Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

MANAJEMEN KINERJA

KEPUASAN KERJA

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata kuliah Manajemen Kinerja

DOSEN PENGAMPU

SRI WAHYUNI WILDAH, S.IP,. M.B.A

OLEH:

KENNY ANGGHEA KUSWARA 1702110601

MARDILA SARI 1702110599

RYANSYAH M 1702121807

ULFA AMINY 1702114729

ILMA ULFAIRAH INDRA 1702121859

JURUSAN MANAGEMENT

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS RIAU

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena tuntunan, rahmat,
dan karunia-Nyalah kita dapat melanjutkan kehidupan kita terutama kita tetap dapat menjalani
aktivitas kita sehari-hari sebagai seorang mahasiswa, dan oleh karena perkenaannya pula penulis
dapat menyelesaikan makalah ini sebagai bentuk tugas mata kuliah “Kepuasan Kerja” .

Makalah ini berjudul “Kepuasan Kerja”. Dalam menyusun makalah ini, penulis telah
berupaya semaksimal mungkin untuk menyajikan yang terbaik sesuai kemampuan penulis.
Harapannya, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca khususnya
mahasiswa terutama dalam menyusun makalah selanjutnya yang dapat digunakan sebagai
referensi.

Akhir kata pengantar ini penulis mengucapakan terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini, dan jika ada kritik dan saran yang bersifat
membangun penulis akan menerimanya sebagai bahan acuan mengoreksi diri dan kedepannya
dapat menyajikan yang lebih baik lagi dari makalah ini.

Pekanbaru, 08 November 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


1

1.2. RUMUSAN MASALAH 1

1.3. TUJUAN MAKALAH 2

1.4. MANFAAT MAKALAH 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1. PENGERTIAN 3
2.2. TEORI KEPUASAN KERJA 3

2.3. MENGUKUR KEPUASAN KERJA 7

2.4. PENGARUH KEPUASAN KERJA 8

2.5. ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR 9

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN 12

3.2 SARAN 12

DAFTAR PUSTAKA 13

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam era globalisasi ini, setiap perusahaan berusaha meningkatkan serta
mengembangkan perusahaan dengan mengadakan berbagai cara yang tersusun dalam
program untuk meningkat kinerja para karyawan. Banyak faktor yang terkait dalam
perbaikan kinerja perusahaan. Perusahaan kurang menerapkan sistem promosi jabatan
dengan benar. Promosi jabatan merupakan salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan
untuk dapat meningkatkan prestasi kerja karyawan sehingga karyawan bisa bekerja mencapai
target perusahaan, yang akhirnya akan memampukan perusahaan mampu bersaing dengan
perusahaan lainnya.
Bagi setiap perusahaan, karyawan bagian produksi merupakan sumber daya yang tidak
kalah pentingnya dengan sumber daya perusahaan yang lainnya. Bahkan, karyawan bagian
produksi memegang kendali dalam proses produksi. Dengan kata lain, lancar atau tidaknya
sebuah proses produksi akan sangat tergantung pada karyawan pelaksana produksi tersebut.
Dikarenakan kepuasan kerja dalam perusahaan sangatlah penting, oleh sebab itulah kami
membuat makalah ini. Makalah ini juga dibuat untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh
dosen manajemen kinerja.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian kepuasan kerja ?


2. Apa teori kepuasan kerja ?
3. Bagaimana mengukur kepuasan kerja ?
4. Bagaimana kepuasan kerja ?
5. Bagaimana organizational citizenship behavior ?

1
1.3 Tujuan Makalah

1. Untuk mengetahui kepuasan kerja


2. Untuk mengetahui teori kepuasan kerja
3. Untuk mengetahui pengukuran kepuasan kerja
4. Untuk mengetahui pengaruh kepuasan kerja
5. Untuk mengetahui organizational citizenship behavior

1.4 Manfaat Makalah

1. Setelah mengetahui tentang pentingnya kepuasan kerja kita dapat memahaminya dan
mengerti bahwa kepuasan kerja sangat dibutuhkan untuk kelangsungan organisasi yang
mengutamakan faktor sumberdaya manusianya.
2. Agar dapat lebih mengembangkan dan berfikir kritis terhadap materi kepuasan kerja
3. Melatih mahasiswa agar dapat berfikir kreatif dalam membuat makalah
4. Menambah pembendaharaan bacaan yang menunjang minat baca mahasiswa untuk
menambah pengetahuan

