Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air merupakan salah satu kebutuhan bagi kehidupan manusia. Tubuh manusia
terdiri dari air kira-kira 70% dari berat badannya. Air sangat penting dalam
kelangsungan hidup, manusia membutuhkan air yang jumlahnya tergantung pada berat
badan. Orang dewasa kira-kira membutuhkan air 2200 gram tiap harinya. Selain
dibutuhkan oleh manusia, air diperlukan untuk keperluan pertanian, perikanan,
peternakan dan industri. Pada industri-industri, air biasanya digunakan sebagai bahan
baku untuk diolah menjadi air bersih yang digunakan untuk keperluan kantor, pabrik
dan kantin.
Menurut kandungan mineral, air dikelompokkan dalam beberapa jenis yaitu air
lunak dan air sadah. Air sadah adalah air yang mengandung ion-ion kalsium,
magnesium, klorida, sulfat dan besi. Air lunak adalah air yang sedikit sekali
mengandung garam-garam kalsium dan magnesium. Air sadah dibagi atas 2 yaitu air
sadah sementara dan air sadah tetap dimana air sadah sementara disebabkan oleh
bikarbonat dan dapat dihilangkan dengan cara pemanasan, sedangkan air sadah
permanen yaitu disebabkan oleh ion klorida atau sulfat yang bersenyawa dengan
kalsium ataupun magnesium. Jumlah antara kesadahan tetap dan kesadahan sementara
disebut kesadahan total.
Air sadah dapat menyebabkan kerak pada pipa-pipa dan dapat membentuk
endapan yang dapat mengurangi luas penampang pipa dan dapat menyebabkan
berkurangnya daya kerja sabun sehingga pemakaian sabun akan bertambah. Kesadahan
air yang tinggi juga dapat merusak peralatan-peralatan yang terbuat dari besi yaitu
melalui proses perkaratan, yang dapat menyebabkan proses industri terganggu. Karena
air yang dianggap bermutu baik adalah air yang mempunyai kesadahan yang rendah
(Banurea, 2008).

1
1.2 Tujuan Percobaan
1. Menjelaskan proses pengolahan air bersih sedimentasi
2. Menghitung efisiensi penyisihan bahan pencemar dari sumber air
3. Menganalisa hubungan variabel perlakuan terhadap penyisihan bahan pencemar

1.3 Manfaat Percobaan


1. Memperoleh informasi mengenai proses pengolahan air
2. Mendapatkan air yang lebih jernih yang bisa dikonsumsi oleh masyarakat

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Air


Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan,
terutama penyakit perut. Peningkatan kualitas air minum dengan jalan mengadakan
pengelolahan terhadap air yang akan diperlukan sebagai air minum dengan mutlak
diperlukan. Oleh karena itu dalam praktek sehari-hari maka pengolahan air adalah
menjadi pertimbangan yang utama untuk menentukan apakah sumber tersebut bisa
dipakai sebagai sumber persediaan atau tidak.
Pada prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang
dinamakan Cyclus Hydrologie. Dengan adanya penyinaran matahari, maka semua air
yang ada di permukaan bumi akan bersatu dan berada ditempat yang tinggi yang sering
dikenal dengan nama awan. Oleh angin, awan ini akan terbawa, makin lama makin
tinggi dimana temperatur diatas semakin rendah, yang menyebabkan titik-titik air akan
jatuh kebumi sebagai hujan. Air hujan ini sebagian mengalir kedalam tanah, jika
menjumpai lapisan rapat air, maka perserapan akan berkurang, dan sebagian air akan
mengalir diatas lapisan rapat air ini. Jika air ini keluar pada permukaan bumi, umumnya
berbentuk sungai-sungai dan jika melalui suatu tempat rendah (cekung) maka air akan
berkumpal, membentuk suatu danau atau telaga. Tetapi banyak diantaranya yang
mengalir ke laut kembali dan kemudian akan mengikuti siklus hidrologi ini (Banurea,
2008).
Saat ini, masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi kuantitas
air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan kualitas
air untuk keperluan domestik yang semakin turun. Kegiatan industri, domestik, dan
kegiatan yang lain berdampak negatif terhadap sumber daya air, menyebabkan
penurunan kualitas air. Kondisi ini menimbulkan gangguan, kerusakan, dan bahaya bagi
semua makhluk hidup yang bergantung pada sumber daya air. Oleh karena itu,
pengolahan sumber daya air sangat penting agar dimanfaatkan secara berkelanjutan
dengan tingkat mutu yang diinginkan. Salah satu langkah pengelolahan yang dilakukan

3
adalah pemantauan dan interprestasi data kualitas air, mencakup kualitas fisika, kimia,
dan biologi. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang
Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air mendefenisikan kualitas
air sebagai sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain
didalam air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter, yaitu parameter fisika
(suhu, kekeruhan, padatan terlarut dan sebagainya), parameter kimia (pH, BOD, COD,
kadar logam, dan sebagainya). Serta parameter biologi (keberadaan plankton, bakteri,
dan sebagainya).

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001


mengelompokkan kualitas air menjadi beberapa golongan menurut peruntukkannya.
Klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas :
a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum,
dan atau peruntukan lain yang memper-syaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.
b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut.
c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan
air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan
lainyang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.

2.2 Karakteristik Air


Menurut Effendi (2003) air memiliki karakteristik yang tidak dimiliki oleh
senyawa kimia lain, karakteristik tersebut antara lain:
1. Pada kisaran suhu yang sesuai bagi kehidupan, yakni 0oC-100oC, air berwujud
cair.

4
2. Perubahan suhu air berlangsung lambat sehingga air memiliki sifat sebagai
penyimpan panas yang sangat baik.
3. Air memerlukan panas yang tinggi pada proses penguapan. Penguapan adalah
proses perubahan air menjadi uap air.
4. Air merupakan pelarut yang baik.
5. Air memiliki tegangan permukaan yang tinggi.
6. Air merupakan satu-satunya senyawa yang merenggang ketika membeku.

2.3 Sumber Air


Dalam sistem penyediaan air bersih, sumber air merupakan satu komponen yang
mutlak harus ada, karena tanpa sumber air sistem penyedian air tidak akan berfungsi.
Karakteristik masing-masing sumber air serta faktor-faktor yang mempengaruhinya
dapat diketahui dari sumber air yang didapat. Beberapa sumber air yang terdapat di
suatu daerah, diharapkan dapat membantu dalam pemilihan air baku untuk suatu sistem
penyediaan air bersih, serta mempermudah tahapan selanjutnya di dalam pemilihan tipe
dari pengolahan untuk menghasilkan air yang memenuhi standar kualitas secara fisik,
kimiawi dan bakteriologis daerah tersebut. Secara umum sumber air sebagai berikut:
1. Air Permukaan
Pada prinsipnya air permukaan terbagi menjadi:
a. Air Sungai
Air sungai adalah air hujan yang jatuh ke permukaan bumi dan tidak meresap ke
dalam tanah akan mengalir secara gravitasi searah dengan kemiringan permukaan tanah
dan mengalir melewati aliran sungai. Sebagai salah satu sumber air minum, air sungai
harus mengalami pengolahan secara sempurna karena pada umumnya, air sungai
memiliki derajat pengotoran yang tinggi.Pada daerah-daerah tertentu kegunaan sungai-
sungai itu berbeda-beda. Manfaat air sungai bagi kehidupan sangat besar artinya seperti
untuk mengairi pertanian di pesawahan, perikanan, lalu lintas, perairan, pembangkit
tenaga listrik, dan pariwisata.
b. Air Danau
Danau merupakan cekungan besar yang digenangi air, baik berupa air tawar
maupun air asin, dimana cekungan tersebut dikelilingi daratan. Air danau adalah air

5
permukaan (berasal dari hujan atau air tanah yang keluar ke permukaan tanah),
terkumpul pada suatu tempat yang relatif rendah/cekung. Manfaat dari air danau antara
lain : sebagai sumber persediaan air bersih, sebagai sarana irigasi, pembangkit listrik
tenaga air (PLTA), menjadi habitat flora dan fauna, sarana budidaya perikanan darat,
sarana penelitian dan pendidikan, sabagai objek wisata.

