Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

URINALISIS

Disusun oleh:

030.15.013 Alisya Nadhilah Chairul Noor


030.15.035 Atikah Ayu Miranda
030.15.065 Elizabeth Veren Setiawan

030.15.133 Natasya Alexandra Patklina P.


030.14.165 Rizka Indayani
030.14.099 Iqbal Raka Aditya Chandra
030.14.139 Naufal Rifqian

Pembimbing :

dr. Achmad Rizky Herda, SpU

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
06 JANUARI - 14 MARET 2020

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat
dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Urinalisis”.
Penulisan referat ini merupakan salah satu persyaratan untuk kelulusan
kepaniteraan klinik ilmu bedah di RSUD Karawang.

Dalam penyusunan dan penulisan referat ini tidak terlepas dari bantuan,
bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan
ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Achmad Rizky Herda, SpU
selaku pembimbing atas masukan dan pengarahannya dalam penulisan referat ini
dan juga seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak
membantu kelancaran penyelesaian penyusunan referat ini. Semoga Allah SWT
membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu.

Penulis menyadari bahwa refarat ini tidak lepas dari kesalahan dan
kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan berbagai saran dan masukan
untuk perbaikan selanjutnya. Akhir kata, penulis berharap semoga refarat ini dapat
memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi para penuntut ilmu, pengajar, dan bagi
perkembangan ilmu khususnya di bidang kesehatan.

Karawang, Februari 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi dan Fisiologi Sistem Urogenital ...................................... 2
Pembentukan Urin...........................................................................9
Komposisi Urin...............................................................................10
Pemeriksaan Urinalisis....................................................................11
Definisi........................................................................................11
Pemeriksaan Pra-Analitik Urinalisis.......................................... 12
Pemeriksaan Analitik Urinalisis................................................. 15
BAB III KESIMPULAN .......................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 24

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Urin merupakan cairan sisa dari hasil metabolisme tubuh yang diekskresikan
oleh ginjal yang akan kemudian dikeluarkan dari dalam tubuh. Urin yang diproduksi
oleh ginjal adalah produk sampingan dari beberapa fungsi utama ginjal, yang meliputi
ekskresi limbah (urea, kreatinin, metabolit obat, sulfat, asam urat), menjaga
keseimbangan elektrolit (seperti natrium, klorida, kalium, dan magnesium, ekskresi /
reabsorpsi air, tergantung pada keseimbangan cairan.(1,2)

Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengetahui kerusakan pada ginjal


yaitu salah satunya urinalisis.(2) Urinalisis adalah tes sederhana dan non-invasif yang
dapat membantu dalam diagnosis atau pemantauan sejumlah gangguan atau kondisi.
Urinalisis merupakan pemeriksaan rutin ketiga yang dilakukan setelah pemeriksaan
darah rutin dan pemeriksaan kimia serum/plasma.(3) Indikasi untuk dilakukannya
pemeriksaan urinalisis adalah untuk menunjang diagnosis, pemantauan pengobatan,
medical check-up, mengontrol pengobatan pada infeksi saluran kemih (ISK), pedarahan,
penyakit metabolik (misalnya diabetes mellitus), penyakit pada hati, dan penyakit yang
ditemukan di darah (misalnya keganasan).(3,4)

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Anatomi dan Fisiologi Sistem Urinaria2

Sistem Urinaria termasuk ginjal, ureter, yang mengangkut urin dari ginjal yang
dipasangkan ke kandung kemih di mana ia dikumpulkan dan disimpan. Setelah kandung
kemih penuh, urin keluar dari tubuh melalui uretra.

Gambar 1. Anatomi Sistem Urinaria

2.1.1. Ginjal (2,3)


Ginjal merupakan organ yang berada di rongga abdomen, berada di belakang
peritoneum, dan terletak di kanan kiri kolumna vertebralis sekitar vertebra T12 hingga L3.13
Ginjal pada orang dewasa berukuran panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm,
berbentuk seperti biji kacang dengan lekukan mengahadap ke dalam, dan berukuran kira-kira
sebesar kepalan tangan manusia dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1% berat seluruh
tubuh atau kurang lebih antara 120-150 gram
Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak yaitu lemak pararenal dan lemak
perirenal yang dipisahkan oleh sebuah fascia yang disebut fascia gerota. Dalam potongan
frontal ginjal, ditemukan dua lapisan ginjal di distal sinus renalis, yaitu korteks renalis (bagian
luar) yang berwarna coklat gelap dan medulla renalis (bagian dalam) yang berwarna coklat
terang. Di bagian sinus renalis terdapat bangunan berbentuk corong yang merupakan
kelanjutan dari ureter dan disebut pelvis renalis. Masing-masing pelvis renalis membentuk dua
atau tiga kaliks rmayor dan masing-masing kaliks mayor tersebut akan bercabang lagi menjadi
dua atau tiga kaliks minor. Vaskularisasi ginjal berasal dari arteri renalis yang merupakan

2
cabang dari aorta abdominalis di distal arteri mesenterica superior. Arteri renalis masuk ke
dalam hillus renalis bersama dengan vena, ureter, pembuluh limfe, dan nervus kemudian
bercabang menjadi arteri interlobaris. Memasuki struktur yang lebih kecil, arteri interlobaris
ini berubah menjadi arteri interlobularis lalu akhirnya menjadi arteriola aferen yang menyusun
glomerulus. Ginjal mendapatkan persarafan melalui pleksus renalis yang seratnya berjalan
bersama dengan arteri renalis. Impuls sensorik dari ginjal berjalan menuju korda spinalis
segmen T10-11 dan memberikan sinyal sesuai dengan level dermatomnya.

