BAB V
0 0
95,30810 BT dan 95,52230 LU, tinggi rata-rata 3,8 meter diatas permukaan laut,
dengan batas wilayah adalah sebelah Utara berbatasan dengan kecamatan Geudubang
Jawa, sebelah Selatan berbatasan dengan kecamatan Sei Pauh, sebelah Timur
berbatasan dengan Paya Bujok dan sebelah Barat berbatasan dengan kabupaten
Seuallah.
Jumlah penduduk kecamatan pada tahun 2018 adalah 23.735 jiwa yang terdiri
dari 11.584 jiwa penduduk berjenis kelamin laki-laki dan 12.151 jiwa penduduk
berjenis kelamin perempuan dengan jumlah kepala keluarga (KK) sebanyak 7.237
jiwa. Dari hasil survei pada saat penelitian didapatkan bahwa banyak responden yang
memiliki pendidikan yang rendah dan juga hampir sebagian responden berasal dari
keluarga dengan status sosial ekonomi yang rendah. Meskipun tidak didapatkan
orang tua balita (ayah) yang tidak bekerja tetapi mayoritas ayah dari Kelompok
kasus memiliki pekerjaan yang tidak tetap. Jenis pekerjaan responden cukup
beragam, baik itu sebagai petani, buruh, tukang becak, pedagang, maupun pegawai
swasta tetapi jumlah pendapatan yang mereka dapatkan masih rendah ( < Rp.
42
43
Tabel 5.1.
Gambaran Karakteristik Keluarga
tidak ada yang tamatan SD, tamatan SLTP lebih banyak pada kelompok
kontrol yaitu 10 orang (26,3%) dari pada kelompok kasus 5 orang (13,2%),
tamatan SLTA pada kelompok kasus dan kelompok kontrol sama yaitu 17
(15,8%) dari pada kelompok kontrol 3 orang (7,9%) dan tamatan S1 lebih
banyak pada kelompok kontrol 8 orang (21,1% dari pada kelompok kasus 2
orang (5,3%).
Berdasarkan pekerjaan ibu pada kelompok kasus lebih banyak ibu yang
tidak bekerja 37 orang (97,4%) dari pada kelompok kontrol 33 orang (86,8%),
sedangkan ibu yang bekerja lebih banyak pada kelompok kontrol 5 orang
lebih banyak pada kelompok kasus 8 orang (21,1%) dari pada kelompok
kontrol 2 orang (5,3%), tamatan SLTP pada kelompok kasus dan kontrol sama
yaitu 5 orang (13,2%), tamatan SLTA lebih banyak pada kelompok kontrol 24
orang (63,2%) dari pada kelompok kasus 20 orang (52,6%), tamatan D3 pada
kelompok kasus 1 orang (2,6%), dan tamatan S1/S2 lebih banyak pada
orang (18,4%) dari pada kelompok kasus 3 orang (7,9%), bekrja sebagai
pegawai swasta lebih banyak pada kelompok kasus 17 orang (44,7%) dari
sebagai buruh lebih banyak pada kelompok kontrol 6 orang (15,8%) dari pada
kelompok kasus 4 orang (10,5%), bekerja sebagai petani baik pada kelompok
pada kelompok kontrol 25 orang (65,8%) dari pada kelompok kasus 12 orang
(31,6%).
