuan dan tindakan
individu/masyarakat secara mandiri, cepat, tepat, dan terarah berdasarkan langkah-
langkah kerja dalam melakukan penyelamatan diri dari bencana. Dengan adanya
sistem evakuasi ini, masyarakat dapat bertindak cepat untuk menyelamatkan diri
sampai adanya instruksi selanjutnya dari pemerintah atapun instansi yang
berwenang.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penyusunan tugas ini yaitu untuk dapat merencanakan
manajemen evakuasi yang terdiri dari sistem evakuasi pada shelter yang dapat
diterapkan pada masyarakat pasca bencana.
2
1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari penyusunan tugas ini yaitu :
1.3.1 Bagi Mahasiswa
Dapat memberi manfaat dan bisa dijadikan sebagai salah satu literatur
yang ada dalam institusi ini.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Gua yang terbentuk di dalam batu gunung.
Tempat perlindungan buatan manusia pertama diyakini terbuat dari batu dan
ranting pohon. Batu-batu ditempatkan di dasar struktur untuk menahan ranting-
ranting di tempatnya. Manusia perlahan-lahan belajar membuat alat sederhana yang
memungkinkan mereka membangun struktur yang lebih baik, dan kemudian
struktur ini berangsur-angsur berevolusi dalam bentuk dan bentuk. Bahan lain
seperti lempengan batu besar, tulang, dan bahkan kulit binatang digunakan untuk
membangun struktur, yang kemudian memberikan lebih banyak stabilitas,
keamanan dan kenyamanan. Akhirnya, bumi diambil dari tanah dan dikeringkan di
4
bawah sinar matahari untuk membentuk blok tanah liat, yang mengarah pada
penggunaan batu bata sebagai blok bangunan dasar tempat penampungan.
2. Peradaban kuno
Batu bata yang dikeringkan dengan matahari.
Orang Yunani kuno tinggal di rumah batu yang dibuat dengan baik
dengan atap miring yang membiarkan salju dan hujan bergeser. Sebagian besar
dinding dalam struktur Yunani dibangun menggunakan batu bata tanah liat
kering atau kerangka kayu yang diisi dengan bahan berserat seperti jerami atau
rumput laut yang ditutupi dengan tanah liat atau plester. Selain membangun
rumah, orang-orang Yunani membangun bentuk-bentuk tempat perlindungan
lain seperti kuil dan bangunan umum, yang memiliki struktur yang anggun dan
5
ramah yang dibangun untuk menekankan kemakmuran budaya dan ekonomi
masyarakat mereka. Teater-teater terbuka yang dimaksudkan untuk pertemuan
umum dan juga pertunjukan budaya juga dibangun, dengan beberapa masih
berdiri hari ini.
3. Arsitektur Cina
Pagoda Songyue, salah satu dari beberapa pagoda abad keenam yang
masih hidup, terbuat dari batu bata.
6
pelapisan potongan-potongan yang berbeda dalam set bracket yang saling
mengunci.
Dari Dinasti Tang (618 - 907 AD) dan seterusnya, penggunaan kayu
pada bangunan umumnya digantikan oleh penggunaan batu dan batu bata. Ini
memastikan bahwa bangunan atau tempat perlindungan akan bertahan lebih
lama dan tidak rentan terhadap pelapukan, kebakaran dan pembusukan.
4. Abad Pertengahan
7
menambahkan kawat gigi miring. Mereka menutupi dinding dengan reng, atau
potongan-potongan kayu tipis, ditempeli dengan campuran tanah liat dan
jeramii
8
Bata juga diproduksi massal di pabrik-pabrik dengan menggunakan
kiln, daripada harus menggunakan metode kuno membiarkannya di bawah
sinar matahari untuk dikeringkan. Dengan demikian, biaya batu bata berkurang
dan menyebabkan penggunaannya yang luas di gedung-gedung. Munculnya
penggergajian bertenaga uap dan air juga memungkinkan kayu untuk
diproduksi dalam ukuran standar pada skala besar. Kuku-kuku buatan mesin
juga tersedia, dan kombinasi kedua bahan ini disediakan untuk bentuk
penampungan cepat dan murah dalam bentuk kerangka balon (metode
konstruksi kayu). Biaya rendah dan kemudahan konstruksi membuat framing
balon sangat menarik, karena orang-orang tidak lagi membutuhkan tukang
kayu yang sangat terampil dan dapat membangun gedung mereka sendiri tanpa
kurva belajar yang memakan waktu. Ini adalah jawaban atas masalah .