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kepuasan Kerja


Kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerja seseorang, yang menunjukkan
perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini
seharusnya mereka terima (Robbins, 2003:78)
Kepuasan kerja merupakan respons affective atau emosional terhadap berbagai segi
pekerjaan seseorang (Kreitner dan Kinicki, 2001:224). Definisi ini menunjukan bahwa job
satisfaction bukan merupakan konsep tunggal. Seseorang dapat relatif puas dengan salah satu
aspek pekerjaan dan tidak puas dengan satu atau lebih aspek lainnya.
Pekerjaan memerlukan interaksi dengan rekan kerja dan atasan, mengikuti peraturan dan
kebijakan organisasi, memenuhi standar kinerja, hidup dengan kondisi kerja yang sering
kurang ideal dan semacamnya. Kepuasan merupakan variable tergantung utama karena dua
alasan, yaitu: (1) menunjukkan hubungan dengan faktor kinerja; dan (2) merupakan
preferensi nilai yang dipegang banyak peneliti perilaku organisasi.

2.2 Teori Kepuasan Kerja


Teori kepuasan kerja mencoba mengungkapkan apa yang membuat sebagian orang lebih
puas terhadap pekerjaannya dari pada beberapa lainnya. Teori ini juga mencari landasan
tentang proses perasaan oranf terhadap kepuasan kerja. Diantara teori kepuasaan kerja adalah
Two-factor theory dan value theory.
1. Two-Factor Theory
Teori dua factor merupakan teori kepuasan kerja yang menganjurkan bahwa
satisfaction (kepuasan) dan dissatisfaction (ketidakpuasan) merupakan bagian dari
kelompok variable yang berbeda, yaitu motivators dan hygiene factor.
Pada umumnya orang mengharapkan bahwa factor tertentu memberikan kepuasan
apabila tersedia dan menimbulkan ketidakpuasan apabila tidak ada. Pada teori ini,
ketidakpuasan dihubungkan dengan kondisi di sekitar pekerjaan (seperti kondisi kerja,
pengupahan,keamanan, kualitas, pengawasan, dan hubungan dengan orang lain), dan

3
bukannya dengan pekerjaan itu sendiri. Karena factor ini mencegah reaksi negative,
dinamakan sebagai hygiene atau maintenance factors.
Sebaliknya, kepuasan ditarik dari factor yang terkait dengan pekerjaan itu sendiri
atau hasil langsung daripadanya, seperti sifat pekerja, prestasi dalam pekerjaan, peluang
promosi dan kesempatan untuk pengembangan diri dan pengakuan. Karena factor ini
berkaitn dengan tingkat kepuasan kerja tinggi, dinamakan motivators.
2. Value Theory
Menurut konsep teori ini kepuasan kerja terjadi pada tingkatan di mana hasil
pekerjaan di terima individu seperti diharapkan. Semakin banyak orang menerima hasil,
akan semakin puas. Value theory memfokuskan pada hasil mana pun yang menilai orang
tanpa memerhatikan siapa mereka. Kunci menuju kepuasan dalam pendekatan ini adalah
perbedaan ini adalah antara aspek pekerjaan yang dimiliki dan diinginkan seseorang.
Semakin besar perbedaan, semakin rendah kepuasaan orang.
Implikasi teori ini mengundang perhatiaan pada aspek pekerjaan yang perlu
diubah untuk mendapatkan kepuasan kerja. Secara khusus teori ini menganjurkan bahwa
aspek tersebut tidak harus sama berlaku untuk semua orang, tetapi mungkin aspek nilai
dari pekerjaan tentang orang-orang yang merasakan adanya pertentangan serius.

3. Penyebab Kepuasan Kerja


Menurut Kreitner dan Kinicki (2010:171) terdapat lima factor yang dapat mempengaruhi
timbulnya kepuasan kerja, yaitu sebagai berikut:
a) Need fulfillment (pemenuhan kebutuhan)
Model ini dimaksudkan bahwa kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik
pekerjaan memberikan kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya.
b) Dicrepancies (perbedaan)
Model ini menyatakan bahwa kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi
harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan
dan yang diperoleh individu dari pekerjaan.
c) Value attainment (pencapaian nilai)
Gagasan value attainment adalah bahwa kepuasan merupakan hasil dari persepsi
pekerjaan memberikan pemenuhan nilai kerja individual yang penting.

