Anda di halaman 1dari 42

Mini Project

UPAYA PENINGKATAN PENGETAHUAN PASIEN PUSKESMAS


KELURAHAN DURI KEPA USIA 15 – 59 TAHUN TENTANG PENYAKIT
DIABETES MELITUS MELALUI PENYULUHAN

Disusun oleh:
dr. Catherine Dorinda Candawasa

Pembimbing:
Dr. Yolita

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA
PUSKESMAS KELURAHAN DURI KEPA
DKI JAKARTA
PERIODE …
ABSTRAK
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kegiatan Mini Project ini diajukan oleh:


dr. Catherine Dorinda Candawasa

Judul : Peningkatan Peningkatan Pengetahuan Pasien Puskesmas


Kelurahan Duri Kepa Usia 15 – 59 Tahun Tentang Penyakit
Diabetes Melitus Melalui Penyuluhan

Mengetahui, Kepala Puskesmas Dokter Internship

dr. Yolita dr. Catherine Dorinda C


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Masa Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan
Kegiatan Mini Project yang berjudul “ Upaya Peningkatan Pengetahuan Pasien
Puskesmas Kelurahan Duri Kepa Usia 15 – 59 Tahun Tentang Penyakit Diabetes
Melitus Melalui Penyuluhan” ini tepat pada waktunya. Laporan Kegiatan Mini
Project ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Program
Dokter Internship di Puskesmas Kelurahan Duri Kepa, Jakarta Barat.
Dalam penulisan laporan kegiatan mini project ini penulis banyak
mendapatkan bimbingan, baik berupa informasi maupun bimbungan moril. Untuk
itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Dr. Yolita selaku pendamping Kepala Puskesmas Kelurahan Duri Kepa,
Jakarta Barat
2. Dr. Dwi selaku
Penulis menyadari bahwa dalam laporan kegiatan mini project ini masih
jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu, ktirik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan dalam rangka
penyempurnaannya. Akhirnya penulis mengharapkan semoga laporan
kasus ini dapat bermanfaat di bidang ilmu pengetahuan dan kedokteran.

Jakarta,

Penulis
(Catherine Dorinda Candawasa)
DAFTAR ISI

ABSTRAK…………………………………………………………………………i
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………..…………………
ii
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………
iii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………...iv
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………….
1.2 Tabel Jadwal Aktivitas………………………………………………………..
1.3 Rumusan Masalah………………………………………………………………
1.4 Tujuan………………………………………………………………………..
1.5 Manfaat………………………………………………………………………
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………
2.1 Diabetes Melitus………………………………………………………………
2.1.1 Definisi………………………………………………………………
2.1.2 Epidemiologi…………………………………………………………
2.1.3 Faktor Risiko………………………………………………………
2.1.4 Klasifikasi dan Manifestasi Klinis……………………………………..
2.1.5 Pengelolahan Diabetes Melitus………………………………………
2.1.6 Pengaturan Diet Pada Pasien Diabetes
Melitus……………………………
2.1.7 Komplikasi……………………………………………………………
BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN………………………………
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………….
BAB V DISKUSI DAN PEMBAHASAN………………………………………..
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………
LAMPIRAN……………………………………………………………………..
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes adalah salah satu penyakit yang paling sering diderita dan
penyakit kronik yang serius di Indonesia saat ini. Setengah dari jumlah kasus
Diabetes Mellitus (DM) tidak terdiagnosa karena pada umumnya diabetes tidak
disertai gejala sampai terjadinya komplikasi. Prevalensi penyakit diabetes
meningkat karena terjadi perubahan gaya hidup, kenaikan jumlah kalori yang
dimakan, kurangnya aktivitas fisik, dan meningkatnya jumlah populasi manusia
usia lanjut (Ndraha, 2014).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia (2003) diperkirakan


penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun adalah sebesar 133 juta jiwa.
Dengan prevalensi DM pada daerah urban sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar
7,2%, maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat penyandang diabetes sejumlah
8,2 juta di daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural. Selanjutnya, berdasarkan pola
pertambahan penduduk, diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta
penduduk yang berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM pada
urban (14,7%) dan rural (7,2%) maka diperkirakan terdapat 12 juta penyandang
diabetes di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural (PERKENI, 2015).

Diabetes merupakan penyakit kronik yang dapat menyebabkan kerusakan


pada pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan berbagai komplikasi baik
makrovaskular maupun mikrovaskular. Komplikasi makrovaskular meliputi
penyakit sumbatan otak (stroke) dan penyakit jantung koroner, sedangkan
komplikasi mikrovaskular meliputi kerusakan ginjal, kebutaan, gangguan saraf
tepi, dan kaki diabetes. Komplikasi ini akan memberikan dampak terhadap
kualitas hidup pasien, harapan hidup pasien dan tentunya peningkatan biaya
kesehatan yang cukup besar (PERKENI, 2015).
Antisipasi untuk mencegah dan menanggulangi timbulnya komplikasi
pada pederita DM harus sudah dimulai dari sekarang, salah satunya adalah dengan
memberikan penyuluhan kesehatan pada penderita DM. Penyuluhan kesehatan
pada penderita DM merupakan suatu hal yang amat penting dalam mencegah
komplikasi atau setidaknya menghambat perkembangan penyakit ke arah yang
lebih berat. Penyuluhan tersebut dapat meliputi beberapa hal, antara lain tentang
DM, pengetahuan mengenai pengaturan diet, latihan fisik atau senam kaki, minum
obat dan juga pengetahuan tentang komplikasi, pencegahan maupun perawatanny.
Dalam hal ini diperlukan kerjasama yang baik antara penderita DM dan
keluarganya dengan para pengelola/ penyuluh yang dapat terdiri dari dokter,
perawat, ahli gizi, dan tenaga lain. Oleh karena itu pada program mini project ini,
kami akan melakukan penyuluhan kesehatan terhadap pasien diabetes sebagai
upaya peningkatan perilaku hidup sehat pada pasien DM.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang muncul adalah sebagai
berikut :
 Bagaimanakah tingkat pengetahuan dan perilaku pasien DM usia 15 – 59
tahun di Puskesmas Kelurahan Duri Kepa terhadap penyakit DM?
 Apakah dengan program Penyuluhan tentang DM dapat meningkatkan
pengetahuan dan perilaku sehat pasien DM di Puskesmas Kelurahan Duri
Kepa?
 Apakah dengan program penyuluhan tentang DM dapat meningkatkan
kesadaran pasien DM di Puskesmas Kelurahan Duri Kepa untuk control
secara teratur setiap bulannya di poli PTM?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
 mengetahui sejauh mana pengetahuan pasien DM usia 15 – 59 tahun di
Puskesmas Kelurahan Duri Kepa.
1.3.2 Tujuan Khusus
 Untuk mengetahui apakah dengan penyuluhan tentang DM dapat
meningkatkan pengetahuan dan perilaku sehat pasien DM Puskesmas
Kelurahan Duri Kepa
 Untuk meningkatkan tingkat kesadaran pasien di Puskesmas Kelurahan
Duri Kepa untuk berobat rutin ke puskesmas setiap bulannya
 Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat bahaya dari komplikasi DM
bila tidak ditangani dengan benar