3
Gambar 2. Anatomi Ginjal

Secara histologis, setiap ginjal terdiri dari lebih dari satu juta nefron, unit anatomi yang
bertanggung jawab untuk membentuk urin. Setiap nefron terdiri dari glomerulus (kluster
kapiler) dan tubulus ginjal. Setiap tubulus ginjal berawal sebagai kantung yang ditutup mata
yang secara bertahap mengelilingi dan menutup glomerulus yang berdekatan. Ujung tubulus
membesar yang membungkus glomerulus adalah kapsul glomerulus (Bowman), dan dinding
dalamnya terdiri dari sel-sel khusus dengan proses percabangan panjang yang disebut podosit.
Podosit menempel satu sama lain dan ke dinding endotel kapiler glomerulus, membentuk
membran yang sangat berpori di sekitar glomerulus.

Daerah anatomi dari sisa tubulus ginjal, dalam urutan dari kapsul glomerulus, adalah
tubulus proksimal berbelit-belit, loop Henle, dan tubulus berbelit-belit distal. Tubulus berbelit-
belit proksimal dibentuk oleh sel-sel epitel kuboid dengan permukaan luminal (terpapar) yang
mengandung mikrovili padat - ini adalah tempat sebagian besar reabsorpsi filtrat terjadi.
Tubulus berbelit-belit distal mirip dalam struktur dengan tubulus berbelit-belit proksimal
kecuali sel-sel tampak lebih kecil dan kekurangan mikrovili. Lingkaran Henle yang berbentuk
U terdiri dari epitel skuamosa sederhana (segmen tipis) atau kuboid sederhana / kolumnar
(segmen tebal), tergantung pada apakah daerah tersebut terlibat dalam difusi air pasif atau
pengangkutan garam aktif.

4
Kebanyakan nefron, disebut nefron kortikal, terletak seluruhnya di dalam korteks.
Namun, bagian dari loop Henle dari nefron juxtamedullary menembus dengan baik ke dalam
medula. Saluran pengumpul, yang masing-masing menerima urin dari banyak nefron, mengalir
ke bawah melalui medula piramida untuk mengosongkan produk urin ke dalam calyces dan
akhirnya panggul ginjal.

Fungsi nefron tergantung pada beberapa fitur unik dari sirkulasi ginjal. Ada dua
lapisan kapiler yang berbeda, glomeruli dan kapiler peritubular. Glomerulus, yang diberi
makan oleh arteriol aferen dan dikeringkan oleh arteriol eferen, bertanggung jawab untuk
membentuk filtrat yang diproses oleh tubulus ginjal. Lapisan kapiler peritubular timbul dari
arteriol eferen dan melekat pada tubulus ginjal. Lapisan kapiler ini bertanggung jawab untuk
menyerap zat terlarut dan air yang direklamasi dari filtrat oleh sel tubulus. Kapiler peritubular
khusus, yang disebut vasa recta, ditemukan di sekitar loop dalam Henle yang terkait dengan
nefron juxtamedullary. Pembuluh ini memainkan peran penting dalam membentuk urin pekat.

Gambar 3 Histolog ginjal

5
2.1.2 Ureter
Ureter adalah organ berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan urine dari
pelvis ginjal ke dalam buli-buli. Pada orang dewasa panjangnya kurang lebih 25-30 cm dan
diameternya 3-4mm. Dindingnya terdiri atas (1) mukosa yang dilapisi oleh sel transisional,
(2) otot polos sirkular, dan (3) otot polos longitudinal. Kontrkasi dan relaksasi kedua otot
polos itulah yang memungkinkan terjadinya gerakan peristaltik ureter guna mengalirkan
urine ke dalam buli-buli.

Gambar 4. Ureter

2.1.3. Vesika urinaria


Vesika urinaria (Kandung kemih) adalah kantung otot yang halus, dapat dilipat, dan
menyimpan urin sementara, terletak retroperitoneal di dasar panggul tepat di belakang simfisis
pubis. Bagian dalam kandung kemih memiliki lubang untuk kedua ureter (lubang ureter) dan
uretra. Daerah kandung kemih segitiga

6
yang halus berdasarkan pada tiga lubang ini adalah trigonum, penting secara klinis karena
infeksi cenderung bertahan di wilayah ini. Dinding kandung kemih terdiri dari tiga lapisan:
mukosa yang mengandung epitel transisi, lapisan berotot tebal yang disebut otot detrusor, dan
adventitia berserat. Ketika kosong, kandung kemih mengecil menjadi bentuk piramidal
dasarnya dan dindingnya tebal dan terlipat. Ketika penuh, kandung kemih mengembang,
menjadi berbentuk buah pir, dan naik secara superior di rongga perut.

Gambar 5. Vesika urinaria

7
2.1.4. Uretra

Uretra adalah tabung otot berdinding tipis yang mengeluarkan urin dari kandung kemih
dan membawanya keluar dari tubuh. Di persimpangan kandung kemih-uretra, otot polos
detrusor menebal untuk membentuk sfingter uretra internal. Sfingter yang tidak disengaja ini,
dikendalikan oleh sistem saraf otonom, membuat uretra tetap tertutup ketika urin tidak
dikeluarkan dan mencegah bocor di antara berkemih. Sfingter uretra eksternal mengelilingi
uretra saat melewati diafragma urogenital. Sfingter ini terbentuk dari otot rangka dan dikontrol
secara sukarela.
Panjang dan fungsi uretra berbeda pada kedua jenis kelamin. Pada wanita, uretra hanya
3 - 4 cm dan jaringan ikat fibrosa mengikatnya erat ke dinding vagina anterior. Pada laki-laki
uretra sekitar 20 cm panjang dan memiliki tiga daerah yang berbeda: uretra prostat, yang
berjalan melalui kelenjar prostat, uretra selaput, yang berjalan melalui diafragma urogenital,
dan uretra kenyal, yang mengalir melalui penis. Uretra pria berfungsi dua fungsi - ia
membawa air mani serta urin keluar dari tubuh.

