Anda di halaman 1dari 11

Pengertian Shalat Wajib dan Shalat Sunnah Menurut Bahasa Dan Istilah

Oleh : Kholik, M.Pd ( 14 September 2018)


Selamat datang sahabat Perahu Jagad, di sini kita akan mengupas tuntas pengertian shalat menurut
bahasa dan istilah. Shalat menurut bahas mengandung pengertian "do'a". Sementara itu, shalat menurut
istilah yang telah diuraikan oleh para pakar dibagi menjadi dua bagian. Dari keduanya adalah memaknai
shalat secara lahiriah dan hakiki. Adapun pengertiannya adalah:

Pengertian shalat secara Lahiriah ini mengandung arti, Segala ucapan atau perkataan yang diawali
dengan bacaan takbir dan diakhiri dengan kalimat salam. Bacaan-bacaan tersebut tentunya masih
mengikuti syarat-syarat yang telah ditentukan di dalam Islam. Sementara pengertian shalat secara hakiki
ini adalah, Menghadapkan seluruh jiwa dan raga kita pada Allah SWT yang telah menciptakan bumi
seiisinya, dan dalam keadaan tersebut, kita sebagai makhluk Allah membuat seolah-olah kita berhadapan
langsung dengan Allah yang disertai rasa takut dan merasa kecil diri, Karena pada-Nya lah tempat
dimana kita meminta dan memohon.

Pembagian Shalat Menurut Hukum Melakukannya


Sahabatku yang seiman, di dalam shalat terdiri dari dua pembagian bila ditinjau dari jenis hukum
mengerjakannya. Ada yang namanya shalat wajib atau fardhu, dan ada pula shalat-shalat yang
hukumnya sunnah. Yang namanya shalat fardhu, itu adalah shalat yang wajib untuk dilaksanakan dan
apabila ditinggalkan akan mendapat dosa bagi para pelakunya. Sementara yang dinamakan shalat
sunnah adalah shalat yang bila dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan tidak berdosa,
dalam kata lain, shalat sunnah dilakukan untuk menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang kita
kerjakan dalam shalat fardhu.

Shalat Fardhu
Shalat Fardhu ini hanya diwajibkan bagi mereka (orang-orang) yang berakal sehat, baligh. Tentunya
dalam kaitannya dengan hal ini, orang etrsebut adalah beragama Islam. Shalat fardu ini awalnya mulai
diperintahkan Allah kepada Nabi Muhammad beserta kaumnya (Orang-orang Islam) pada malam Isra',
dan ketika itu berada pada satu tahun sebelum dibuatnya tahun Hijriah. Shalat fardhu yang diwajibkan
oleh Allah untuk hambanya terdiri atas lima waktu. Yakni Subuh, duhur, asar, maghrib dan Isya'.

Shalat Sunnah
Shalat Sunnah adalah ibadah tambahan untuk menambah serangkaian amal yang kita lakukan sehari-
hari. Selaras dengan namanya yaitu "Sunnah", Shalat shalat jenis ini tidak wajib untuk dilakukan. Dan bila
seseorang meninggalkan amalan shalat yang satu ini, maka tidak akan dikenai sanksi apa-apa. Ibadah
Sunnah ini dibagi menjadi dua, yaitu shalat sunnah muakad dan shalat sunnah ghoiru muakad.

Shalat sunnah muakad adalah shalat sunnah yang hukum mengerjakannya hampir mendekati wajib, atau
dengan kata lain adalah ibadah sunnah yang sangat dianjurkan untuk dilakukan. Contoh shalat sunnah
yang merupakan bagian dari Sunnah muakad ini adalah dua shalat sunnah yang di lakukan pada hari
raya idul fitri dan shalat pada hari raya idul adha dan shalat sunnah witir (ibadah shalat sunnah yang
jumlah rakaatnya ganjil, biasanya dilakukan setelah melakukan shalat tahajud, shalat witir ini dilakukan
untuk menutup ibadah dalam ibadah-ibadah yang dilakukan selama satu hari penuh).

Sedangkan untuk ibadah shalat sunnah yang ghoiru muakad adalah shalat sunnah yang didalamnya
tidak memiliki tekanan yang begitu sangat. Namun bagi mereka yang mengerjakannya tetap
mendapatkan pahala. Dan untuk yang meninggalkannya tidak dikenai sanksi apa-apa. Beberapa contoh
dari ibadah shalat sunnah ghoiru muakad adalah shalat sunnah dluha, shalat sunnah rawatib, shalat
sunnah tahajud dan lain-lain.
Pengertian dan Macam-Macam
Zakat
Oleh : Kholik, M.Pd ( 12 Oktober 2018)

Masih dalam suasana Ramadhan, kali ini tim Cermati akan membahas seputar zakat dan macam-
macam zakat. Karena sebagai umat islam hendaknya tidak meremehkan zakat karena zakat
termasuk ke dalam rukun Islam yang ke-tiga. Apakah arti zakat? Apa saja macam-macam zakat?
Siapa saja yang berhak menerima zakat? Mari langsung saja simak pembahasan berikut.