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Petugas Kesehatan dan Puskesmas
1. Memperoleh gambaran pengetahuan penderita Diabetes Melitus
sehingga dapat dievaluasi lanjut dan menemukan upaya-upaya baru
dalam meningkatkan pengetahuan penderita Diabetes Melitus di
Puskesmas Kelurahan Duri Kepa.
2. Memperoleh informasi mengenai metode yang efetktif dalam
menyampaikan materi Diabetes Melitus.
3. Membantu meningkatkan kualitas pelatihan dan penyuluhan terhadap
masyarakat

1.4.1 Bagi Masyarakat


1. Memperoleh informasi mengenai penyakit Diabetes Melitus sehingga
dapat menambah pengetahuan mengenai pengelolaan penyakit,
mencegah, dan mengurangi komplikasi serta meningkatkan kualitas
hidup bagi penderita DM
2. Meningkatkan motivasi masyarakat khususnya penderita DM untuk
memeriksakan dirinya secara rutin ke Puskesmas Kelurahan Duri
Kepa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Diabetes Mellitus


Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes mellitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Sedangkan menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
(PERKENI) DM merupakan kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan
sekresi insulin yang dapat dilatarbelakangi oleh kerusakan sel beta pankreas dan
resistensi insulin. Pada WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes mellitus merupakan
sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat
tapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik
dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat
defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin (PERKENI,
2015).

2.1.2 Etiologi
Menurut etiologinya diabetes mellitus dapat dibagi menjadi 2:
1. Diabetes Mellitus Tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
Diabetes mellitus Tipe 1 terjadi karena sel-sel beta pada pankreas telah
mengalami kerusakan, sehingga pankreas sangat sedikit atau tidak sama sekali
memproduksi insulin. Kerusakan sel beta pankreas dapat disebabkan oleh adanya
peradangan pada sel beta pankreas (insulitis). Insulitis dapat disebabkan macam-
macam diantaranya virus, seperti virus cocksakie, rubella, CMV
(Cytomegalovirus), herpes, dan lain-lain. Hal ini mengakibatkan tubuh sedikit
memproduksi atau sama sekali tidak menghasilkan insulin, sehingga penderita
DM Tipe 1 bergantung pada insulin dari luar, yaitu melalui suntikan/injeksi
insulin secara teratur agar pasien tetap sehat.
Secara global DM Tipe 1 tidak begitu umum, hanya kira-kira 10-20 % dari
semua penderita DM yang menderita DM Tipe 1. DM Tipe 1 ini biasanya bermula
pada saat kanak-kanak dan puncaknya pada masa remaja. Biasanya penderita DM
Tipe 1 mempunyai berat badan yang kurus (PERKENI, 2015).
2. Diabetes Mellitus Tipe 2 (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
DM Tipe 2 atau DM Tidak Tergantung Insulin adalah DM yang paling
sering dijumpai. DM Tipe 2 terjadi karena kombinasi dari “kecacatan dalam
produksi insulin” dan “resistensi terhadap insulin”. Pankreas masih bisa
menghasilkan insulin, tetapi kualitasnya buruk, tidak dapat berfungsi dengan baik
sebagai kunci untuk memasukkan glukosa ke dalam darah. Akibatnya, glukosa
dalam darah meningkat. Pasien biasanya tidak memerlukan tambahan suntikan
insulin dalam pengobatannya, tetapi memerlukan obat yang bekerja memperbaiki
fungsi insulin dan menurunkan kadar gula dalam darah.
DM Tipe 2 biasanya didiagnosa setelah berusia 40 tahun, dan 75 %
individu dengan DM Tipe 2 adalah obesitas atau dengan riwayat obesitas.
Penyakit DM Tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa yang berusia menengah
atau lanjut. Di Indonesia, sekitar 95 % kasus DM adalah DM Tipe 2, yang
cenderung disebabkan oleh faktor gaya hidup yang tidak sehat (PERKENI, 2015).

2.1.3 Faktor Resiko


Faktor risiko diabetes dapat dibagi menjadi : (PERKENI, 2015).
1. Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi :
- Ras dan etnik
- Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang diabetes)
- Umur, risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring
dengan meningkatnya usia. Usia > 45 tahun harus dilakukan pemeriksaan
DM.
- Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau riwayat
pernah menderita DM gestasional (DMG).
- Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg.
- Bayi yang lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi
dibanding dengan bayi lahir dengan BB normal.
2. Faktor risiko yang bisa dimodifikasi;
- Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2).
- Kurangnya aktivitas fisik.
- Hipertensi (> 140/90 mmHg).
- Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL)
3. Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes :
- Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain
yang terkait dengan resistensi insulin
- Penderita sindrom metabolic
- Memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah
puasa terganggu (GDPT) sebelumnya
- Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke, PJK, PAD
(Peripheral Arterial Diseases)

2.1.4 Klasifikasi dan Manifestasi Klinis


Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Pemeriksaan kadar glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa
secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan
dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan
glucometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glucosuria.
(PERKENI, 2015)

1. Diagnosis diabetes melitus


Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan
adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut
di bawah ini.
- Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
- Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur
dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
- Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara.
 Pertama, jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa
plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan
diagnosis DM.
 Kedua, dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih
mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah,
sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis DM.
 Ketiga dengan TTGO. Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa
lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa
plasma puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit
untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang
dilakukan.
2. Kriteria diabetes mellitus
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM
digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi glukosa
terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
 Glukosa Darah Puaasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa
plasma puasa antara 100 – 125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa
plasma2-jam <140 mg/dl;
 Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma
2-jam setelah TTGO antara 140 – 199 mg/dl dan glukosa plasma puasa ,
100 mg/dl
 Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT
 Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan HbA1c yang menunjukkan angka 5,7 – 6,4%.