6. Era Kontemporer
9
yang telah menjadi standar industri untuk pembangunan gedung dan tempat
penampungan, dan akan terus melakukannya.
10
2. Bantuan diberikan tanpa memandang ras, kepercayaan, atau kebangsaan penerima
tanpa membeda-bedakan. Prioritas bantuan diatur semata berdasarkan kebutuhan.
3. Bantuan tidak akan digunakan untuk memaksakan pandangan politik atau
kepercayaan tertentu.
4. Kita harus berupaya agar tindakan kita tidak menjadi alat kebijakan politik luar
negeri pemerintah mana pun.
5. Kita harus menghormati adat dan kebiasaan setempat.
6. Kita harus berusaha membangun kapasitas tanggap bencana lokal.
7. Kita harus mencari cara melibatkan penerima bantuan program dalam pengelolaan
bantuan.
8. Bantuan harus dapat mengurangi kerentanan akibat bencana di masa mendatang
sekaligus memenuhi kebutuhan dasar.
9. Kita bertanggung jawab kepada penerima bantuan sekaligus kepada pemberi
bantuan.
10. Di dalam kegiatan informasi, penerbitan, dan periklanan, kita harus memandang
korban bencana sebagai manusia yang bermartabat, bukan sebagai objek tanpa
daya.
Penerapan prinsip-prinsip dasar kemanusiaan dalam proses penyediaan shelter
harus dipertimbangkan dengan seksama. Faktor-faktor berikut ini harus disertakan
dalam pertimbangan ketika menerapkan program shelter:
Shelter dan perlindungan; memenuhi kebutuhan kelompok paling rentan.
Permukiman dan lingkungan
Partisipasi dan akuntabilitas
Koordinasi dan pengelolaan informasi
1. Mudah diangkut, dilipat dan dapat dikirim datar atau dalam paket.
2. Dibangun dari bahan daur ulang dan memiliki kemampuan untuk digunakan
kembali.
3. Mudah dibangun dan disatukan dengan beberapa alat atau tidak.
4. Dapat dibangun secara individu atau secara berkelompok/kompleks
5. Dapat diproduksi secara massal.
11
Peletekan dan Material Bangunan Shelter :
12
Owner-Driven Housing Reconstruction (ODHR) Guidelines (Panduan
Rekonstruksi Perumahan Berdasar Kebutuhan Pemilik (ODHR)
Cash Transfer Guidelines (Panduan Transfer Tunai)
Komunitas yang mencari shelter sesudah terjadi bencana mungkin akan
ditampung oleh keluarga dan teman, mungkin akan mengungsi ke bangunan publik,
dalam tenda-tenda yang tersebar atau kompleks penampungan, atau bahkan di
puing-puing rumahnya sendiri. Bantuan shelter dapat berbentuk aneka ragam,
termasuk: shelter sementara, pusat penampungan kolektif, rumah sewa, intervensi
pasar, pelatihan, bahan bangunan, dll.
Yang tetap sama adalah hak atas shelter yang layak dan memadai,
memastikan keluarga terdampak dapat hidup dengan bermartabat dan selamat
semenjak rumah/shelter mereka tidak dapat dihuni hingga saat mereka dapat
kembali atau berpindah ke rumah yang permanen dan aman.
Hampir semua struktur fisik dapat digunakan untuk shelter, tetapi apa yang
membuat sebuah struktur dianggap sesuai untuk ditinggali manusia sementara yang
lain dianggap tidak sesuai atau tidak layak? Apa yang dibutuhkan oleh masyarakat
terdampak? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat memberikan
panduan bagi upaya penyediaan yang kita lakukan.
