Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Program Indonesia Sehat merupakan salah satu program dari


Agenda ke-5 Nawa Cita, yaitu Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia
Indonesia. Indonesia Sehat menjadi program utama Pembangunan
Kesehatan yang kemudian direncanakan pencapaiannya memalui Rencana
Strategis Kementrian Kesehatan Tahun 2015 - 2019 yang ditetapkan
melalui Keputusan Menteri Kesehatan R.I. Nomor
HK.02.02/Menkes/52/2015. (Kemenkes RI, 2016)

Sasaran dari program Indonesia Sehat adalah meningkatnya derajat


kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial
dan pemerataan pelayanan kesehatan. (Kemenkes RI, 2016)

Perkembangan masalah gizi di Indonesia semakin kompleks, sebab


selain masih menghadapi masalah kekurangan gizi, masalah kelebihan gizi
juga menjadi persoalan yang harus kita tangani dengan serius. Dalam
RPJMN 2010-2014 perbaikan status gizi masyarakat merupakan salah satu
prioritas dengan menurunkan prevalensi balita gizi kurang menjadi 15%
dan prevalensi balita pendek menjadi 32% pada tahun 2014. Hasil
Riskesdas 2013 gizi kurang sebesar 19,6%. (Kemenkes RI, 2016)

Kurang gizi pada awal kehidupan berdampak pada kualitas sumber


daya manusia (SDM). Anak kurang gizi akan tumbuh lebih pendek dan
melahirkan bayi kecil (berat lahir rendah), kurang gizi (pendek)
berpengaruh pada perkembangan dan keberhasilan pendidikan, kurang gizi
(pendek) pada usia dibawah dua tahun menurunkan produktifitas pada usia
dewasa, gizi kurang/buruk merupakan penyebab dasar kematian bayi dan
anak (Dinkes Jawa Barat, 2016)

1
ASI adalah makanan terbaik untuk bayi. ASI akan mencegah
malnutrisi karena ASI mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan bayi
dengan tepat, mudah digunakan secara efisien oleh tubuh bayi dan
melindungi bayi terhadap infeksi. Kira-kira selama tahun pertama
kehidupannya, sistem kekebalan bayi belum sepenuhnya berkembang dan
tidak bisa melawan infeksi seperti halnya anak yang lebih besar atau orang
dewasa, oleh karena itu zat kekebalan yang terkandung dalam ASI sangat
berguna. (IDAI, 2013).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.15 Tahun 2013 ASI


eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama
6 (enam) bulan, tanpa menambahkan dan atau mengganti dengan
makanan atau minuman lain. Hasil Survey Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2012 cakupan pemberian ASI eksklusif 0-6 bulan
sebesar 42% (Infodatin-ASI, 2014:3).

Setelah berusia 6 bulan, kebutuhan nutrisi bayi tidak dapat


dipenuhi oleh ASI saja. Selain itu, kesiapan bayi untuk makan rata-rata
terjadi pada usia 6 bulan. Pada periode ini, bayi diperkenalkan dengan
makanan padat lunak yang lebih dikenal dengan MPASI (Makanan
Pendamping ASI). Periode MPASI merupakan periode yang rentan
terhadap kekurangan nutrisi oleh karena itu, seni memberikan MPASI
perlu dikuasi orangtua sehingga mencegah terjadinya malnutrisi. Berbagai
masalah yang sering muncul pada periode MPASI adalah: memberikan
MPASI dengan kualitas nutrisi yang rendah, terlalu dini memulai
pemberian MP-ASI, terlalu lambat memulai pemberian MP-ASI, jumlah
MP-ASI sedikit, frekuensi pemberian MPASI kurang, pemberian ASI
berkurang (WHO, 2009)

Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) Jawa Barat tahun 2015


prevalensi gizi kurang/berat badan kurang berdasar Berat Badan menurut
Umur (BB/U) Jawa Barat 16,87% dan Kabupaten Bekasi 16,51%. Hal
tersebut dikatakan masalah gizi jika prevalensi gizi kurang >10%.