4
d) Equity (keadilan)
Dalam model ini dimaksudkan bahwa kepuasan merupakan fungsi dari seberapa
adil individu diperlakukan di tempat kerja. Kepuasan merupakan hasil dari persepsi
orang bahwa perbandingan antara hasil kerja dan input relative lebih besar
menguntungkan dibandingkan dengan perbandingan antara keluaran dan masukkan
pekerjaan lainnya.
e) Dispositional/ genetic components (komponen genetic)
Model ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja sebagian merupakan
fungsi sifat pribadi dan factor gentik. Model menyiratkan perbedaan individu hanya
mempunyai arti penting untuk menjelaskan kepuasan kerja seperti halnya
karakteristik lingkungan pekerja.

4. Korelasi Kepuasan Kerja


Berikut adalah korelasi kepuasan kerja adalah sebagai berikut:
a) Motivation (motivasi)
Penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara
motivasi dengan kepuasan kerja, karena kepuasan dengan supervisi juga mempunyai
korelasi signifikan dengan motivasi, manajer disarankan mempertimbangkan
bagaimana perilaku mereka memengaruhi kepuasan kerja. Manajer secara potensial
dapat meningkatkan motivasi pekerja melalui berbagai usaha untuk meningkatkan
kepuasan kerja.
b) Job involvement (pelibatan kerja)
Pelibatan kerja menunjukan kenyataan di mana individu secara pribadi dilibatkan
dengan peran kerjanya. Penelitian ini menunjukan bahwa pelibatan kerja mempunyai
hubungan moderat dengan kepuasan kerja. Untuk itu, manajer didorong memperkuat
lingkungan kerja yang memuaskan untuk mendorong keterlibatan kerja pekerja.
c) Organizational citizenship behavior
Organizational citizenship behavior merupakan perilaku pekerja di luar dari apa
yang menjadi tugasnya. Sebagai contoh adalah adanya bisik-bisik sebagai pernyataan
konstruktif tentang departemen, ekspresi tentang perhatiaaan pribadi atas pekerjaan
orang lain, saran untuk perbaikan, melatih orang baru, menghargai semangat,

5
perhatiaan terhadap kekayaan organisasi dan kehadiran di atas standar yang
ditentukan. Organizational citizenship behavior lebih banyak ditentukan oleh
kepemimpin dan karakteristik lingkungan kerja daripada oleh kepribadian pekerja.
d) Organizational commitment (komitmen organisasi)
Komitmen organisasional mencerminkan tingkatan di mana individu
mengindentifikasi dengan organisasi dan mempunyai komitmen terhadap tujuannya.
Penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan signifikan dan kuat antara
komitmen organisisa dan kepuasan. Manajer disarankan meningkatkan kepuasan
kerja dengan maksud untuk menimbulkan tingkat komitmen yang lebih tinggi.
Selanjutnya, komitmen yang lebih tinggi dapat memfasilitasi produktivitas lebih
tinggi.
e) Absenteeism (kemangkiran)
Kemangkiran merupakan hal mahal dan manajer secara tetap mencari cara untuk
menguranginya. Satu rekomendasi telah meningkatkan kepuasan kerja. Apabila
rekomendasinya sah, akan terdapat korelasi negative yang kuat antara kepuasan dan
kemangkiran. Dengan kata lain, apabila kepuasan meningkat, kemangkiran akan
turun. Penelitian yang pernah dilakukan menunjukan terdapat hubungan negatif yang
lemah antara kepuasan dan kemangkiran. Oleh karena itu, manajer akan menyadari
setiap penurunan signifikan dalam kemangkiran akan meningkatkan kepuasan kerja.
f) Turnover (perputaran)
Perputaran sangat penting bagi manajer karena mengganggu kontinuitas
organisasi dan sangat mahal. Penelitian ini menujukan bahwa terdapat hubungan
negatif moderat antaran kepuasan dan perputaran. Dengan kekuatan hubungan
tertentu, manajer disarankan untuk mengurangi perputaran dengan meningkatkan
kepuasan kerja pekerja.
g) Perceived stress (perasaan stress)
Stress dapat berpengaruhi sangat negatif terhadap perilaku organisasi dan
kesehatan individu. Stress secara positif berhubungan dengan kemangkiran,
perputaran, sakit jantung coroner, dan pemeriksaan virus. Penelitian menunjukan
adanya hubngan negatif kuat antara perasaan stress dengan kepuasan kerja.