8
2.1.5. Pembentukan Urin

Pembentukan urin terdiri dari tiga proses dasar yaitu filtrasi glomerulus, reabsorbsi
tubulus dan sekresi tubulus. Darah akan melewati membran glomerulus melalui pori kapiler,
kemudian melalui membran basal aseluler dan akhirnya melewati celah filtrasi kapsuler.
Glomerulus berfungsi sebagai filtrasi yaitu menahan sel darah dan protein agar tidak ikut
diekskresi. Setelah dapat melewati membran glomerulus, tekanan darah pada kapiler akan
menginduksi filtrasi glomerulus. Penyerapan darah yang tersaring adalah bagian cairan darah
kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh Kapsul Bowman yang terdiri dari
glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat yang akan diteruskan ke tubulus ginjal.
Cairan yang disaring ini disebut filtrat glomerulus.1

Gambar 6. Pembentukan urin

9
2.1.6. Filtrasi Glomerular

Filtrasi glomerulus terjadi ketika darah masuk ke dalam glomerulus yang menghasilkan
filtrat plasma (minus protein) yang ditangkap oleh kapsul Bowman (glomerulus) dan
disalurkan ke tubulus ginjal. Filtrat ini diproduksi kemudian menjadi sangat dimodifikasi
sepanjang rutenya melalui nefron melalui proses-proses berikut, akhirnya menghasilkan
urin pada akhir saluran pengumpul.

2.1.7. Reabsorpsi Tubular

Ketika filtrat bergerak sepanjang nefron, sel-sel yang melapisi tubulus secara selektif,
dan sering aktif, mengambil zat dari filtrat dan memindahkannya keluar dari tubulus ke
dalam darah. Ingat bahwa glomerulus hanyalah sebuah filter dan segala sesuatu yang
tersuspensi dalam plasma yang dapat masuk melalui lubang-lubang di membran filtrasi
dapat berakhir di filtrat. Ini termasuk molekul yang sangat penting secara fisiologis seperti
air, natrium, klorida, dan bikarbonat (bersama dengan banyak molekul lainnya) serta
molekul yang digunakan oleh sistem pencernaan untuk menyerap banyak energi, seperti
glukosa dan asam amino. Molekul-molekul ini akan hilang dalam urin jika tidak
direklamasi oleh sel tubulus. Sel-sel ini sangat efisien sehingga mereka dapat memperoleh
kembali semua glukosa dan asam amino dan hingga 99% air dan ion-ion penting hilang
karena filtrasi glomerulus. Filtrat yang tidak direabsorpsi menjadi urin di dasar saluran
pengumpul.

2.1.8. Sekresi Tubular

Sekresi tubular sebagian besar terjadi di PCT dan DCT di mana zat tanpa filter
dipindahkan dari kapiler peritubular ke lumen tubulus. Sekresi biasanya mengeluarkan zat
dari darah yang terlalu besar untuk disaring (mis: antibiotik, racun) atau yang berlebihan
dalam darah (mis: H +, K +). Zat-zat ini yang disekresikan ke tubulus ditakdirkan untuk
meninggalkan tubuh sebagai komponen urin.

2.2. Komposisi Urin


Urin merupakan suatu larutan yang kompleks dan mengandung bermacam- macam
bahan organik maupun anorganik. Komposisi urin tergantung dari bahan makanan yang
dimakan, keadaan metabolisme tubuh, dan kemampuan ginjal untuk mengadakan seleksi.
Komposisi urine yang paling utama adalah terdiri dari air, urine pada kondisi normal

10
umumnya mengandung 90% air. Kandungan lainnya urea, asam urat dan ammonia yang
merupakan zat sisa dari pembongkaran protein, zat warna empedu yang membuat warna
urine kita menjadi kuning, bermacam-macamgaram / NaCl, dan terdapat beberapa zat yang
beracun.4,6

2.3. Pemeriksaan Urinalisis


2.3.3. Definisi
Urinalisis adalah analisis fisik, kimia dan mirkoskopik terhadap urin. Tes urin
menjadi lebih populer karena dapat membantu menegakkan diagnosis, mendapatkan
(4)
informasi mengenai fungsi organ dan metabolisme tubuh. . Selain itu tes urin dapat
mendeteksi kelainan yang asimptomatik, mengikuti pejalanan penyakit dan hasil
pengobatan(4).

Urinalisis membutuhkan 3 jenis pemeriksaan:


1) Pengamatan langsung / makroskopis untuk mencatat warna, bau, dan konsistensi.
2) Analisis dipstick: Tes meliputi pH, berat jenis, protein, glukosa,
keton, nitrit, dan esterase leukosit.
3) Analisis mikroskopis: Sedimen diperiksa untuk sel darah merah, putih
sel darah, sel epitel, gips, bakteri, ragi, dan kristal, dan bahan lainnya (seperti sperma dan
cacing kremi).

Urinalisis yang akurat dipengaruhi oleh spesimen yang berkualitas. Sekresi vagina,
perineum dan uretra pada wanita dan kontaminan uretra pada pria dapat mengurangi mutu
temuan laboratorium. Mukus, protein, sel, epitel dan mikroorganisme masuk ke dalam
sistem urine dari uretra dan jaringan sekitarnya. Oleh karena itu pasien perlu diberitahu
agar membuang beberapa mililiter pertama urine sebelum mulai menampung urine. Pasien