2
Berdasar data Bulan Penimbangan Balita (BPB) Puskesmas Karang Satria
tahun 2015, Puskesmas Karang Satria Kecamatan Tambun Utara
Kabupaten Bekasi prevalensi kurang gizi sebesar 5,6% umur 0-59 bulan,
7,6 % umur 0-24 bulan. Salah satu upaya pelayanan yang diselenggarakan
puskesmas adalah pelayanan kesehatan masyarakat yang lebih
mengutamakan pelayanan promotif dan preventif dengan kelompok
masyarakat serta sebagian besar diselenggarakan bersama masyarakat
yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas.
1.2 Rumusan Masalah
Prevalensi kurang gizi anak umur 0-24 bulan di Puskesmas Karang
Satria sebesar 7,6% penulis ingin memberikan gambaran strategi
petugas gizi dalam penanganan anak kurang gizi umur 6-24 bulan
kaitannya dengan pola pemberian ASI dan pola pemberian MP-
ASI nya di Puskesmas Karang Satria Kabupaten Bekasi Tahun
2017.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Memberikan gambaran strategi petugas gizi dalam penanganan anak
kurang gizi umur 6-24 bulan di Puskesmas Karang Satria.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui karakteristik anak kurang gizi.
2. Menganalisis secara deskriptif Pola Pemberian ASI dengan anak
kurang gizi umur 6-24 bulan.
3. Menganalisis secara deskriptif Pola Pemberian MP-ASI
(frekuensi dan bentuk MP-ASI) dengan anak kurang gizi umur
6-24 bulan.
4. Menganalisis secara deskriptif umur pemberian MP-ASI pertama
kali dengan anak kurang gizi umur 6-24 bulan.
5. Menganalisis secara deskriptif Pemberian MP-ASI gizi
seimbang dengan anak kurang gizi umur 6-24 bulan.

3
BAB II

KERANGKA PIKIR

2.1 PROGRAM INDONESIA SEHAT

Program Indonesia sehat merupakan salah satu program dari


Agenda ke-5 Nawa Cita, yaitu Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia
Indonesia. Program ini didukung oleh program sektoral lainnya yaitu
Program Indonesia Pintar, Program Indonesia Kerja dan Program
Indonesia Sejahtera. Indonesia Sehat menjadi program utama
Pembangunan Kesehatan yang kemudian direncanakan pencapaiannya
memalui Rencana Strategis Kementrian Kesehatan Tahun 2015-2019 yang
ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan R.I. Nomor
HK.02.02/Menkes/52/2015. Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan
menegakkan tiga pilar utama yaitu:

1. Penerapan paradigma sehat


2. Penguatan pelayanan kesehatan
3. Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Penerapan paradigm sehat dilakukan dengan strategi pengutamaan
kesehatan dalam pembangunan dalam pembangunan, penguatan upaya
promotif dan preventif serta pemberdayaan masyarakat. (Kemenkes, 2016)

Perkembangan maslah gizi di Indonesia semakin kompleks, sebab


selain masih menghadapi masalah kekurangan gizi, masalah kelebihan
gizi juga menjadi persoalan yang harus kita tangani dengan serius. Dalam
RPJMN 2010-2014 perbaikan status gizi masyarakat merupakan salah satu
prioritas dengan menurunkan prevalensi balita gizi kurang menjadi 15%
dan prevalensi balita pendek menjadi 32% pada tahun 2014. Hasil
Riskesdas 2013 gizi kurang sebesar 19,6%, stunting 37,2% (Kemenkes
RI, 2016)

Upaya menurunkan prevalensi balita pendek dilakukan:


Pemantauan pertumbuhan balita, menyelenggarakan kegiatan PMT untuk

4
balita, menyelenggarakan simulasi dini perkembangan anak, memberikan
pelyanan kesehatan yang optimal.