6
Diharapkan manajer berusaha mengurangi dampak negatif stress dengan
memperbaiki kepuasan kerja.

h) Job performace (pretasi kerja)


Kontroversi terbesar dalam penelitian organisasi adalah tentang hubungan
kepuasan dan prestasi kerja atau kinerja. Ada yang menyatakan bahwa kepuasan
memengaruhi prestasi kerja lebih tinggi, sedangkan lainnya berpendapat bahwa
prestasi kerja memengaruhi kepuasan. Penelitian untuk menghapuskan kontroversi
tersebut menunjukan bahwa terdapat hubungan positif rendah antara kepuasan dan
kinerja.

2.3 Mengukur Kepuasan Kerja


Pekerja memerlukan interaksi dengan co-worker dan atasan, mengikuti aturan dan
kebijakan organisasi, mencapai standar kinerja, hidup dengan kondisi kerja yang sering tidak
ideal dan semacamnya. Hal ini berarti bahwa penilaian pekerja tentang puas dan tidak puas
terhadap pekerjaannya merupakan ciri-ciri elemen pekerjaan yang kompleks.
Terdapat dua macam pendekatan yang secara luas dipergunakan untuk melakukan
pengukuran kepuasan kerja (Robbins, 2003: 73), yaitu sebagai berikut:
1. Single global rating
yaitu tidak lain dengan minta individu merespons atas satu pertanyaan, seperti dengan
mempertimbangkan semual hal, seberapa puas Anda dengan pekerjaan Anda? Responden
menjawab antara “Highly Satisfied” dan “Highly Dissatisfied”.
2. Summation score lebih canggih.
Mengidentifikasi elemen kunci dalam pekerjaan dan menanyakan perasaan pekerja
tentang masing-masing elemen. Faktor spesifik yang diperhitungkan adalah difat
pekerjaan, supervisi, upah sekarang, kesempatan promosi dan hubungan dengan co-
worker. Faktor ini diperingkat pada skala yang distandarkan dan ditambahkan untuk
menciptakan job statisfaction score secara menyeluruh.
Metode kedua, summing up, merespons terhadap sejumlah faktor kerja, akan mencapai
evaluasi yang lebih akurat dari kepuasan kerja. Akan tetapi, konsep kepuasan kerja terlalu
luas sehingga pertanyaan tunggal dapat merangkap intinya.

7
Sementara itu, Greenberg dan Baron (2003:151) menunjukkan adanya tiga cara untuk
melakukan pengukuran kepuasan kerja.
1. Rating scales dan kuesioner
Merupakan pendekatan pengukuran kepuasan kerja yang paling umum dipakai dengan
menggunakan kuesioner dimana rating scales secara khusus disiapkan. Dengan metode
ini, orang menjawab pertanyaan yang memungkinkan mereka melaporkan reaksi mereka
pada pekerjaan mereka.
2. Critical incidents
Individu menjelaskan kejadian yang menghubungkan pekerjaan mereka yang mereka
rasakan terutama memuaskan atau tidak memuaskan. Jawaban mereka dipelajari untuk
mengungkap tema yang mendasari. Sebagai contoh misalnya apabila banyak pekerja
menyebutkan situasi di pekerjaan dimana mereka diperlakukan kasar oleh supervisor atau
apabila pekerja memuji suoervisor atas sensitivitas yang ditunjukkan pada masa sulit,
gaya pengawasan memainkan peranan penting dalam kepuasan kerja mereka.
3. Interviews
Merupakan prosedur pengukuran kepuasan kerja dengan melakukan wawancara tatap
muka dengan pekerja. Dengan menanyakan secara langsung tentang sikap mereka, sering
mungkin mengembangkan lebih mendalam dengan menggunakan kuesioner yang sangat
terstruktur. Dengan mengajukan pertanyaan secara berhati-hati kepada pekerja dan
mencatat jawabannya secara sistematis, hubungan pekerjaan dengan sikap dapat
dipelajari.