2. Air Tanah
Air tanah terbagi atas :
a. Air Tanah Dangkal
Air tanah dangkal adalah air tanah yang terjadi dari air hujan yang meresap
kedalam tanah dan berkumpul di atas lapisan kedap air yang paling dekat ke permukaan
bumi. Kedalaman air tanah pada setiap tempat berbeda-beda. Air tanah dangkal terjadi
karena proses peresapan air dari permukaan tanah. Lumpur akan tertahan, demikian
pula dengan sebagian bakteri, sehingga air tanah akan jernih tetapi lebih banyak
mengandung zat kimia, karena melalui lapisan tanah yang mengandung unsur-unsur
kimia tertentu untuk masing-masing lapisan tanah.
b. Air Tanah Dalam
Air tanah dalam adalah air tanah yang berada pada lapisan porous (lolos air)
lapisan air tersebut berada di antara dua lapisan yang tidak tembus air. Apabila
seseorang membuat sumur sampai pada tanah air dalam, maka sumur relatif tidak akan
mengalami kekeringan walaupun pada musim kemarau. Air tanah dalam
memungkinkan untuk menjadi sumur artesis jika mendapat tekanan cukup tinggi. Air
tanah dalam terdapat setelah lapis rapat air yang pertama. Pengambilan air tanah dalam,
tidak semudah pada air tanah dangkal, dan harus menggunakan bor dan memasukkan
pipa kedalamnya sehingga dengan kedalaman tertentu akan didapatkan lapisan air.
c. Mata Air
Adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya kepermukaan tanah. Mata air
yang berasal dari tanah dalam, hampir tidak terpengaruhi oleh musim dan
kualitasnya sama dengan air dalam. Tempat keluarnya air tanah di permukaan
batuan/tanah. Menurut Verstappen (1983) jenis mata air dapat dibedakan menjadi
lima:

6
1. Mata air lapisan terdapat pada lapisan batuan perangkap air diantara lapisan
impermiabel yang tersingkap.
2. Mata air celah, terdapat pada batuanjenuh air tersingkap karena ada
celah/retakan.
3. Mata air sesar, berada pada lapisan tembus air menyesar sungkup terhadap
batuan impermiabel.
4. Mata air bendung, terdapat pada lapisan tembus air yang terbendung oleh
kisaran tektonik atau peristiwa vulkanik.
5. Mata air kompleks batuan jenuh air, terjadi karena membanjimya kompleks
batuan jenuh air.
3. Air Hujan
Hujan merupakan peristiwa sampainya air dalam bentuk cair yang dicurahkan
dari atmosfer menuju ke permukaan bumi. Hal ini dikarenakan titik-titik air yang
terkandung di dalam awan bertambah semakin banyak sampai pada keadaan dimana
awan sudah tidak mampu lagi untuk menampung titik-titik air tersebut, maka akan
dijatuhkan kembali ke permukaan bumi dalam bentuk air hujan atau presipitasi. Dalam
keadaan murni, sangat bersih, karena dengan adanya pengotoran udara yang disebabkan
oleh kotoran-kotoran industri/debu dan lain sebagainya. Selain itu air hujan mempunyai
sifat agresif terutama terhadap pipa-pipa penyalur maupun bak-bak reservoir, sehingga
hal ini akan mempercepat terjadinya korosi. Juga air hujan ini mempunyai sifat lunak,
sehingga akan boros terhadap penggunaan sabun.
4. Air Laut
Air laut adalah salah satu sumber air walaupun tidak termasuk kategori yang
bisa dipilih sebagai sumber air baku untuk untuk air bersih atau air minum, karena
memiliki kandungan garam (NaCl) yang cukup besar. Air yang dijumpai didalam alam
berupa air laut sebanyak 80%, sedangkan sisanya berupa air tanah/daratan, es, salju, dan
hujan. Air laut turut menentukan iklim dan kehidupan didunia. Kadar garam pada air
laut bervariasi dari setiap tempat. Air laut cenderung memiliki kerapatan yang tinggi
daripada air tawar (Banurea, 2008).

7
2.4 Pembagian Air Berdasarkan Analisis
Berdasarkan analisis air maka air digolongkan dalam 3 yaitu;
a. Air Kotor/Air Tercemar
Air yang bercampur dengan satu atau berbagai campuran hasil buangan yang
disebut air tercemar/air kotor.
b. Air Bersih
Air bersih adalah air yang sudah terpenuhi syarat fisik, kimia namun
bakteriologi belum terpenuhi. Air bersih ini diperoleh dari sumur gali, sumur
bor, air hujan, air dari sumber mata air.
c. Air Siap Diminum/Air Minum
Air siap minum/air minum ialah air yang sudah terpenuhi sifat fisik, kimia
maupun bakteriologi serta level kontaminasi maksimum (LKM). Level
kontaminasi maksimum meliputi sejumlah zat kimia, kekeruhan dan bakteri
coliform yang diperkenankan dalam batas-batas aman (Effendi, 2003).

2.5 Kualitas Air


Kelayakan air dapat diukur secara kualitas dan kuantitas. Kualitas air adalah
sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain dalam air yang
mencakup kualitas fisik, kimia dan biologis (Effendi, 2003).
1. Kualitas Fisik
Menurut Kusnaedi (2004) syarat-syarat sumber mata air yang bisa digunakan
sebagai air bersih adalah sebagai berikut:
a. Kekeruhan
Air yang berkualitas harus memenuhi persyaratan fisik jernih atau tidak keruh.
Air yang keruh disebabkan oleh adanya partikel-partikel kecil dan koloid yang
berukuran 10 nm sampai 10 µm. Partikel-partikel kecil dan koloid tersebut antara lain
adalah kuarsa, tanah liat, sisa tanaman, ganggang, dan sebagainya. Semakin banyak
partikelnya maka air semakin keruh. Derajat kekeruhan dinyatakan dengan satuan unit.
b. Tidak Berwarna
Warna air alami terlihat coklat kekuningan. Air permukaan, terutama air
genangan, seringkali memiliki warna yang menyebabkan air tersebut tidak memenuhi

8
syarat untuk digunakan dalam keperluan domestik maupun industri. Warna yang terjadi
berasal dari kontak air dengan sisa zat organik seperti dedaunan, ranting atau kayu
dalam bentuk berbagai tahap dekomposisi. Warna dibedakan atas warna semu, yang
disebabkan oleh partikel-partikel tersuspensi dalam air dan warna sejati, yang
disebabkan oleh zat-zat organik yang larut dalam air. Air untuk keperluan rumah tangga
harus jernih. Air yang berwarna berarti mengandung bahan-bahan lain yang berbahaya
bagi kesehatan.
c. Rasanya Tawar dan TidakBerbau
Secara fisika, air bisa dirasakan oleh lidah. Air yang terasa asam, manis, pahit,
atau asin menunjukan bahwa kualitas air tersebut tidak baik. Rasa asin disebabkan
adanya garam-garam yang larut dalam air, sedangkan rasa asam diakibatkan adanya
asam organik maupun asam anorganik. Air yang baik juga memiliki ciri tidak berbau
bila dicium dari jauh maupun dari dekat. Air yang berbau busuk mengandung bahan
organik yang sedang mengalami penguraian oleh mikroorganisme air. Bau dan rasa
dalam air juga dapat disebabkan oleh berbagai jenis material, seperti alga atau
mikroorganisme lain, zat organik yang membusuk, mineral seperti besi dan mangan,
juga gas terlarut seperti H2S atau Cl.
d. Temperaturnya Normal
Suhu air sebaiknya sejuk atau tidak panas, agar tidak terjadi pelarutan zat kimia
pada saluran yang dapat membahayakan kesehatan, menghambat reaksi biokimia di
dalam saluran, mikroorganisme patogen tidak mudah berkembang biak, dan bila
diminum dapat menghilangkan dahaga. Air yang baik harus memiliki temperatur sama
dengan temperatur udara (20-290C). Air yang secara mencolok mempunyai temperatur
di atas atau di bawah temperatur udara berarti mengandung zat-zat tertentu yang
mengeluarkan atau menyerap energi dalam air.
e. Tidak Mengandung Zat Padatan
Bahan padat adalah bahan yang tertinggal sebagai residu pada penguapan dan
pengeringan pada suhu 103-105 0C. Dalam air alam terdapat 2 kelompok zat padat,
yaitu zat padat terlarut seperti garam dan molekul organis, dan zat padat tersupensi dan
koloidal seperti tanah liat, kuarsa. Perbedaan pokok antara kedua kelompok zat ini
ditentukan melalui ukuran/diameter partikel-partikel tersebut.

9
Total dissolved solids (TDS) atau total padatan terlarut adalah jumlah padatan
berukuran lebih kecil dari 10-3 mm yang terkandung dalam badan air. Total padatan
terlarut jarang digunakan sebagai parameter pengujian awal kualitas air karena sifatnya
yang tidak membahayakan kesehatan. Efek dari padatan terlarut ini lebih bersifat teknis
dalam proses-proses penjernihan air.
Total suspended solids (TSS) atau total padatan tersuspensi adalah jumlah
padatan berukuran lebih besar dari 10-3 mm yang terkandung dalam air, yang erat
kaitannya dengan kekeruhan dan keberadaan bakteri. Bakteri dapat bersembunyi pada
padatan tersuspensi, hal ini dapat menyebabkan bakteri berkembang biak.
Analisa zat padat dalam air sangat penting bagi penentuan komponen-komponen
air secara lengkap, juga untuk perencanaan serta pengawasan proses-proses pengolahan
dalam bidang air minum maupun dalam bidang air buangan. Zat padat total adalah
semua zat-zat yang tersisa sebagai residu dalam suatu bejana, bila sampel air dalam
bejana tersebut dikeringkan pada suhu tertentu. Zat padat total terdiri dari zat padat
terlarut dan zat padat tersuspensi.
Perbedaan antara padatan tersuspensi total (TSS) dan padatan terlarut total
(TDS) adalah berdasarkan prosedur penyaringan. Padatan selalu diukur sebagai berat
kering dan prosedur pengeringan harus diperhatikan untuk menghindari kesalahan yang
disebabkan oleh kelembaban yang tertahan atau kehilangan bahan akibat penguapan
atau oksidasi.
Prinsip analisa TSS sebagai berikut : Contoh uji yang telah homogen disaring
dengan kertas saring yang telah ditimbang. Residu yang tertahan pada saringan
dikeringkan sampai mencapai berat konstan pada suhu 103ºC sampai dengan 105ºC.
Kenaikan berat saringan mewakili padatan tersuspensi total (TSS). Jika padatan
tersuspensi menghambat saringan dan memperlama penyaringan, diameter pori-pori
saringan perlu diperbesar atau mengurangi volume contoh uji. Untuk memperoleh
estimasi TSS, dihitung perbedaan antara padatan terlarut total dan padatan total.