13
Dari tabel di atas, sudah jelas bahwa tugas penyediaan shelter untuk
masyarakat terdampak bukan sekadar penyediaan ruang fisik, akan tetapi lebih
pada kerja bersama dengan komunitas terdampak untuk membantu mereka
memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Hal ini berlaku bagi shelter perorangan
dan keluarga, seiring dengan lingkungan dan komunitasnya (pertimbangan
permukiman). Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut. tidak selalu dapat
dipenuhi sebuah program shelter itu sendiri, sehingga program shelter yang efektif
harus selalu dirancang sebagai komponen yang terintegrasi dalam tindak tanggap
kemanusiaan yang lebih luas. Kebutuhan khusus dapat didukung oleh sektor atau
aktor yang berbeda. Ketika kebutuhan-kebutuhan di atas tidak terpenuhi,
masyarakat tetap membutuhkan bantuan shelter.
14
dan donor dalam operasinya, akan tetapi proses tersebut tidak menunjukkan proses
pemulihan yang dijalani oleh sebagian besar keluarga terdampak. Alih-alih proses
tiga tahap yang rapi, keluarga menjalani peningkatan yang bertahap, mulai dari
shelter darurat yang tidak layak dan tidak aman setelah bencana, diikuti
serangkaian perbaikan yang berjalan lamban hingga akhirnya mereka mendapatkan
rumah permanen yang layak dan aman.Peningkatan yang bertahap ini sangat
bervariasi pada tiap keluarga, bergantung pada besarnya dampak bencana,
kemampuan bertahan, dan dukungan yang tersedia bagi mereka. Beberapa keluarga
mungkin memiliki sumber daya pribadi untuk memulai rekonstruksi di Hari
Pertama setelah bencana, sedangkan keluarga yang lebih rentan mungkin
menghadapi hambatan yang lebih besar dan penundaan yang lebih lama, membuat
mereka lebih bergantung kepada bantuan dari organisasi kemanusiaan.Pada
tingkatan-tingkatan sepanjang perjalanan tersebut, keluarga terdampak mungkin
akan berpaling kepada bantuan dari badan kemanusiaan.
15
proses perbaikan rumah tinggal, pindah, atau perluasan rumah, untuk memenuhi
kebutuhan keluarga yang bertumbuh. Ketika bencana terjadi, masing-masing
keluarga sedang berada di tengah-tengah jalur tersebut. Titik tempat mereka
berada, dan arah tujuan mereka, akan memengaruhi kebutuhan penyediaan
shelter mereka.
2. Jalur masing-masing masyarakat
Sama seperti keluarga dalam perjalanan shelternya, dalam skala yang
lebih besar, komunitas juga menjalani perjalanan penyediaan shelter. Ini dapat
berupa perjalanan dari perumahan tradisional menjadi perumahan sesuai
keinginan, atau perubahan dalam perspektif sosial, ekonomi, politik,
keagamaan, dan kebudayaan masyarakat tersebut. Untuk dapat diterima oleh
suatu masyarakat, intervensi shelter harus secara kontekstual sesuai dan
menghormati jalur masyarakat yang dimaksud. Meski sebuah masyarakat
bersedia tinggal dalam shelter sementara dari bambu selama proses
rekonstruksi, masyarakat lain mungkin akan menganggapnya merendahkan dan
tidak layak.
3. Jalur shelter nasional
Masing-masing negara juga berada dalam perjalanan penyediaan shelter,
dipandu oleh pemerintah dan rakyatnya. Kebijakan dan peraturan pembangunan
dibuat untuk menjadi panduan konstruksi mulai dari bentuk arsitektur
tradisional, hingga bangunan yang memenuhi standar dan peraturan
pembangunan modern. Seringkali tipologi bangunan baru tersebut masih
memiliki kaitan dengan akar arsitektur tradisionalnya, memperkuat agar lebih
bebas dari bahaya, dan menambahkan kebutuhan modern. Salah satu bagian
penting dari jalur ini adalah vertikal. Seiring dengan meningkatnya urbanisasi
di dunia1, lebih banyak dibangun bangunan bertingkat, dan blok multi hunian.
Selama tanggap bencana, program shelter biasanya mendukung kerja
pemerintah dalam membantu komunitas mencapai standar nasional minimal
untuk perumahan, sambil sekaligus mendukung komunitas terdampak untuk
kembali ke jalur pilihannya masing-masing.