Kriteria Diagnostic Diabetes Mellitus

*Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia


2015
Kadar Tes Laboratorium Darah Untuk Diagnosis Diabetes dan Prediabetes

*Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia


2015

 Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):


1. 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan
sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan
kegiatan jasmani seperti biasa
2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum
pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan
3. Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa
4. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB
(anak-anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5
menit
5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai
6. Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa
7. Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan
tidak merokok.

2.1.5 Pengelolaan Diabetes Mellitus


1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku
telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan
partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi
pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan
perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi pengelolaan dan pencegahan Diabetes
Melitus Tipe 2 di Indonesia yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi
(Ndraha, 2014).
Promosi perilaku sehat merupakan faktor penting pada kegiatan pelayanan
kesehatan. Untuk mendapatkan hasil pengelolaan diabetes yang optimal
dibutuhkan perubahan perilaku. Perlu dilakukan edukasi bagi pasien dan keluarga
untuk pengetahuan dan peningkatan motivasi. Hal tersebut dapat terlaksana
dengan baik melalui dukungan tim penyuluh yang terdiri dari dokter, ahli diet,
perawat, dan tenaga kesehatan lain (Ndraha, 2014).
Tujuan perubahan perilaku adalah agar penyandang diabetes dapat
menjalani pola hidup sehat. Perilaku yang diharapkan adalah:
- Mengikuti pola makan sehat
- Meningkatkan kegiatan jasmani
- Menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan khusus secara
aman, teratur
- Melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan
memanfaatkan data yang ada
- Melakukan perawatan kaki secara berkala
- Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan sakit akut
dengan tepat
- Mempunyai keterampilan mengatasi masalah yang sederhana,dan mau
bergabung dengan kelompok penyandang diabetes serta mengajak
keluarga untuk mengerti pengelolaan penyandang diabetes.
- Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.
-
 Prinsip yang perlu diperhatikan pada proses edukasi diabetes adalah:
- Memberikan dukungan dan nasehat yang positif serta hindari terjadinya
kecemasan
- Memberikan informasi secara bertahap, dimulai dengan hal-hal yang
sederhana
- Melakukan pendekatan untuk mengatasi masalah dengan melakukan
simulasi
- Mendiskusikan program pengobatan secara terbuka, perhatikan keinginan
pasien. Berikan penjelasan secara sederhana dan lengkap tentang program
pengobatan yang diperlukan oleh pasien dan diskusikan hasil pemeriksaan
laboratorium
- Melakukan kompromi dan negosiasi agar tujuan pengobatan dapat
diterima
- Memberikan motivasi dengan memberikan penghargaan
- Melibatkan keluarga/ pendamping dalam proses edukasi
- Memperhatikan kondisi jasmani dan psikologis serta tingkat pendidikan
pasien dan keluarganya
- Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai
bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting
dari pengelolaan DM secara holistic (Ndraha, 2014).

2. Pengaturan Diet
Pengaturan diet pada penderita DM sangatlah penting. Adapun tujuan pengaturan
diet adalah
- Memberikan makanan sesuai kebutuhan
- Mempertahankan kadar gula darah sampai normal/ mendekati normal
- Mempertahankan berat badan menjadi normal
- Mencegah terjadinya kadar gula darah terlalu rendah yang dapat
menyebabkan pingsan
- Mengurangi/ mencegah komplikasi
 Syarat diet yang baik bagi penderita diabetes antara lain:
- Kebutuhan energi ditentukan dengan memperhitungkan kebutuhan untuk
metabolism basal sebesar 25-30 kkal/kg BB normal, ditambah kebutuhan
untuk aktivitas fisik dan keadaan khusus, misalnya kehamilan atau lakatasi
dan adanya komplikasi.
- Kebutuhan protein 10-15% dari kebutuhan energy total.
Kebutuhan lemak 20-25% dari kebutuhan energy total ( <10% dari lemak
jenuh, 10% dari lemak tidak jenuh ganda, sisanya dari lemak tidak jenuh
tunggal).
- Kolesterol makanan dibatasi maksimal 300 mg/hari.
- Kebutuhan Karbohidrat 60 -70% dari kebutuhan energi total.
- Penggunaan gula murni tidak diperbolehkan, bila kadar gula darah sudah
terkendali diperbolehkan mengkonsumsi gula murni sampai 5 % dari
kebutuhan energi total.
- Serat dianjurkan 25 gr / hari (Hiswani. 2006)

3. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-5 kali
seminggu selama kurang lebih 30 - 45 menit), DENGAN TOTl 150 menit
perminggu. Jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut.
Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah sebelum latihan
jasmani. Apabila kadar glukosa darah <100 mg/dl pasien harus mengkonsumsi
karbohidrat terlebih dahulu dan bila >250 mg/dl dianjurkan untuk menunda
latihan jasmani. Kegiatan sehari-hari atau aktivitas sehari-hari bukan termasuk
dalam latihan jasmani. Meskipun dianjurkan untuk selalu aktif setiap hari. Latihan
jasmani selain untuk menjaga kebugaran juda dapat menurunkan berat badan dan
memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa
darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat
aerobic dengan intensitas sedang (50 – 70% denyut jantung maksimal) seperti:
jalan cepat, bersepeda santai, jogging dan berenang. (PERKENI, 2015)

4. Terapi Farmakologis
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum
tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani. Terdiri dari :
Obat hipoglikemik oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:
1. Pemau Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)
- Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pancreas. Efek samping utama adalah
hipoglikemia dan peningkatan berat badan. Hati – hayi
menggunakan sulfonylurea pada pasien dengan risiko tinggi
hipoglikemia (orang tua, gangguan faal hati, dan ginjal).
- Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonylurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin
fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu
Repaglinid (devirat fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat
setelah pemberian secara oral dan disekresi secara cepat melalui
hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial. Efek
samping yang mungkin terjadi adalah hipoglikemia.