11
perlu membersihkan daerah genital sebelum berkemih. Terkadang, diperlukan kateterisasi
untuk memperoleh spesimen yang tidak tercemar.
Meskipun urine yang diambil secara acak (random) atau urine sewaktu cukup
bagus untuk pemeriksaan, namun urine pertama pagi hari adalah yang paling bagus. Urine
satu malam malam mencerminkan periode tanpa asupan cairan yang lama, sehingga
unsur-unsur yang terbentuk mengalami pemekatan.
Lakukan pemeriksaan dalam waktu satu jam setelah buang air kecil. Penundaan
pemeriksaan terhadap spesimen urine harus dihindari karena dapat mengurangi validitas
hasil. Analisis harus dilakukan selambat-lambatnya 4 jam setelah pengambilan spesimen.
Dampak dari penundaan pemeriksaan antara lain: unsur-unsur berbentuk dalam sedimen
mulai mengalami kerusakan dalam 2 jam, asam urat dan fosfat yang semula larut dapat
mengendap sehingga mengaburkan pemeriksaan mirkoskopik elemen lain, bilirubin dan
urobilinogen dapat mengalami oksidasi bila terpajang sinar matahari, bakteri berkembang
biak dan dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan mirkobiologik dan pH, glukosa mungkin
turun dan badan keton akan menguap.

2.3.4. Pemeriksaan Pra-analitik Urinalisis


Biasanya selama periode 24 jam, komposisi dan konsentrasi urin berubah terus
menerus. Untuk alasan ini, berbagai jenis spesimen dapat dikumpulkan. Umumnya, sekitar
10 mL urin diperlukan untuk urinalisis rutin. Spesimen urin harus didinginkan jika tidak
dapat diperiksa dalam waktu 2 jam karena urin mulai rusak setelah waktu itu, menjadi
lebih basa, dan membuat beberapa tes urin tidak akurat.(1)
2.3.4.1. Jenis spesimen urin(1)
1) Urine sewaktu/ urine acak: Urine dikeluarkan setiap saat dan tidak ditentukan secara
khusus. Sampel dapatlah encer, isotonik atau hipertonik dan mungkin mengandung
sel darah putih, bakteri dan epitel skuamosa sebagai kontaminan. Jenis sampel ini
cukup baik untuk pemeriksaan rutin tanpa pendapat khusus.

12
2) Urine Pagi: Sampel diambil sebelum menelan cairan. Sampel ini biasanya hipertonik
dan dilakukan untuk mengevaluasi kemampuan ginjal untuk memekatkan urin selama
dehidrasi normal yang terjadi selama tidur. Karena spesimen pagi hari cenderung lebih
terkonsentrasi, beberapa kelainan mungkin lebih mudah untuk dideteksi, dan
spesimen umumnya bebas dari makanan dan pengaruh latihan yang dapat mengubah
nilai.
3) Batal ganda: Ini adalah spesimen yang diperoleh setelah pengosongan pertama
kandung kemih dan menunggu sampai yang kedua berkemih untuk mengumpulkan
spesimen. Ini sangat berguna untuk glukosa karena spesimen yang telah disimpan
dalam kandung kemih selama berjam-jam (seperti semalam) mungkin tidak secara
akurat mencerminkan kadar glukosa pada saat spesimen diambil.
4) Tangkapan bersih (Midstream): Ini digunakan untuk kultur urin dan analisis sitologis.
Ini juga dapat digunakan untuk urinalisis rutin untuk mencegah kontaminasi sampel.
Ini diperoleh setelah membersihkan meatus uretra dengan larutan antiseptik, seperti
benzalkonium hidroklorida. Bagian pertama dari aliran urin tidak dikumpulkan untuk
menyiram kontaminan, tetapi cangkir pengumpulan menangkap bagian terakhir dari
aliran. Tangkapan bersih sangat penting bagi perempuan karena mengurangi
kontaminasi dari cairan vagina. Spesimen yang diperoleh selama menstruasi harus
merupakan tangkapan yang bersih dan tampon harus digunakan, jika mungkin, untuk
mencegah kontaminasi spesimen dengan cairan menstruasi.
5) Kateterisasi: Ini dapat diperoleh dengan kateterisasi langsung atau dari berdiam diri
kateter Foley®. Jika kateter Foley® sudah terpasang, lebih baik mengumpulkan
sampel langsung dari kateter daripada kantung pengeringan, tetapi jika protokol
mencegah pemutusan, kantung drainase harus dikosongkan dan kemudian sampel
dikumpulkan dari drainase kemih segar. Kateterisasi dihindari jika mungkin karena
bahaya trauma atau masuknya agen infeksius. Namun, kateterisasi mungkin
diperlukan untuk pasien yang bingung.
6) Suprapubik: Metode ini paling sering digunakan untuk bayi atau anak kecil..
7) Aspirasi jarum transabdominal: Biasanya digunakan pada anak-anak tetapi dapat
digunakan untuk pasien yang terbaring di tempat tidur yang tidak dapat di kateterisasi.
Ini memberikan spesimen yang sangat murni dan steril.
8) Koleksi berjangka waktu (2-72 jam): Koleksi berjangka waktu digunakan untuk
berbagai tes. Tingkat ekskresi berbagai zat dapat bervariasi sepanjang hari, jadi
mengumpulkan sampel acak mungkin tidak memberikan gambaran urin yang akurat.

13
Sangat penting bahwa ketika mengumpulkan urin untuk periode waktu tertentu bahwa
semua urin dikumpulkan bahkan membuang satu sampel dapat memengaruhi hasil.