Pengertian Zakat
Zakat adalah sejumlah harta yang wajib dikeluarkan oleh pemeluk agama Islam untuk diberikan
kepada golongan yang berhak menerima, seperti fakir miskin dan semacamnya, sesuai dengan
yang ditetapkan oleh syariah.

Zakat termasuk ke dalam rukun Islam dan menjadi salah satu unsur yang paling penting dalam
menegakkan syariat Islam. Oleh karena itu hukum zakat adalah wajib bagi setiap muslim yang
telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat juga merupakan bentuk ibadah seperti sholat, puasa,
dan lainnya dan telah diatur dengan rinci berdasarkan Al-quran dan Sunah.

Macam-Macam Zakat
Zakat tediri dari dua macam. Yang pertama adalah zakat fitrah. Zakat fitrah adalah zakat yang
wajib dilakukan bagi para muslim menjelang hari raya Idul Fitri atau pada bulan Ramadhan.
Zakat fitrah dapat dibayar yaitu setara dengan 3,5 liter (2,5 kilogram) makanan pokok dari
daerah yang bersangkutan. Makanan pokok di Indonesia adalah nasi, maka yang dapat dijadikan
sebagai zakat adalah berupa beras.

Yang kedua adalah zakat maal. Zakat maal (harta) adalah zakat penghasilan seperti hasil
pertanian, hasil pertambangan, hasil laut, hasil perniagaan, hasil ternak, harta temuan, emas dan
perak. Masing-masing jenis penghasilan memiliki perhitungannya sendiri.

Dalam Undang-undang tentang Pengelolaan Zakat No. 38 tahun 1998, pengertian zakat maal
adalah bagian dari harta yang disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki orang
muslim sesuai ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. Undang-
undang tersebut juga menjelaskan tentang zakat fitrah, yaitu sejumlah bahan pokok yang
dikeluarkan pada bulan Ramadhan oleh setiap muslim bagi dirinya dan bagi orang yang
ditanggungnya, yang memiliki kewajiban makan pokok untuk sehari pada hari raya idul fitri.

Siapa saja yang berhak menerima zakat? Yang berhak mendapatkan zakat menurut kaidah Islam
dibagi menjadi delapan golongan. Golongan-golongan tersebut adalah:

 Fakir: Golongan orang yang hampir tidak memiliki apapun sehingga tidak mampu memenuhi
kebutuhan pokok hidupnya.
 Miskin: Golongan orang yang memiliki sedikit harta, tetapi tidak bisa mencukupi kebutuhan
dasar untuk hidupnya.
 Amil: Orang yang mengumpulkan dan membagikan zakat.
 Mu'allaf: Orang yang baru masuk atau baru memeluk agama Islam dan memerlukan bantuan
untuk menyesuaikan diri dengan keadaan baru.
 Hamba Sahaya: Orang yang ingin memerdekakan dirinya.
 Gharimin: Orang yang berhutang untuk memenuhi kebutuhannya, dengan catatan bahwa
kebutuhan tersebut adalah halal, akan tetapi tidak sanggup untuk membayar hutangnya.
 Fisabilillah: Orang yang berjuang di jalan Allah.
 Ibnus Sabil: Orang yang kehabisan biaya dalam perjalanannya.
Pengertian Puasa Wajib
Oleh : Kholik, M.Pd ( 09 November 2018)

Pengertian puasa wajib perlu kita pahami supaya kita mengetahui makna dari
masing-masing puasa. Secara bahasa puasa berarti menahan diri dari segala
sesuatu seperti makan, minum, hawa nafsu, dan segala perbuatan yang tidak
bermanfaat. Sedangkan menurut istilah puasa adalah menahan diri dari
segala sesuatu yang membatalkannya mulai dari terbitnya fajar sampai
dengan terbenamnya matahari disertai niat dan persyaratan tertentu.

Pengertian Puasa Wajib


Pengertian puasa wajib adalah puasa yang harus dijalankan oleh umat Islam
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Puasa wajib jika tidak dilaksanakan
akan mendatangkan dosa. Namun, dalam kondisi tertentu puasa wajib bisa
digantikan dengan membayar denda atau fidyah. Yang termasuk dalam
puasa wajib adalah puasa Ramadan, puasa kifarat, dan puasa nazar. Selain
puasa wajib masih ada lagi puasa sunah dan puasa haram. Contoh puasa
sunah adalah puasa 6 hari di bulan Syawal, puasa Senin-Kamis, puasa hari
Arafah dan sebagainya. Sedangkan puasa haram adalah puasa yang tidak
diperkenankan untuk dilaksanakan pada hari-hari tertenru misalnya puasa
pada saat hari Raya Idul Fitri, Idul Adha dan puasa di hari Tasyrik. Demikian
yang dimaksud dengan pengertian puasa wajib.