2. Metformin
- Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa
hati (gluconeogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di
jaringan perifer, metformin merupakan pilihan pertama pada
sebagian besar kasus DMT2. Dosis metformin diturunkan pada
pasien dengan gangguan fungsi ginjal (GFR 30 – 60
ml/menit/1,73m2). Metformin tidak boleh diberikan pada beberapa
keadaan seperti: GFR<30 mL/menit/1,73m2, adanya gangguan hati
berat, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia
(misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis, rejatan, PPOK, gagal
jantung [NYHA FC III-IB]). Efek sampinh yang mungkin berupa
halnya gejala dyspepsia.
- Tiazolidindion (TZD)
Tiazolidindion merupakan agonis dari peroxisome proliferator
activated receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti
yang terdapat antara lain di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini
mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga
meningkatkan ambilan glukosa di jaringan perifer. Tiazolidindion
meningkatkan retensi cairan tubuh sehingga dikontraindikasikan
pada pasien dengan gagal jantung (NYHA FC III-IV) karena dapat
memperberat edema/retensi cairan. Hati-hati pada gangguan faal
hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara berkala.
Obat yang masuk dalam golongan ini adalah Pioglitazone.

3. Penghambat absorbs glukosa di saluran pencernaan:


- Penghambat Alfa Glukonidase
Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbs glukosa dalam
usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa
darah sesudah makan. Penghambat glucosidase alfa tidak
digunakan pada keadaan: GFR < 30ml/min/1.73m2 , gangguan faal
hati yang berat, irritable bowel syndrome. Efek samping yang
mungkin terjadi berupa bloating (penumpukan gas dalam usus)
sehingga sering menimbulkan flatus. Guna mengurangi efek
samping pada awalnya diberikan dengan dosis kecil. Contoh obat
golongan ini adalah Acarbose.

4. Penghambat DPP-IV (dipeptidyl Peptidase IV)


- Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim
DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptipe-1) tetap dalam
konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk
meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glucagon
bergantung kadar glukosa darah (glucose dependent). Contoh obat
golongan ini adalah Sitagliptin dan Linagliptin.
5. Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Cotransporter 2)
- Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes
oral jenis baru yang menghambat penyerapan kembali glukosa do
tubuli distal ginjal dengan cara menghambat kinerja transporter
glukosa SGLT-2. Obat yang termasuk golongan ini antara lain:
Canagliflozin, Empaglifozin, Dapagliflozin, Ipragliflozin.

Profil obat antihiperglikemia Oral yang tersedia di Indonesia

*Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia


2015
 Obat Antihiperglikemia Suntik
Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu insulin, agonis GLP-1 dan
kombunasi insulin dan agonis GLP-1.
 Insulin diperlukan pada keadaan:
- HbA1c > 9% dengan konsidi dekompensasi metabolic.
- Penurunan berat badan yang cepat
- Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
- Krisis hiperglikemia
- Gagal dengan kommbinasi OHO dosis optimal
- Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokerd akut,
stroke)
- Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan
- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
- Kontrindikasi dan atau alergi terhadap OHO
- Kondisi perioperative sesuai dengan indikasi
 Jenis dan lama kerja insulin
Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 5 jenis, yakni:
- Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)
- Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)
- Insulin kerja menengah (Intermediate-acting insulin)
- Insulin kerja Panjang (Long-acting insulin)
- Insulin kerja ultra Panjang (Ultra long-acting insulin)
- Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan kerja
cepat dengan menengah (Premixed insulin)
Efek samoing terapi insulin:
- Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia
- Penatalaksanaan hipoglikemia dapat dilihat dalam bagian
komplikasi akut DM
- Efek samping yang lain berupa reaksi alergi terhadap insulin.

Farmakokinetik Insulin Eksogen Berdasarkan Waktu Kerja


(Time Course of Action)
*Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia
2015
 Cara penyuntikan insulin:
- Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit
(subkutan), dengan arah alat suntik tegak lurus terhadap cubitan
permukaan kulit.
- Pada keadaan khusus diberikan intramuscular atay drip
- Insulin campuran (mixed insulin) merupakan kombinasi antara
insulin kerja pendek dan insulin kerja menengah, dengan
perbandingan dosis yang tertentu, namun bila tidak terdapat
sediaan insulin campuran tersebut atau diperlukan perbandingan
dosis yang lain, dapat dilakukan pencampuran sendiri antara kedua
jenis insulin tersebut.
- Lokasi penyintikan, cara penyuntikan maupun cara insulin harus
dilakukan dengan benar, demikian pula mengenai rotasi tempat
suntik.
- Penyintikan insulin dengan menggunakan semprit insulin dan
jarumnya sebaiknya hanya dipergunakan sekali, meskipun daoat
dipakai 2-3 kali oleh penyandang diabetes yang sama, sejauh
sterilitas penyimpanan terjamin. Penyintikan insulin dengan
menggunakan pen, perlu penggantian jarum suntik setiap kali
dipakai,meskipun dapat dipakai 2-3 kali oleh penyandang diabetes
yang sama asal sterilitas dapat dijaga.
- Kesesuaian konsenterasi insulin dalam kemasan (jumlah unit/mL)
dengan semprit yang dipakai (jumlah unit/mL dari semprit) harus
diperhatikan, dan dianjurkan memakai konsentrasi yang tetap. Saat
ini yang tersedia hanya U100 (artinya 100 unit/mL)
- Penyuntikan dilakukan pada daerah: perut, sekitar pusat sampai
kesamping, kedua lengan atas bagian luar (bukan daerah deltoid),
kedua paha bagian luar.