16
penggunaan format kajian shelter dengan konteks khusus. Kebutuhan teridentifikasi
masyarakat terdampak harus menjadi pusat dari sebuah program shelter. Dalam
bencana berskala besar, sering tak tersedia sumber daya pendukung shelter bagi
tiap keluarga terdampak. Dukungan shelter mungkin harus memprioritaskan
bantuan untuk memenuhi kebutuhan kelompok paling rentan, mereka yang paling
tidak mampu memulihkan dirinya sendiri, atau yang menghadapi ancaman
berkonteks khusus. Organisasi kemanusiaan harus memutuskan keluarga mana
yang menjadi target pemberian bantuan, berdasarkan kebutuhan aktual dan
kerentanan khusus.
17
Tipe perumahan yang berbeda (shelter tunggal, rumah gandeng, rumah
bertingkat, dll.) dan hak pengelolaan lahan (HPL) penghuni akan menentukan
kemungkinan jalur pemulihan bagi masyarakat terdampak. Keluarga yang
tinggal di gedung bertingkat, atau yang menyewa/menumpang mungkin tidak
dapat kembali ke tempat tinggal asal sebelum bencana dan membangun ulang
rumahnya. Mereka yang memiliki lahan, mungkin dapat memperbaiki rumah
aslinya, atau membangun rumah baru di atas tanahnya.
3. Kapasitas Bertahan Sebuah Keluarga, Komunitas, dan Pemberi Bantuan.
Dalam beberapa kasus, bencana mungkin menimpa komunitas dengan
kesiapan yang baik, dan hanya mengakibatkan pengungsian sementara. Dalam
kasus lainnya, bencana mungkin menimpa tanpa diduga atau memengaruhi
komunitas dengan kesiapan yang buruk dan menyebabkan lebih banyak
kerusakan dan mengakibatkan pemulihan yang lamban.Bahkan dalam
komunitas dengan kesiapan yang baik, beberapa keluarga mungkin memiliki
akses yang lebih mudah atas sumber daya dana tunai mereka sendiri, atau
tenaga kerja untuk perbaikan atau pembangunan ulang, dibandingkan keluarga
lain dalam komunitas yang sama.
Mekanisme bertahan adalah sebuah aset yang positif bagi sebuah
komunitas terdampak bencana untuk pulih, hal ini harus menjadi pertimbangan
utama bagi semua pemrograman pascabencana. Kajian yang dilaksanakan
dalam komunitas harus berfokus pada yang dapat dicapai komunitas itu sendiri,
sama halnya dengan kebutuhan shelter dan kesenjangan dalam bantuan.
4. Kebijakan Pemerintah
Setelah bencana terjadi, kebijakan dan tanggap bencana pemerintah
sangat bervariasi, memberikan bantuan instan atau bantuan tunda, mendukung
relokasi atau rekonstruksi.Variasi ini sangat memengaruhi waktu dan jenis
pengungsian.Bantuan shelter hendaknya mempertimbangkan juga profil
bencana dan kebutuhan serta kapasitas perseorangan dalam bagian-bagian yang
berbeda pada komunitas. Program shelter berdiri sendiri dan berukuran besar
kemungkinan tidak dapat memenuhi kebutuhan seluruh masyarakat terdampak.
Untuk mengakomodasi hal ini, program shelter akan dibagi menjadi sub-
program yang masing-masingnya dirancang secara khusus untuk menyasar
kebutuhan satu bagian dalam masyarakat terdampak. Masing-masing sub-
program dapat terdiri atas rentang jenis bantuan shelter yang diberikan selama
18
jangka waktu tertentu melalui kisaran modalitas pelaksanaan. Dalam beberapa
bencana di dunia akhir-akhir ini, pemerintah telah memberlakukan kebijakan
'zona bebas bangunan' pascabencana untuk memastikan masyarakat tidak
membangun kembali di area yang risiko bencananya terlalu tinggi (baik berupa
banjir, tsunami atau longsor). Akan tetapi, kebijakan semacam ini berarti
keluarga yang tinggal di area berisiko tinggi tersebut kini harus mengungsi
secara permanen, dan akan membutuhkan dukungan yang lebih besar dan
meluas agar dapat membangun kembali kehidupannya di lokasi baru.
19
q. Rumah penampungan bagi mereka dengan status ekonomi yang sangat
miskin atau bagi para tunawisma
1. Kepada pemerintah:
Dengan adanya shelter lebih berfungsi untuk kesejahteraan masyarakat
disekitarnya dalam prosess pemulihan pasca bencana.