Pendekatan keluarga dalam pencapaian prioritas pembangunan


kesehatan. Pembangunan kesehatan dimulai dari unit terkecil dari
masyarakat yaitu keluarga. Pendekatan keluarga adalah salah satu cara
puskesmas untuk meningkatkan jangkauan sasaran dan
mendekatkan/meningkatkan akses pelayanan kesehatan diwilayah kerjanya
dengan mendatangi keluarga.

2.2 AIR SUSU IBU (ASI)

Kolostrum adalah ASI khusus berwarna kekuningan agak kental


dan diproduksi dalam beberapa hari setelah persalinan (Depkes RI, 2007).
ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak
dilahirkan selama 6 bulan tanpa menambahkan dan atau mengganti dengan
makanan atau minuman lain (Kemenkes RI, 2014).
Kapasitas lambung bayi baru lahir sangat terbatas hanya dapat
menampung cairan sebanyak 10-20 ml (2-4 sendok teh) ASI adalah cairan
yang mempunyai kandungan zat gizi sempurna dan lengkap serta
volumenya paling tepat dan sesuai kapasitas lambung bayi yang masih
terbatas, selama 6 bulan bayi tidak memerlukan cairan lain selain ASI.
Cairan lain meningkatkan risiko terjadinya infeksi. (Depkes RI, 2009)
2.3 Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI)
MP-ASI merupakan makanan transisi sebelum bayi dapat
mencerna makanan keluarga. Mempersiapkan MP-ASI yang baik tidak
dapat didasarkan pada insting seorang ibu, tetapi memerlukan pengetahuan
dan keterampilan khusus teknologi rumah tangga untuk dapat memenuhi
kebutuhan bayi yang relatif lebih tinggi untuk setiap kilogram berat badan
dibandingkan kebutuhan orang dewasa. Walaupun demikian volume perut
bayi jauh lebih kecil, sehingga diperlukan makanan yang padat gizi. Disini
perlu diperhatikan faktor penghambat yang menurunkan kualitas makanan
seperti enzim inhibitor, phytat yang dapat menghambat penyerapan zat
besi dan seng, tanin dan poliphenol 21 yang dapat menghambat

5
penyerapan protein. Penghambat yang lain datang dari volume MP-ASI
yang besar, tinggi karbohidrat dan rendah lemak sehingga terpaksa
diencerkan untuk mengurangi kekentalan agar mudah ditelan bayi yang
berakibat bertambah volumenya. Tepung serelia bila dibuat bubur
mempunyai kekentalan yang tinggi (Arnelia,2010).
Salah satu peran pemerintah untuk menjamin kesehatan warganya
adalah dengan mengeluarkan kebijakan yang mengatur mengenai
pemberian ASI Eksklusif dan MP-ASI. Misalnya Per-menkes
No.450/Menkes/SK/IV/2004 dan PP No.33/2012 mengenai pemberian ASI
Ekslusif dan PP No.237/1997, mengenai MP-ASI. MP-ASI adalah
Makanan Pendamping ASI bukanlah Makanan Pengganti ASI. Perannya
hanyalah mendampingi pemberian ASI saja, ASI tetaplah dilanjutkan
hingga usia 2 tahun atau lebih (Riksani, 2012).
Menurut Kemenkes RI (2013) pemberian MP-ASI hendaknya
melihat juga usia pemberian makanan pendamping ASI pada anak, apakah
pemberian makanan pendamping yang diberikan sudah pada usia yang
tepat atau tidak. Makanan pendamping ASI pada anak yang tepat dan
benar adalah setelah anak berusia enam bulan, dengan tujuan agar anak
tidak mengalami infeksi atau gangguan pencernaan akibat virus atau
bakteri. Makanan bayi dan anak terdiri dari ASI dan MP-ASI. Berikan ASI
terlebih dahulu kemudian MP-ASI secara bertahap sesuai umur anak.
Pola pemberian MP-ASI mencakup tekstur, frekuensi dan jumlah
rata-rata setiap kali makan menurut kelompok umur. Sebelum pemberian
MP-ASI, ASI tetap diberikan semau bayi (8-10 kali per hari) dan dapat
diberikan makanan selingan 1-2 kali seperti sari buah dan jus.