 Terapi Kombinasi

Algoritme Pengelolaan DM Tipe 2 di Indonesia

Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia


2015

1. Daftar obat dalam algoritme bukan menunjukan urutan pilihan. Pilihan


obat tetap harus mempertimbangkan tentang keamanan, efektivitas,
penerimaan pasien, ketersediaan dan harga dengan demikian pemilihan
harus didasarkan pada keburuhan/kepentingan penyandang DM secara
perseorangan (individualisasi).
2. Untuk penderita DM Tipe – 2 dengan HbA1c < 7.5% maka pengobatan
non farmakologis dengan modifikasi gaya hidup sehat dengan evaluasi
HbA1c 3 bulan, bila HbA1c tidak mencapai target < 7% maka dilanjutkan
dengan monoterapi oral.
3. Untuk penderita DM tipe-2 dengan HbA1c 7.5% - < 9.0% diberikan
modifikasi gaya hidup sehat ditambah monoterapi oral. Dalam memilih
obat perlu dipertimbangkan keamanan (hipoglikemi, pengaruh terhadap
jantung), efektivitas, ketersediaan, toleransi pasien dan harga. Dalam
algoritme disebutkan obat monoterapi dikelompokan menjadi
a) Obat dengan efek samping minimal atau keuntungan lebih banyak:
- Metformin
- Alfa glucosidase inhibitor
- Dipeptil peptidase 4-inhibitor
- Agonis glucagon like peptide-1
b) Obat yang harus digunakan dengan hati-hati
- Sulfonylurea
- Glinid
- Tiazolidinedione
- Sodium glucose cotransporter 2 inhibitirs (SGLT-2i)
4. Bila obat monoterapi tidak bias mencapai target HbA1c < 7% dalam
waktu 3 bulan maka terapi ditingkatkan menjadi kombinasi 2 macam obat,
yang terdiri daro obat yang diberikan pada lini pertama di tambah dengan
obat lain yang mempunyai mekanisme kerja yang berbeda.
5. Bila HbA1c sejak awal > 9% maka bias langsing diberikan kombinasi 2
macam obat seperti tersebut diatas.
6. Bila dengan kombinasi 2 macam tidak obat mencapai target kendali, maka
diberikan kombinasi 3 macam obat dengan pilihan sebagai berikut:
- Metformin + SU + TZD atau
+ DPP-4 atau
+ SGLT-2i atau
+ GLP-1 RA atau
+ Insulin basal
- Metformin + TZD + SU atau
+ DPP-4 I atau
+ SGLT-2i atau
+ GLP-1 RA atau
+ Insulin Basal

- Metformin + DPP-4i + SU atau


+ TZD atau
+ SGLT-2 I atau
+ Insulin Basal
- Metformin + SGLT-2 I + SU atau
+ TZD atau
+ DPP-4 I atau
+ Insulin basal
- Metformin + GLP-1 RA + SU atau
+ TZD atau
+ Insulin basal
- Metformin + Insulin basal + TZD atau
+ DPP-4 I atau
+ SGLT-2 I atau
+ GLP-1 RA
7. Bila dengan kombinasi 3 macam obat masih belum mencapai target maka
langkah berikutnya adalah pengobatan insulin basal plus/bolus atau premix
8. Bila penderita dating dalam keadaan awal HbA1C >10.0% atau glukosa
darah sewaktu > 300 mg/dl dengan gejala metabolic maka pengobatan
langsung dengan
- Metformin + insulin basal + insulin prandial atau
- Metformin + insulin basal + GLP-1RA

2.1.6 Pengaturan Diet pada Pasien Diabetes


Kebutuhan Kalori
Kebutuhan kalori sesuai untuk mencapai dan mepertahankan berat badan
ideal komposisi energi adalah 60 - 70% dari karbohidrat, 10 - 15% dari protein
dan 20 - 25% dari lemak. Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori
yang dibutuhkan orang dengan diabetes. Diantaranya adalah dengan
memperhitungkan berdasarkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30
kalori/kg BB ideal, ditambah dan dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu
jenis kelamin, umur, aktifikasi, kehamilan/laktasi, adanya komplikasi dan berat
badan. Sedangkan cara yang lebih gampang lagi adalah dengan pegangan kasar,
yaitu untuk pasien kurus 2300 – 2500 kalori, normal 1700 – 2100 kalori dan
gemuk 1300 - 1500 kalori (Hiswani. 2006).
Tabel Kebutuhan Kalori Pasien Diabetes

Perhitungan Berat Badan Idaman.


Dengan rumus Brocca yang dimodifikasi adalah sebagai berikut :
Berat badan idaman = 90% x (TB dalam cm – 100) x 1 kg.
Bagi pria dengan tinggi badan dibawah 160 cm dan wanita di bawah 150
cm, atau bagi mereka yang berumur lebih dari 40 tahun, rumus dimodifikasi
menjadi.
Berat badan ideal = (TB dalam cm – 100) x 1 kg.
Sedangkan menurut Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh
(IMT) yaitu bera badan (kg) TB2 sebagai berikut :
Berat ideal : BMI 21 untuk wanita, BMI 22,5 untuk pria.

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain:


1. Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria, untuk ini dapat
dipakai angka 25 kal/kg BB untuk wanita dan angka 30 kal/kg BB untuk pria.

2. Umur
Pada bayi dan anak-anak kebutuhan kalori adalah jauh lebih tinggi
daripada orang dewasa, dalam tahun pertama bisa mencapai 112 kg/kg BB. Umur
1 tahun membutuhkan lebih kurang 1000 kalori dan selanjutnya pada anak-anak
lebih daripada 1 tahun mendapat tambahan 100 kalori untuk tiap tahunnya.
Penurunan kebutuhan kalori diatas 40 tahun harus dikurangi 5% untuk tiap dekade
antara 40 dan 59 tahun, sedangkan antara 60 dan 69 tahun dikurangi 10%, diatas
70 tahun dikurangi 20%.
3. Aktifitas Fisik atau Pekerjaan.
Jenis aktifitas yang berbeda membutuhkan kalori yang berbeda pula. Jenis
aktifitas dikelompokan sebagai berikut :
- Keadaan istirahat : kebutuhan kalori basal ditambah 10%.
- Ringan : pegawai kantor, pegawai toko, guru, ahli hukum, ibu rumah
tangga, dll kebutuhan harus ditambah 20% dari kebutuhan basal
- Sedang : pegawai di insdustri ringan, mahasiswa, militer yang sedang tidak
perang, kebutuhan dinaikkan menjadi 30% dari basal
- Berat : petani, militer dalam keadaan latihan, penari, atlit, kebutuhan
ditambah 40%
- Sangat berat : tukang beca, tukang gali, pandai besi, kebutuhan harus
ditambah 50% dari basal.