20
2.7 Jenis Shelter
1. Skyli
Bangunan modular ini yang telah dirakit sangat ideal untuk digunakan
sebagai rumah penjaga untuk memberikan keamanan perimeter dan / atau
kontrol akses. Unit-unit ini dapat berfungsi ganda sebagai penjaga bilik atau
21
stasiun kasir dan dapat dilengkapi dengan berbagai pilihan termasuk lampu
sorot dan laci transaksi untuk memenuhi kebutuhan spesifik Anda.
3. Emergency Shelter
4. Homeless Shelter
22
Tempat penampungan tunawisma adalah jenis agen layanan tunawisma
yang menyediakan tempat tinggal sementara bagi individu dan keluarga
tunawisma. Tempat penampungan ada untuk menyediakan keselamatan dan
perlindungan bagi warga dari paparan cuaca sekaligus mengurangi dampak
lingkungan pada masyarakat. Mereka mirip dengan, tetapi dapat dibedakan
dari, berbagai jenis tempat penampungan darurat, yang biasanya dioperasikan
untuk keadaan dan populasi tertentu - melarikan diri dari bencana alam atau
keadaan sosial yang kasar. Kondisi cuaca ekstrim menciptakan masalah serupa
dengan skenario penanggulangan bencana, dan ditangani dengan pusat
pemanasan, yang biasanya beroperasi untuk jangka waktu pendek selama cuaca
buruk.
5. Teantive Shelter
23
Perancang desain Turki Designnobis menyusun konsep penampungan
dijuluki Tentative Perancang desain Turki, Designnobis membuat konsep
penampungan yang dijuluki Tentatif yang dapat disampaikan secara datar, dan
hanya muncul sekali, membutuhkan sangat sedikit perakitan di lapangan.
Tentatif memiliki atap dan lantai fiberglass, dan dinding kain yang tahan
cuaca. Desain ini akan berarti bahwa tinggi Tentatif berkurang dari 2,5 m (8
kaki) menjadi hanya 30 cm (1 kaki) ketika siap untuk diangkut, sehingga
memungkinkan hingga 24 unit untuk masuk ke dalam truk semi-trailer tunggal.
Saat digunakan, Tentatif akan berukuran 4 x 2 x 2,5 m (13 x 6,5 x 8 kaki), dan
interiornya bisa muat dua orang dewasa dan dua anak. Tempat perlindungan akan
diangkat dari tanah dengan panggung kecil, cahaya alami akan masuk melalui
jendela atap kecil dan jendela. Designnobis mengatakan kepada Gizmag bahwa
mereka berharap untuk mengomersialkan Tentatif
6. Modul Penyebaran Cepat
24
RDM dimasukkan melalui langkahnya selama tumpahan minyak Deepwater
Horizon.Perusahaan yang berbasis di Massachusetts, Visible Good, telah
mengembangkan tempat perlindungan darurat yang dikatakannya dapat dirakit
dalam waktu sekitar 25 menit oleh beberapa orang tanpa alat apa pun.
Secara cerdik, Rapid Deployment Module (RDM) memanfaatkan kotak
yang dikirimkan sebagai dasar untuk strukturnya. Atapnya, sementara itu, terbuat
dari kain, dan jendela dan pintu dapat dikunci. Setiap RDM dinilai sesuai untuk
10 tahun.
Di dalam, dinding RDM dapat berfungsi sebagai papan tulis dan 30 sq-ft
(12 sq-m) dari ruang lantai yang tersedia dapat dilengkapi dengan tempat tidur
susun dan meja, atau bahkan peralatan medis untuk melayani sebagai klinik.
RDM telah melalui langkahnya di dunia nyata selama tumpahan minyak
Deepwater Horizon, dan Angkatan Darat AS sangat terkesan sehingga
menginvestasikan dana R & D ke dalam perusahaan dalam upaya untuk
menciptakan versi yang lebih kuat yang cocok untuk iklim ekstrem.
7. Hush 2
25
Hush2 dapat dirakit dalam beberapa jam dan dibangun dari kayu lapis laut
The Hush2, oleh Extremis Technology, adalah tempat perlindungan bencana yang
dirancang untuk menahan angin tingkat badai hingga 200 mph (322 km / jam),
atau Kategori 5. Ini dapat dirakit dalam beberapa jam dan dibangun dari kayu
lapis laut. Untuk menghentikannya terbang, Hush2 diadakan di tempat dengan
sistem pengaturan tanah sederhana yang juga memungkinkannya untuk
dipindahkan dengan relatif mudah.
