Oleh:
1.Dealfrido Papayungan
2.Mersi
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya
Dengan selesainya makalah ini disusun, penulis mengucapkan terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Walaupun makalah ini telah selesai, namun karena keterbatasan kemampuan yang penulis miliki,
sehingga makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga besar harapan saya untuk
Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan ilmu
pengetahuan khususnya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
b. Tujuan umum . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
c. Tujuan khusus……………………………………………………
BAB II PEMBAHASAN
KONSEP MEDIS
A. Pengertian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
B. Etiologi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . ..
C. Patofisiologi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
D. Manifestasi Klinis. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
E. Komplikasi. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
F. Pemeriksaan Penunjang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
G. Penatalaksanaan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. .
H. Prognosis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. .
I. Pencegahan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. .
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian. . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
B. Diagnosa Keperawatan . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . ..
BAB III PENUTUP
a. Kesimpulan. . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
b. Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
KONSEP MEDIS
A. DEFINISI
Osteoartritis adalah penyakit peradangan sendi yang sering muncul pada usia lanjut. Jarang
dijumpai pada usia dibawah 40 tahun dan lebih sering dijumpai pada usia diatas 60 tahun.
Osteoartritis yang dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif atau osteoartrosis (sekalipun
terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi yang paling sering ditemukan dan kerapkali
menimbulkan ketidakmampuan (disabilitas). (Smeltzer , C Suzanne, 2002 hal 1087)
Penyakit Sendi Degeneratif (osteoarthritis) adalah penyakit kerusakan tulang rawan sendi
yang berkembang lambat dan penyebabnya belum diketahui (Kalim, IPD,1997). Atau gangguan
pada sendi yang bergerak ( Price & Wilson,1995).
Osteoarthritis yang juga dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif atau osteoarthritis
(sekalipun terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi yang paling sering ditemukan dan
kerapkali menimbulkan ketidakmampuan (disabilitas).
Sedangkan menurut Harry Isbagio & A. Zainal Efendi (1995) osteoartritis merupakan
kelainan sendi non inflamasi yang mengenai sendi yang dapat digerakkan, terutama sendi
penumpu badan, dengan gambaran patologis yang karakteristik berupa buruknya tulang rawan
sendi serta terbentuknya tulang-tulang baru pada sub kondrial dan tepi-tepi tulang yang
membentuk sendi, sebagai hasil akhir terjadi perubahan biokimia, metabolisme, fisiologis dan
patologis secara serentak pada jaringan hialin rawan, jaringan subkondrial dan jaringan tulang
yang membentuk persendian. (R. Boedhi Darmojo & Martono Hadi ,1999)
2. Tipe sekunder seperti akibat trauma, infeksi dan pernah fraktur
B. Etiologi
Penyebab dari osteoartritis hingga saat ini masih belum terungkap, namun beberapa faktor resiko
untuk timbulnya osteoartritis antara lain adalah :
1. Umur.
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor ketuaan adalah yang terkuat.
Prevalensi dan beratnya orteoartritis semakin meningkat dengan bertambahnya umur.
Osteoartritis hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada umur dibawah 40 tahun dan sering
pada umur diatas 60 tahun.
Perubahan fisis dan biokimia yang terjadi sejalan dengan bertambahnya umur dengan penurunan
jumlah kolagen dan kadar air, dan endapannya berbentuk pigmen yang berwarna kuning.
2. Jenis Kelamin.
Wanita lebih sering terkena osteoartritis lutut dan sendi , dan lelaki lebih sering terkena
osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keeluruhan dibawah 45 tahun frekuensi
osteoartritis kurang lebih sama pada laki dan wanita tetapi diatas 50 tahun frekuensi oeteoartritis
lebih banyak pada wanita dari pada pria hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada
patogenesis osteoartritis.
3. Genetic
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis missal, pada ibu dari seorang wanita
dengan osteoartritis pada sendi-sendi inter falang distal terdapat dua kali lebih sering osteoartritis
pada sendi-sendi tersebut, dan anak-anaknya perempuan cenderung mempunyai tiga kali lebih
sering dari pada ibu dan anak perempuan dari wanita tanpa osteoarthritis.
Heberden node merupakan salah satu bentuk osteoartritis yang biasanya ditemukan pada pria
yang kedua orang tuanya terkena osteoartritis, sedangkan wanita, hanya salah satu dari orang
tuanya yang terkena.