Syarat Wajib Puasa


Setelah memahami pengertian puasa wajib maka kita perlu memahami syarat
wajib puasa. Syarat artinya segala sesuatu yang harus dipenuhi sebelum
melaksanakan suatu pekerjaan. Syarat untuk wajibnya puasa adalah

1. Beragama Islam
2. Sudah mencapai usia balig
3. Suci dari haid dan nifas bagi wanita
4. Dilaksanakan dalam waktu yang diperbolehkan untuk berpuasa

Selain syarat wajib puasa, masih ada juga rukun puasa yang harus dipenuhi
atau dikerjakan sebelum melaksanakan puasa. Jika rukun ini tidak dipenuhi
maka puasanya tidak sah. Yang termasuk rukun puasa ada dua, yaitu

1. Niat berpuasa pada malam hari. Karena jika seseorang melaksanakan


puasa tanpa adanya niat maka puasanya tidak sah. Namun niat tidak harus
diucapkan dengan lisan.

2. Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa mulai dari terbitnya
fajar sampai dengan terbenamnya matahari. Adapun hal-hal yang dapat
membatalkan puasa adalah sebagai berikut
 Makan dan minum dengan sengaja
 Berhubungan badan di siang hari
 Keluar mani (sperma) dengan sengaja
 Keluarnya darah haid ataupun nifas
 Muntah dengan sengaja
 Mabuk atau hilang akal di siang hari

Bagi orang yang tidak melaksanakan puasa Ramadan wajib baginya


mengganti puasa di hari yang lain.

Orang-Orang yang Diperbolehkan


Tidak Berpuasa
Orang yang telah lanjut usia (pikun) mendapat keringanan untuk tidak
berpuasa.
Termasuk dalam pengertian puasa wajib adalah mengetahui orang-orang
tertentu yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa. Dalam kondisi tertentu ada
orang-orang yang diberi keringanan untuk tidak melaksanakan puasa
Ramadan dengan ketentuan orang tersebut wajib mengganti puasa di hari
yang lain. Orang-orang yang diberi keringanan untuk tidak berpuasa, yaitu

1. Orang yang sedang sakit. Orang tersebut wajib mengganti puasanya


ketika sudah sembuh.
2. Orang yang sedang bepergian jauh (musafir) dengan tujuan tidak untuk
melakukan maksiat maka selesai perjalanan dia harus mengganti puasa
di waktu yang lain.
3. Orang yang telah lanjut usia (pikun) atau sakit menahun, yaitu orang
yang sudah sangat tua. Sehingga untuk mengganti puasa juga tidak
mungkin. Sebagai pengganti, dia harus membayar fidyah, yaitu memberi
makan seorang miskin setiap harinya selama tidak berpuasa.
Ukuran fidyah kurang lebih ¾ liter beras atau makanan yang
mengenyangkan.
4. Orang yang sedang hamil atau menyusui.
5. Orang yang sedang hamil atau menyusui jika tidak kuat melaksanakan
puasa, boleh baginya untuk tidak berpuasa. Dengan ketentuan akan
mennganti puasa pada hari yang lain sejumlah hari puasa yang
ditinggalkan dan wajib membayar fidyah.

Dengan mengetahui pengertian puasa wajib, maka kita bisa menjalankan


ibadah di bulan suci ini dengan sebaik-baiknya sehingga manfaat puasa bisa
kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, banyak sekali manfaat
yang bisa kita petik dari ibadah puasa ini seperti jiwa menjadi bersih, badan
menjadi sehat, mendapatkan pahala, melatih disiplin, kejujuran dan
kesabaran, mendidik kita untuk mengendalikan hawa nafsu, mendidik kita
untuk berempati kepada fakir miskin, dan tentu saja meningkatkan keimanan
dan ketakwaan kita kepada Allah Swt.
PENGERTIAN HAJI
Oleh : Kholik, M.Pd ( 07 Desember 2018)

HAJI, adalah rukun (tiang agama) islam yang kelima setelah syahadat, shalat, zakat dan puasa,
menunaikan ibadah haji adalah bentuk ritual tahunan yang dilaksanakan kaum muslimin sedunia yang
mampu ( material, fisik, dan keilmuan ) dengan berkunjung dan melaksanakan beberapa kegiatan di
beberapa tempat di arab saudi pada suatu waktu yang dikenal sebagai musim haji ( ulan Dzulhijah ). Hal
ini berbeda dengan ibadah umrah yang biasa dilaksanakn sewaktu – waktu.
Kegiatan inti ibadah haji dimulai pada tanggal 8 dzulhijjah ketika umat islam bermalam di mina, wukuf
(berdiam diri) dipadang arafah pada tanggal 9 dzulhijjah, dan berakhir setelah melempar jumrah
(melempar batu simbolisasi setan ) pada tanggal 10 dzulhijjah, masyarakat indonesia biasa menyebut
juga hari raya idul adha sebagai hari raya haji kerena bersamaan dengan perayaan ibadah haji ini.