Huntara ini berukuran 4,3 x 4,4 x 2,4 m (14,1 x 14,4 x 7,9 kaki) dan terdiri
dari dua bagian, yang dapat digunakan sebagai tempat tinggal dan tidur. Secara
kasar berbentuk persegi panjang, dapat dengan cepat dikonfigurasi ulang menjadi
"posisi aman-badai" yang lebih aerodinamis jika angin kencang menyerang.
Empat bagian dari tempat penampungan dilipat secara diagonal ke dalam dan sisi
tempat penampungan juga dilipat ke dalam untuk menciptakan bentuk kira-kira
segitiga.
Semua bilik dikirimkan sepenuhnya dilengkapi dan siap untuk digunakan
instan. Mereka dapat dipasang hampir di mana saja dan dapat dengan mudah
dipindahkan jika kebutuhan Anda berubah.
Ukuran model standar mulai dari 3 'x 4' hingga 8 'x 16' dan memiliki pintu
geser dan jendela untuk memudahkan komunikasi dengan pengunjung. Overhang
atap dapat dikonfigurasi untuk memenuhi hampir semua spesifikasi.
8. Shelter Di Gunung
26
Dalam suatu pendakian, keberadaan pos berfungsi sebagai tempat singgah
maupun petunjuk jalan. Bagi Anda yang berencana mendaki Gunung Gede via
Jalur Cibodas weekend ini, kenali dulu setiap posnya.
Pos atau shelter dalam pendakian adalah suatu hal yang harus tersedia,
karena bangunan ini bisa bermanfaat untuk beristirahat bagi para pendaki. Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango sudah membangun shelter yang cukup lengkap
bagi para pendaki.
9. Shelter Di Pesisir
Bicara soal wisata laut, tanpa melibatkan tim penyelamat pantai, rasanya
tidaklah lengkap. Sebab keduanya memiliki hubungan sinergis. Wisatawan
membutuhkan ketenangan dan keamanan selama berpariwisata, khususnya ketika
bermain atau berenang di laut yang merupakan perhatian utama wisata
27
pantai. Sedangkan tim penyelamat (life guard) atau sekarang lebih dikeren dengan
sebutan Badan Penyelamat Wisata Tirta (Balawista) bertugas memberikan rasa
aman.
Dalam memilih tapak atau lahan yang akan digunakan untuk tempat
membangun bangunan yang akan didesain sangat ditentukan oleh faktor
ekonomi, kelayakan dan harga dari tanah tersebut dan jika pada area pinggiran
kota aksesibilitas dan daya dukung inrastruktur. Permasalahan tentang iklim
mikro menjadi penting agar konsumdi energi untuk pemanasan ataupun
pendinginan yang lebih efisien. Kebutuhan akan rancangan yang mempunyai
karakteristik berkelanjutan terhadap masalah transportasi menuju lokasi. Dan
isu tersebut mengangkat masalah desain arsitektur bioklimatik yang sangat
sensitif dengan urursan “Physical Characteristics” dari sebuah site; mengenai
arah angin dan sinar matahari, kelayakan dari “shelter” (keterlindungan) atau
permukaan lahan.
1. Insolation
Pembayangan diakibatkan adanya topografi lahan, kondisi eksisting
dan bangunan serta vegetasi. Penataan bangunan dan vegetasi menjadi
faktor yang menentukan dalam mengatur akses sinar matahari untuk
28
mendapatkan panas. Dengan menempatkan bangunan yang lebih tinggi
berada pada deretan belakan bangunan lebih rendah maka akan
memperbesar peluang untuk mendapatkan pemanasan terhadap bangunan.
2. Wind
Pertimbangan terhadap aspek ini adalah untuk mendapatkan
pembayangan pada situasi panas dan untuk mendapatkan ventilasi udara
segar pada saat pendinginan.
Pada kondisi panas, aliran angin dingin akan meningkatkan proses
heat loss sehingga lingkungan jadi lebih terasa dingin. Aliran angin
tersebut akan bekerja untuk mendinginkan beberapa permukaan elemen
bangunan dan juga meningkatkan infiltrasi melalui bukaan bangunan.