4. Suku.
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada osteoartritis nampaknya terdapat perbedaan diantara
masing-masing suku bangsa, misalnya osteoartritis paha lebih jarang diantara orang-orang kulit
hitam dan usia dari pada kaukasia. Osteoartritis lebih sering dijumpai pada orang – orang
Amerika asli dari pada orang kulit putih.
Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada frekuensi
kelainan kongenital dan pertumbuhan.
5. Kegemukan
Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk timbulnya
osteoartritis baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan ternyata tak hanya berkaitan
dengan osteoartritis pada sendi yang menanggung beban, tapi juga dengan osteoartritis sendi lain
(tangan atau sternoklavikula).
9. Joint Mallignment
Pada akromegali karena pengaruh hormon pertumbuhan, maka rawan sendi akan membal dan
menyebabkan sendi menjadi tidak stabil / seimbang sehingga mempercepat proses degenerasi.
C. PATOFISIOLOGI
Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak meradang, dan
progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses penuaan, rawan sendi mengalami
kemunduran dan degenerasi disertai dengan pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi sendi.
Osteoarthritis dapat dianggap sebagai hasil akhir banyak proses patologi yang menyatu
menjadi suatu predisposisi penyakit yang menyeluruh. Osteoarthritis mengenai kartiloago
artikuler, tulang subkondrium ( lempeng tulang yang menyangga kartilago artikuler) serta
sinovium dan menyebabkan keadaan campuran dari proses degenerasi, inflamasi, serta
perbaikan. Proses degeneratif dasar dalam sendi telah berkembang luas hingga sudah berada
diluar pandangan bahwa penyakit tersebut hanya semata-mata proses “aus akibat pemakaian”
yang berhubungan dengan penuaaan.
Faktor resiko bagi osteoarthritis mencakup usia, jenis kelamin wanita, predisposisi genetic,
obesitas, stress mekanik sendi,trauma sendi, kelainan sendi atau tulang yang dialami
sebelumnya, dan riwayat penyakit inflamasi, endokrin serta metabolik. Unsur herediter
osteoarthritis yang dikenal sebagai nodal generalized osteoarthritis ( yang mengenal tiga atau
lebih kelompoksendi) telah dikomfirmasikan. Tipe osteoarthritis ini meliputi proses inflamasi
primer. Wanita pascamenopause dalam keluarga yang sama ternyata memiliki tipe osteoarthritis
pada tangan yang ditandai dengan timbulnya nodus pada sendi interfalang distal dan proksimal
tangan.
Gangguan congenital dan perkembangan pada koksa sudah diketahui benar sebagai
predisposisi dalam diri seseorang untuk mengalami osteartritis koksa. Gangguan ini mencakup
sublokasi-dislokasi congenital sendi koksa,displasia, asetabulum, penyakit Legg-Calve-Perthes
dan pergeseran epifise kaput femoris. Obesitas memiliki kaitan dengan osteoarthritis sendi lutut
pada wanita. Meskipun keadaan ini mungkin terjadi akibat stress mekanik tambahan, dan
ketidaksejajaran sendi lulut terhadap bagian tubuh lainnya karena diameter paha, namun obesitas
dapat memberikan efek metabolik langsung pada kartilago. Secara mekanis,obesitas dianggap
meningkatkan gaya sendi dan arena itu menyebabkan generasi kartilago. Teori faktor metabolik
yang berkaitan dengan dan menyebabkan osteoarthritis. Obesitas akan disertai dengan
peningkatan masa tulang subkondrium yang dapat menimbulkan kekakuan pada tulang sehingga
menjadi kurang lentur terhadap dampak beban muatan yang akan mentrasmisikan lebih besar
gaya pada kartilago artikuler yang melapisi atasnya dan dengan demikian memuat tulang tersebut
lebih rentan terhadap cidera.
Faktor-faktor mekanis seperti trauma sendi, aktivitas olahraga dan pekerjaan juga turut
terlibat. Factor-faktor ini mencakup kerusakan pada ligamentum krusiatum dan robekan
menikus, aktivitas fisik yang berat dan kebiasaan sering berlutut.
Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang merupakan unsur
penting rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga diawali oleh stress biomekanik tertentu.
Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan dipecahnya polisakarida protein yang membentuk
matriks di sekeliling kondrosit sehingga mengakibatkan kerusakan tulang rawan. Sendi yang
paling sering terkena adalah sendi yang harus menanggung berat badan, seperti panggul lutut dan
kolumna vertebralis. Sendi interfalanga distal dan proksimasi.
Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya gerakan. Hal ini
disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan penyempitan ruang sendi atau
kurang digunakannya sendi tersebut.
Gejala-gejala utama ialah adanya nyeri pada sendi yang terkena, terutama waktu
bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan, mula-mula rasa kaku, kemudian timbul rasa
nyeri yang berkurang saat istirahat. Terdapat hambatan pada pergerakan sendi, kaku pagi,
krepitasi, pembesaran sendi, dan perubahan gaya berjalan.
Merupakan gambaran primer pada osteoartritis, nyeri akan bertambah apabila sedang
melakukan sesuatu kegiatan fisik.
Biasanya akan berlangsung 15 - 30 menit dan timbul setelah istirahat atau saat memulai
kegiatan fisik.
3. Peradangan
Sinovitis sekunder, penurunan pH jaringan, pengumpulan cairan dalam ruang sendi akan
menimbulkan pembengkakan dan peregangan simpai sendi yang semua ini akan
menimbulkan rasa nyeri.
4. Mekanik
Nyeri biasanya akan lebih dirasakan setelah melakukan aktivitas lama dan akan
berkurang pada waktu istirahat. Mungkin ada hubungannya dengan keadaan penyakit
yang telah lanjut dimana rawan sendi telah rusak berat. Nyeri biasanya berlokasi pada
sendi yang terkena tetapi dapat menjalar, misalnya pada osteoartritis coxae nyeri dapat
dirasakan di lutut, bokong sebelah lateril, dan tungkai atas. Nyeri dapat timbul pada
waktu dingin, akan tetapi hal ini belum dapat diketahui penyebabnya.
5. Pembengkakan Sendi
6. Deformitas
7. Gangguan Fungsi
E. KOMPLIKASI
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sinar-X.
Gambar sinar X pada engsel akan menunjukkan perubahan yang terjadi pada tulang seperti
pecahnya tulang rawan.
2. Tes darah.
Tes darah akan membantu memberi informasi untuk memeriksa rematik.
3. Analisa cairan engsel
Dokter akan mengambil contoh sampel cairan pada engsel untuk kemudian diketahui apakah
nyeri/ngilu tersebut disebabkan oleh encok atau infeksi.
4. Artroskopi
Artroskopi adalah alat kecil berupa kamera yang diletakkan dalan engsel tulang. Dokter akan
mengamati ketidaknormalan yang terjadi.
5. Foto Rontgent menunjukkan penurunan progresif massa kartilago sendi sebagai penyempitan
rongga sendi
6. Serologi dan cairan sinovial dalam batas normal
G. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas untuk osteoartritis, oleh karena
patogenesisnya yang belum jelas, obat yang diberikan bertujuan untuk mengurangi rasa sakit,
meningkatkan mobilitas dan mengurangi ketidak mampuan. Obat-obat anti inflamasinon steroid
(OAINS) bekerja sebagai analgetik dan sekaligus mengurangi sinovitis, meskipun tak dapat
memperbaiki atau menghentikan proses patologis osteoartritis.
a. Analgesic yang dapatdipakai adalah asetaminofen dosis 2,6-4,9 g/hari atau profoksifen HCL.
Asam salisilat juga cukup efektif namun perhatikan efek samping pada saluran cerna dan ginjal
b. Jika tidak berpengaruh, atau tidak dapat peradangan maka OAINS seperti fenofrofin,
piroksikam,ibuprofen dapat digunakan. Dosis untuk osteoarthritis biasanya ½-1/3 dosis penuh
untuk arthritis rematoid. Karena pemakaian biasanya untuk jangka panjang, efek samping utama
adalahganggauan mukosa lambung dan gangguan faal ginjal.
c. Injeksi cortisone.
Dokter akan menyuntikkan cortocosteroid pada engsel yang mempu mengurangi nyeri/ngilu.
d. Suplementasi-visco.
Tindakan ini berupa injeksi turunan asam hyluronik yang akan mengurangi nyeri pada pangkal
tulang. Tindakan ini hanya dilakukan jika osteoarhtritis pada lutut.