2.4 Pengaruh Kepuasan Kerja


Minat manajer dalam kepuasan kerja cenderung berpusat pada pengaruhnya terhadap
kepuasan kinerja. Untuk itu, perlu dipelajari dampak kepuasan kerja pada
produktivitas,kemangkiran dan perputaran
1. Kepuasan dan produktivitas
Pekerja yang bahagia tidak berarti menjadi pekerja yang produktif. Pada tingkat
individual, kenyataan menganjurkan sebaliknya untuk lebih akurat, produktivitas
mungkin mengarah pada kepuasan. Hal yang lebih menarik adalah apabila bergerak dari
tingkat individu ke tingkat organisasi, terdapat perbaikan dukungan terhadap hubungan

8
kepuasan dengan kinerja. Pada tingkat organisasi dengan pekerja lebih puas,cenderung
lebih efektif daripada organisasi dengan sedikit pekerja yang puas.
Alasan tidak mendapatkan dukungan kuat atas tesis bahwa kepuasan
menyebabkan produktivitas dikarenakan penelitian lebih difokuskan pada tingkat
individu daripada organisasi dan pengukuran tingkat individu atas produktivitas tidak
mempertimbangkan semua interaksi dan kompleksitas dalam proses kerja. Maka
sementara kita tidak dapat mengatakan bahwa pekerja bahagia lebih produktif, mungkin
menjadi benar apabila dikatakan organisasi bahagia adalah lebih produktif.
2. Kepuasan dan kemangkiran
Hubungan antara kepuasan dan kemangkiran bersifat positif, tetapi korelasinya
moderat , biasanya kurang dari +0,040. Keadaan tersebut masuk akal bahwa pekerja yang
tidak puas pada umumnya kehilangan pekerjaan. Faktor lain mempunyai dampak pada
hubungan dan menurunkan koefeisen korelasi .
Sebagai contoh adalah dalam organisasi yang memberikat cuti sakit dengan bebas
mendorong semua pekerja,termasuk mereka yang sangat puas,mengambil cuti. Misalkan
mereka mempunyai beberapa kepentingan, mereka tetap mendapatkan pekerjaan
memuaskan dan tetap mengambil cuti kerja untuk menikmati akhir minggu tiga hari atau
menikmati liburan apabila dapat memperoleh kebebesan tanpa sanksi atau denda.
Penelitian menujukkan bahwa kepuasan mempunyai korelasi negatif dengan
kemangkiran.
3. Kepuasan dan pergantian
Kepuasan juga berhubungan secara negatif dengan pergantian, tetapi korelasinya
lebih kuat daripada yang ditemukan untuk kemangkiran. Faktor lain seperti kondisi pasar
tenaga kerja, harapan tentang alternatif peluang kerja dan lamanya bekerja dengan
organisasi merupakan hambatan penting pada keputusan aktual untuk seseorang
meninggalkan pekerjaan. Secara spesifik, tingkat kepuasan kurang penting dalam
memprediksi pergantian untuk superior performer, yaitu mereka yang mempunyai kinerja
yang unggul. Hal tersebut terjadi karena organisasi melakukan usaha yang perlu untuk
mempertahakan orang ini. Mereka mendapat kenaikan upah,pujian,pengakuan, peluang
promosi meningkat,dan seterusnya. Sebaliknya terjadi pada poor performer, yaitu mereka
yang kinerjanya buruk. Sedikit sekali usaha dilakukan organisasi untuk mempertahankan

9
mereka. Bahkan ditekan untuk mendorong mereka keluar. Oleh karena itu, diharapkan
kepuasan kerja lebih penting dalam memengaruhi poor performer untuk tetap tinggal
daripada superior performer. Tanp memandang tingkat kepuasan, superior performer
cenderung tetap dalam organisasi sebab mereka menerima pengakuan,pujian, dan
penghargaan lain memberi mereka alasan untuk tetap tinggal dalam organisasi.
4. Temuan penelitian
Sebagian besaar orang pada umumnya merasakan kepuasan terhadap
pekerjaannya, walaupun terdapat perbedaan kepuasan diantara mereka. Kepuasan kerja
lebih tinggi dirasakan oleh mereka yang berada dinegara industri maju. Tingjkat kepuasan
kerja menurun pada awal abad XXI karena menurunnya perkembangan ekonomi.
Penelitian yang dilakukan greenberg dan baron (2003:149) tentang kepuasan kerja
menujukkan adanya indikasi berikut ini.
a. White-collar personel (manajer dan profesional) cenderung lebih puas daripada blue
collar personel (pekerja fisik, pekerja pabrik)
b. Older people pada umunya lebih puas dengan pekerjaanya daripada orang yang lebih
muda.
c. Orang yang lebih berpengalaman dipekerjaannya sangat puas daripada mereka yang
kurang berpengalaman
d. Wanita dan anggota kelompok minoritas cenderung lebih tidak puas terhadap
pekerjaan daripada orang pria dan anggota kelompok mayoritas
5. Respons terhadap ketidakpuasan kerja
Dalam suatu organisasi dimana sebagian terbesar pekerjanya memperoleh
kepuasan kerja, tidak tertutup kemungkinan sebagian kecil diantaranya merasakan
ketidakpuasan. Ketidakpuasan pekerja dapat ditunjukan dalam sejumlah cara. Robbins
(2003;32) menujukkan 4 tanggapan yang berbeda satu sama lain dalam dimensi
konstruktif/destruktif dan aktif/pasif.
a. Exit
b. Voice
c. Loyality
d. Neglect