(𝐴−𝐵)
𝑇𝑆𝑆(𝑚𝑔𝐿) = 𝑥1000 ............................................................................... (1.1)
𝑉

10
Dengan:
A = berat kertas saring + residu kering (mg)
B = berat kertas saring (mg)
V = volume (mL)

f. Daya Hantar Listrik


Daya hantar listrik (DHL) merupakan kemampuan suatu cairan untuk
menghantarkan arus listrik (disebut juga konduktivitas). Semakin banyak garam-garam
terlarut yang dapat terionisasi, semakin tinggi pula nilai DHL. Besarnya nilai DHL
bergantung kepada kehadiran ion-ion anorganik, valensi, suhu, serta konsentrasi total
maupun relatifnya. Besarnya daya hantar listrik bergantung pada kandungan ion
anorganik (TDS) yang disebut juga materi tersuspensi. Hubungan antara TDS dan DHL
dinyatakan dalam persamaan TDS (mg/L) = DHL (mmhos/cm atau ds/m) x 640 (Metcalf
& Eddy : 1991 dalam Effendi, 2003).
2. Kualitas Kimia
Kualitas air tergolong baik bila memenuhi persyaratan kimia sebagai berikut:
a. pHNetral.
pH merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas keadaan
asam atau basa sesuatu larutan. Skala pH diukur dengan pH meter atau lakmus. Air
murni mempunyai pH 7. Apabila pH di bawah 7 berarti air bersifat asam, sedangkan
bila di atas 7 bersifat basa (rasanya pahit). Kisaran pH yang normal untuk air
permukaan adalah 6,5 sampai 8,5. Jika pH air lebih kecil dari 7, air cenderung
menyebabkan korosi pada peralatan dan material lain yang kontak dengan air. Jika pH
air lebih besar dari 7, air memiliki kecenderungan untuk membentuk kerak pada pipa
(Kusnaedi, 2004).
b. Tidak Mengandung Zat-Zat Organik
Tingginya zat organik yang dapat dioksidasi menunjukkan adanya pencemaran.
Zat organik mudah diuraikan oleh mikroorganisme. Maka, bila zat organik banyak
terdapat di badan air, dapat menyebabkan jumlah oksigen di dalam air berkurang. Bila
keadaan ini terus berlanjut, maka jumlah oksigen akan semakin menipis sehingga
kondisi menjadi anaerob dan dapat menimbulkan bau. Organik pada sistem air alami

11
berasal dari sumber alami maupun aktivitas manusia. Secara umum, komponen
penyusun materi organik terdiri dari 6 unsur, yaitu unsur mikro (N, P, dan S) serta unsur
makro (C, H, O).
c. Tidak Mengandung Garam-Garam atau Ion-Ion Logam.
Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadargaram terlarut dalam air. Salinitas
juga dapat mengacu pada kandungan garam dalam tanah. Kandungan garam pada
sebagian besar danau, sungai, dan saluran air alami sangat kecil sehingga air di tempat
ini dikategorikan sebagai air tawar. Kandungan garam sebenarnya pada air secara
definisi, kurang dari 0,05%. Jika lebih dari itu, air dikategorikan sebagai air payau atau
menjadi saline bila konsentrasinya 3 sampai 5%. Lebih dari 5%, ia disebut brine.
Logam berat sebagai polutan yang masuk ke dalam air itu dapat mengikuti rantai
makanan mulai dari fitoplankton sampai ikan predator dan pada akhirnya sampai ke
manusia. Bila polutan ini berada dalam jaringan tubuh organisme laut tersebut dalam
konsentrasi yang tinggi, kemudian dijadikan sebagai bahan makanan maka akan
berbahaya bagi kesehatan manusia. Maka untuk itu, air yang berkualitas baik tidak
mengandung garam atau ion-ion logam seperti Fe, Mg, Ca, K, Hg, Zn, Cl, Cr, dan lain-
lain (Kusnaedi, 2004).
d. Kesadahan Rendah (Hardness)
Kesadahan (hardness) adalah merupakan sifat air yang disebabkan oleh adanya
ion-ion (kation) logam valensi dua. Kation-kation ini dapat bereaksi dengan sabun
membentuk endapan (presipitasi) maupun dengan anion-anion yang terdapat didalam air
membentuk kerak air dan endapan atau karat pada perlatan logam. Kesadahan dalam air
terutama disebabkan oleh ion-ion Ca2+ dan Mg2+ juga oleh Mn2+, Fe2+ dan semua kation
yang bermuatan dua (Banurea, 2008).
Air sadah adalah air yang mengandung beberapa jenis mineral yaitu Ca, Mg, Sr,
Fe dan Mn yang konsentrasinya tinggi sehingga mengakibatkan air menjadi keruh dan
dapat mengurangi daya kerja sabun serta menimbulkan kerak pada dasar ketel.
Kesadahan air dikenal dengan nama kekerasan air (hard water)(Banurea, 2008).

12
Menurut (Banurea, 2008), berdasarkan kadar kalsium di dalam air maka tingkat
kesadahan air digolongkan dalam 4 kelompok yaitu:
1. Kadar CaCO3 terdapat dalam air 0-75 mg/l disebut air lunak (soft water) adalah
air yang tidak mengandung kesadahan.
2. Kadar CaCO3 terdapat dalam air 75-150 mg/l disebut air setengah keras
(moderately hard water) adalah air yang mengandung kesadahan yang rendah.
3. Kadar CaCO3 terdapat dalam air 150-300 mg/l disebut air keras (hard water)
adalah air yang mengandung kesadahan.
4. Kadar CaCO3 terdapat dalam air 300 mg/l ke atas disebut air yang sangat keras
(very hard water) adalah air yang kandungan kesadahannya sangat tinggi.
Menurut (Banurea, 2008), berdasarkan kandungan mineral maka kesadahan air
dibagi dalam 2 golongan yaitu:
a. Kesadahan air sementara/temporer disebut pula kesadahan karbonat.
Air disebut mempunyai kesadahan sementara apabila kesadahannya dapat
dihilangkan dengan pendidihan, mengandung kalsium dam magnesium bikarbonat. Air
dengan tipe ini terdapat di daerah berkapur. Sejumlah kecil karbon dioksidasi terlarut
dalam air hujan membentuk asam lemah yaitu asam bikarbonat.

H2O + CO2 → H2CO3


Air dioksida Karbon dioksida Asam karbonat

Asam karbonat secara perlahan-lahan melarutkan kalsium karbonat membentuk


kalsium bikarbonat yang larut.
b. Kesadahan air tetap/permanen disebut pula kesadahan non karbonat.
Air sadah tetap adalah air sadah yang mengadung anion selain ion bikarbonat,
misalnya dapat berupa ion Cl–, NO3- dan SO42-. Berarti senyawa yang terlarut boleh jadi
berupa kalsium klorida (CaCl2), kalsium nitrat (Ca(NO3)2), kalsium sulfat (CaSO4),
magnesium klorida (MgCl2), magnesium nitrat (Mg(NO3)2), dan magnesium sulfat
(MgSO4). Air yang mengandung senyawa-senyawa tersebut disebut air sadah tetap,
karena kesadahannya tidak bisa dihilangkan hanya dengan cara pemanasan. Air dengan
kesadahan tetap mengandung sulfat dan klorida kalsium dan magnesium yang terlarut

13
dalam air hujan yang lewat menerobos batu-batuan yang mengandung garam-garam
tersebut.
c. Dissolved Oxygen (DO)
Dissolved Oxygen (DO) atau oksigen terlarut adalah banyaknya oksigen yang
terkandung dalam air. Oksigen terlarut ini merupakan salah satu parameter dalam
menentukan kualitas air. Air yang memiliki DO tinggi menunjukkan tingkat
pencemaran yang rendah, dan sebaliknya air yang memiliki DO rendah menunjukkan
tingkat pencemaran yang tinggi. Oksigen terlarut dibutuhkan oleh mikroorganisme air
sebagai sumber oksigen dalam proses pernafasan. Semakin sedikit oksigen ditunjukkan
dengan mikroorganisme air yang semakin sedikit, bahkan seringkali tumbuh
mikroorganisme anaerob. Bila mikroorganisme anaerob yang tumbuh, maka air tersebut
seringkali menimbulkan bau yang tidak sedap.
d. Biological Oxygen Demand (BOD)
Angka BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk
menguraikan hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagian zat organis yang
tersuspensi dalam air secara biologis. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan
beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri, dan untuk mendesign
sistem pengolahan biologis bagi air yang tercemar tersebut. Apabila air dicemari oleh
zat organik, bakteri dapat menghabiskan oksigen terlarut dalam air selama proses
oksidasi yang bisa mengakibatkan kematian ikan. Keadaan menjadi anaerobik dan dapat
menimbulkan bau busuk pada air.
Semakin tinggi nilai BOD, semakin banyak oksigen yang dibutuhkan
mikroorganisme dalam air, sehingga sisa oksigen dalam air sedikit, dan
mengindikasikan banyaknya senyawa organik yang harus diuraikan mikroorganisme.
Proses pengujian BOD dilakukan selama lima hari (BOD5) untuk mengetahui pola
kebutuhan oksigen biokimiawinya. Umumnya nilai BOD menurun dari hari ke hari
karena senyawa organik yang harus diuraikan semakin sedikit sehingga kebutuhan
oksigen untuk proses penguraian semakin sedikit.
e. Chemical Oxygen Demand (COD)
COD atau kebutuhan oksigen kimiawi adalah pengukuran jumlah senyawa
organik dalam air yang setara dengan kebutuhan jumlah oksigen untuk mengoksidasi