2. Perlindungan sendi
Osteoartritis mungkin timbul atau diperkuat karena mekanisme tubuh yang kurang baik. Perlu
dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi yang sakit. Pemakaian tongkat, alat-alat listrik
yang dapat memperingan kerja sendi juga perlu diperhatikan. Beban pada lutut berlebihan karena
kakai yang tertekuk (pronatio).
3. Diet
Diet untuk menurunkan berat badan pasien osteoartritis yang gemuk harus menjadi program
utama pengobatan osteoartritis. Penurunan berat badan seringkali dapat mengurangi timbulnya
keluhan dan peradangan.
4. Dukungan psikososial
Dukungan psikososial diperlukan pasien osteoartritis oleh karena sifatnya yang menahun dan
ketidakmampuannya yang ditimbulkannya. Disatu pihak pasien ingin menyembunyikan
ketidakmampuannya, dipihak lain dia ingin orang lain turut memikirkan penyakitnya. Pasien
osteoartritis sering kali keberatan untuk memakai alat-alat pembantu karena faktor-faktor
psikologis.
5. Persoalan Seksual
Gangguan seksual dapat dijumpai pada pasien osteoartritis terutama pada tulang belakang, paha
dan lutut. Sering kali diskusi karena ini harus dimulai dari dokter karena biasanya pasien enggan
mengutarakannya.
6. Fisioterapi
Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan osteoartritis, yang meliputi pemakaian panas
dan dingin dan program latihan ynag tepat. Pemakaian panas yang sedang diberikan sebelum
latihan untk mengurangi rasa nyeri dan kekakuan. Pada sendi yang masih aktif sebaiknya diberi
dingin dan obat-obat gosok jangan dipakai sebelum pamanasan. Berbagai sumber panas dapat
dipakai seperti Hidrokolator, bantalan elektrik, ultrasonic, inframerah, mandi paraffin dan mandi
dari pancuran panas.
Program latihan bertujuan untuk memperbaiki gerak sendi dan memperkuat otot yang biasanya
atropik pada sekitar sendi osteoartritis. Latihan isometrik lebih baik dari pada isotonik karena
mengurangi tegangan pada sendi. Atropi rawan sendi dan tulang yang timbul pada tungkai yang
lumpuh timbul karena berkurangnya beban ke sendi oleh karena kontraksi otot. Oleh karena otot-
otot periartikular memegang peran penting terhadap perlindungan rawan senadi dari beban, maka
penguatan otot-otot tersebut adalah penting.
7. Operasi
8. Operasi perlu dipertimbangkan pada pasien osteoartritis dengan kerusakan sendi yang
nyata dengan nyari yang menetap dan kelemahan fungsi. Tindakan yang dilakukan adalah
osteotomy untuk mengoreksi ketidaklurusan atau ketidaksesuaian, debridement sendi
untuk menghilangkan fragmen tulang rawan sendi, pebersihan osteofit.
8. Terapi konservatif mencakup penggunaan kompres hangat, penurunan berat badan, upaya
untuk menhistirahatkan sendi serta menghindari penggunaan sendi yang berlebihan
pemakaian alat-alat ortotail. Untuk menyangga sendi yang mengalami inflamasi ( bidai
penopang) dan latihan isometric serta postural. Terapi okupasioanl dan fisioterapi dapat
membantu pasien untuk mengadopsi strategi penangan mandiri.
H. PENCEGAHAN
Untuk mencegah osteoarthritis, lakukan hal-hal berikut:
1. Konsumsi makanan sehat seperti buah-buahan, sayur dan kacang-kacangan.
2. Minum obat yang direkomendasikan dokter.
3. Pertimbangkan untuk menggunakan alat bantu saat beraktivitas untuk mengurangi bahaya.
4. Jaga gerakan yang dapat menyebabkan cidera tulang.
5. Jika mengangkat benda, usahakan beban terbagi merata pada seluruh sambungan tulang.
6. Pilih sepatu yang tepat.
7. Ketahui batas kemampuan gerakan dan kemampuan mengangkat beban.
8. Teknik relaksasi juga dapat membantu, seperti mengambil napas dalam dan hipnosis.
II. KONSEP KEPERAWATAN
A.PENGKAJIAN
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala:
a. Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stress pada sendi : kekakuan pada
pagi hari.
b. Keletihan
c. Keterbatasan ruang gerak, atropi otot, kulit: kontraktor/kelainan pada sendi dan otot.