10
6. Pedoman meningkatkan kepuasan kerja
Greenberg dan baron (2003;159) memberikan saran untuk mencegah
ketidakpuasan dan meningkatkan kepuasan, dengan cara sebagai berikut:
a. Membuat pekerjaan menyenangkan
b. Orang dibayar dengan jujur
c. Mempertemukan orang dengan pekerjaan yang cocok dengan minatnya
d. Menghindari kebosanan dan pekerjaan berulang-ulang

2.5 Organizational Citizenship


Kepuasan kerja menjadi faktor determinan utama dari organizational citizenship behavior
(OCB) pekerja. Pekerja yang puas akan lebih suka berbicara positif tentang organisasinya.
Perilaku penuh kebebasan yang bukan merupakan bagian persyaratan kerja formal pekerja,
tetapi meskipun demikian, mengembangkan efektifitas fungsi organisasi.
Organsasi yang sukses memerlukan pekerja yang mau mengerjakan melebihi dari tugas
mereka seperti biasa dan mengusahakan kinerja melebihi dari seperti yang diharapkan.
Ditempat kerja yang dinamis sekarang ini, dimana tugas meningat, dilakukan dalam bentuk
tim dan fleksibilitas sangat penting. Organisasi memerlukan pekerja yang terikat dalam
“good citizen behavior”, seperti membuat statement konstruktif tentang kelompok kerjanya
dan organisasi, membantu orang lain dalam tim, melakukan pekerjaan ekstra secara sukarela,
menghindari konflik yang tidak perlu, menunjukkan perhatian pada kepemilikan organisasi
dan menghargai spirit
Organisasi menginginkan dan perlu pekerja yang mau melakukan hal-hal yang tidak
terdapat dalam job discription. Organisasi berkepentingan dengan berkembangnya sumber
daya manusia yang memiliki organisasional citizen behavior

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerja seseorang, yang menunjukkan
perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini
seharusnya mereka terima (Robbins, 2003:78), kemudian diantara teori kepuasaan kerja
adalah Two-factor theory dan value theory.
Terdapat dua macam pendekatan yang secara luas dipergunakan untuk melakukan
pengukuran kepuasan kerja (Robbins, 2003: 73), yaitu single global rating dan summation
score. Selanjutnya, minat manajer dalam kepuasan kerja cenderung berpusat pada
pengaruhnya terhadap kepuasan kinerja. Untuk itu, perlu dipelajari dampak kepuasan kerja
pada produktivitas,kemangkiran dan perputaran.
Terakhir, kepuasan kerja menjadi faktor determinan utama dari organizational citizenship
behavior (OCB) pekerja. Pekerja yang puas akan lebih suka berbicara positif tentang
organisasinya. Perilaku penuh kebebasan yang bukan merupakan bagian persyaratan kerja
formal pekerja, tetapi meskipun demikian, mengembangkan efektifitas fungsi organisasi.

3.2 Saran
Setiap orang yang bekerja mengharapkan memperoleh kepuasan dari tempatnya bekerja.
Kepuasan kerja akan mempengaruhi produktivitas yang sangat diharapkan manajer. Untuk
itu, sebaiknya manajer memahami apa yang harus dilakukan untuk menciptakan kepuasan
kerja karyawannya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Wibowo. 2015. Manajemen Kinerja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

13

Anda mungkin juga menyukai