14
senyawa organik secara kimiawi. Kedua parameter (BOD dan COD) ini mengukur
jumlah senyawa organik, namun nilai COD umumnya lebih besar dari nilai BOD, hal
ini dikarenakan terdapat senyawa yang tidak dapat terurai oleh mikroorganisme namun
masih dapat diurai oleh proses kimiawi (Effendi, 2003).
3. Kualitas Biologi
Parameter biologi yang paling banyak berpengaruh dalam pengelolaan kualitas
air meliputi bakteri (Eschericia coli), plankton, alga, tanaman air, dan bentos. Parameter
biologi sangat perlu untuk dipahami oleh pembudidayaan ikan karena beberapa jasad
renik bermanfaat untuk budidaya ikan khususnya larva untuk hidup, tumbuh dan
berkembang. Sifat biologi air yang banyak berperan dan perlu diperhatikan dalam
penentuan lokasi budidaya ikan adalah produktifitas primer. Hal ini karena berperan
sebagai pakan alami serta penyedia oksigen terlarut dalam air bagi ikan untuk respirasi.

2.6 Pengolahan Air


Berbagai teknik pengolahan air buangan untuk menyisihkan bahan polutannya
telah dicoba dan dikembangkan selama ini. Teknik-teknik pengolahan air buangan yang
telah dikembangkan tersebut secara umum terbagi menjadi 3 metode pengolahan yaitu
pengolahan secara fisika, kimia, dan biologi. Untuk suatu jenis air buangan tertentu,
ketiga metode pengolahan tersebut dapat diaplikasikan secara sendiri-sendiri atau secara
kombinasi.
1. Pengolahan Secara Fisika
Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air buangan,
diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan yang mudah mengendap
atau bahan-bahan yang terapung disisihkan terlebih dahulu. Penyaringan (screening)
merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi yang
berukuran besar. Bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara
mudah dengan proses pengendapan. Parameter design yang utama untuk proses
pengendapan ini adalah kecepatan mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di
dalam bak pengendap.
Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan bahan-bahan yang
mengapung seperti minyak dan lemak agar tidak mengganggu proses pengolahan

15
berikutnya. Flotasi juga dapat digunakan sebagai cara penyisihan bahan-bahan
tersuspensi (clarification) atau pemekatan lumpur endapan (sludgethickening) dengan
memberikan aliran udara ke atas (airflotation).
Proses filtrasi di dalam pengolahan air buangan, biasanya dilakukan untuk
mendahului proses adsorbsi atau reverse osmosis-nya, dilaksanakan untuk menyisihkan
sebanyak mungkin partikel tersuspensi dari dalam air agar tidak mengganggu proses
adsorbsi atau menyumbat membran yang dipergunakan dalam proses osmosa.
Proses adsorbsi, biasanya dengan karbon aktif, dilakukan untuk menyisihkan
senyawa aromatik (misal: fenol) dan senyawa organik terlarut lain, terutama jika
diinginkan untuk menggunakan kembali air buangan tersebut.Teknologi membran
(reverse osmosis) biasanya diaplikasikan untuk unit-unit pengolahan kecil, terutama
jika pengolahan ditujukan untuk menggunakan kembali air yang diolah. Biaya instalasi
dan operasinya sangat mahal.
2. Pengolahan Secara Kimia
Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan
partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa
fosfor, dan zat organik beracun, dengan membubuhkan bahan kimia yang diperlukan.
Penyisihan bahan-bahan tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat
bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan
(flokulasi-koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga
berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi.
Pengendapan bahan tersuspensi yang tak mudah larut dilakukan dengan
membubuhkan elektrolit yang mempunyai muatan yang berlawanan dengan muatan
koloidnya agar terjadi netralisasi muatan koloid tersebut, sehingga akhirnya dapat
diendapkan. Penyisihan logam berat dan senyawa fosfor dilakukan dengan
membubuhkan larutan alkali (air kapur misalnya) sehingga terbentuk endapan
hidroksida logam-logam tersebut atau endapan hidroksiapatit. Endapan logam tersebut
akan lebih stabil jika pH air > 10,5 dan untuk hidroksiapatit pada pH > 9,5. Khusus
untuk krom heksavalen, sebelum diendapkan sebagai krom hidroksida [Cr(OH)3],
terlebih dahulu direduksi menjadi krom trivalen dengan membubuhkan reduktor
(FeSO4, SO2, atau Na2S2O5).

16
Penyisihan bahan-bahan organik beracun seperti fenol dan sianida pada
konsentrasi rendah dapat dilakukan dengan mengoksidasinya dengan klor (Cl2), kalsium
permanganat, aerasi, ozon hidrogen peroksida.Pada dasarnya kita dapat memperoleh
efisiensi tinggi dengan pengolahan secara kimia, akan tetapi biaya pengolahan menjadi
mahal karena memerlukan bahan kimia.
3. Pengolahan secara biologi
Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Sebagai
pengolahan sekunder, pengolahan secara biologi dipandang sebagai pengolahan yang
paling murah dan efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah berkembang berbagai
metode pengolahan biologi dengan segala modifikasinya.Pada dasarnya, reaktor
pengolahan secara biologi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu:
1. Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reactor);
2. Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reactor).
Di dalam reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme tumbuh dan
berkembang dalam keadaan tersuspensi. Proses lumpur aktif yang banyak dikenal
berlangsung dalam reaktor jenis ini. Proses lumpur aktif terus berkembang dengan
berbagai modifikasinya, antara lain: oxidationditch dan kontak-stabilisasi.
Dibandingkan dengan proses lumpur aktif konvensional, selokan oksidasi (oxidation
ditch) mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD dapat mencapai
85%-90% (dibandingkan 80%-85%) dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikit. Selain
efisiensi yang lebih tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai kelebihan yang
lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-6 jam). Proses kontak-stabilisasi
dapat pula menyisihkan BOD tersuspensi melalui proses absorbsi di dalam tangki
kontak sehingga tidak diperlukan penyisihan BOD tersuspensi dengan pengolahan
pendahuluan.
Kolam oksidasi dan lagoon, juga termasuk dalam jenis reaktor pertumbuhan
tersuspensi. Untuk iklim tropis seperti Indonesia, waktu detensi hidrolis selama 12-18
hari di dalam kolam oksidasi maupun dalam lagoon yang tidak diaerasi, cukup untuk
mencapai kualitas efluen yang dapat memenuhi standar yang ditetapkan. Di dalam
lagoon yang diaerasi cukup dengan waktu detensi 3-5 hari saja.Di dalam reaktor
pertumbuhan lekat, mikroorganisme tumbuh di atas media pendukung dengan

17
membentuk lapisan film untuk melekatkan dirinya. Berbagai modifikasi telah banyak
dikembangkan selama ini, antara lain:
1. Trickling filter
2. Cakram biologi
3. Filter terendam
4. Reaktor fludisasi
Seluruh modifikasi ini dapat menghasilkan efisiensi penurunan BOD sekitar
80%-90%. Ditinjau dari segi lingkungan dimana berlangsung proses penguraian secara
biologi, proses ini dapat dibedakan menjadi dua jenis:
a. Proses aerob, yang berlangsung dengan hadirnya oksigen.
b. Proses anaerob, yang berlangsung tanpa adanya oksigen.
Apabila BOD air buangan tidak melebihi 400 mg/l, proses aerob masih dapat
dianggap lebih ekonomis dari anaerob. Pada BOD lebih tinggi dari 4000 mg/l, proses
anaerob menjadi lebih ekonomis.