4. Kehamilan/Laktasi
Pada permulaan kehamilan diperlukan tambahan 150 kalori/hari dan pada
trimester II dan III 350 kalori/hari. Pada waktu laktasi diperlukan tambahan
sebanyak 550 kalori/hari.

5. Adanya komplikasi
Infeksi,Trauma atau operasi yang menyebabkan kenaikan suhu
memerlukan tambahan kalori sebesar 13% untuk tiap kenaikkan 1 derajat celcius.
6. Berat Badan
Bila kegemukan/terlalu kurus, dikurangi/ditambah sekitar 20-30%
bergantung kepada tingkat/kekurusannya.
Berikut ini makanan yang dianjurkan, dibatasi dan dihindari :

2.1.7 Penyulit Menahun (Komplikasi)


1. Makroangiopati
- Pembuluh darah jantung: penyakit jantung coroner
- Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer yang sering
terjadi pada penyandang DM, Gejala tipikal yang biasa
muncul pertama kali adalah nyeri pada saat beraktivitas dan
berkurang saat istirahat (claudication intermittent), namun
sering juga tanpa disertai gejala. Ulkus iskemik pada kaki
merupakan kelainan yang dapat ditemukan pada penderita

2. Mikroangiopati
- Retinopati diabetic
- Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan
mengurangi resiko atau memperlambat progesi retinopati.
Tetapi aspirin tidak mencegah timbulnya retinopati.
- Nefropati diabetic
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan
mengurangi risiko atay memperlambat progress inferopati.
Untuk penderita penyakit ginjal diabetic, menurunkan
asupan protein sampai di bawah 0.8 gram/kgBB/hari tidak
direkomendasikan karena tidak memperbaiki risiko
kardiovaskuler dan menurunkan GFR ginjal.
- Neuropati
o Pada neuropati perifer, hilangnya sensasi distal
merupakan factor penting yang berisiko tinggi untuk
terjadinya ulkus kaki yang meningkatkan risiko
amputasi.
o Gejala yang sering dirasakan berupa kaki terasa
terbakar dan bergetar sendiri, dan terasa lebih sakit
di malam hari.
o Setelah diagnose DMT2 ditegakkan, pada setiap
pasien perlu dilakukan skrinning untuk mendeteksi
adanya polineuropati distal yang simetris dengan
melakukan pemeriksaan neurologi sederhana
(menggunakan monofilament 10 gram).
Pemeriksaan ini kemudian diulang paling sedikit
setuap tahun.
o Pada keadaan polineuropati distal perlu dilakukan
perawatan kaki yang memadai untuk menurunkan
risiko terjadinya ulkus dan amputasi.
o Pemberian terapi antidepresan trisiklik, gabapentin
atau pregabalin dapat mengurangi rasa sakit.
o Semua penyandang Dm yang disertai neuropati
perifer harus diberikan edukasi perawatan kaki
untuk mengurangi risiko ulkus kaku.
o Untuk pelaksanaan penyulit ini seringkali
diperlukan kerja sama dengan bidang/disiplin ilmu
lain.
BAB III
METODE MINI PROJECT

3.1 Desain Penelitian


Desain penelitian ini berupa penelitian deskriptif untuk mengetahui
gambaran pengetahuan tentang Diabetes Melitus pada pengunjung berusia 15 – 59
tahun di Puskesmas Kelurahan Duri Kepa pada

3.2. Subjek Penelitian


Responden penelitian diambil dari :
Responden : Semua pengunjung Puskesmas Kelurahan Duri Kepa yang
telah terdaftar menjadi pasien di poli PTM dan yang bukan
merupakan pasien poli PTM yang masuk dalam kategori
umur 15 – 59 tahun.
Kriteria :
 Kriteria inklusi :
Penderita yang saat ini terdiagnosis diabetes melitus dan sudah terdaftar
sebagai pasien di poli PTM Puskesmas Kelurahan Duri Kepa serta pasien
yang belum terdiagnosis diabeter melitus yang termasuk dalam umur 15 –
59 tahuh di Puskesmas Kelurahan Duri Kepa.
 Kriteria ekslusi :
Pasien yang di luar kategori usia 15-59 tahun di Puskesmas Kelurahan
Duri Kepa.
3.3 Waktu dan Tempat Mini Project
Mini project ini dilaksanakan pada tanggal di Puskesmas Kelurahan
Duri Kepa.

3.4 Teknik pengambilan sampel penelitian dan pengumpulan data


Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara Quota
sampling. Seluruh pengunjung Puskesmas Kelurahan Duri Kepa yang
sedang mengantri pendaftaran dan yang sedang menunggu untuk berobat
yang memenuhi kriterua inklusi yaitu pasien di poli PTM Puskesmas
Kelurahan Duri Kepa serta pasien yang belum terdiagnosis
diabetersmelitus yang termasuk dalam umur 15 – 59 tahuh di Puskesmas
Kelurahan Duri Kepa.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang
diperoleh melalui pengisian soal pre-test sebelum dilakukan penyuluhan
dan soal post-test setelah dilakukan penyulihan olah peneliti.
Penyuluhan berisi informasi mengenai diabetes melitus, definisi
diabetes melitus, pencegahan, pengobatan, komplikasi, dan gizi untuk
penderita diabetes melitus. Penyuluhan diberikan dalam bentuk presentasi
materi, serta diakhiri dengan sesi tanya jawab.
Selain itu, pengumpulan data juga menggunakan data sekunder
berupa data jumlah pasien PTM yang mengidap diabetes melitus dan
jumlah pasien diabetes melitusyang rutin kontrol ke poli PTM di
Puskesmas Kelurahan Duri Kepa dari bulan Januari – pertengahan
November. Data diperoleh dari data laporan bulanan Puskesmas
Kelurahan Duri Kepa.