Tabel 2.2
Pola Pemberian MP-ASI

Umur Bentuk MP-ASI Frekuensi Jumlah rata-rata/kali makan


6-8 bulan Mulai dengan makanan lumat/ bubur  Usia 6 bln teruskan Mulai dengan 2-3 sdm/kali
halus, lembut, cukup kental pemberian ASI
- Makanan lumat 2
kali /hari
 Usia 7-8 bln
Teruskan pemberian ASI  Usia 7-8 bln
- Makanan lumat 3 kali/hari Bertahap hingga mencapai ½
gelas /125cc
9-11 bulan Makanan lembik misalnya makanan ASI tetap diteruskan makanan 1/2 mangkok (125 cc) tiap

6
yang dicincang lembik 3 kali/hari kali makan
Ditambah selingan 2 kali
12-24 bulan Makanan keluarga bila perlu masih ASI tetap diteruskan 1/3 porsi makanan orang
dicincang Makanan keluarga 3 kali/hari dewasa (250 cc) tiap kali
Ditambah selingan 2 kali makan

Sumber : Modul Pelatihan Konseling MP-ASI 2011

2.4. Status Gizi Balita

Status gizi merupakan suatu keadaan tubuh yang disebabkan


konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi. Status gizi seseorang
dipengaruhi oleh jumlah dan jenis yang dikonsumsi dan penggunaannya
dalam tubuh. Apabila konsumsi makanan dalam tubuh terganggu dapat
mengakibatkan status gizi jelek dan biasanya disebut kurang gizi
(Almatsier, 2004).
Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan
keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik
yang bersifat objektif maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan
dengan baku yang telah tersedia (Arisman, 2004).
Supariasa (2002), antropometri sebagai indikator status gizi dapat
dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran
tunggal dari tubuh manusia, antara lain: Umur, berat badan, tinggi badan,
lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal
lemak di bawah kulit.
Tabel 2.3
Kategori Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks
Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-Score)
Berat Badan menurut Umur Gizi buruk <-3 SD
BB/U Gizi kurang -3 SD sampai dengan <-2 SD
Anak umur 0-60 bulan Gizi Baik -2 SD sampai dengan 2 SD
Gizi Lebih >2 SD

Sumber : Standar Antropometri WHO 2005

7
2.5. KERANGKA KONSEP

STATUS GIZI BADUTA 6-23 BULAN


BURUK/KURANG/NORMAL

PENYEBAB
ASUPAN ZAT GIZI PENYAKIT NFEKSI LANGSUNG

2
ASI MP-ASI

UMUR FREKUENSI BENTUK JUMLAH JUMLAH PENYEBAB


PEMBERIAN PEMBERIAN MP-ASI KANDUN /PORSI TAK
MP-ASI GAN GIZI LANGSUNG
PERTAMA MP-ASI MP-ASI
KALI3

POKOK
Maslah Di
KEMISKINAN
Masyarakat

AKAR
KRISIS EKONOMI MASALAH

Gambar 2.1 Skema kerangka teori (Modifikasi dari Unicef (1998) dan
Widyastuti (2007) Sumber: Kerangka teori modifikasi dari Unicef (1998) dan
widyastuti dalam Risky Eka Sakti