2.6.1 Proses Pengolahan Air


Proses pengolahan air bersih harus melalui beberapa tahapan, yaitu:
a. Screening
Screening atau penyaringan adalah proses pemisahan secara mekanik berdasarkan
perbedaan ukuran partikel. Screen salah satu tahapan pra pendahuluan (pre-treatment)
yang merupakan alat yang digunakan untuk pemilahan ukuran butir material dengan
cara melewatkan material dari atas ayakan, material yang lebih kecil dari lubang ayakan
dapat lolos kebawah ayakan sebagai produk halus (undersize) sedangkan partikel yang
lebih kasar dari ukuran ayakan teratahan di atas ayakan sebagai produk kasar
(oversize).Pada pengolahan air, screening berfungsi untuk memisahkan air dari sampah-
sampah dalam ukuran besar tujuannya adalah agar material tersebut nantinya tidak akan
merusak pompa, aerator, menyumbat pipa, dan peralatan lainnya sehingga proses
pengolahan dapat berjalan sebagaimana mestinya. Material yang disisihkan dapat
berupa sampah atau benda lainnya (misalnya plastik, daun-daunan, ranting pohon, kayu,
dsb) yang kemungkinan masuk ke dalam saluran air limbah.

18
b. Tangki sedimentasi
Tangki sedimentasi merupakan unit operasi sebagai tempat berlangsungnya
pengendapan padatan di dalam air limbah. Tangki sedimentasi berfungsi untuk
mengendapkan kotoran-kotoran berupa lumpur dan pasir. Pada tangki sedimentasi
terdapat waktu tinggal. Kedalam tangki sedimentasi ini diinjeksikan klorin yang
berfungsi sebagai oksidator dan desinfektan. Sebagai oksidator klorin digunakan untuk
menghilangkan bau dan rasa pada air.

c. Klarifier (clearator)
Klarifier berfungsi sebagai tempat pembentukan flok dengan penambahan larutan
Alum (Al2(SO4)3). Di sini terdapat mesin agitator yang berfungsi sebagai alat untuk
mempercepat pembentukan flok. Pada klarifier terjadi pemisahan antara air bersih dan
air kotor. Air bersih ini kemudian disalurkan dengan menggunakan pipa yang besar
untuk kemudian dipompakan ke filter. Klarifier terbuat dari beton yang berbentuk bulat
yang dilengkapi dengan penyaring dan sekat.
Dari inlet pipa klarifier, air masuk ke dalam zona reaksi pertama (primary reaction
zone). Di dalam zona reaksi pertama (prymary reaction zone) dan zona reaksi kedua
(secondary reaction zone), air dan bahan kimia (koagulan yaitu tawas) diaduk dengan
pengaduk jenis dayung (agitator paddle) agar tercampur secara homogen. Maka koloid
akan membentuk butiran-butiran flokulasi.
Air yang telah bercampur dengan koagulan membentuk ikatan flokulasi, masuk
melalui zona balik flok (return floc zone) dialirkan ke zona klarifikasi (clarification
zone). Sedimen yang mengendap dalam konsentrator(concentrator) dibuang. Hal ini
berlangsung otomatis yang akan terbuka setiap satu jam sekali dalam waktu 1 menit.
Air yang masuk ke dalam zona klarifikasi (clarification zone) sudah tidak dipengaruhi
gaya putaran oleh pengaduk (agitator), sehingga lumpur dapat mengendap. Air yang
berada di zona ini adalah air yang sudah jernih.
d. Sand Filter (penyaringan pasir)
Penyaring yang digunakan adalah filter saringan cepat(rapid sand filter).
penyaringan pasir(sand filter) jenis ini berupa bak yang berisi pasir kuarsa yang

19
berfungsi untuk menyaring flok halus dan kotoran lain yang lolos dari klarifier. Air
yang masuk ke filter ini telah dicampur terlebih dahulu dengan klorin dan tawas.
Media penyaring biasanya lebih dari satu lapisan, yaitu pasir kuarsa dan batu
dengan mesh tertentu. Air mengalir ke bawah melalui media tersebut. Zat-zat padat
tidak larut akan melekat pada media, sedangkan air jernih akan terkumpul di bagian
dasar dan mengalir keluar melalui suatu pipa menuju waduk (reservoir).
e. Reservoir
Waduk (reservoir)berfungsi sebagai tempat penampungan air bersih yang telah
disaring melalui filter. Air ini sudah menjadi air yang bersih yang siap digunakan dan
harus dimasak terlebih dahulu untuk kemudian dapat dijadikan air minum. Tujuan
memasak air adalah untuk menghilangkan kandungan bakteri yang mungkin masih
terdapat dalam air.
f. Sedimentasi
Sedimentasi adalah pemisahan padatan dan cairan (solid-liquid) dengan
menggunakan gaya gravitasi untuk mengendapkan partikel suspensi, baik dalam
pengolahan air bersih maupun dalam pengolahan air limbah. Umumnya proses
sedimentasi dilakukan setelah koagulasi dan flokulasi untuk memperbesar partikel
padatan sehingga menjadi lebih berat dan dapat tenggelam lebih cepat.
Sedimentasi bisa dilakukan pada awal maupun akhir sistem pengolahan. Jika
sumber dari aliran masuk(influent) mengandung kekeruhanyang tinggi maka sebaiknya
dilakukan proses sedimentasi awal (primary sedimentation) yang terlebih dahulu
melewati tahap koagulasi dan flokulasi, sehingga akan mengurangi beban pada tahap
berikutnya. Sedangkan sedimentasi kedua(secondary sedimentation) yang terletak pada
akhir percobaan berguna untuk memisahkan dan mengumpulkan lumpur dari proses
sebelumnya dimana lumpur yang terkumpul tersebut dipompakan ke unit pengolahan
lumpur.
Kecepatan pengendapan partikel dalam air dipengaruhi berat jenis, bentuk dan
ukuran partikel, viskositas air dan kecepatan aliran dalam bak pengendap.

20
Gambar 2.1 Skema pengolahan air
Sedimentasi dilakukan di dalam sebuah tangki di mana tangki tersebut berfungsi
untuk mengendapkan kotoran-kotoran berupa lumpur dan pasir. Pada tangki
sedimentasi terdapat waktu tinggal. Kedalam tangki sedimentasi ini diinjeksikan klorin
yang berfungsi sebagai oksidator dan desinfektan. Sebagai oksidator klorin digunakan
untuk menghilangkan bau dan rasa pada air.
Mekanisme atau proses sedimentasi secara umum adalah sebagai berikut:
a. Pengendapan partikel flokulen berlangsung secara gravitasi.
b. Flok yang dihasilkan pada proses koagulasi-flokulasi mempunyai ukuran yang
makin besar, sehingga kecepatan pengendapannya makin besar.
c. Untuk menghindari pecahnya flok selama proses pengendapan, maka aliran air
dalam bak harus laminer.
d. Aliran air yang masuk pada (inlet) diatur agar tidak mengganggu pengendapan.
Biasanya dipasang dinding diffuser (diffuser wall)untuk meratakan aliran ke bak
pengendap dengan kecepatan yang rendah. Diusahakan agar (inlet) bak langsung
menerima air dari keluaran (outlet) bak flokulator.
e. Air yang keluar melalui (outlet) diatur, sehingga tidak mengganggu flok yang
telah mengendap. Biasanya dibuat pelimpah (weir) dengan tinggi air di atas
pelimpah (weir) yang cukup tipis.
Terdapat beberapa bentuk bak sedimentasi yaitu:
1. Segi Empat (Rectangular).
Pada bak ini air mengalir horizontal dari inlet menuju outlet, sementara partikel
mengendap ke bawah.

21
Gambar 2.2 Bak Segiempat:(a) Denah,(b) Potongan Memanjang
2. Lingkaran (circular) - Center Feed.
Air masuk melalui pipa menuju inlet bak di bagian tengah bak, kemudian
mengalir horizontal dari inlet menuju outlet di sekeliling bak, sementara partikel
mengendap ke bawah. Bak persegi mempunyai rasio panjang:lebar antara 2:1–3:1.

Gambar 2.3 Bak Sedimentasi Berbentuk Lingkaran-Center Feed (a) Denah, (b)
Potongan Melintang

3. Lingkaran (Circular) -Periferal Feed.


Disini air masuk melalui sekeliling lingkaran dan secara horizontal mengalir
menuju ke outlet dibagian tengah lingkaran, sementara partikel mengendap ke bawah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tipe periferal feed menghasilkan short circuit
yang lebih kecil dibandingkan tipe center feed, walaupun center feed lebih sering
digunakan. Secara umum pola aliran pada bak lingkaran kurang mendekati pola ideal
dibanding bak pengendap persegi panjang. Meskipun demikian, bak lingkaran lebih
sering digunakan karena penggunaan peralatan pengumpul lumpurnya lebih sederhana.

Gambar 2.4 Bak Lingkaran– Periferal Feed:(a)Denah,


(b) Potongan Melintang

22
Sebuah bak sedimentasi ideal dibagi menjadi 4 zona, yaitu:
a. Zona inlet atau Struktur Influent
Zona inlet mendistribusikan aliran air secara merata pada bak sedimentasi dan
menyebarkan kecepatan aliran yang barumasuk. Jika dua fungsi ini dicapai,
karakteristik aliran hidrolik dari bak akanlebih mendekati kondisi bak ideal dan
menghasilkan efisiensi yang lebih baik.