3.5 Besar sampel


Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini yaitu berdasarkan
teknik pengambilan sampel yaang peneliti gunakan yaitu Quota sampling maka di
dapatkan sampel dalam penelitian ini sebanyak 100 orang dari pengunjung
Puskesmas Kelurahan Duri Kepa yang telah memenuhi kriteria inklusi.
3.6 Instrumen pengumpulan data
Untuk mengukur pengetahuan pasien di Puskesmas Kelurahan
Duri kepa mengenai diabetes melitus, instrument penelitian yang digunakan
adalah kuesioner tertutup dengan jumlah 10 pertanyaan pengetahuan.

3.7 Analisis data


Data yang diperoleh melalui soal pre-test dan post-test dianalisa
secara deskriptif sehingga diperoleh persentasi yang menggambarkan pengtahuan
pasien Puskesmas Kelurahan Duri Kepa mengenai diabetes melitus sebelum dan
sesudah dilakukan penyuluhan. Hasil Analisa pre-test dan post-test akan disajikan
dalam bentuk table dan grafik.
BAB IV
HASIL

Berdasarkan hasil yang diperoleh didapatkan bahwa dari total 21 orang


subjek perempuan dan 5 orang subjek laki-laki yang dilakukan wawancara
terstruktur, didapatkan bahwa 14 orang diantaranya tidak mengetahui apa itu
diabetes melitus/kencing manis dan bagaimana gejalanya. Sementara itu, sejumlah
12 orang mengerti apa itu diabetes melitus/kencing manis dan mengetahui gejala
pernyertanya.
Seperti yang dibahas pada teori, disebutkan bahwa diabetes melitus atau
kencing manis adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan metabolisme
sehingga kadar gula darah dalam tubuh melebihi normal. Diabetes mellirus
memiliki gejala-gejala, diantaranya sering buang air kecil terutama malam hari,
sering haus, sering lapar, luka tidak sembuh-sembuh, kesemutan, berat badan
menurun meskipun nafsu makan meningkat, sering mengantuk/ lemas, gatal-gatal
terutama di daerah kemaluan, dan impoten. Dari 7 orang subjek yang mengetahui
gejala kencing manis, 3 orang menyebutkan gejalanya adalah sering buang air
kecil terutama pada malam hari, 2 orang menyebutkan lemas/mengantuk, 3 orang
menyebutkan keluhan sering lapar meskipun sudah banyak makan, 4 orang
menyebutkan keluhan sering haus, 2 orang menyebutkan keluhan luka yang tidak
sembuh-sembuh, dan masing-masing 1 orang menyebutkan keluhan berat badan
menurun, impoten, kesemutan, dan gatal di seluruh tubuh terutama daerah
kemaluan.
Menurut teori, banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya diabetes
melitus. Salah satu faktor yang tidak dapat diubah adalah keturunan. Namun
demikian, yang paling menentukan seseorang mengidap diabetes melitus atau
tidak adalah faktor pola makan dan aktivitas. Berdasarkan hasil wawancara
dengan 26 orang subjek di atas, didapatkan pada 12 orang subjek yang mengerti
tentang penyakit diabetes melitus terdapat 8 orang subjek yang memiliki riwayat
keluarga penderita diabetes melitus. Untuk faktor pola makan, dari 26 orang
subjek yang diwawancara menyebutkan bahwa sebanyak 14 orang mengaku tidak
pernah berolah raga (sedentary life style) dan 5 orang mengaku setiap hari
setidaknya mengkonsumsi gula 1 sendok makan, dan 6 orang diantaranya
memiliki status gizi yang berlebih/ gemuk.
BAB V
DISKUSI

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2003, diabetes melitus


merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan
kerusakan jangka panjang, dan disfungsi beberapa organ tubuh, terutama mata,
ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.
Di Indonesia, prevalensi DM mencapai 15,9-32,73%, dimana diperkirakan
sekitar 5 juta lebih penduduk Indonesia menderita diabetes melitus. Menurut
penelitian epidemiologi yang sampai saat ini dilaksanakan di Indonesia,
kekerapan diabetes di Indonesia berkisar antara 1,4 dengan 1,6%. Terjadi tendensi
kenaikan kekerapan diabetes secara global terutama disebabkan oleh karena
peningkatan kemakmuran suatu populasi, maka dengan demikian dapat
dimengerti bila suatu saat atau lebih tepat lagi dalam kurun waktu 1 atau 2 dekade
yang akan datang kekerapan DM di Indonesia akan meningkat dengan drastis.
Indonesia akan menempati peringkat nomor 5 sedunia dengan jumlah pengidap
diabetes sebanyak 12,4 juta orang pada tahun 2025, naik 2 tingkat dibanding
tahun 1995. Pilar Pengelolaan DM, antara lain :