8
BAB III

INOVASI YANG TELAH DILAKUKAN

3.1 PELAYANAN GIZI DI PUSKESMAS


a. Pelayanan Gizi Rawat Jalan
Pelayanan gizi rawat jalan merupakan serangkaian kegiatan
yang meliputi: Pengkajian gizi, Penentuan Diagnosa Gizi,
Intervensi Gizi, Monitoring dan evaluasi asuhan gizi
b. Pelayanan Gizi Luar Gedung
Pelayanan luar gedung terintegrasi dengan bidan desa,
bidan koordinator atau petugas promkes dan petugas UKS. Dan
berkoordinasi dengan pokja 4 desa dengan melakukan pertemuan
rutin tiap bulan minggu ke 4 dan seluruh kader perwakilan
posyandu. Melakukan edukasi gizi di posyandu, institusi
pendidikan, kelas ibu. Edukasi gizi di posyandu dilaksanakan satu
bulan sekali dengan materi yang berbeda seperti DM, Hipertensi,
TBC, Obesitas, Asam Urat, Gout dan Atrithis.
Konseling ASI Eksklusif dan PMBA, Konseling ASI
eksklusif dan PMBA dilaksanakan baik dalam gedung maupun di
luar gedung di posyandu dan kunjungan rumah.
Edukasi dalam rangka pencegahan anemia pada remaja
putrid. Edukasi diberikan pada siswi SMP dan SMA di wilayah
kerja puskesmas karang satria terpadu dengan petugas promkes dan
petugas UKS serta perkesmas.
Pengelolaan pemberian MP-ASI dan PMT-Pemulihan
meliputi: pengajuan sasaran, penerimaan MP-ASI, penyimpanan
MP-ASI, distribusi MP-ASI dan monitoring pemberian MP-ASI
dan perkembangan BB balita yang mendapat MP-ASI serta sistem
pancatatan dan pelaporan.
Pengelolaan pemberian kapsul Vitamin A meliputi:
perencanaan kebutuhan Vitamin A, pengambilan Vitamin A dan
penyimpanan Vitamin A, Distribusi vitamin A dan pelaporan

9
pemberian Vit A pada bayi 6-11 bulan, vitamin A balita dan
Vitamin ibu Nifas.
Pengelolaan pemantauan pertumbuhan di posyandu
kunjungan posyandu pemantauan balita yang tidak naik 2 kali dan
balita BGM.
Memberikan edukasi gizi pada program prolanis setelah
dilakukan senam bersama setiap hari jumat dan edukasi satu bulan
satu kali dibarengi dengan pemeriksaan laboratorium gula darah
puasa dan 2 jam PP.

3.2 Inovasi Program


Balita gizi kurang dan gizi buruk yang datang ke puskesmas dan
mendapat pelayanan rawat jalan dan konseling serta balita gizi kurang dan
buruk rujukan dari posyandu ditindak lajuti dengan kunjungan rumah
untuk memantau berat badannya dan pola pemberian ASI dan MP-ASInya.
Bekerjasama dengan bidan koordinator melakukan kunjungan rumah balita
gizi kurang, balita gizi buruk, bumil resti dan bufas resti.

Berdasarkan karakteristik responden diperoleh umur responden


yang paling banyak berada pada kelompok umur 20-35 tahun yaitu 61,1%
dan yang terendah pada kelompok umur kurang dari 20 tahun 2,8%.
Pendidikan responden terbanyak dalam kategori pendidikan tinggi sebesar
52,8% dan yang terendah pada kategori sedang 19,4%. Sebagian besar
responden tidak bekerja 77,8%. Sebagian besar sampel berumur 12-24
bulan yaitu sebesar 72,2%.
Sedangkan sampel anak umur 6-24 bulan terdiri dari laki-laki
52,8% dan perempuan 47,2%. Status Gizi sampel dihitung berdasar berat
badan menurut umur (BB/U), sebagian besar sampel mempunyai status
gizi kurang 80,6% dan gizi buruk 19,4%. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel 3.1 dan tabel 3.2.

