Anda di halaman 1dari 10

KONSEP DASAR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

A. Pengertian Kegawatdaruratan
Kegawatdaruratan merupakan keadaan yang mengancam jiwa, untuk itu diperlukan
perawat yang kompeten sebagai praktisi, juga harus meningkatkan kemampuan yang terkait
berbagai peran, harus mengerti karakteristik pelayanan keperawatan yang tepat, cermat dan
cepat serta mengerti tugas, cara bersikap dan cara berkomunikasi dengan baik dalam kondisi
emergency. Makin luas lingkup tanggung jawab yang diemban perawat pada pelayanan gawat
darurat, makin banyak peran dan beban kerja yang harus dilakukan.
Pelayanan keperawatan gawat darurat meliputi pelayanan yang ditujukan kepada
pasien gawat darurat yaitu pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan
menjadi gawat dan terancam nyawanya/ anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak
mendapat pertolongan secara cepat dan tepat.

Ada 4 tipe kondisi gawat darurat yaitu:

1. Gawat Darurat
Keadaan mengancam nyawa yang jika tidak segera ditolong dapat meninggal atau cacat
sehingga perlu ditangani dengan prioritas pertama. Sehingga dalam keadaan ini tidak ada
waktu tunggu. Yang termasuk keadaan adalah pasien keracunan akut dengan penurunan
kesadaran, gangguan jalan napas, gangguan pernapasan, gangguan sirkulasi atau
pemaparan pada mata yang dapat menyebabkan kebutaan ini 
2. Gawat tidak Darurat
Keadaan mengancam nyawa tetapi tidak memerlukan tindakan darurat. Keadaan ini
termasuk prioritas ke dua dan setelah dilakukan resusitasi segera konsulkan ke dokter
spesialis untuk penanganan selanjutnya. Yang termasuk pasien gawat tidak darurat
adalah: pasien kanker stadium lanjut yang mengalami keracunan akut.
3. Darurat tidak Gawat
Keadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi memerlukan tindakan darurat. Pasien
biasanya sadar tidak ada ganguan pernapasan dan sirkulasi serta tidak memerlukan
resusitasi dan dapat langsung diberi terapi definitive. Pasien dapat dirawat di ruang rawat
inap atau jika keadaannya ringan dapat di pulangkan untuk selanjutnya kontrol ke
poliklinik rawat jalan
4. Tidak Gawat tidak Darurat
Keadaan yang tidak mengancam nyawa dan tidak memerlukan tindakan darurat. Gejala
dan tanda klinis ringan atau asimptomatis. Setelah mendapat terapi definitive penderita
dapat dipulangkan dan selanjutnya kontrol ke poliklinik rawat jalan.

Langkah membagi menjadi 4 keadaan sesuai dengan kondisi klien  berdasar yang
prioritas kondisi yang paling mengancam nyawa. Kondisi yang mengancam nyawa di nilai
berdasarkan jalan nafas (airway), pernafasan (breathing), sirkulasi (circulation) dan kondisi
neurologis (disabilty). mengetahui dan mampu menilai dari pasien yang sesuai dengan
keadaan kegawatannya, dapat memberikan pelayanan yang optimal dan tepat, menghindari
terjadinya kesalahan penanganan  dalam memilih kondisi pasien. Angka kematian mapun
angka kecacatan dapat menurun. 

B. Proses Keperawatan gawat darurat


Proses dalam KGD meliputi:
1. Pengkajian
2. Perencanaan
3. Pelaksanaan
4. Evaluasi
5. Dokumentsi
C. Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD)
Suatu pertolongan yang cepat dan tepat untuk mencegah kematian maupun kecatatan. Berasal
dari istilah critical ill patient (pasien kritis/gawat) dan emergency patient (pasien darurat).
D. Tujuan PPGD
1. Mencegah kematian dan kecacatan (to save life and limb) pada penderita gawat darurat,
hingga dapat hidup dan berfungsi kembali dalam masyarakat sebagaimana mestinya.
2. Merujuk penderita . gawat darurat melalui sistem rujukan untuk memperoleh
penanganan yang Iebih memadai.
3. Menanggulangi korban bencana.
E. Penderita Gawat Darurat
Kematian dapat terjadi bila seseorang mengalami kerusakan atau kegagalan dan salah satu
sistem/organ di bawah ini yaitu :
1. Susunan saraf pusat
2. Pernapasan
3. Kardiovaskuler
4. Hati
5. Ginjal
6. Pancreas
 Penyebab kegagalan organ:
1. Trauma/cedera
2. Infeksi
3. Keracunan (poisoning)
4. Degenerasi (failure)
5. Asfiksi
6. Kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar (excessive loss of waafer and
electrolit), dll.