MACAM – MACAM HAJI


– Tamattu
Mempunyai arti bersenang-senang atau bersantai-santai dengan melakukan umrah terlebih dahulu
dibulan-bulan haji, lain bertahallul. Kemudian mengenakan pakaian ihram lagi untuk melaksanakan
ibadah haji, di tahun yang sama. Tamattu’ dapat juga berarti melaksanakan ibadah didalan bulan-bulan
serta didalam tahun yang sama , tanpa terlebih dahulu pulang ke negeri asal.

– Ifrad
Berarti menyendiri. Pelaksanaan ibadah haji disebut ifrad, bila seseorang bermaksud menyendirikan, baik
menyendirikan haji maupun menyendirikan umrah, dalam hal ini, yang didahulukan adalah ibadah haji.
Artinya, ketika mengenakan pakaian uhram di Miqat nya, orang tersebut berniat melaksanakan ibdah haji
dahulu. Apabila ibadah haji sudah selesai, maka orang tersebut mengenakan ihram kembali untuk
melaksanakan umrah.

– Qiran
Mengandung arti menggabungkan, menyatukan atau menyekaliguskan. Yang dimaksud disini adalah
menyatukan atau menyekaliguskan berihram untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah. Haji qiran
dilakukan dengan tetap berpakaian ihram sejak Miqat Makani dan melaksanakan semua rukun dan wajib
haji sampai selesai, meskipun mungkin akan memakan waktu lama, menurut abu hanifah, melaksanakan
haji qiran, berarti melakukan dua thawaf dan dua sa’i.

RUKUN HAJI
1. Ihram.
2. Wukuf di Arafah
3. Thawaf Ifadah
4. Sa’i
5. Mencukur Rambut di Kepala (tahallul)
6. Tertib
SYARAT HAJI
1. Islam
2. Aqil
3. Dewasa
4. Berakal
5. Waras
6. Orang Merdeka ( Bukan Budak )
7. Mampu, Baik dalam hal biaya, kesehatan, keamanan, dan nafkah bagi keluarga yang ditinggal
berhaji
KEWAJIBAN – KEWAJIBAN HAJI
1. Melakukan Ihram dari Miqat
2. BeMulrdiam di padang arafah hingga terbenam matahari
3. Bermalam di muzdalifah
4. Melempar jumrah
5. Mencukur rambut (tahallul)
6. Bermalam dimina
7. Thawaf wada
Hal yang Wajib dalam Berwudhu
Oleh : Aliya Sukemi, S.Ag ( 28 September 2018)
Fardhu wudhu ada enam, yaitu niat, membasuh muka, membasuh kedua tangan sampai siku, mengusap
sebahagian kepala, membasuh dua kaki sampai mata kaki, dan tertib. 

Adapun dasar dari disyari’atkannya wudhu’ dan rukun-rukunnya ialah firman Allah Ta’ala:

 Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.
(Q.S. al-Maidah: 6). 

1. Niat.  

Karena wudhu’ itu ibadah. Sedang dengan niat, ibadah itu bisa dibedakan dari pekerjaan biasa. Rasulullah
SAW bersabda: 

‫ئ َما َن َوى(رواه البخارى‬


ٍ ‫امْر‬ ِ ‫ِا َّن َما ْاالَعْ َما ُل ِبال ِّن َيا‬
ِ ‫ َو ِا َّن َما لِ ُك ِل‬،‫ت‬
1907 ‫ومسلم‬
Sesungguhnya amal-amal itu tergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang hanya akan
memperoleh apa yang dia niatkan. (H.R. al-Bukhari: 1, dan Muslim: 1907). 

Maksudnya, ibadah itu tidak sah dan tidak dihargai oleh syara’, kecuali bila diniatkan, sedang orang mukallaf
hanya akan memperoleh pahala ibadah apabila ia ikhlas ketika melakukannya. 

Adapun arti atau definisinya ialah sebagai berikut: Menurut bahasa, niat berarti: menyengaja. Sedang menurut
syara’: menyengaja sesuatu berbareng melakukannya. 

Tempat niat ada dalam hati, dan disunatkan mengucapkannya dengan lidah. 