Zona influen didesain secara berbeda untuk kolam rectangular dan


circular.Khusus dalam pengolahan air, bak sedimentasi rectangular dibangun
menjadisatu dengan bak flokulasi. Sebuah baffle atau dinding memisahkan dua
kolamdan sekaligus sebagai inlet bak sedimentasi. Desain dinding pemisah
sangatpenting, karena kemampuan bak sedimentasi tergantung pada kualitas flok.

b. Zona pengendapan
Zona pengendap merupakan tempat berlangsungnya penyisihan padatan
tersuspensi dari dalam air limbah. Zona pengendapan merupakan bagian terbesar dari
suatu tangki sedimentasi dan memiliki sifat aliran yang tenang agar proses pengendapan
dapat berjalan maksimal. Air mengalir horizontal ke arah outlet. Lintasan partikel
diskret tergantungpada besarnya kecepatan pengendapan.
c. Zona lumpur
Zona lumpur terletak di dasar tangki dan berfungsi sebagai tempat sementara
bagi padatan yang mengendap (lumpur) untuk kemudian dikeluarkan dari dalam tangki.
Dalam zona ini lumpur terakumulasi. Sekali lumpur masuk area ini ia akan tetap disana.
d. Zona outlet
Zona outlet merupakan area dimana endapan keluar dari tangki sedimentasi.
Zona ini dilengkapi dengan ambang (weirs) yang berfungsi untuk mengatur OR
(overflow rate) serta mencegah adanya padatan yang terbawa keluar tangki. Dalam zona
ini, air yang partikelnya telah terendapkan terkumpul pada bagian melintang bak dan
siap mengalir keluar bak.

23
Gambar 2.5 Sedimentation Basin Zones
Klasifikasi sedimentasi berdasarkan konsentrasi partikel dan kemampuan
partikel untuk berinteraksi dibagi atas :
1. Sedimentasi Tipe 1/Plain Settling/Discrete particle
Merupakan pengendapan partikel tanpa menggunakan koagulan. Yang dimaksud
dengan partikel diskrit(discrete particle)adalah partikel yang tidak mengalami
perubahan bentuk, ukuran maupun berat selama partikel tersebut mengendap.Proses
pengendapan partikel berlangsung semata-mata akibat pengaruh gaya partikel atau berat
sendiri partikel. Pengendapan akan berlangsung sempurna apabila aliran dalam keadaan
tenang (aliran laminar). Tujuan dari unit ini adalah menurunkan kekeruhan air baku
yang digunakan pada (grit chamber).Grit chamber adalah proses menghilangkan tanah
kasar, pasir dan partikel halus mineral dari air yang akan diolah sehingga tidak
mengendap dalam saluran ataupun pipa dan melindungi pompa dan mesin dari abrasi.
Pengendapan sebuah partikel diskrit(discrete particle)di dalam air hanya dipengaruhi
oleh karakteristik air dan partikel yang bersangkutan. Dalam perhitungan dimensi
efektif bak, faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja (performance) bak seperti
turbulensi pada inlet dan outlet, pusaran arus lokal, pengumpulan lumpur, besar nilai G
sehubungan dengan penggunaan perlengkapan penyisihan lumpur dan faktor lain
diabaikan untuk menghitung kinerja (performance) bak (ideal settling basin)

24
Gambar 2.6 Sedimentasi Tipe 1 (Kusnaedi, 2004)
Partikel yang mempunyai rapat masa lebih besar dari rapat masa air akan
bergerak vertikal ke bawah. Gerakan partikel di dalam air yang tenang akan diperlambat
oleh gaya hambatan akibat kekentalan air (drag force) sampai dicapai suatu keadaan
dimana besar gaya hambatan setara dengan gaya berat efektif partikel di dalam air.
Setelah itu gerakan partikel akan berlangsung secara konstan dan disebut (terminal
settling velocity). Gaya hambatan dipengaruhi oleh kekasaran, ukuran, bentuk, dan
kecepatan gerak partikel serta rapat masa dan kekentalan air.
2. Sedimentasi Tipe 2 (Flocculant Settling)
Partikel yang berada dalam larutan encer sering tidak berlaku sebagai partikel
diskrit (discrete particle) tetapi sering membentuk gumpalan (flocculant particle)
selama mengalami proses sedimentasi. Bersatunya beberapa partikel membentuk
gumpalan akan memperbesar rapat masanya, sehingga akan mempercepat
pengendapannya.
Proses penggumpalan (flocculation) di dalam kolam pengendapan tergantung
pada keadaan partikel untuk saling berikatan dan dipengaruhi beberapa variabel seperti
laju pembebanan permukaan, kedalaman kolam, gradien kecepatan, konsentrasi partikel
di dalam air dan jarak(range) ukuran butir. Pengaruh dari variabel-variabel tersebut
dapat ditentukan dengan percobaan sedimentasi.
Pengendapan material koloid dan solid tersuspensi terjadi melalui adanya
penambahan koagulan, biasanya digunakan untuk mengendapkan flok-flok kimia
setelah proses koagulasi dan flokulasi.Pengendapan partikel flokulen akan lebih efisien

25
pada ketinggian bak yang relatif kecil. Karena tidak memungkinkan untuk membuat bak
yang luas dengan ketinggian minimum, atau membagi ketinggian bak menjadi beberapa
kompartemen, maka alternatif terbaik untuk meningkatkan efisiensi pengendapan bak
adalah dengan memasang tube settler pada bagian atas bak pengendapan untuk
menahan flok–flok yang terbentuk.
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan efisiensi bak pengendapan adalah:
 Luas bidang pengendapan;
 Penggunaan baffle pada bak sedimentasi;
 Mendangkalkan bak;
 Pemasangan plat miring.
3. Sedimentasi Tipe 3
Sedimentasi tipe 3 adalah pengendapan partikel dengan konsentrasi yang lebih
pekat, dimana antar partikel saling menahan pengendapan partikel lain di sekitarnya.
Karena itu pengendapan terjadi secara bersama-sama sebagai sebuah zona dengan
kecepatan konstan. Pada bagian atas zona terdapat antar lapisan (interface) yang
memisahkan antara massa partikel yang mengendap dengan air jernih (Kusnaedi, 2004).

2.6.2 Zat-zat kimia yang digunakan


1. Alumunium sulfat (Al2(SO4)3.14H2O) atau Tawas
Tawas merupakan bahan koagulan yang paling banyak digunakan karena bahan
ini paling ekonomis, mudah diperoleh di pasaran serta mudah penyimpanannya. Tawas
sering dipakai karena efektif untuk menurunkan kadar karbonat. Tawas berbentuk
kristal atau bubuk putih, larut dalam air, tidak larut dalam alkohol, tidak mudah
terbakar. Penggunaan tawas memiliki keuntungan yaitu harga relatif murah. Namun
kerugiannya, yaitu umumnya dipasok dalam bentuk padatan sehingga perlu waktu yang
lama untuk proses pelarutan. Jumlah pemakaian tawas tergantung kepada turbidity
(kekeruhan) air baku. Semakin tinggi turbidity air baku maka semakin besar jumlah
tawas yang dibutuhkan. Pemakaian tawas juga tidak terlepas dari sifat-sifat kimia yang
dikandung oleh air baku tersebut. Reaksi yang terjadi adalah:
Al2(SO4)3 2 Al+3 + 3(SO4)-2 ............................................................... (1.2)
Air akan mengalami:

26
H2O H+ + OH- .................................................................................... (1.3)
Selanjutnya:
2 Al+3 + 6OH- 2Al(OH)3 ....................................................................... (1.4)
Selain itu akan dihasilkan asam:
3(SO4)-2 + 6H+ H2SO4 ....................................................................... (1.5)
Dengan demikian makin banyak dosis tawas yang ditambahkan maka pH akan
semakin turun, karena dihasilkan asam sulfat sehingga perlu dicari dosis tawas yang
efektif antara pH 5,8-7,4. Jika alkalinitas alami dari air tidak seimbang dengan dosis
tawas perlu ditambahkan alkalinitas, biasanya ditambahkan larutan kapur (Ca(OH)2)
atau soda abu (Na2CO3). Reaksi yang terjadi:
Al2(SO4)3 + 3Ca(HCO3)2 2Al(OH3) + 3CaSO4 + 6CO2 ..................... (1.6)
Al2(SO4)3 + 3Na2CO3 + 3H2O 2Al(OH3) + 3Na2SO4 + 3CO2 ............ (1.7)
Al2(SO4)3 + 3Ca(OH)2 2Al(OH3) + 3CaSO4 ..................................... (1.8)
2. Kapur
Pengaruh penambahan kapur (Ca(OH)2 akan menaikkan pH dan bereaksi dengan
bikarbonat membentuk endapan CaCO3. Bila kapur yang ditambahkan cukup banyak
sehingga pH = 10,5 maka akan membentuk endapan Mg(OH)2. Kelebihan ion Ca pada
pH tinggi dapat diendapkan dengan penambahan soda abu.
Reaksinya :
Ca(OH)2 + Ca(HCO)3 2CaCO3 + 2H2O ....................................... (1.9)
2Ca(OH)2 + Mg(HCO3)2 2CaCO3↓ + Mg(OH)2↓ + 2H2O ............... (2.0)
Ca(OH)2 + Na2CO3 CaCO3↓ + 2NaOH .................................. (2.1)
3. Klorin
Klorin berguna dalam pengolahan air bersih dan air limbah sebagai oksidator
dan desinfektan. Sebagai oksidator, klorin digunakan untuk menghilangkan bau dan
rasa pada pengolahan air bersih, untuk mengoksidasi Fe(II) dan Mn(II) yang terkandung
dalam air tanah menjadi Fe(III) dan Mn(III).
Yang dimaksud dengan klorin tidak hanya Cl2 saja akan tetapi termasuk pula
asam hipoklorit (HOCl) dan ion hipoklorit (OCl-), juga beberapa jenis kloramin seperti
monokloramin (NH2Cl) dan dikloramin (NHCl2) termasuk di dalamnya. Klorin dapat
diperoleh dari gas Cl2 atau dari garam-garam NaOCl dan Ca(OCl)2. Kloramin terbentuk

27
karena adanya reaksi antara amoniak (NH3) baik anorganik maupun organik amoniak di
dalam air dengan klorin.
Bentuk desinfektan akan mempengaruhi kualitas yang didesinfeksi. Penambahan
klorin dalam bentuk gas akan menyebabkan turunnya pH air, karena terjadi
pembentukan asam kuat. Namun, dalam bentuk natrium hipoklorit akan menaikkan
alkalinitas air tersebut sehingga pH akan lebih besar. Sedangkan kalsium hipoklorit
akan menaikkan pH dan kesadahan total air yang didesinfeksi (kusnaedi, 2004).