Kegagalan sistim susunan saraf pusat, kardiovskuler, pernapasan dan hipoglikemia dapat
menyebabkan kematian dalam waktu singkat (4-6 menit), sedangkan kegagalan sistim/organ
yang lain dapat menyebabkan kematian dalam waktu yang lebih lama.

Mati klinis Mati biologis

 Otak kekurangan Oksigen dlm  Otak kekurangan Oksigen dlm


6-8 mnt 8-10 mnt
 Terjadi gangguan fungsi  Terjadi kerusakan sel
 Sifat Reversible  Sifat Ireversible

F. Kategori Kasus penyebab kematian:

Immediately Life Potentially Life Threatening Kelompok kasus yang perlu


Threatening Case Case penanganan segera karena
adanya ancaman kecatatan

1. Obstruksi Total jalan 1. Ruptura 1. Fraktur tulang disertai


Napas Tracheobronkial cedera pada persyarafan
2. Asphixia 2. Kontusio Jantung / Paru 2. Crush Injury
3. Keracunan CO 3. Perdarahan Masif  3. Sindroma Kompartemen
4. Tension Pneumothorax 4. Koma
5. Henti jantung
6. Tamponade Jantung
G. Faktor penentu keberhasilan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat
1. Kecepatan menemukan penderita gawat darurat
2. Kecepatan meminta pertolongan
3. Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan ditempat kejadian, dalam
perjalanan kerumah sakit dan pertoongan selanjutnya dipuskesmas atau rumah sakit
H. Prinsip dalam Penanggulangan Penderita Gawat Darurat
1. Penanganan cepat dan tepat
2. Pertolongan segera diberikan oleh siapa saja yang menemukan pasien tersebut 
( awam, perawat, dokter)

Meliputi tindakan :

- Non medis : Cara meminta pertolongan, transportasi, menyiapkan alat-alat.