Cara niat, hendaklah seseorang mengatakan dalam hatinya: “Aku berniat melakukan wudhu’ yang fardhu, atau
menghilangkan hadats, atau melakukan sesuatu agar dibolehkan shalat.” 

Waktu niat adalah ketika membasuh bahagian pertama dari wajah, karena wajah itulah awal dari wudhu’. 

2. Membasuh seluruh wajah, 

Berdasarkan firman Allah Ta’ala:

 ‫اغ ِسلُ ْوا وُ ج ُْو َه ُك ْم‬


ْ ‫ َف‬. 
Maka basuhlah mukamu. 

Adapun batas-batas wajah ialah membujur, dari tempat tumbuhnya rambut sampai ke bawah dagu; dan
melintang, dari telinga ke telinga yang lain. Semua yang ada di permukaan wajah wajib dibasuh: alis, kumis
maupun janggut, luar dan dalam, karena semua itu termasuk bagian-bagian wajah, kecuali janggut yang tebal,
yaitu yang tidak kelihatan kulit di bawahnya. Janggut yang tebal cukup dibasuh bagian luarnya saja, tidak
sampai ke dalam-dalamnya. 

3. Membasuh dua tangan sampai siku, karena Allah Ta’al berfirman:

 ‫ َواَ ْي ِد ْي ُك ْم ِا َل َى ْال َم َرا ِف ِق‬...., 


dan kedua tanganmu sampai siku. 

Al-marafiq jamak dari mirfaq (siku), yaitu pertemuan antara lengan atas dan lengan bawah. Dan lla di sini
berarti ma’a. Jadi maksudnya: beserta siku, hal itu ditunjukkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Muslim
(246), dari A u Hurairah RA:
 

4. Mengusap sebagian kepala, sekalipun hanya seutas rambut, selagi masih berada dalam batas-
batas kepala, berdasarkan firman Allah Ta’ala:
 ‫وا ْم َسح ُْوا ِب ُرء ُْو ِس ُك ْم‬ َ
Dan diriwayatkan pula oleh al-Mughirah bin Syu’bah RA:

 ِ‫ َوعَ لَى عَ مَا َم ِته‬،ِ‫هللا صَ لَى هللا ُ عَ لَ ْي ِه َوسَ لَّ َم توضّأ َومَسَ حَ ِب َناصِ َي ِته‬
ِ ‫اَنَّ رَ س ُْو ُل‬ 

Bahwasanya Rasulullah SAW berwudhu’, dan beliau mengusap ubun-ubunnya dan atas sorbannya. (H.R.
Muslim: 274) 

Dan kalau membasuh seluruh kepala atau sebagiannya, sebagai ganti mengusap, itupun boleh. 

An-Nashiah: bagian depan kepala, yang berarti sebagian daripadanya. Apabila Rasulullah hanya mengusap
bagian depan kepalanya saja, itu berarti menunjukkan bahwa mengusap sebagian kepala itulah yang
difardhukan, hal mana bisa dilakukan pada bagian yang mana saja. 

5. Membasuh dua kaki beserta dua mata kaki, karena Allah Ta’ala telah berfirman: 

Firman Allah :

ِ ‫َواَرْ ُج َل ُك ْم ِا َلى ْال َكعْ َبي‬


 ‫ْن‬
 ......dan (basuhlan) kedua kakimu sampai kedua mata kaki. 

Al-ka’bain adalah isim mutsanna dari al-ka’b, yaitu tulang yang menonjol di kiri-kanan sendi yang
mempertemukan antara betis dan telapak kaki. Sedang ila berati ma’a. Maksudnya: beserta kedua mata kaki.
Hal itu ditunjukkan oleh apa yang dinyatakan dalam hadits riwayat Abu Hurairah RA di atas:

ِ ‫ح َّتى اَ ْش َر َع ِفى الس‬ 


 ‫َّاق‬ َ
Sehingga masuk ke betis. 

Kedua kaki itu wajib dibasuh secara merata, sehingga tidak tersisa daripadanya sekalipun hanya sebesar
kuku, ataupun kulit yang tertutup rambut, dikarenakan alasan yang tersebut pada membasuh dua tangan di
atas. 

