Disusun Oleh:
HALAMAN JUDUL
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
Kesimpulan ...............................
.....................................................
............................................
............................................
...............................
......... 24
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
III. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)
2. Mengetahui Epidemiologi, dan Patofisiologi dari Gastroesophageal Reflux
Disease (GERD)
3. Mengetahui Penatalaksanaan Terapi dari Gastroesophageal Reflux
Disease (GERD)
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Etiologi GERD
2
1. Terjadi kontak dalam waktu yang cukup lama antara bahan refluksat
dengan mukosa esofagus.
2. Terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa esophagus
3. Menurunnya tonus LES (Lower Esophageal Sphincter)
4. Bersihan asam dari lumen esofagus menurun
5. Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu pH <2, adanya pepsin,
garam empedu, HCL
6. Infeksi H. Pylori dengan corpus predominan gastritis
7. Non acid reflux (reflux gas) menyebabkan hipersensitivitas
8. Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat reflux
9. Mengkonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan
berkarbonat, alkohol, merokok, dan obat-obatan yang bertentangan dengan
fungsi esophageal sphincter bagian bawah termasuk yang memiliki efek
antikolinergik (seperti beberapa antihistamin), penghambat saluran
kalsium, progesteron, dan nitrat.
10. Kelainan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan.
B. Epidemiologi GERD
3
Prevalensi di Asia Timur 5,2 %-8,5 % (tahun 2005-2010), sementara
sebelum 2005 2,5%-4,8%; Asia Tengah dan Asia Selatan 6,3%-18,3%, Asia
Barat yang diwakili Turki menempati posisi puncak di seluruh Asia dengan
20%. Asia Tenggara juga mengalami fenomena yang sama; di Singapura
prevalensinya adalah 10,5%, di Malaysia insiden GERD meningkat dari 2,7%
(1991-1992) menjadi 9% (2000-2001), sementara belum ada data
epidemiologi di Indonesia (Jung, 2009), (Goh dan Wong, 2006).
(c) Tidak ada standar acuan yang tepat untuk mendiagnosa penyakit tersebut
C. Patofisiologi GERD
4
ini yang dikenal sebagai Barrett’s esophagus, penyakit Barrett bisaditemukan
di 3,5% sampai 12% dari pasien yang menjalani pertama kali endoskopiuntuk
gejala refluks, dan prevalensinya mungkin lebih tinggi pada pasiendengan
keparahan lebih atau komplikasi penyakit.
Pasien dengan BE memiliki insiden 30% lebih besar dari pembentukan
striktur esofagus. Selain itu, risiko adenocarcinoma esofagus adalah 30 sampai
60 kali lebih tinggi pada pasien dengan BE dibandingkan dengan populasi.
Menariknya, resiko adenocarcinoma esofagus dapat ditingkatkan pada pasien
dengan lama dan sering berulang gejala refluks (Heartburn dan regurgitasi)
meskipun ada atau tidak adanya BE.
7
2. Tujuan pengobatan GERD secara khusus yaitu:
a. mengurangi keasaman refluxate
b. mengurangi volume lambung yang tersedia untuk direfluks
c. meningkatkan pengosongan lambung
d. meningkatkan tekanan LES
e. meningkatkan pembersihan asam esophagus
f. melindungi mukosa esophagus
3. Pendekatan Umum
Terapi dikategorikan dalam beberapa fase:
8
terutama mereka dengan penyakit erosif, pengobatan dimulai dengan inhibitor
pompa proton sebagai terapi awal.
9
Ranitidin)
Fase II Untuk pertanda yang khas,
Gejala pengobatan empiris dengan terapi
GERD a. Modifikasi pola fase II
hidup
10
- Bronkitis: Teosal tetap dilanjutkan
25
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2014/2015. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi Edisi 14. Buana Ilmu
Populer: Jakarta