Tanda:
a. Malaise
b. Keterbatasan rentang gerak ; atrofi otot, kulit : kontraktur atau kelainan pada sendi dan otot
2. Kardiovaskuler
Tanda : Fenomena Raynaud dari tangan (misalnya pucat litermiten, sianosis kemudian
kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal.
3. Integritas Ego
a. Faktor-faktor stress akut atau kronis : Misalnya finansial, pekerjaan, ketidakmampuan,
factor-faktor hubungan
b. Keputusasaan dan ketidak berdayaan
c. Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi misalnya ketergantungan pada
orang lain
6. Neurosensori
Gejala: kebas/kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan
8. Keamanan
a. Kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga
b. Kekeringan pada mata dan membran mukosa
c. Kulit mengkilat, tegang, nodul sub mitaneus
d. Lesi kulit, ulkas kaki
e. Kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga
f. Demam ringan menetap
g. Kekeringan pada mata dan membran mukosa
9. Interaksi Sosial
Gejala: kerusakan interaksi dan keluarga / orang lsin : perubahan peran: isolasi
10. Penyuluhan/Pembelajaran
1. Nyeri b/d penurunan fungsi tulang, distensi jaringan oleh akumulasi cairan/proses inflamasi,
distruksi sendi.
2. Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan : Deformitas skeletal, Nyeri, ketidaknyamanan ,
Penurunan kekuatan otot
3. Risiko cedera b/d penurunan fungsi tulang.
4. Perubahan pola tidur b/d nyeri
5. Defisit perawatan diri b/d nyeri dan kelemahan, Kerusakan Auskuloskeletal : Penurunan
Kekuatan, Daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, Depresi.
6. Gangguan citra tubuh/ perubahan penampilan peran b/d perubahan kemampuan untuk
melakukan tugas-tugas umum, Peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.
7. Resiko Tinggi terhadap Kerusakan Penatalaksanaan Lingkungan berhubungan dengan : Proses
penyakit degeneratif jangka panjang, Sistem pendukung tidak adekuat.
8. Kurang Pengetahuan (Kebutuhan Belajar) Mengenai Penyakit, Prognosis dan Kebutuhan
Perawatan dan Pengobatan b/d kurangnya pemahaman / mengingat kesalahan interpretasi
informasi.
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa 1: Nyeri b/d penurunan fungsi tulang, distensi jaringan oleh akumulasi cairan/proses
inflamasi, distruksi sendi.
Intervensi :
1. Kaji keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0 – 10). Catat faktor-faktor yang
mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal. R/ Membantu dalam menentukan kebutuhan
managemen nyeri dan keefektifan program.
2. Berikan matras atau kasur keras, bantal kecil. Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan.
R/Matras yang lembut/empuk, bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh
yang tepat, menempatkan setres pada sendi yang sakit. Peninggian linen tempat tidur
menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi / nyeri.
3. Biarkan pasien mengambil posisi yang nyaman pada waktu tidur atau duduk di kursi.
Tingkatkan istirahat di tempat tidur sesuai indikasi. R/ Pada penyakit berat, tirah baring mungkin
diperlukan untuk membatasi nyeri atau cedera sendi.
4. Pantau penggunaan bantal.
5. Dorong untuk sering mengubah posisi. Bantu pasien untuk bergerak di tempat tidur, sokong
sendi yang sakit di atas dan di bawah, hindari gerakan yang menyentak. R/ Mencegah terjadinya
kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/rasa sakit pada
sendi.
6. Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu bangun. Sediakan
waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air
kompres, air mandi. R/ Panas meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas, menurunkan rasa sakit
dan melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitifitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal
dapat disembuhkan.
7. Pantau suhu kompres.
8. Berikan masase yang lembut. R/ Meningkatkan elaksasi/mengurangi tegangan otot.
9. Beri obat sebelum aktivitas atau latihan yang direncanakan sesuai petunjuk seperti asetil salisilat
R/ Meningkatkan relaksasi, mengurangi tegangan otot, memudahkan untuk ikut serta dalam
terapi.
10. Dorong penggunaan teknik manajemen stress misalnya relaksasi progresif sentuhan terapeutik
bio feedback, visualisasi, pedoman imajinasi hipnotis diri dan pengendalian nafas.
11. Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi individu.
12. Beri obat sebelum aktivitas/latihan yang direncanakan sesuai petunjuk.
13. Bantu klien dengan terapi fisik.
Intervensi :
Diagnosa 3 : Risiko cedera b/d penurunan fungsi tulang, kerusakan mobilitas fisik.
Kriteria Hasil : Klien dapat mempertahankan keselamatan fisik.
Intervensi :
1. Kendalikan lingkungan dengan : Menyingkirkan bahaya yang tampak jelas, mengurangi
potensial cedera akibat jatuh ketika tidur misalnya menggunakan penyanggah tempat tidur,
usahakan posisi tempat tidur rendah, gunakan pencahayaan malam siapkan lampu panggil
2. Memantau regimen medikasi.
3. Izinkan kemandirian dan kebebasan maksimum dengan memberikan kebebasan dalam
lingkungan yang aman, hindari penggunaan restrain, ketika pasien melamun alihkan
perhatiannya ketimbang mengagetkannya.
R/ Lingkungan yang bebas bahaya akan mengurangi resiko cedera dan membebaskan keluarga dari
kekhawatiran yang konstan. Hal ini akan memberikan pasien merasa otonomi, restrain dapat
meningkatkan agitasi, mengagetkan pasien akan meningkatkan ansietas.
Intervensi :
1. Tentukan kebiasaan tidur biasanya dan biasanya dan perubahan yang terjadi. R/ Mengkaji
perlunya dan mengidentifikasi intervensi yang tepat.
2. Berikan tempat tidur yang nyaman. R/ Meningkatkan kenyamaan tidur serta dukungan
fisiologis/psikologis.
3. Buat rutinitas tidur baru yang dimasukkan dalam pola lama dan lingkungan baru. R/ Bila
rutinitas baru mengandung aspek sebanyak kebiasaan lama, stress dan ansietas yang
berhubungan dapat berkurang.
4. Instruksikan tindakan relaksasi. R/ Membantu menginduksi tidur.
5. Tingkatkan regimen kenyamanan waktu tidur, misalnya mandi hangat dan massage. R/
Meningkatkan efek relaksasi.
6. Gunakan pagar tempat tidur sesuai indikasi: rendahkan tempat tidur bila mungkin. R/ Dapat
merasakan takut jatuh karena perubahan ukuran dan tinggi tempat tidur, pagar tempat untuk
membantu mengubah posisi .
7. Hindari mengganggui bila mungkin, misalnya membangunkan untuk obat atau terapi. R/ Tidur
tanpa gangguan lebih menimbulkan rasa segar dan pasien mungkin mungkin tidak mampu
kembali tidur bila terbangun.
8. Berikan sedatif, hipnotik sesuai indikasi. R/ Mungkin diberikan untuk membantu pasien tidur
atau istirahat.
Diagnosa 5 : Defisit perawatan diri b/d nyeri dan kelemahan, kerusakan auskuloskeletal,
penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
Kriteria Hasil : Klien dapat melaksanakan aktivitas perawatan sendiri secara mandiri.
Intervensi :
1. Kaji tingkat fungsi fisik. R/ Mengidentifikasi tingkat bantuan/dukungan yang diperlukan.
2. Diskusikan tingkat fungsi umum; sebelum timbul eksaserbasi penyakit dan potensial perubahan
yang sekarang diantisipasi.
3. Pertahankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan. R/ Mendukung kemandirian
fisik/emosional.
4. Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri, identifikasi untuk modifikasi
lingkungan. R/ Menyiapkan untuk meningkatkan kemandirian yang akan meningkatkan harga
diri.
5. Identifikasikasi untuk perawatan yang diperlukan, misalnya; lift, peninggian dudukan toilet,
kursi roda. R/ Memberikan kesempatan untuk dapat melakukan aktivitas secara mandiri.
6. Kolaborasi untuk mencapai terapi okupasi.
Diagnosa 6 : Gangguan citra tubuh/ perubahan penampilan peran b/d perubahan kemampuan
untuk melakukan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan
mobilitas.
Kriteria hasil : mengungkapkan peningkatan rasa percaya kemampuan untuk menghadapi
penyakit, perubahan gaya hidup dan kemungkinan keterbatasan.
Intervensi :
1. Dorong pengungkapan mengenai masalah mengenai proses penyakit, harapan masa depan. R/
Beri kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/kesal menghadapinya secara langsung.