6. Tertib menurut urutan yang telah kami sebutkan di atas 

Hal ini disimpulkan dari ayat yang menyebutkan fardhu-fardhu wudhu’ secara berurutan, dan juga dari praktek
yang dilakukan Nabi SAW, bahwasanya beliau tak pernah berwudhu’ melainkan secara tertib – sebagaimana
yang dinyatakan dalam ayat di atas. Hal ini diriwayatkan secara otentik dalam berbagai hadits yang shahih,
yang di antaranya hadits riwayat Abu Hurairah RA tersebut di atas, dimana terdapat ‘athaf dengan
menggunakan tsumma, yang secara muttafaq memuat arti tertib. 
Setiap Muslim Wajib Mempelajari Agama

Oleh : Aliya Sukemi, S.Ag ( 26 Oktober 2018)

Salah satu fenomena yang cukup memprihatinkan pada zaman kita saat ini
adalah rendahnya semangat dan motivasi untuk menuntut ilmu agama. Ilmu
agama seakan menjadi suatu hal yang remeh dan terpinggirkan bagi mayoritas
kaum muslimin. Berbeda halnya dengan semangat untuk mencari ilmu dunia.
Seseorang bisa jadi mengorbankan apa saja untuk meraihnya. Kita begitu
bersabar menempuh pendidikan mulai dari awal di sekolah dasar hingga
puncaknya di perguruan tinggi demi mencari pekerjaan dan penghidupan yang
layak. Mayoritas umur, waktu dan harta kita, dihabiskan untuk menuntut ilmu
dunia di bangku sekolah. Bagi yang menuntut ilmu sampai ke luar negeri,
mereka mengorbankan segala-galanya demi meraih ilmu dunia: jauh dari
keluarga, jauh dari kampung halaman, dan sebagainya. Lalu, bagaimana
dengan ilmu agama? Terlintas dalam benak kita untuk serius mempelajarinya
pun mungkin tidak. Apalagi sampai mengorbankan waktu, harta dan tenaga
untuk meraihnya. Tulisan ini kami maksudkan untuk mengingatkan diri kami
pribadi dan para pembaca bahwa menuntut ilmu agama adalah kewajiban yang
melekat atas setiap diri kita, apa pun latar belakang profesi dan pekerjaan kita.

Kewajiban Menuntut Ilmu Agama

Sebagian di antara kita mungkin menganggap bahwa hukum menuntut ilmu


agama sekedar sunnah saja, yang diberi pahala bagi yang melakukannya dan
tidak berdosa bagi siapa saja yang meninggalkannya. Padahal, terdapat
beberapa kondisi di mana hukum menuntut ilmu agama adalah wajib atas
setiap muslim (fardhu ‘ain) sehingga berdosalah setiap orang yang
meninggalkannya. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

‫ ُكل ِّ ُم ْسل ٍِم‬9‫ة َعلَى‬9ٌ ‫ض‬


َ ‫م َف ِري‬9ِ ‫ب ا ْل ِع ْل‬
9ُ َ‫َطل‬

”Menuntut ilmu itu wajib  atas setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah.


Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah  no.
224)

Dalam hadits ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  dengan tegas


menyatakan bahwa menuntut ilmu itu hukumnya wajib atas setiap muslim,
bukan bagi sebagian orang muslim saja. Lalu, “ilmu” apakah yang dimaksud
dalam hadits ini? Penting untuk diketahui bahwa ketika Allah Ta’ala  atau Rasul-
Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan kata “ilmu” saja
dalam Al Qur’an atau As-Sunnah, maka ilmu yang dimaksud adalah ilmu syar’i
(ilmu agama), termasuk kata “ilmu” yang terdapat dalam hadits di atas.

Sebagai contoh, berkaitan dengan firman Allah Ta’ala,

ِّ ‫َوقُلْ َر‬
9‫ ِع ْل ًما‬9‫ب ِزدْ نِي‬

“Dan katakanlah,‘Wahai Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu’“. (QS.


Thaaha [20] : 114)
WAJIBNYA MENUTUP AURAT
Oleh : Aliya Sukemi, S.Ag ( 23 November 2018)

Menutup aurat adalah kewajiban bagi setiap muslim ataupun muslimah. Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman,

َ ِ‫اري َس ْوآتِ ُك ْم َو ِري ًشا ۖ َولِبَاسُ التَّ ْق َو ٰى ٰ َذل‬


‫ك‬ ِ ‫يَا بَنِي آ َد َم قَ ْد أَ ْن َز ْلنَا َعلَ ْي ُك ْم لِبَاسًا ي َُو‬
َ ‫ت هَّللا ِ لَ َعلَّهُ ْم يَ َّذ َّكر‬
‫ُون‬ ِ ‫ك ِم ْن آيَا‬َ ِ‫َخ ْي ٌر ۚ ٰ َذل‬
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian
untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian
takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah tanda-tanda
kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat” (QS. al A’raf: 26)
Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam ditanya tentang aurat maka beliau
bersabda,
ْ ‫ك أَ ْو َما َملَ َك‬
‫ت يَ ِمينُك‬ َ ِ‫ك إِاَّل ِم ْن َز ْو َجت‬ ْ َ‫َ احْ ف‬
َ َ‫ظ َع ْو َرت‬
“Jagalah auratmu kecuali kepada isteri atau budak yang kamu miliki.”
Ia berkata, “Aku bertanya,