- Medis : Kemampuan medis berupa pengetahuan maupun ketrampilan : BLS, ALS
I. Lingkup Penanggulangan Penderita Gawat Darurat
1. Melakukan Primary Survey, tanpa dukungan alat bantu diagnostik kemudian dilanjutkan
dengan Secondary Survey
2. Menggunakan tahapan ABCDE
A : Airway management
B : Breathing management
C : Circulation management
D : Drug, Defibrilator, Disability
E : EKG
Exposure
3. Resusitasi pada kasus dengan henti napas dan henti jantung 
Pada kasus-kasus tanpa henti napas dan henti jantung, maka upaya penanganan harus
dilakukan untuk mencegah keadaan tsb, misal pasien koma dan pasien dengan trauma
inhalasi atau luka bakar grade II-III pada daerah muka dan leher.
J. Sarana dan Prasarana IGD
Dalam penanganan keadaaan gawat darurat tidak dapat hindari faktor lain yang memegang
peranan adalah sarana dan  prasarana dari Instlansi rawat darurat. Faktor-faktor tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut:
 Multi disiplin & multi profesi
 Kerjasama yang tinggi dalam penangan keadaan gawat darurat sangat dibutuhkan baik
dari multi displin, maupun multi profesi, hal ini menjadi satu kesatuan, contohnya
dalam ruangan igd terjadi dari tim  profesi medis, perawat, petugas radiologi, petugas
laboratorium, petugas farmasi dan lainnya.
 Mempunyai pemimpin & struktur organisasi.
 Adanya unsur pimpinan dan unsur pelaksana yang bertanggung jawab dalam
pelaksanaan pelayanan terhadap pasien gawat darurat di ruang IGD dengan wewenang
penuh
 Mempunyai pola urutan pelayanan.
IGD  harus bisa bekerjasama dengan unit pelayanan medis terkait yang ada diluar
maupun didalam instansi pelayanan kesehatan tersebut, baik pra rumah sakit maupun
rumah sakit dalam menyelenggarakan terapi definitif. Sebagai contoh : Dalam kesiagaan
menghadapi musibah massal/bencana meliputi:
 Mempunyai Disaster plan yang diberlakukan didalam instansi pelayanan kesehatan
maupun jajaran pemerintah daerah serta instansi terkait seperti dinas kesehatan, palang
merah indonesia, polisi, dinas pemadam kebakaran, PLN, PAM dalam wilayah tempat
pelayanan gawat darurat tersebut berada untuk menangani korban bencana.
 Mempunyai kerjasama dengan sarana dan fasilitas pelayanan kesehatan disekiarnya
dalam menghadapi musibah massa (bencana) yang terjadi di didaerah wilayah kerjanya.
 Sarana penunjang yang diperlukan dalam membantu pelayanan baik sarana penunjang
medis maupun penunjang non  medis. Penunjang medis dalam pemeriksaan diagnostik
untuk  membantu dalam menegakkan suatu diagnosis. Sarana penunjang yang
mencakupi radiologi, laboratorium klinik, depo farmasi, dan bank darah. Penunjang
non medis, diperlukan sarana komunikasi khusus (telepon, radio medik) komputer dan
ambulan sebagai sarana transportasi.
 Memiliki personalia yang terampil, ditunjang oleh kemampuan yang diperoleh melalui
berbagai kursus/ pelatihan secara periodik untuk meningkatkan komptensi. Program
pelatihan dalam gawat darurat terdiri dari berbagai jenjang.
K. TRIAGE
Triage diambil dari bahasa perancis “ trier” artinya “ mengelompokkkan “ atau memilih.
Triage dikembangkan dimedan pertempuran, dimana memilih korban untuk memberikan
pertolongan medis.  Dahulunya Konsep ini dikembangkan keadaan bencana. Dilaksanakan di
ruang gawat darurat dari tahun 1950- 1960 karena 2 alasan yaitu tingginya kunjungan dan
banyak nya penggunakan sarana dan prasaraa untuk keadaan nonurgen. Triage  yaitu satu
sistem seleksi dan pemilihan pasien untuk menentukan tingkat kegawatan dan prioritas
pasien. Triage tidak mudah atau simple,  triage yang sebenarnya sangat komplek,
comprehensif dan kontroversial, penilaian awal korban cedera atau kritis merupakan tugas
yang menantang, dan tiap menit bisa berati hidup atau mati
a. Tujuan triage
1. Menstabilkan pasien, mengidentifikasi cedera/ kelainan pengancam jiwa dan untuk
memulai tindakan Mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa. Penilaian awal
adalah sesuai. 
2. Memprioritaskan pasien menurut keakutannya. Melakukan tindakan sesuai serta
untuk mengatur kecepatan dan efsiensi tindakan definitif atau  transfer ke fasilitas
sesuai
Jika ragu, pilih prioritas yang lebih  tinggi =up triage  atau meningkatkan 1 tingkat
untuk mmenghindari penurunan triage
Triage merupakan Suatu proses yg mana pasien digolongkan menurut tipe dan tingkat
kegawatan kondisinya. Hal itu di atur untuk mendapatkan  : pasien yg benar  sesuai  dengan
kondisi kegawatannya, apakah mengancam nyawa dan harus segera dilakukan tindakan
resusitasi atau apakah mengancam nyawa tetapi tidak segera membutuhkan tindakan
resusitasi. Tempat, dan waktu yang benar dimana korban mendapatkan pertolongan, dimana
fasilitas dan sarana lengkap dalam memberikan pelayanan.
Triage dilakukan berdasarkan menilai keadaan jalan nafas, pernafasan, sirkulasi,
status neulogis  dan ada tidaknya jejas atau cidera pada tubuh. Beratnya cedera menjadi
perhatian dalam memilih korban yang harus segera di berikan pertolongan, namun korban
dengan angka harapan hidup yang tinggi menjadi prioritas. Jumlah pasien lebih dari 1
digunakan triage agar tidak terjadinya kesalahan dalam memilih dan memberikan
pertolongan. Apabila Sarana kesehatan yang tersedia maka dengan triage ini akan sangat
efektif.
b. Sistem Triage
Sistem triage dapat diterapkan keadaan non disaster/ tidak ada bencana dan
disaster/adanya bencana. Triage Nondisaster: tujuannya  Untuk menyediakan perawatan
sebaik mungkin bagi setiap individu pasien, contohnya IGD sehari-hari. Triage Disaster:
tujuannya Untuk menyediakan perawatan yg lebih efektif untuk pasien dalam jumlah
banyak à contohnya  dalam keadaan bencana.
c. Sistem Klasifikasi
Menggunakan nomor, huruf atau tanda yang digunakan secara nasional maupun
internasional
- Prioritas 1 atau Emergensi                                                            
Pasien dengan cedera berat yang memerlukan penilaian cepat serta tindakan medis 
dan Pasien dengan kondisi mengancam nyawa, memerlukan penilaian cepat  dan
intervensi segera dan  evaluasi. Pasien harus dibawa ke Ruang Resusitasi/ P1 untuk
memperstabilkan jalan nafas, pernafasan, sirkulasi maupun status neurologis. Pasien
dengan prioritas ini ada waktu tunggu nol. Contoh kasusnya : Perdarahan berat,
asfiksia, cervikal, cedera pada maxilla, Trauma kepala dgn koma dan proses shock yg
cepat. Fraktur Terbuka & Fraktur  Luka bakar lebih dari 30 % , dan Shock tipe
apapun merupakan  kasus yang harus segera mendapatkan penanganan. Kode
internasional merah
- Prioritas 2 / Urgent
Pasien memerlukan bantuan namun dengan cedera yang kurang berat dan dipastikan
tidak akan mengalami ancaman jiwa alam waktu dekat. Pasien mungkin mengalami
cedera dalam jenis cakupan yang luas. Pasien ini mungkin membutuhkan trolley,
kursi roda atau jalan kaki. Waktu tunggu 30 menit dan pada ruang IGD pasien berada
di Area Critical care/P2 (tempat perawatan kritis). Contohnya pasien dengan Trauma
thorax Non asfiksia, Fr. Tertutup pada tulang panjang, Luka bakar terbatas kurang
dari 30 % dan Cedera pada bagian / jaringan lunak. Kode internasional Kuning.
- Prioritas 3 / Non Urgent
Pasien dengan cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera, memerlukan
bantuan pertama sederhana namun memerlukan penilaian ulang berkala. Pasien yang
biasanya dapat berjalan dgn masalah medis yang minimal, Luka lama  dan Kondisi
yang timbul sudah lama. Pasien ini berada diArea Ambulatory / P3. Contohnya:
Minor injuri. seluruh kasus - kasus ambulant / jalan. Kode internasional Hijau.
- Prioritas 0 / 4 Kasus kematian
Pasien yang sudah meninggal atau cedera fatal yang jelas tidak mungkin di resusitasi
Contohnya: pasien Tidak ada respon  pada segala rangsangan. Tidak ada respirasi
spontan, Tidak ada bukti aktivitas jantung dan Hilangnya respon pupil terhadap
gerak.kode internasional Hitam
d. START   METHOD (Simple Triage and Rapid Treatment)
Saat ini tidak ada standar nasional baku untuk triase. Metode triage yang dianjurkan
dapat secara METTAG (triage tagging System) atau sistem triase penuntun lapangan
START (simple triage and rapid Treatment). Terbatasnya tenaga dan sarana transportasi
saat bencana mengakibatkan kombinasi keduanya lebih layak digunakan. Label triage
berwarna dengan data pasien yang dipakai oleh petugas triase untuk mengindetifikasi
dan mencatat kondisi dan tindakan medik terhadap korban. Triage dan pengelompokan
berdasarkan label yaitu prioritas 1 (merah), prioritas 2 (kuning), prioritas 3 (hijau),
prioritas 0(hitam).
e. Triage sistem METTAG
Pendekatan yang dianjurkan untuk memprioritas tindakan atas korban. Resusitasi
ditempat. Triage sistem penuntun Lapangan START. Berupa penilaian pasien 60 detik
dengan mengamati ventilasi, perfusi, status mental. Memastikan kelompok korban
(lazimnya juga dengan label) yang memerlukan transport segera atau tidak, atau yang
tidak mungkin diselamatkan atau meninggal. Ini memungkinkan penolong secara cepat
mengidentifikasikan korban yang dengan resiko besar akan kematian segera atau apakah
tidak memerlukan transport segera.