Prosedur pengumpulan 24 jam:

a. Mulai pengumpulan di pagi hari, tetapi jangan menyimpan buang air kecil pertama;
namun, catat waktu buang air kecil sebagai titik awal.
b. Mengumpulkan semua urin adalah wadah yang disediakan oleh dokter atau
laboratorium (biasanya 4 L wadah dengan sedikit pengawet).
c. Simpan wadah dalam kulkas selama 24 jam penuh.
d. Kencing ke dalam wadah bersih kecil dan tuangkan urin ke dalamnya wadah yang
lebih besar. Hindari menyentuh bagian dalam keduanya wadah.
e. Kencing di akhir periode 24 jam untuk final waktu dan simpan spesimen itu.
f. Catat waktu terakhir.
g. Hindari kertas toilet, rambut kemaluan, tinja, darah menstruasi, atau bahan lain dalam
urin.
h. Dikirim ke laboratorium dalam waktu 4 jam.
i. Dalam beberapa kasus, urin dapat disimpan dalam dua wadah terpisah, satu untuk
pengumpulan siang hari dan yang lainnya untuk malam hari. Untuk beberapa kondisi,
pengumpulan spesimen yang lebih lama (hingga 72 jam) dapat diindikasikan.
9) Pediatrik: Tes pengumpul urin khusus yang menempel pada area alat kelamin
digunakan untuk mengumpulkan spesimen urin untuk bayi. Sebelum mengaplikasikan
tas koleksi, area genital harus dibersihkan dengan sabun lembut dan dikeringkan.
Bagian belakang perekat dikeluarkan dari kantong pengumpul dan permukaan perekat
diaplikasikan dengan hati-hati pada kulit, memeriksa apakah ada segel lengkap.
Spesimen dipindahkan ke wadah steril segera setelah bayi buang air kecil. Jika
mengumpulkan sampel untuk pengujian dipstick, menempatkan bola kapas di popok
dan kemudian mengusap kapas basah memberikan hasil yang memadai. Selain itu,
menyeka genitalia eksternal dengan lap steril dapat merangsang refleks bayi yang
berkemih.

14
Penting untuk memeriksa dengan laboratorium masing-masing lembaga untuk
nilai referensi normal karena mereka mungkin sedikit berbeda.

Gambar 7. Referensi urinalisis normal

2.3.5. Pemeriksaan Analitik Urinalisis(1)

a. Tes Makroskopis

Pemeriksaan makroskopis urine meliputi volume urine, bau, buih, warna, kejernihan, pH,
dan berat jenis

- Volume urin untuk orang dewasa yang sehat adalah sekitar 750 dan 2500 mL urin
dalam 24 jam, atau sekitar 25 hingga 30 mL per jam. Output anak-anak bervariasi
berdasarkan usia dan ukuran:
 Bayi dan balita: 2-3 mL / kg / jam.

15
 Usia prasekolah dan sekolah muda: 1-2 mL / kg / jam.
 Usia sekolah dan remaja: 0,5-1 mL / kg / jam.
Meskipun anak-anak kencing dalam jumlah keseluruhan yang lebih kecil,
volumenya lebih besar terkait dengan ukuran tubuh. Output urin dapat bervariasi
sesuai dengan asupan cairan dan kehilangan cairan. Bau harus sangat sedikit,
tetapi beberapa makanan dan obat-obatan, seperti estrogen, dapat mempengaruhi
bau. Beberapa bakteri dapat menyebabkan urin berbau busuk, tergantung pada
organisme. Urin yang dibiarkan pada suhu kamar selama> 2 jam cenderung
menimbulkan bau amonia karena bakteri mengubah urea menjadi amonia. Jika bau
amoniak dicatat dalam spesimen yang baru saja dikosongkan, ini mungkin
mengindikasikan bahwa bakteri aktif dalam kandung kemih, mengubah urea
menjadi amonia. Beberapa makanan (seperti asparagus), obat-obatan, dan
gangguan metabolisme dapat menghasilkan bau urin yang kuat atau khas.Buih
pada urine normal berwarna putih. Jika urine mudah berbuih, menunjukkan bahwa
urine tersebut mengandung protein. Sedangkan jika urine memiliki buih yang
berwarna kuning, hal tersebut disebabkan oleh adanya pigmen empedu (bilirubin)
dalam urine.
- Warna urine normal biasanya kuning bercahaya karena merupakan hasil ekskresi
(pengeluaran) pigmen yang ditemukan dalam darah yang disebut urochome. Tapi
urine bisa berubah warna, sesuai dengan makanan atau penyakit yang diderita
seseorang. Warna biasanya kuning pucat / kuning dan gelap ketika menjadi
terkonsentrasi, tetapi asupan cairan yang berlebihan dan beberapa obat makanan,
stres, dan olahraga, dapat mempengaruhi warna. Urochrome adalah pigmen yang
memberi warna kuning pada urine. Berbagai macam obat dan agen lain dapat
menyebabkan urin berubah warna. Penyebab paling umum dari perubahan warna
adalah darah, yang dapat membuat urin berwarna merah muda, merah, atau berasap.
Darah muncul dalam urin dengan banyak gangguan, dan sedikit pendarahan
yang disebabkan oleh obat-obatan juga dapat muncul sebagai perubahan warna.

16
Pasien yang menggunakan obat yang mengubah warna urin harus disarankan untuk
mencegah alarm. Selain itu, laboratorium harus diberitahu jika tes urin dipesan.

- Penampilan harus jelas tetapi mungkin sedikit berawan. Air seni yang keruh (putih
atau kuning) mungkin merupakan bukti infeksi dengan nanah atau darah
mikroskopis, tetapi juga dapat disebabkan oleh batu ginjal, makanan, keputihan,
dan dehidrasi.
Penyebab hasil positive palsu :
1. Kekeruhan dari awal
a. Fosfat amorf dan karbonat dalam jumlah besar (kemungkinan terjadi setelah
pasien makan)
b. Adanya bakteri (adanya bakteri dalam sampel mengoksidasi sampel sehingga
menyebabkan kekeruhan)
c. Unsur-unsur sedimen dalam jumlah besar (eritrosit, leukosit, sel epitel)
d. Chylus dan lemak (kekeruhan yang disebabkan oleh butir-butir lemak/lipiduria)
e. Benda-benda koloid
2. Kekeruhan setelah didiamkan
a. Urat-urat amorf terbentuk dalam urine asam dan dingin (terbentuk pada urine
asam dan dingin dan akan hilang setelah urine dipanasi)
b. Fosfat amorf dan karbonat (terbentuk pada urine lindi dan akan hilang bila urine
di asamkan dengan pembentukan gas CO2)
c. Ada bakteri (selain berasal dari sampel, bakteri juga berasal dari botol
penampung, bakteri melakukan perkembangbiakan sehingga mengoksidasi
komponen urine sehingga menyebabkan kekeruhan.
d. Adanya nubecula.