28
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat-alat yang digunakan


1. Kertas saring
2. Corong kaca
3. Bak sedimentasi
4. Cawan
5. Neraca massa
6. Oven
7. TDS meter
8. Gelas ukur 500 ml
9. Gelas kimia 250 ml

3.2 Bahan-bahan yang digunakan


1. Sampel air dari waduk UR 500 L
2. Tawas 1 kg

3.3 Prosedur Percobaan


1. Alat yang akan digunakan diperiksa terlebih dahulu sehingga aliran air dapat
dialirkan, mudah diamati dan mudah dioperasikan.
2. Sampel air sebanyak 500 L disiapkan, yang sebelumnya telah diaduk merata
dengan tawas sebanyak 1 kg.
3. Sampel air sebanyak 200 ml diperiksa terlebih dahulu sebelum dialirkan ke dalam
bak equialisasi dengan parameter TS, TSS, dan TDS.
4. Sampel air dialirkan kedalam bak sedimentasi dengan variasi perlakuan perbedaan
waktu detensi.
5. Sampel air sebanyak 200 ml yang dikeluarkan dari bak sedimentasi kemudian
diperiksa parameter TS, TSS, dan TDS.

29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan

Tabel 4.1. Nilai TSS,TDS,TS


Parameter
NO Perlakuan TS TSS TDS
(gr) (gr) (gr)
1 Sampel awal 1.44 1.10 0.34
Dengan penambahan koagulan:
-Sedimentasi waktu tunggu 1 jam 1.1782 1.06 0.1182
2 -Sedimentasi waktu tunggu 1 ½ jam 0.5076 0.39 0.1176
-Sedimentasi waktu tunggu 2 jam 0.4218 0.31 0.1118
-Sedimentasi waktu tunggu 2 ½ jam 0.1836 0.09 0.0936

Tabel 4.2. Nilai Efisiensi Sedimentasi


Efisiensi (η (%))
Variasi perlakuan
TS TSS TDS
Sedimentasi waktu
18.152% 3.64% 65.24%
tunggu 1 jam(Cout I)
Sedimentasi waktu
tunggu 1 ½ jam 64.75% 64.55% 65.41%
(Cout II)
Sedimentasi waktu
tunggu 2 jam 70.70% 71.82% 67.12%
(Cout III)
Sedimentasi waktu
tunggu 2 ½ jam 87.52% 91.82% 72.47%
(Cout IV)

30
4.2 Pembahasan

Salah satu teknologi pengolahan air adalah dengan sedimentasi. Prinsip dasar
dari teknologi ini adalah mengendapkan partikulat-partikulat pengotor air berdasarkan
gaya gravitasi serta dengan bantuan bahan kimia seperti tawas (Firra,2013). Percobaan ini
menggunakan bak sedimentasi empat (rectangular). Air baku yang digunakan adalah air
yang berasal dari waduk UNRI . Air baku mengalir horizontal dari inlet menuju outlet
sementara partikel mengendap ke bawah. Percobaan dilakukan untuk menghitung
efisiensi penyisihan bahan pencemar dari sumber air. Variabel yang digunakan pada
percobaan pengolahan air adalah waktu detensi . Waktu detensi (td), yaitu waktu yang
diperlukan oleh suatu tahap pengolahan agar tujuan pengolahan dapat tercapai secara
optimal, waktu pengendapan berkaitan dengan ukuran flok-flok yang terbentuk dimana
ukuran flok yang lebih besar akan lebih cepat mengendap(Anwar,2008). Waktu detensi
yang digunakan terdiri dari 1 jam, 1,5 jam, 2 jam, dan 2.5 jam.
Total suspended solid atau padatan tersuspensi total (TSS) adalah residu dari
padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2μm atau
lebih besar dari ukuran partikel koloid. TSS menyebabkan kekeruhan pada air akibat
padatan tidak terlarut dan tidak dapat langsung mengendap. Total Dissolve Solid (TDS)
yaitu ukuran zat terlarut (baik itu zat organik maupun anorganik) yang terdapat pada
sebuah larutan. TDS menggambarkan jumlah zat terlarut dalam part per million (ppm)
atau sama dengan milligram per liter (mg/L). Total padatan terlarut dapat pula
merupakan konsentrasi jumlah ion kation (bermuatan positif) dan anion (bermuatan
negatif) di dalam air. Sumber padatan terlarut total dapat mencakup semua kation dan
anion terlarut. Total Solid (TS) yaitu ukuran semua padatan yang tersuspensi, koloid,
dan padatan yang terdapat dalam sampel air (Chamdan,2013).
Nilai TSS, TDS dan TS dari bahan baku air yang digunakan adalah 1,10 gr,
0,34 gr dan 1,44 gr. Selanjutnya proses sedimentasi dilakukan dengan waktu detensi 1
jam, 1,5 jam, 2 jam, 2,5 jam, sehingga didapat perolehan nilai TSS, TDS dan TS nya
seperti yang terdapat pada Tabel 4.1.
Perbedaan antara padatan tersuspensi total (TSS) dan padatan terlarut total
(TDS) adalah berdasarkan prosedur penyaringan. Padatan selalu diukur sebagai berat

31
kering dan prosedur pengeringan harus diperhatikan untuk menghindari kesalahan yang
disebabkan oleh kelembaban yang tertahan atau kehilangan bahan akibat penguapan
atau oksidasi (Chamdan,2013).

Dari data yang diperoleh pada Tabel 4.2 dapat diperoleh grafik

100.00%

80.00%
% efisiensi

60.00%

40.00%
efisiensi
20.00%

0.00%
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
waktu

Gambar 4.1 Grafik Hubungan Waktu Detensi Terhadap % Efisiensi TS

Dari grafik 4.1 dapat dilihat bahwa persentase efisiensi TS paling tinggi
diperoleh pada waktu detensi 2,5 jam. Hal ini disebabkan karena pada saat waktu
tinggal 150 menit partikel – partikel padat tersuspensi yang ada dalam air baku telah
terikat oleh koagulan dan flokulan sehingga membentuk flok yang mengendap bersama
secara gravitasi. Pada waktu tinggal 60 menit diperoleh persentase efisiensi TS rendah.
Hal ini dikarenakan pada waktu tinggal 60 menit partikel – partikel padat tersuspensi
dalam air baku belum terikat sempurna oleh kogulan dan flokulan sehingga masih
banyak partikel – partikel yang masih belum terikat. Hasil ini telah sesuai dengan teori
dimana semakin lama waktu detensi maka semakin besar efisiensi penyisihan TS nya
atau waktu detensi berbanding lurus dengan nilai efisiensi penyisihan.

32
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Proses sedimentasi adalah proses pengolahan air dengan mengendapkan partikel-
partikel padatan yang terdapat dalam suatu cairan sehingga menjadi cairan yang
lebih jernih.
2. Efisiensi pengendapan pada proses pengolahan air pada waktu 1 jam TDS (0,1182
gr) dan TSS(1,06 gr); waktu 1,5 jam TDS (0,1176 gr) dan TSS(0,39 gr); waktu 2
jam TDS (0,1118 gr) dan TSS(0,31 gr); waktu 2,5 jam TDS (0,0936 gr) dan
TSS(0,09 gr).
3. Semakin lama waktu detensi, maka nilai efisiensi TDS dan TSS akan semakin
besar. Hal ini menunjukan bahwa nilai efisiensi TDS dan TSS berbanding lurus
dengan waktu detensi. Semakin lama waktu detensinya, maka proses pengolahan
air semakin efektif.

5.2 Saran
Sebaiknya praktikan selanjutnya dapat mengamati proses pengolahan air dengan
menambah beberapa variabel agar dapat diketahui efisiensi proses pengolahan air
terhadap berbagai variabel tersebut secara optimal. Karena pada praktikum ini kami
hanya menggunakan satu variabel (waktu detensi), sehingga Kami tidak bisa
membandingkan pengaruh proses pengolahan air dengan beberapa variabel lainnya.