Tabel. 1 penilaian triage dengan START


KATEGORI PERNAFASAN NADI STATUS MENTAL
Kritis dan darurat - > 30 / menit Tidak Ada Tidak sadarkan diri
merah
Luka-luka tidak < 30 /menit Ada Sadar/ normal
berbahaya –kuning
Meninggal- tidak Tidak ada Tidak ada Tidak ada respon
mungkin
diselamatkan 
Sumber : Krisanti Paula dkk 2009

F. Pengkajian TRIAGE SOAP SYSTEM


 Tujuan: Untuk menguraikan pengkajian sistem SOAP
 Apakah SOAP itu ?
S = data subyektif
O= data obyektif
A = assess / penilaian
P = plan / perencanaan                                                                                      
 S – Subyektif
a. Beri pertanyaan utk menemukan keluhan utama
b. Perawat triage sebagai detektif
c. Informasi minimal dan analisa gejala
d. Gunakan pertanyaan terbuka
e. Dapatkan sutu pernyataan ringkas
 O- Obyektif
a.  evaluasi fisik
b.  data observasi penampilan  pasien
c. data pengukuran tanda vital :
d. - suhu        - pernapasan
- nadi         - tekanan darah
- saturasi oksigen
e. data dari lokasi yang   diperiksa
 A – Assessment
Mengkaji dan mengevaluasi kumpulan data subyektif dan obyektif
 P – Plan
a. menegakkan prioritas & menempatkan pasien sesuai kondisi
b. melakukan tes > lanjut jika perlu
c. intervensi spt O2, bidai, membalut

Anda mungkin juga menyukai