10
Tabel 3.1
Rekapitulasi Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden dan Sampel

Karakteristik Responden dan Sampel N %

Karakteristik Responden
Umur Ibu (tahun) - < 20 1 2,8
- 20-35 22 61,1
- > 35 13 36,1

Pendidikan Ibu
Total 36 100

- Rendah 10 27,8
- Sedang 7 19,4
Pekerjaan Ibu - Tinggi 19 52,8

Total 36 100

- Bekerja 8 22,2
- Tidak bekerja 28 77,8

Total 36 100

Karakteristik Sampel Umur Balita


(bulan) - 6-7 3 8,3
- 8-9 1 2,8
- 10-11 6 16,7
- 12-24 26 72,2

Jenis kelamin Balita


Total 36 100

- Laki-laki 19 52,8
- Perempuan 17 47,2

Total 36 100

Sumber: Data primer Agustus 2016

Tabel 3. 2
Distribusi Frekuensi Status Gizi Anak Menurut Jenis Kelamin

Status Gizi
Jenis Kelamin Kurang Buruk

N % N %
Laki-laki 14 48,3 5 52,8
Perempuan 15 51,7 2 47,2
Total 29 100 7 100

Sumber: Data Primer 2016,

11
Anak dengan Status Gizi terbanyak adalah status gizi kurang yaitu
anak perempuan sebanyak (51,7%) dan anak dengan status gizi buruk
terbanyak pada anak laki-laki sebesar (52,8%).

Tabel 3.3
Distribusi Frekuensi Status Gizi Anak Menurut Umur

Status Gizi
Umur (bulan) Kurang Buruk

N % n %
6-7 2 6,9 1 14,3
8-9 1 3,4 0 0,0
10-11 6 20,7 0 0,0
12-24 20 69,0 6 85,7

Total 29 100 7 100

Sumber: Data terolah 2016


Anak dengan status gizi buruk dan kurang terbanyak bearada pada
kelompok umur 12-24 bulan yang masing masing sebesar 85,7% pada gizi
buruk dan 69% pada gizi kurang.
Tabel 3.4
Distribusi Frekuensi Status Gizi Anak Menurut Pendidikan Ibu

Pendidikan Status Gizi


Ibu Kurang Buruk

N % N %
Rendah 5 17,2 5 71,4
Sedang 6 20,7 1 14,3
Tinggi 18 62,1 1 14,3

Total 29 100 7 100

Sumber: Data terolah 2016


Anak dengan status gizi buruk terbanyak pada ibu yang mempunyai
pendidikan rendah (Buta huruf dan SD) sedangkan anak dengan gizi
kurang terbesar pada ibu dengan pendidikan tinggi (SMA dan PT).

Anak dengan status gizi buruk terbanyak pada ibu yang tidak
bekerja 85,7% dan anak dengan status gizi kurang pun demikian
terbanyak pada ibu yang tidak bekerja sebesar 75,9% .

12
Tabel 3.5
Pola Pemberian ASI dengan Kurang Gizi

Pola Pemberian ASI Kurang Gizi


Kurang Buruk

N % n %
Eksklusif 7 24,1 1 14,3
Tidak eksklusif 22 75,9 6 85,7
Total 29 100 7 100

Sumber: Data terolah 2016


Berdasarkan Tabel 3.5 menunjukan bahwa pada anak dengan
status gizi kurang tidak mendapatkan ASI eksklusif 22 anak (75,9%) dan
yang mendapat ASI eksklusif 7 anak (24,1%) pada anak gizi buruk yang
tidak mendapatkan ASI eksklusif sebesar 6 anak (85,7%) dan yang
mendapatkan ASI eksklusif 1 anak (14,3%)
Hasil tabulasi silang antara variabel umur pemberian MP-ASI
pertamakali dengan status gizi, menunjukan bahwa anak dengan status
gizi kurang umur pemberian MP-ASI pertamakali tepat 6 bulan (51,7%)
dan kurang tepat (48,3%). Pada gizi buruk tidak jauh berbeda anak yang
tepat sesuai umur pemberian MP-ASI pertamakalinya (42,9%) dan
pemberian MP-ASI pertama kurang tepat (57,1%), untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada Tabel 3.7.
Tabel 3.6
Umur Pemberian MP-ASI Pertamakali dengan Kurang Gizi