17
- pH urin mengukur keasaman urin untuk menentukan apakah asam atau basa dan
berfungsi sebagai tes skrining untuk gangguan ginjal, pernapasan, dan metabolisme
bersama dengan tes lainnya. Urin netral adalah 7, sehingga urin dengan pH di bawah
angka ini dikategorikan bersifat asam (norma) dan urin dengan pH lebih tinggi
bersifat basa. Ginjal mengasamkan filtrat glomerulus dari sekitar 7,4 hingga sekitar
6 ketika diekskresikan sebagai urin.
berusaha menjaga keseimbangan asam-basa melalui reabsorpsi natrium dan sekresi
tuba ion hidrogen dan amonium. Retensi natrium menghasilkan urin yang semakin
asam.
pH memiliki peran penting dalam pengembangan batu ginjal. Urin asam dapat
menghasilkan xanthine, asam sistin urat, dan batu kalsium oksalat sementara urin
alkali dapat menghasilkan kalsium karbonat, kalsium fosfat, dan batu magnesium
fosfat. Jika batu dikaitkan dengan urin asam, maka diet dimodifikasi untuk menjaga
agar urin tetap basa, dan sebaliknya.
- Berat jenis mengukur kemampuan ginjal untuk berkonsentrasi atau melarutkan
urin dalam hubungannya dengan plasma dengan membandingkan berat urin
(partikel) dengan berat air suling (1.000). Karena urin mengandung berbagai zat,
seperti mineral dan garam, berat jenis biasanya lebih tinggi dari air, biasanya
berkisar antara 1,005 hingga 1,025, tetapi berat jenis dapat meningkat dengan
meningkatnya zat lain, seperti protein, dalam urin. atau jika kadar cairan turun,
seperti dehidrasi.
Berat jenis urine tertinggi terdapat pada urine pertama pagi hari, sedangkan
berat jenis terendah terdapat dalam urine yang dihasilkan 1 jam setelah intake cairan
yang cukup banyak. Berat jenis ini memberikan gambaran tentang fungsi dari
tubulus. Isosthenuri : Suatu keadaan dimana berat jenis urine seseorang selalu
Pewarna, seperti bahan kontras radiopak, diekskresikan dalam urin dan untuk
sementara meningkatkan berat jenis. Ketika urin menjadi lebih terkonsentrasi, berat
jenis meningkat. Karena ginjal bayi kurang efisien dalam berkonsentrasi urin
daripada orang dewasa, berat jenis bayi cenderung lebih rendah. Jika zat abnormal
(protein, glukosa, pewarna) tidak ada dalam urin dan ginjal menghasilkan urin pekat
dengan peningkatan berat jenis, penyebab utamanya meliputi:
 Dehidrasi (Paling umum)

18
 Peningkatan sekresi hormon anti-diuretik (ADH). ADH meningkat
penyerapan kembali air tubular, menghasilkan penurunan volume urin.
Berbagai faktor, seperti trauma, stres, operasi, dan obat-obatan, dapat
menyebabkan peningkatan sekresi ADH.
Penurunan berat jenis terjadi ketika urin menjadi lebih encer:
• Diabetes insipidus terjadi dengan tidak adanya atau penurunan hormon anti-
diuretik (ADH) karena kerusakan kelenjar hipofisis. Karena ADH memusatkan
urin, ginjal menghasilkan urin dalam jumlah besar (15 hingga 20 liter / hari)
dengan penurunan berat jenis.
• Penyakit ginjal, seperti glomerulonefritis atau pielonefritis, dapat mengganggu
kemampuan ginjal untuk menyaring dan menyerap kembali cairan, sehingga
urin mungkin memiliki berat jenis yang rendah serta penurunan volume urin
secara keseluruhan
• Gagal ginjal biasanya menghasilkan berat jenis tetap antara 1,007 dan 1,010
sebagai hipertrofi nefron fungsional dalam upaya untuk mengkompensasi.
Reaksi kompensasi ginjal menghasilkan urin yang pada dasarnya isotonik
dengan plasma, terlepas dari waktu atau hari atau asupan cairan.

b. Tes Mikroskopi
Pemeriksaan mikroskopik sedimen urin mendeteksi adanya : Kehadiran dan
jumlah: sel, mikroorganisme, spermatozoa, mukus, casts dan kristal
 Sel: Sel mungkin sulit untuk diidentifikasi karena sebagian besar sel tidak tetap
stabil dalam urin tetapi dengan cepat mulai merosot, mengubah tampilan visual,
terutama jika sel berasal tinggi dalam sistem urin (seperti pada sistem tubular
proksimal). Sel-sel yang berasal dari kandung kemih cenderung lebih mudah
diidentifikasi. Sel darah putih dalam urin mengindikasikan infeksi. Sel darah
putih yang paling umum ditemukan dalam urin adalah neutrofil polinuklear.
Jumlah neutrofil normal adalah 6-7 (medan daya tinggi) dan peningkatan
biasanya menunjukkan proses inflamasi. Peningkatan leukosit mononuklear
biasanya menunjukkan bahwa infeksi sistemik telah menyerang sistem kemih.
Setelah sedimen urin diperiksa untuk bakteri, gips, kristal, dan sel epitel,
ia dinilai di bawah medan daya tinggi (HPF) untuk keberadaan sel darah merah
dan putih. Sel darah merah bukanlah temuan normal dalam urin dan jarang