Tanaman sebagai pelindung (shelter) mempunyai fungsi untuk
pembayangan terhadap bangunan. Namun hal tersebut dapat menjadi
masalah untuk proses aliran angin menuju bangunan. Terlalu banyak dan
padat tanaman yang melindungi bangunan juga akan mengurangi infiltrasi
menuju bangunan. Desain juga harus mempertimbangkan terhadap arah
datang aliran angin beserta jarak antar bangunan dan tanaman sendiri.Pada
kondisi pendinginan, sangat penting untuk mengatur arah aliran angin
dengan menggunakan susunan tanaman yang terdapat disekitarnya dan
juga melalui topografi atau permukaan tanah.
29
3. Cooling
Kebutuhan terhadap proses pendinginan pada bagian belahan Utara
dan Selatan berbeda. Pada daerah tropis menuntut penggunaan bahan yang
ringan, termal inersia bangunan rendah, penggunaaan vegetasi, topografi,
natural ventilasi, reduksi terhadap insolasi pada saat kondisi dingin.
Di bagian Selatan orientasi Barat dihindari. Sangat sulit untuk membuat
pembayangan sebab altitude rendah saatsore hari dan temperatur yang
sangat tinggi pada siang hari
b. Merancang Shelter
Meneteapkan Tujuan Desain
Dari tujuan utama yang terkait dengan shelter sementara unit, tujuan
desain dikembangkan secara sistematis. Dalam menetapkan desain
objectives, masukan data dari tiga sumber digunakan. Sumber penting
30
adalah masukan data yang dikumpulkan dari pengalaman masa lalu.
Terutama dari era besar terakhir rthquake, yang melanda Semenanjung
Anatolia pada tahun 1999. Sumber lain adalah rese pekerjaan lengkungan
pada yang ada sistem penampungan sementara. Juga persyaratan pengguna
umum digunakan dalam mengembangkan tujuan desain.
Kebutuhan Pengguna Dalam mengembangkan tujuan desain juga
biologi, physiologis, budaya, psikologis, persyaratan pengguna spasial
diambil memperhitungkan. Itu persyaratan dikompilasi dari sumber yang
berbeda
1. Tujuan Desain
Tujuan desain dikumpulkan dan diorganisasi dari pengalaman,
penelitian bekerja pada sistem penampungan sementara yang ada dan
dari pengguna Persyaratan. Tujuan utama dapat terdaftar sebagai
berikut:
tujuan terkait dengan teknologi, konstruksi danbahan-
bahan,
tujuan ekologi,
tujuan terkait dengan biaya,
tujuan yang terkait dengan fisika bangunan,
tujuan yang terkait dengan organisasi spasial,
tujuan sosiologis,
tujuan yang berkaitan dengan estetika
31
2. Kriteria Dan Evaluasi Desain
Tingginya tingkat kualitas perkotaan dan keberlanjutan pemukiman
penampungan sementara sendiri dijamin dalam pengaturan kriteria
desain dan evaluasi untuk suatu tujuan dan evaluasi sistematis proses
dalam tahap analisis, perencanaan dan desain.Dalam menggunakan
desain dan kriteria evaluasi, tahap perencanaan dan desain tidak hanya
memiliki karakter arbitrer dan institusional, tetapi juga rational,
sistematis, dan terbuka prosedur pengambilan keputusan akan
dipastikan.Produksi dan penyimpanan sistem hunian sementara di pra
bencana periode akan menjadi tindakan penghematan waktu yang sangat
besar untuk manajemen bencana ditahap pemulihan pascabencana.