kontrol 30 orang (78,9%) dari pada kelompok kasus 24 orang (68,4%), dan
keluarga dengan jumlah anak > 2 orang lebih banyak pada kelompok kasus 14
Keluarga dengan jumlah anak balita satu orang pada kelompok kontrol
32 orang (84,2%) dari pada kelompok kasus 26 orang (68,4%), dan keluarga
dengan jumlah balita lebih dari satu orang lebih banyak pada kelompok kasus
Tabel 5.2. Tabulasi Silang Pengaruh Berat Badan Lahir terhadap Kejadian
Stunting pada Anak Usia 12-24 Bulan di Kota Langsa
Tahun 2019
Stunting
Berat Badan Kasus Kontrol
P value OR (CI 95%)
Lahir n % n %
BBLR 4 10,5 3 7,9 1,373
1,000
Tidak BBLR 34 89,5 35 92,1 (0,286-6,595)
Total 38 100,0 38 100,0
Sumber data primer tahun 2019
diperoleh bahwa ada sebanyak 4 orang (10,5%) anak dengan berat badan lahir
(7,9%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p>0,05 menunjukkan bahwa tidak ada
95% ; 0,286 – 6,595 ) artinya berat badan lahir rendah bukan merupakan faktor
Hasil analisis bivariat setelah dilakukan tabulasi silang dan uji statistik
chi- square antara berat badan lahir dengan kejadian stunting dapat dilihat pada
Tabel 5.3. Tabulasi Silang Jenis Kelamin terhadap Kejadian Stunting pada
Anak Usia 12-24 Bulan di Kota Langsa
Tahun 2019
Stunting
47
Kasus Kontrol
Jenis Kelamin
n n %
Laki-laki Sumber17
data primer44,7
tahun 2019 17 44,7
Perempuan 21% 55,3 21 55,3
Total 38 100 38 100
48
kasus dan kontrol lebih besar yaitu 21 orang (55,3%) sedangkan yang berjenis
(44,7%).
nilai p < 0,05 menunjukkan bahwa ada pengaruh pemberian ASI Eksklusif
artinya anak yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif beresiko 3,4 kali lebih
13 orang (34,2%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p < 0,05 menunjukkan
keluarga rendah beresiko 4,16 kali lebih besar mengalami stunting dibanding
digunakan dalam penelitian ini adalah regresi logistik ganda dengan tingkat
bersama- sama, kemudian variabel yang memiliki nilai p > 0,05 akan
selection).
51
5.3. Pembahasan
stunting pada anak dengan nilai OR=1,37. Pada penelitian ini ditemukan
badan lahir normal. Hal ini bisa disebabkan karena ketidak cukupan
growth faltering (gagal tumbuh). Rendahnya asupan zat gizi dan paparan
terhadap infeksi memberikan dampak gagal tumbuh yang lebih berat pada
Bayi yang lahir normal juga dapat berisiko stunting jika asupan
mengandung sumber zat gizi makro dan mikro yang berperan dalam
yang kurang baik dan MP-ASI terlalu dini dapat meningkatkan resiko
Mitra (2015) yang menemukan bahwa berat badan lahir rendah bukan
merupakan faktor resiko kejadian stunting pada anak usia 12-36 bulan
menjadi stunting 1,7 kali dibanding balita yang mempunyai berat badan
lahir normal.
perkembangan anak dimasa yang akan datang. Berat badan lahir rendah
pada angka kematian bayi, berat badan lahir rendah juga berdampak pada
tingginya kasus gizi kurang dan gizi buruk pada anak balita (Lidia, 2018).
kurang gizi pada balita dapat diakibatkan oleh keadaan gizi sebelumnya,
salah satunya adalah kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah
(Lidia, 2018).
p=0,020 menunjukkan bahwa kejadian stunting pada anak usia 12-24 bulan
3,4 kali lebih besar mengalami stunting dibanding anak yang mendapatkan
ASI Eksklusif.