33
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Chamdan dan Alfan Purnomo,2013. Kajian Kinerja Teknis Proses dan
Operasi Unit Koagulasi-Flokulasi-Sedimentasi pada Instalasi Pengolahan Air
(IPA) Kedunguling PDAM Sidoarjo, Jurnal Teknik POMITS Vol.2, (2013)
ISSN:2337-3539 (2301-9271 Print).

Banurea, Irmaliasari. 2008. “Penentuan Kadar Kesadahan Total Air Baku dan Air
Bersih Dengan Titrasi Kompleksometri di PT Inalum Kuala Tanjung”.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/13928/1/09E00336.pdf.
Diakses16 Oktober 2012.
Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta : Kanisius
Firra, M. 2013. Efektifitas PAC dan Tawas untuk Menurunkan Kekeruhan pada Air
Permukaan.Skripsi.Teknik Kimia UPN Jatim. Surabaya
Kusnaedi. 2004. Mengolah Air Gambut dan Air Kotor Untuk Air Minum. Jakarta: Puspa
Swara
Metcalf dan Eddy. 1991. Wastewater Engineering, Treatment and Reuse, Fourth
Edition, Revised by G. Tchnobanoglou, F. Burton, H. David Stensel, International
Edition.
Ruslin Anwar,Yatnanta P.Devia dan Anton Abdur Rahman, 2008. Studi Evaluasi
Pengolahan Air Limbah Industri Secara Terpusat Di Kawasan Industri Rembang
Pasuruan (Pier), Jurnal Rekayasa Sipil Vol.2, No 3 (2008) ISSN 1978-5658.

Verstappen, H. Th. 1983. Applied Geomorphology: Geomorphological Surveys for


Environmental Development. Elsevier Science Publishing Company Inc: New
York.

34
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN

a) Nilai TSS, TDS dan TS dari air waduk UR (Cin/Awal)


 Volume 200 ml
 Berat kertas saring kosong = 1,08 gr
 Berat kertas saring + sampel = 2,18 gr
 Berat sampel (TSS) = (Berat kertas saring + sampel) − Berat kertas
saring kosong
= 2,18 gr − 1,08 gr
= 1,10 gr
𝑚𝑔 1𝑔 1 𝑙𝑖𝑒𝑡𝑟
 TDS = 1700 mg/liter = 1700𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟 × 1000 𝑚𝑔 × 200 ml × 1000 𝑚𝑙 = 0,34 gr

 TS = TSS + TDS = 1,10 gr + 0,34 gr = 1,44 gr

b) Variabel perlakuan dengan waktu tinggal 1 jam (CoutI)


 Volume 200 ml
 Berat kertas saring kosong = 1,08 gr
 Berat kertas saring + sampel = 2,16 gr
 Berat sampel (TSS) = (Berat kertas saring + sampel) − Berat kertas
saring kosong
= 2,16 gr – 1,08 gr
= 1,06 gr
𝑚𝑔 1𝑔 1 𝑙𝑖𝑒𝑡𝑟
 TDS = 591 mg/liter = 591𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟 × 1000 𝑚𝑔 × 200 ml × 1000 𝑚𝑙 = 0,1182 gr

 TS = TSS + TDS = 1,06 gr + 0,1182 gr = 1,782 gr

35
c) Variabel perlakuan dengan waktu tinggal 1 ½ jam (CoutII)
 Volume 200 ml
 Berat kertas saring kosong = 1,11 gr
 Berat kertas saring + sampel = 1,50 gr
 Berat sampel (TSS) = (Berat kertas saring + sampel) − Berat kertas
saring kosong
= 1,50 gr − 1,11 gr
= 0,39 gr
𝑚𝑔 1𝑔 1 𝑙𝑖𝑒𝑡𝑟
 TDS= 588 mg/liter = 588𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟 × 1000 𝑚𝑔 × 200 ml × 1000 𝑚𝑙 = 0,1176 gr

 TS = TSS + TDS = 0,39 gr + 0,1176 gr = 0,5076 gr

d) Variabel perlakuan dengan waktu tinggal 2 jam (CoutIII)


 Volume 200 ml
 Berat kertas saring kosong = 1,11 gr
 Berat kertas saring + sampel = 1,42 gr
 Berat sampel (TSS) = (Berat kertas saring + sampel) − Berat kertas
saring kosong
= 1,42 gr – 1,11 gr
= 0,31 gr
𝑚𝑔 1𝑔 1 𝑙𝑖𝑒𝑡𝑟
 TDS = 559 mg/liter = 559𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟 × 1000 𝑚𝑔 × 200 ml × 1000 𝑚𝑙 = 0,1118 gr

 TS = TSS + TDS = 0,31 gr + 0,1118 gr = 0,4218 gr

36
e) Variabel perlakuan dengan waktu tinggal 2 ½ jam (CoutIV)
 Volume 200 ml
 Berat kertas saring kosong = 1,11 gr
 Berat kertas saring + sampel = 1,20 gr
 Berat sampel (TSS) = (Berat kertas saring + sampel) − Berat kertas
saring kosong
= 1,20 gr – 1,11 gr
= 0,09 gr
𝑚𝑔 1𝑔 1 𝑙𝑖𝑒𝑡𝑟
 TDS= 468 mg/liter = 468𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟 × 1000 𝑚𝑔 × 200 ml × 1000 𝑚𝑙 = 0,0936 gr

 TS = TSS + TDS = 0,09 gr + 0,0936 gr = 0,1836 gr

𝐶 𝑖𝑛−𝐶 𝑜𝑢𝑡
f) Efisiensi Cout I = 𝑥 100%
𝐶 𝑖𝑛
1,44−1,1786
= 𝑋 100%
1,44

= 18,152 %

𝐶 𝑖𝑛−𝐶 𝑜𝑢𝑡
g) Efisiensi Cout II = 𝑥 100%
𝐶 𝑖𝑛
1,44−0,5076
= 𝑋 100%
1,44

= 64,75%

𝐶 𝑖𝑛−𝐶 𝑜𝑢𝑡
h) Efisiensi Cout III = 𝑥 100%
𝐶 𝑖𝑛
1,44−0,4218
= 𝑋 100%
1,44

= 70,70%

𝐶 𝑖𝑛−𝐶 𝑜𝑢𝑡
i) Efisiensi Cout IV = 𝑥 100%
𝐶 𝑖𝑛
1,44−0,1836
= 𝑋 100%
1,44

= 87,25%

37
𝐶 𝑖𝑛−𝐶 𝑜𝑢𝑡
j) Efisiensi TSS pada 1 Jam = 𝑥 100%
𝐶 𝑖𝑛
1,10−1,06
= 𝑋 100%
1,10

= 3,64%

𝐶 𝑖𝑛−𝐶 𝑜𝑢𝑡
k) Efisiensi TTS pada 1 ½ Jam = 𝑥 100%
𝐶 𝑖𝑛
1,10−0,39
= 𝑋 100%
1,10

= 64,55%

𝐶 𝑖𝑛−𝐶 𝑜𝑢𝑡
l) Efisiensi TSS pada 2 Jam = 𝑥 100%
𝐶 𝑖𝑛
1,10−0,31
= 𝑋 100%
1,10

= 71,82%

𝐶 𝑖𝑛−𝐶 𝑜𝑢𝑡
m) Efisiensi TSS pada 2 ½ Jam = 𝑥 100%
𝐶 𝑖𝑛
1,10−0,09
= 𝑋 100%
1,44

= 91,82%

𝐶 𝑖𝑛−𝐶 𝑜𝑢𝑡
n) Efisiensi TDS pada 1 Jam = 𝑥 100%
𝐶 𝑖𝑛
1,10−1,06
= 𝑋 100%
1,10

= 3,64%

𝐶 𝑖𝑛−𝐶 𝑜𝑢𝑡
o) Efisiensi TDS pada 1 ½ Jam = 𝑥 100%
𝐶 𝑖𝑛
0,34−0,1182
= 𝑋 100%
10,34

= 65,24%

38
𝐶 𝑖𝑛−𝐶 𝑜𝑢𝑡
p) Efisiensi TDS pada 2 Jam = 𝑥 100%
𝐶 𝑖𝑛
0,34−0,1176
= 𝑋 100%
0,34

= 67,12%
𝐶 𝑖𝑛−𝐶 𝑜𝑢𝑡
q) Efisiensi TDS pada 2 ½ Jam = 𝑥 100%
𝐶 𝑖𝑛
0,34−0,0936
= 𝑋 100%
0,34

= 72,47%

39
LAMPIRAN B

DOKUMENTASI

Gambar B .1 Air yang akan diolah Gambar B.2 Tawas

Gambar B.3 Tawas dimasukkan Gambar B.4 Pengadukan


Kedalam air yang akan diolah selama 30 menit

40
Gambar B.5 Air dialirkan ke bak Gambar B.6 air dengan waktu
sedimentasi tinggal 1-2,5 jam

Gambar B.7 Sampel diukur untuk Gambar B .8 Nilai TSS Sampel


yang nilai TS,TSS dan TDS diukur

Gambar B.9 Hasil TSS yang diukur Gambar B.10 Nilai TDS salah satu
sampel

41

Anda mungkin juga menyukai