Dalam menggunakan design dan kriteria evaluasi sepanjang tahap
analisis, perencanaan dan desains juga akan memastikan penggunaan
rasional dari sumber daya terbatas di pos periode bencana. Ini akan
menghemat biaya, peralatan konstruksi, peralatan dan pengerjaan
mungkin. Melalui perencanaan dan desain yang tepat disebelum masa
bencana, juga dampak berbahaya dari tempat penampungan sementara
pemukiman ke perkotaan daerah akan dihindari dan tingkat tertentu dari
sustainability tercapai. Menggunakan hasil evaluasi yang ada sementara
diasistem lter di dalam perencanaan dan desain sistem penampungan
sementara untuk Istanbul juga memastikan kinerja keseluruhan sistem
32
yang lebih tinggi elf dan urban yang lebih tinggi kualitas secara umum,
sejajar dengan keselamatan bencana
33
"keamanan"
"Lingkungan yang higienis"
"kualitas udara"
"komunikasi Visual"
"hubungan sosial"
"Aksesibilitas untuk orang cacat danpengguna lansia ”
“Optimasi dalam ruang aksiinteraksi"
“Fleksibilitas dalam ruang dan bentuk”
“Preferensi estetika pengguna”
"Memungkinkanindividualisme / personalisasi ”
"Gambar akrab"
"Akses ke sistem layanan"
“Efisiensi energi dalam produksi danmenggunakan"
“Menghindari pencemaran lingkunganapapun"
“Tidak ada emisi berbahaya terkaitbahan-bahan ”
“Menggunakan bahan yang dapat didaur ulang”
"Keberlanjutan"
"Interaksi sementara unit dantanah"
“Produksi dan konstruksi yang mudah”
"Berkumpul dalam beberapa langkah"
34
4. Desain Akhir
Langkah terakhir dari proses desain terdiri dari keduanya desain akhir;
sistematis pendekatan metodologis dan "lompatan kreatif" enga
melepaskan satu sama lain.Keputusan desain "terwujud" untuk posting
dipenampungan sementara sementara unit yang tercantum di atas
diambil bersama dengan akumulasi pengetahuan ulated diperoleh dari
studi analisis dari "terbaik" yang ada sistem helter ke dalam
pertimbangan. Dua sub proses desain paralel dieksekusi pada saat yang
sama waktu; yaitu desain detail dan spasial atau desain ganization &
form.Rincian dikembangkan untuk setiap kayu prefabrikasi panel dan
majelis proses secara terpisah dalam interaksi dengan unit tersebut
organisasi & bentuk spasial secara keseluruhan. Menggunakan hasil
evaluasi study dari sistem yang ada dan mempertimbangkan kondisi asli
Istanbul's environment, berbeda alternatif desain dikembangkan. Alt
desain iniernatives juga dievaluasi, menggunakan sub-kriteria untuk
menghasilkan hunian pasca bencana pola hunian sementara dan
permukiman sementara
35
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
konsep mengenai shelter sangat dibutuhkan dan harus disampaikan
kepada semua masyarakat apa itu shelter, tujuan, manfaat, prisipnya,
standartnya, maupun cara pembangunannya agar di saat ada bencana semua
masyarakat dapat berpatisipasi untuk membangun shelter pasca bencana agar
kondisi cepat pulih dan keadaan semakin membaik.
3.2 Saran
36
DAFTAR PUSTAKA
IFRC, 2018. Kode Etik Gerakan dan Organisasi Non-Pemerintah Palang Merah
dan Sabit Merah Internasional dalam Bantuan Terhadap Bencana
Referensi - Standar shelter
International Development Law Organisation (IDLO), 2009. International laws and
standards applicable in natural disasters
International Development Law Organisation (IDLO), 2009. Natural Disaster
Manual
IFRC, 2012. Assisting host families and Communities After Crisis and Disaster: A
Step by Step Guide
IFRC, 2012. Post Disaster Settlement Planning Guidelines
IFRC/SKAT, 2012. Sustainable Reconstruction in Urban Areas
The Sphere Project, 2011. The sphere handbook: humanitarian charter and
minimum standards in humanitarian response.
Gender Based Violence (GBV) risk reduction in shelter programmes Core
Humanitarian Standard, 2018
Şener, S. M., & Altun, M. C. (2009). Design of a post disaster temporary shelter
unit. A| Z ITU Journal of the Faculty of Architecture, 6(2), 58-72.
https://en.wikipedia.org/wiki/Homeless_shelter
https://sites.google.com/a/gsbi.org/gvc1416/types-of-shelters
https://dokumen.tips/documents/shelter-hunian-darurat-galeri-
https://newatlas.com/disaster-emergency-relief-shelter-best/40699/
kemensos dan PMI. (2019). Panduan Shelter Untuk Kemanusiaan. Jakarta : Kementerian
Sosial Republik Indonesia.
37
38