Air Susu Ibu adalah emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa
dan garam- garam anorganik yang disekresi oleh kelenjar mamae ibu yang
sebagai nutrisi terbaik dan sumber kekebalan tubuh bagi bayi. ASI
sempurna bagi bayi 0-6 bulan baik kualitas maupun kuantitasnya. Dengan
menyusui secara tepat dan benar, maka produksi ASI seorang ibu akan
54
cukup sebagai makanan tunggal bagi bayi normal sampai dengan usia 6
bulan. Selain itu ASI dapat melindungi bayi dari infeksi. ASI mengandung
anak yang stunting pada saat baru lahir tidak langsung diberikan ASI
tetapi diberi susu formula dengan alasan ASI tidak keluar. Selain itu ibu
alasan ASI yang pertama keluar adalah ASI kotor karena berwarna
kuning keruh. Selain itu jika ASI sudah keluar tetapi jumlahnya sedikit,
pencernaan bayi belum dapat mencerna makanan lain selain ASI. Selain
itu bayi yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif akan mudah terserang
penyakit karena pemberian ASI yang baik oleh ibu akan membantu
(Anugraheni, 2012)
55
harus diberikan kepada anak sejak usia 6 bulan karena jumlah dan
kebutuhan anak. Pada usia 1-2 tahun, ASI hanya berfungsi sebagai
makanan utama.
Anak yang tidak diberikan ASI Eksklusif memiliki resiko 3,4 kali
WHO, 2007) (Susilowati, et al, 2010). Dari penelitian Rona, 2015 bahwa
masa lalu dan akan berdampak terhadap masa depan anak. Sebaliknya
normal (Rahmad, et al, 2013). Oleh karena itu ibu harus memberikan ASI
secara eksklusif kepada bayi sampai umur 6 bulan dan tetap memberikan
ASI sampai bayi berumur 2 tahun untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi.
Menurut asumsi peneliti Gizi seimbang bagi anak usia 0-2 tahun
dimulai sejak konsepsi sampai dua tahun pertama lahir, masa ini adalah
masa kritis, periode ini, sel-sel otaknya sudah mencapai lebih dari 80%.
Oleh sebab itu periode ini merupakan masa kritis bagi komponen otak
57
sekali seumur hidup dan tak akan berulang. Bila anak dalam periode ini
kehidupan ini perlu perhatian serius. Pola makan dengan gizi seimbang,
kritis ini, kegagalan tumbuh kembang optimal akan terbawa terus sampai
dewasa secara permanen. Bila pola pemberian ASI tidak benar atau MP-
ASI tidak mencukupi kebutuhan zat gizi yang diperlukan tubuh, bayi akan
Hasil uji chi square menunjukkan bahwa ada pengaruh antara pendapatan
berpendapatan tinggi.
juga penelitian yang dilakukan oleh Fitri (2012) yang menyatakan bahwa
keluarga dengan status ekonomi rendah beresiko 11,8 kali lebih besar
BAB VI
6.1 Kesimpulan
berikut :
dimana anak yang mengalami stunting resikonya 4,1 kali lebih besar
0,006< α (0,005)
dimana anak yang mengalami stunting beresiko 3,4 kali lebih besar
0,002< α (0,005)
58
61
stunting pada anak usia 12- 24 bulan di Kota Langsa Tahun 2019
6.2 Saran
6.2.2. Bagi petugas gizi dan bidan desa di puskesmas perlu meningkatkan
anak balita.
6.2.3. Diharapkan bagi keluarga yang memiliki anak dengan status gizi
DAFTAR PUSTAKA
Pada Balita
Lidia., 2018. Hubungan Bblr Dan Asi Ekslusif Dengan Kejadian
Stunting Di Puskesmas Lima Puluh Pekanbaru
Mitra., 2015. Permasalahan Anak Pendek (Stunting) dan Intervensi
untuk Mencegah Terjadinya Stunting (Suatu Kajian
Kepustakaan)
Janirah., 2016. Analisis Determinan Kejadian Stunting Pada Balita Usia
12-24 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Puuwatu Kota
Kendari
Rona., 2015. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi
Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang
Restika., 2016. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting
Pada Balita Usia 24-59 Bulan
Sri., 2018. Faktor penyebab anak Stunting usia 25-60 bulan di
Kecamatan Sukorejo Kota Blitar
Tiara., 2016. Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Status Gizi Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Belimbing Kota Padang
Uliyanti., 2017. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting
Pada Balita Usia 24-59 Bulan
Wiwien., 2016. Faktor risiko stunting pada anak umur 12-24 bulan