19
muncul (2-3 per medan daya tinggi). Hematuria dapat terjadi akibat trauma
mekanik (batu ginjal, cedera, atau kateterisasi urin) atau konsumsi nefrotoksin
tetapi sering merupakan indikasi penyakit kemih, termasuk penyakit
glomerulus, nekrosis tubular akut, infeksi kandung kemih, infeksi ginjal, tumor
saluran kemih, dan infark ginjal.
Dua jenis sel darah merah yang berbeda dapat terjadi dalam urin. Jika
hematuria dikaitkan dengan penyakit saluran kemih bagian bawah, sel darah
merah biasanya mempertahankan penampilan normalnya. Namun, jika proses
penyakit terjadi lebih tinggi di saluran kemih, penampakannya sering
dysmorphic. Jika sel darah merah dalam urin berbentuk aneh, ini mungkin
disebabkan oleh penyakit glomerulus. Sel-sel darah merah menjadi cacat selama
perjalanan melalui struktur glomerulus abnormal.

Spesimen urin tidak boleh terkontaminasi oleh cairan menstruasi, jadi


wanita harus menggunakan tampon jika mungkin selama menstruasi dan
mengumpulkan spesimen midstream. Temuan sel epitel normal dalam urin
biasanya tidak signifikan karena mereka melapisi vagina dan uretra distal. Sel
epitel transisional (urothelium) melapisi saluran kemih dan biasanya keluar
(terkelupas) saat epitel diperbarui.
Peningkatan laju pengelupasan kulit dan peningkatan level sel epitel
dalam urin dapat mengindikasikan proses penyakit. Peningkatan sel epitel
skuamosa dalam urin sering menunjukkan kontaminasi eksternal spesimen urin.
Sel abnormal dapat mengindikasikan keganasan. Tubuh gemuk oval dapat
ditemukan dalam urin. Ini adalah sel-sel ginjal yang menyerap kolesterol dan
trigliserida.

 Mikroorganisme
Urin yang disimpan dalam kandung kemih biasanya bebas dari
mikroorganisme. Namun, bakteri umumnya ditemukan dalam spesimen urin

20
karena flora normal vagina dan genitalia eksternal merupakan sumber
mikroorganisme yang melimpah dan setiap bakteri yang ada dalam urin cenderung
berkembang biak dengan cepat jika urin tidak segera diperiksa dan dibiarkan pada
suhu kamar. Jika ada infeksi, biasanya ada peningkatan jumlah sel darah putih
bersama dengan peningkatan jumlah bakteri tetapi jika urin terkontaminasi, sel
darah putih sering rendah. Ketika bakteri ditemukan dalam urin, tes nitrit dapat
membantu untuk menunjukkan apakah infeksi benar-benar ada, tetapi tes definitif
adalah kultur dan sensitivitas.
Jika ada bakteri yang signifikan, jumlah koloni dapat dilakukan. Infeksi urin
biasanya ditandai dengan> 100.000 dari satu organizer per mL urin sambil
menemukan beberapa bakteri yang berbeda biasanya hasil dari kontaminasi
spesimen.
Ragi juga dapat hadir dalam urin dan dapat berasal dari kontaminasi dari
sekresi vagina. Sel-sel ragi mungkin, dalam beberapa kasus, sulit untuk dibedakan
dari sel-sel darah merah atau sel-sel lain. Ragi yang paling umum ditemukan adalah
Candida albicans. Pasien diabetes sering mengalami infeksi jamur urin karena
glukosa dalam urin. Ragi dengan gips sering merupakan indikasi pielonefritis.
Parasit jarang ditemukan dalam urin, kecuali Trichomonas, yang biasanya
berasal dari kontaminasi genital meskipun dapat timbul dari kolonisasi visceral
atau prostat dalam kasus yang jarang terjadi. Beberapa infeksi virus mungkin
terlihat pada spesimen urin. Yang paling umum diamati adalah herpes simplex,
cytomegalovirus, dan virus polyoma.

 Spermatozoa: Sperma adalah temuan umum dalam urin dan hasil dari aktivitas
seksual. Laki-laki mungkin memiliki sisa drainase sperma yang mencemari urin
sementara perempuan mengalami kontaminasi vagina. Beberapa laboratorium
tidak secara rutin melaporkan sperma yang ditemukan dalam urin, tetapi karena ini
mungkin mengindikasikan pelecehan seksual pada anak-anak, setiap temuan pada
anak-anak atau dalam kasus dugaan perkosaan harus dilaporkan.