Umur pemberian MP- Kurang Gizi


ASI pertamakali
Kurang Buruk

N % n %
Tepat 15 51,7 3 42,9
Kurang Tepat 14 48,3 4 57,1
Total 29 100 7 100

Sumber: Data terolah 2016

Frekuensi pemberian MP-ASI yang tepat sesuai umur (69%) hal


ini lebih besar jika dibanding pada anak dengan gizi buruk yang
mempunyai frekuensi pemberian MP-ASI dengan tepat (14,3%), Frekuensi
pemberian MP-ASI kurang tepat terdapat pada anak dengan staus gizi
buruk (85,7%) hal ini lebih besar jika dibandingkan dengan frekuensi
pemberian MP-ASI pada anak dengan gizi kurang (31%).

13
Tabel 3.7
Frekuensi Pemberian MP-ASI dengan Kurang Gizi

Frekuensi pemberian Kurang Gizi


MP-ASI Kurang Buruk

N % n %
Tepat 20 69,0 1 14,3
Kurang Tepat 9 31,0 6 85,7
Total 29 100 7 100

Sumber: Data terolah 2016


Pola pemberian MP-ASI Gizi Seimbang dikatakan seimbang jika
pada sampel frekuensi pemberian MP-ASI tepat sesuai umur saat ini,
bentuk MP-ASI yang diberikan saat ini sesuai umur dan merecall anak 24
jm.
Tabel 3.8
Pola Pemberian MP-ASI Gizi Seimbang dengan Kurang Gizi
(gizi kurang dan buruk)

Pola pemberian Status Gizi


MP-ASI Gizi Seimbang Kurang Buruk P

N % N %
Gizi seimbang 12 41,4 0 0
Kurang seimbang 17 58,6 7 100
Total 29 100 7 100

Sumber: Data terolah 2016


Dari tabel 3.8 anak dengan gizi buruk pola pemberian MP-ASI
kurang seimbang 100%.
Setelah diperoleh data hasil wawancara dengan ibu balita, kami
melakukan kunjumgan ulang untuk menimbang berat badan dan konseling
pemberian MP-ASI agar status gizi anak terpantau dan perubahan perilaku
ibu dalam memberikan MP-ASI apakah sudah sesuai atau belum.

14
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

5.1.1 Sebagian besar responden adalah ibu-ibu muda dengan dengan


status tidak bekerja dan tidak memberikan ASI eksklusif sehingga
mengakibatkan anaknya mengalami gizi kurang.
5.1.2 Responden memberikan MP-ASI dengan bentuk dan frekuensi
yang kurang tepat sehingga tidak sesuai kebutuhan bayi dan anak
yang berakibat terjadinya kekurangan gizi pada bayi dan anak.
5.1.3 Sebagian besar responden memberikan MP-ASI pertamakali tidak
sesuai umur yang seharusnya bayi dan anak diberi MP-ASI.
5.1.4 Sebagian besar responden memberikan MP-ASI dengan gizi yang
tidak seimbang baik dalam jumlah dan jenis bahan makanan yang
digunakan.

5.2. Saran

5.2.1 Intensitas konseling menyusui pada ibu hamil dan ibu menyusui
perlu ditingkatkan.
5.2.2 Intensitas praktek pembuatan MP-ASI sesuai umur di posyandu
perlu ditingkatkan.
5.2.3 Pelatihan tenaga kesehatan mengenai konseling menyusui dan
pemberian MP-ASI.
5.2.4 Mengikutsertakan tokoh masyarakat seperti ibu camat, ibu lurah,
ibu ustajah untuk berperan serta memberikan penyuluhan tentang
ASI dan pemberian MP-ASI.

15

Anda mungkin juga menyukai