a) Edukasi, meliputi: pemahaman tentang DM, obat-obatan, olahraga,


perencanaan makan dan masalah yang mungkin dihadapi.
b) Perencanaan Makan dengan karbohidrat 45-60%, protein 10-20%, dan
lemak 20-25%.
c) Latihan jasmani 3 kali seminggu selama 30 menit disesuaikan dengan
umur dan status kesegaran jasmani.
d) Farmakologis, apabila tidak berhasil dengan pengaturan makan dan
olahraga.
Komplikasi diabetes melitus yang dapat ditemukan, antara lain :
hipoglikemia, infeksi, komplikasi kronis penyakit jantung dan pembuluh darah,
kerusakan pada ginjal (nefropati), kerusakan saraf (neuropati), dan kerusakan
pada mata (retinopati).
Jika melihat dari segi teori di atas, bahwa jelas jika mencegah lebih baik
daripada mengobati. Hal ini juga dikarenakan banyak komplikasi yang terjadi
pada penyakit diabetes melitus. Pada seseorang yang mengidap penyakit diabetes
melitus, maka penatalaksanaan yang pertama kali dilakukan adalah edukasi
tentang perjalanan penyakitnya, olah raga dan perencanaan makan. Untuk itu,
dalam hal ini peran promosi kesehatan sangatlah penting dalam mencegah
penyakit diabetes melitus. Dari total 21 orang subjek perempuan dan 5 orang
subjek laki-laki yang dilakukan wawancara, didapatkan bahwa 14 orang
diantaranya tidak mengetahui apa itu diabetes melitus/ kencing manis dan
bagaimana gejalanya. Sementara itu, sejumlah 12 orang mengerti apa itu diabetes
melitus/ kencing manis dan mengetahui gejala pernyertanya. Oleh karena itu,
sangat diperlukan promosi kesehatan sebagai usaha pencegahan primer terhadap
penyakit diabetes melitus. Mengingat jika promosi kesehatan dilakukan secara
serentak dengan mengumpulkan kader atau masyarakat di suatu ruangan kurang
efektif, maka perlunya dilakukan promosi kesehatan secara individual terutama
bagi masyarakat yang saat diwawancara sama sekali tidak mengerti apa itu
diabetes melitus.
Berdasarkan hasil wawancara dengan 26 orang subjek di atas, didapatkan
pada 12 orang subjek yang mengerti tentang penyakit diabetes melitus terdapat 8
orang subjek yang memiliki riwayat keluarga penderita diabetes melitus. Untuk
faktor pola makan, dari 26 orang subjek yang diwawancara menyebutkan bahwa
sebanyak 14 orang mengaku tidak pernah berolah raga (sedentary life style) dan 5
orang mengaku setiap hari setidaknya mengkonsumsi gula 1 sendok makan, dan 6
orang diantaranya memiliki status gizi yang berlebih. Jika melihat hasil
wawancara ini, maka sebagian masyarakat di sekitar wilayah kerja Puskesmas
Kawangkoan memiliki faktor resiko diabetes melitus. Oleh karena itu, penting
jika dilakukan pencegahan primer agar penderita diabetes melitus di Indonesia
tidak semakin meningkat.
Pendekatan populasi/masyarakat bertujuan untuk mengubah perilaku
masyarakat umum, antara lain mendidik masyarakat agar menjalankan cara hidup
sehat dan menghindari cara hidup beresiko. Upaya ini ditujukan tidak hanya untuk
mencegah diabetes tetapi untuk mencegah penyakit lain sekaligus oleh karena itu
penulis menganggap pentingnya dilakukan pendekatan individu, terutama pada
individu yang beresiko tinggi, yang berarti semua upaya pencegahan yang
dilakukan pada individu yang beresiko mengidap diabetes melitus, antara lain
umur > 40 tahun, gemuk, hipertensi, riwayat keluarga DM, riwayat DM pada saat
kehamilan, dan dislipidemia.
Tetapi mengingat keterbatasan waktu dan lokasi, serta jumlah pasien yang
kurang penulis melakukan pendekatan individu tanpa memandang seseorang itu
beresiko atau tidak dengan maksud sasaran pencegahan primer akan lebih sampai
kepada setiap orang yang belum mengerti mengenai apa itu diabetes melitus dan
bagaimana pencegahannya. Dengan begitu, penulis dapat melakukan penyuluhan/
promosi secara individual tentang diabetes melitus dan mengedukasi jika
menemukan keluarga/tetangga dengan gejala seperti itu segera diperiksakan ke
Puskesmas. Penulis melakukan promosi kesehatan dengan menggunakan pamflet
pengaturan diet dan memberikannya kepada subjek yang sudah diedukasi. Dengan
cara seperti ini diharapkan sasaran pencegahan primer dan sekunder akan lebih
berhasil karena menggunakan pendekatan individual.
Dalam mini project kali ini, penulis juga menemukan 2 orang subjek yang
menderita diabetes melitus/ kencing manis tetapi tidak berobat secara rutin. Pada
kasus ini, penulis melakukan pencegahan sekunder berupa upaya untuk mencegah
komplikasi dengan edukasi agar rutin berobat, olah raga, dan pengaturan pola
makan. Diharapkan prevalensi diabetes melitus kedepannya dapat ditekan jika
seluruh lapisan masyarakat ikut serta dalan pencegahan primer ataupun sekunder.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

VI.1 Kesimpulan
1. Tingkat pengetahuan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
Kawangkoan terhadap diabetes melitus belum merata. Oleh karena itu,
diperlukan adanya promosi kesehatan sebagai upaya pencegahan primer
dan sekunder terhadap kejadian penyakit diabetes melitus, tidak hanya
oleh petugas kesehatan melainkan juga masyarakat umum.
2. Pola aktivitas dan makan sebagian masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
Kawangkoan menjadi faktor resiko diabetes melitus. Oleh karena itu,
promosi kesehatan primer nampaknya akan lebih bermanfaat jika
dilakukan secara individual (seperti konseling) dibandingkan jika
dilakukan melalui pendekatan populasi.

VI.2 Saran
Jumlah pasien diabetes dalam kurun waktu 25-30 tahun yang akan datang
akan sangat meningkat akibat kemakmuran, perubahan pola demografi, dan
urbanisasi. Pencegahan baik perimer, sekunder, ataupun tersier merupakan upaya
yang paling tepat dalam mengantisipasi ledakan jumlah ini dengan melibatkan
berbagai pihak, tidak hanya petugas kesehatan melainkan juga masyarakat umum.
Di wilayah sekitar Puskesmas Kawangkoan perlu dilakukan promosi kesehatan
terutama sebagai upaya pencegahan primer dan sekunder dalam masyarakat
terhadap penyakit diabetes melitus.

DAFTAR PUSTAKA

1. PERKENI. 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus


Tipe 2 di Indonesia 2015
2. Ndraha S. 2014. Diabetes Melitus Tipe 2 Dan Tatalaksana Terkini.
MEDICINUS, Vol. 27, No.2, Hal. 9 – 16
3. Hastuti, R. 2008. Faktor-faktor Resiko Ulkus Diabetika pada Penderita
Diabetes Mellitus (Studi Kasus di RSUD Dr. Moewardi Surakarta). Naskah
Publikasi Tesis S-2 Magister Epidemiologi.
4. Hiswani. 2006. Peranan Gizi dalam Diabetes Mellitus. Naskah Publikasi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Anda mungkin juga menyukai