21
 Mukus: Benang lendir umumnya ditemukan dalam urin dan biasanya jinak karena
sel-sel mukosa ditemukan di seluruh sistem kemih.
 Gips: Gips pada dasarnya adalah puing-puing urin. Jenis utama meliputi:
 Granular: Terbentuk dari protein dan dekomposisi sel. Dapat terjadi
pada penyakit ginjal, infeksi virus, atau keracunan timbal.
 Hialin: Ditemukan pada penyakit ginjal, gagal jantung, hipertensi,
nefrotik sindrom serta dengan demam, paparan suhu dingin, olahraga,
dan penggunaan diuretik.
 Sel darah merah: Ditemukan pada glomerulonefritis akut, lupus nefritis,
dan endokarditis bakteri subakut.
 Lilin: Ditemukan pada gagal ginjal kronis dan kondisi yang
berhubungan. dengan stasis ginjal.
 Sel darah putih: Ditemukan pada lupus nefritis, glomerulonefritis akut,
interstitial nefritis, dan pielonefritis akut.
Gips umumnya dilaporkan berdasarkan jumlah dan jenis yang diamati
meskipun medan dayanya rendah. Dengan demikian, sebuah laporan dapat
menyatakan: "4-6 casts berlilin / LPG." Selain itu gips dapat dijelaskan dengan
lebar: sempit (lebar 1-2 RBC), sedang (3-4), dan luas (5). Lebar membantu
mengidentifikasi dimana gips berkembang. Misalnya, ketika gips terbentuk di
tubulus pengumpul biasanya luas. Gips yang luas sering hadir dengan
pengurangan yang signifikan dalam kapasitas fungsional nefron dan kerusakan
ginjal parah atau penyakit ginjal "tahap akhir".
Gips hialin adalah yang paling umum dan beberapa mungkin normal,
tetapi bukti jenis gips lainnya menunjukkan perlunya pengujian lanjutan.
Beberapa gips hialin (jenis yang paling umum) adalah normal, tetapi semua gips
lainnya perlu dievaluasi. Gips granular berkembang ketika casts seluler / puing-
puing tetap di nefron untuk suatu periode diperpanjang. Pada awalnya, gips
granular tentu saja, tetapi jika mereka tetap lebih lama sebelum dikeluarkan dari
ginjal dengan urin, gips akan berdegenerasi menjadi gips granular halus dan
akhirnya menjadi gips berlilin. Dengan demikian, berbagai ukuran dan jenis
gips granular dapat ditemukan dalam urin. Gips granular berpigmen besar
(cokelat kotor) dapat mengindikasikan nekrosis tubular iskemik.

22
Gips sel darah putih biasanya mengandung neutrofil dan ditemukan
pada penyakit yang memiliki faktor C3 aktif, seperti pielonefritis, nefritis
interstitial akut, dan beberapa penyakit glomerulus. Gips sel darah merah sangat
penting karena biasanya menunjukkan perdarahan glomerulus dari
glomerulonefritis. Gips sel darah merah sering ditemukan bersamaan dengan
proteinuria dan hematuria.
Gips hemoglobin dapat terjadi dengan hemolisis (seperti dari malaria)
dan casts mioglobin dari kerusakan jaringan otot (sindrom crush), tetapi gips ini
biasanya disaring ke dalam urin dari darah daripada berkembang dalam sistem
urin.
Gips berlemak dapat terjadi dengan sindrom nefrotik dan biasanya
dikaitkan dengan proteinuria meskipun dapat terjadi pada individu yang sehat.

 Kristal
Beberapa bentuk kristal muncul dalam urin individu sehat dan sebagian
besar kristal, kecuali sistin, tidak dianggap signifikan secara klinis. Spesimen
urin yang baru dikosongkan sering tidak memiliki kristal, tetapi alkali dan
pendinginan dapat meningkatkan pembentukan kristal. Sementara kristal
ditemukan di batu ginjal, keberadaan kristal dalam urin tidak selalu
berhubungan dengan pembentukan batu. Kristal sistin, bagaimanapun, hanya
ditemukan pada pasien dengan sistinuria, kerusakan genetik reabsorpsi tubular
dari asam amino dasar (lisin, arginin, ornithine, dan sistin).

23
BAB III
KESIMPULAN

Urinalisis adalah analisis fisik, kimia dan mirkoskopik terhadap urin. Selain
itu urinalisis dapat mendeteksi kelainan yang asimptomatik, mengikuti pejalanan
penyakit dan hasil pengobatan. Analisis urin dilakukan dengan pengamatan langsung,
analisis dipstik, dan analisis mikroskopis.
Pemeriksaan urine secara kualitatif bertujuan untuk mengidentifikasi zat-zat
yang secara normal ada dalam urine dan zat- zat yang seharusnya tidak ada dalam
urine. Sedangkan secara kuantitatif (atau semi-kuantitatif) pemeriksaan urine
bertujuan untuk mengetahui jumlah zat-zat tersebut di dalam urine. Terdapat beberapa
jenis spesimen urin: secara acak, spesimen pagi pertama, batal ganda, tangkapan
bersih, aspirasi, aspirasi jarum transabdominal suprapubik.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Lockwood, W. (2011). The complete Urinalysis and Urine Tests. Retrieved June
12, 2019 from http://doczine.com/bigdata/1/1365798558_62335a
64cb/coursematerial-265.pdf
2. Lauralee S. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 6. 2011. Jakarta: EGC
Penerbit Buku Kedokteran.
3. Coppen A, Speeckaert M, Delanghe J. The pre-analytical challenges of routine
urinalysis. Acta Clinica Belgica 2010; 65(3):182–9.
4. Effendi I, Markum. Pemeriksaan penunjang pada penyakit ginjal. Dalam: Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. 2014. Jakarta: Interna Publishing. p. 2159-65.
5. Utsch B, Klaus G. Urinalysis in children and adolescents. Deutsches Arzblatt
International. Medicine 2014; 111:617–26.
6. Dolscheid-Pommerich RC, Klarmann-Schulz U, Conrad R, Stoffel-Wagner B,
Zur B. Evaluation of the appropriate time period between sampling and analyzing
for automated urinalysis. Biochemia Medica 2015; 26(1):82–9.
7. Lindsay M, Sierra D, Amy H, et al. Anatomy & Physiology of Urinary System.
Open Oregon State, Oregon State University. 2019.
8. Pearce, E.C. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis. PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta: 2009.
9. Wirawan R. Pemantapan Kualitas Pemeriksaan Kimia Intralaboratorium
Menggunakan Carik Celup , Buku Kumpulan Makalah Lokakarya Aspek Praktis
Urinalisis, editor Marzuki S, Pendidikan Berkesinambungan Patoligi Klinik ,
Jakarta: 2004;31-43.
10. Gandasoebrata R. Urinalisis, Penuntun Laboratorium Klinik, Cetakan ke 10, Dian
Rakyat, Jakarta:2001;69-12.

25

Anda mungkin juga menyukai