‫ْض‬ ُ ‫ان ْالقَ ْو ُم بَ ْع‬


ٍ ‫ضهُ ْم فِي بَع‬ َ ‫ُول هَّللا ِ إِ َذا َك‬
َ ‫يَا َرس‬
“Wahai Rasulullah, bagaimana dengan suatu kaum saling bercampur dalam
satu tempat (yang mereka saling melihat aurat antara satu dengan yang
lain)?”  beliau menjawab:

‫ْت أَ ْن اَل يَ َريَنَّهَا أَ َح ٌد فَاَل يَ َريَنَّهَا‬


َ ‫إِ ْن ا ْستَطَع‬
“Jika kamu mampu, maka jangan sampai ada seorang pun yang melihatnya.”
Ia berkata, “Aku bertanya,

‫ان أَ َح ُدنَا َخالِيًا‬


َ ‫يَا َرسُو َل هَّللا ِ إِ َذا َك‬
“Wahai Rasulullah, bagaimana jika salah seorang dari kami sedang sendiri?”
beliau menjawab:

•‫ق أَ ْن يُ ْستَحْ يَا ِم ْنهُ ِم ْن النَّاس‬


ُّ ‫هَّللا ُ أَ َح‬
“Allah lebih berhak untuk kamu malu darinya dari pada manusia.” *[HR. Abu
Dawud (4017) dan selain Abu Dawud dengan sanad yang hasan]*
7 Keutamaan Menyambung Tali Silaturahmi
dalam Islam
Oleh : Aliya Sukemi, S.Ag ( 21 Desember 2018)

Islam adalah agama yang menganjurkan umatnya untuk senantiasa berbuat baik.
Amalan dalam islam tidak hanya berupa ibadah seperti shalat baik shalat wajib
maupun shalat sunnah. puasa, zakat dan sebagainya melainkan juga tersenyum,
dan menjalin tali silaturahmi. Menjalin silaturahmi adalah salah cara mewujudkan
ukhuwah islamiyah dan dapat dilakukan dengan cara mengunjungi sanak keluarga
dan saudara. Hikmah Silaturahmi, Selain membuat orang lain yang kita kunjungi
merasa senang, silaturahmi memiliki banyak keutamaan . Berikut adalah keutamaan
menyambung tali silaturahmi dalam islam :

ads

1 Merupakan konsekuensi iman kepada Allah SWT


Silaturahmi adalah tanda-tanda seseorang beriman kepada Allah SWT sebagaimana
dalam hadist yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra ia berkata: Rasulullah saw
bersabda:

ِ َ‫آلخ ِر فَ ْلي‬
” ُ‫صلْ َر ِح َمه‬ ِ ‫ َو َم ْن َكانَ ي ُْؤ ِمنُ بِاهللِ َو ْاليَوْ ِم ْا‬,ُ‫ض ْيفَه‬
َ ‫آلخ ِر فَ ْليُ ْك ِر ْم‬
ِ ‫“ َم ْن َكانَ ي ُْؤ ِمنُ بِاهللِ َو ْاليَوْ ِم ْا‬

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia
memuliakan tamunya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir
maha hendaklah ia menyambung hubungan silaturahmi”

2. Dipanjangkan umurnya dan diluaskan rizqinya


Orang yang suka mengunjungi sanak saudaranya serta menjalin silaturhami akan
dipanjangkan umurnya dan diluaskan rezekinya. Sebagaimana hadist Rasullullah
SAW yang berbunyi

ِ َ‫“ َم ْن أَ َحبَّ أَ ْن يُ ْب َسطَ لَهُ فِى ِر ْزقِ ِه َويُ ْن َسأَ لَهُ فِى أَثَ ِر ِه فَ ْلي‬
” ُ‫صلْ َر ِح َمه‬

“Barangsiapa yang senang diluaskan rizqinya dan dipanjangkan umurnya, maka


hendaklah ia menyambung hubungan silaturahmi”

3. Terhubung dengan Allah SWT


Menyambung tali silaturahmi sama dengan menyambung hubungan dengan Allah
SWT sebagaimana disebutkan hadist yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra ia
berkata sesungguhnya Rasulullah saw bersabda:

” ‫صلَكَ َوأَ ْقطَ َع َم ْن َقطَعَكَ ؟‬ ِ َ‫ضيْنَ أَ ْن أ‬


َ ‫ص َل َم ْن َو‬ َ ْ‫ أَ َما تَر‬,‫ َن َع ْم‬:‫ال‬
َ َ‫ ق‬.‫هَ َذا َمقَا ُم ْال َعا ِئ ُذ ِبكَ ِمنَ ْالقَ ِط ْي َع ِة‬:‫ت‬
ْ َ‫َّح ُم فَقَال‬ َ ‫ق ْالخَ ْل‬
ِ ‫ق َحتَّى إِ َذا فَ َر َغ ِم ْنهُ ْم قَا َم‬
ِ ‫ت الر‬ َ َ‫إَنَّ هللاَ خَ ل‬
َ‫ فَ َذ ِلكَ لَك‬:‫ال‬
َ َ ‫ق‬ .‫ى‬َ ‫ل‬َ ‫ب‬ : ْ
‫ت‬ َ ‫ل‬ ‫ا‬َ ‫ق‬ ”

“Sesungguhnya Allah swt menciptakan makhluk, hingga apabila Dia selesai dari
(menciptakan) mereka, rahim berdiri seraya berkata: ini adalah kedudukan orang
yang berlindung dengan-Mu dari memutuskan. Dia berfirman: “Benar, apakah engkau
ridha jika Aku menyambung orang yang menyambung engkau dan memutuskan orang
yang memutuskan engkau?” Ia menjawab: iya. Dia berfirman: “Itulah untukmu”

4. Penyebab Masuk surga dan dijauhkan dari neraka


Balasan orang yang menyambung tali silaturahmi adalah didekatkan dengan surga
dan dijauhkan dari api neraka. Sebagaimana yang tertera dalam hadist berikut ini :

” ‫َّح َم‬ ِ ‫صالَةَ َوتُ ْؤتِ َي ال َّزكَاةَ َوت‬


ِ ‫َص ُل الر‬ ُ ‫“ تَ ْعبُ ُد هللاَ َوالَ تُ ْش ِر‬
َّ ‫ك بِ ِه َش ْيئًا َوتُقِ ْي ُم ال‬

“Engkau menyembah Allah swt dan tidak menyekutukan sesuatu dengan-Nya,


mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan menyambung tali silaturahmi” (HR Bukhari
dan Muslim)

Dan dalam satu riwayat:

” َ‫“ إِ ْن تَ َمسَّكَ بِ َما أَ َمرْ تُهُ بِ ِه دخَ َل َْال َّجنََّة‬


“Jika dia berpegang dengan apa yang Kuperintahkan kepadanya niscaya ia masuk
surga.”

5. Merupakan bentuk Ketaatan kepada Allah SWT


Menyambung tali silaturahmi adalah salah satu hal yang diperintahkan oleh Allah
SWT maka dengan menjalankan perintahnya maka kita taat kepada Allah SWT.
Menjalin silaturahmi juga merupakan salah satu cara meningkatkan akhlak terpuji.

Allah swt berfirman:

ِ ‫ُوص َل َويَخ َشوْ نَ َربَّهُ ْم َويَخَ افُونَ سُو َء ْال ِح َسا‬


‫ب‬ َ ‫صلُونَ َمآأَ َم َر هللاُ ِب ِه أَن ي‬
ِ َ‫َوالَّ ِذينَ ي‬

“dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya


dihubungkan, dan mereka takut kepada Rabbnya dan takut kepada hisab yang
buruk” (QS. Ar-Ra’d :21)

6. Pahalanya seperti memerdekakan budak


Sebuah hadist meriwatkan bahwa dari Ummul mukminin Maimunah binti al-Harits
radhiyallahu ‘anha, bahwasanya dia memerdekakan budak yang dimilikinya dan tidak
memberi kabar kepada Nabi saw sebelumnya, maka tatkala pada hari yang menjadi
gilirannya, ia berkata: Apakah engkau merasa wahai Rasulullah bahwa
sesungguhnya aku telah memerdekakan budak (perempuan) milikku? Beliau
bertanya: “Apakah sudah engkau lakukan?” Dia menjawab: Ya. Beliau bersabda:

ِ ‫ك َكانَ أَ ْعظَ َم ِألَجْ ِر‬


”‫ك‬ ِ َ‫ك لَوْ أَ ْعطَيتِهَا أَ ْخ َوال‬
ِ َّ‫“ أَ ّما إِن‬

“Adapun jika engkau memberikannya kepada paman-pamanmu niscaya lebih besar


pahalanya untukmu.”

7. Bersedekah terhadap keluarga sendiri tidak seperti sedekah terhadap orang lain
Mengunjungi sanak saudara dan bersedekah adalah salah satu perbuatan mulia dan
memiliki faedah yang besar. Bersedekah kepada keluarga lebih diutamakan daripada
bersedekah kepada orang lain dan bisa menghindari dari perbuatan riya. Bersedekah
kepada keluarga dan orang lain kemudian menceritakannya atau riya adalah salah
satu dari hal-hal yang menghapus amal ibadah sedekah tersebut,

Anda mungkin juga menyukai