2. Diskusikan arti dari kehilangan/perubahan pada pasien/orang terdekat. Memastikan bagaimana
pandangan pribadi psien dalam memfungsikan gaya hidup sehari-hari termasuk aspek-aspek
seksual. R/ Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan interaksi
dengan orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap intervensi atau konseling lebih lanjut.
3. Diskusikan persepsi pasien mengenai bagaiman orang terdekat menerima keterbatasan. R/
Isyarat verbal/nonverbal orang terdekat dapat mempunyai pengaruh mayor pada bagaimana
pasien memandang dirinya sendiri.
4. Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, ketergantungan. R/Nyeri melelahkan, dan
perasaan marah, bermusuhan umum terjadi.
5. Perhatikan perilaku menarik diri, penguanan menyangkal atau terlalu memperhatikan
tubuh/perubahan. R/ Dapat menunjukkan emosional atau metode maladaptive, membutuhkan
intervensi lebih lanjut atau dukungan psikologis.
6. Susun batasan pada prilaku maladaptive. Bantu pasien untuk mengidentifikasi perilaku positif
yang dapat membantu koping. R/ Membantu pasien mempertahankan kontrol diri yang dapat
meningkatkan perasaan harga diri.
7. Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal aktivitas. R/
Meningkatkan perasaan kompetensi/harga diri, mendorong kemandirian, dan mendorong
partisipasi dan terapi.
8. Rujuk pada konseling psikiatri. R/ Pasien/orang terdekat mungkin membutuhkadukungann
selama berhadapan dengan proses jangka panjang/ketidakmampuan.
9. Berikan obat-obat sesuai petunjuk. R/ Mungkin dibutuhkan pada saat munculnya depresi hebat
sampai pasien mengembangkan kemampuankoping yang efektif.
Intervensi:
Kriteria Hasil :
Intervensi :
C. Region
1) Dimana lokasinya
Nyeri dirasakan dibagian kaki kanan dan kiri
1) pakah menyebar
Ya, Klien mengatakan terkadang menyebar ke pergelangan kaki
D. Severity
Nyeri yang dirasakan mengganggu aktivitas karena pernah membuat klien
tidak bisa berjalan.
E. Time
Nyeri timbul Ketika cuaca dingin dan setelah selesai beraktivitas.
IV. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU
A. Penyakit yang pernah dialami : Pasien tidak pernah mengalami penyakit yang
serius, hanya mengalami demam biasa saja.
B. Pengobatan / tindakan yang dilakukan : Kien mengatakan pernah memeriksan
ke dokter yang ada dilingkungan itu
C. Pernah dirawat / dioperasi : Klien mengatakan tidak pernah dirawat / dioperasi.
D. Lama dirawat : -
E. Alergi : Klien alergi makan udang.
V. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
A. Orang Tua
Klien mengatakan orang tuanya tidak mempunyai penyakit yang sama
dengannya.
B. Saudara Kandung
Klien mengatakan saudara kandungnya tidak memiliki penyakit yang sama
dengannya
C. Penyakit ketururan yang ada
Tidak ada penyakit keturunan pada keluarga klien.
D. Anggota keluarga yang meninggal : orang tua klien.
E. Penyebab meninggal : Klien mengatakan penyebab meningggal karena
memang sudah lanjut usia.
VI. RIWAYAT KEADAAN PSIKOSOSIAL
A. Persepsi pasien tentang penyakitnya :
Klien mengetahui penyakitnya dan berharap lekas sembuh
B. Konsep Diri :
Gambaran diri : Klien mengatakan berat badannya mulai menurun dan
mudah lelah.
Ideal diri : Klien mengharapkan agar diberikan ketabahan dalam
menghadapi penyakitnya.
Harga diri : Klien merasa senang tinggal dirumahnya.
Peran diri : Klien merupakan ibu rumah tangga.
Identitas : Klien adalah ibu dari 5 orang anaknya dan anak – anaknya
sudah mempunyai keluarga kecil.
C. Keadaan Emosi :
Keadaan emosi pasien dalam keadaan stabil.
D. Hubungan sosial :
Orang yang berarti : Suami, anak dan cucunya.
Hubungan dengan keluarga : Harmonis dengan keluarga yang ada.
Hubungan dengan orang lain : Baik, klien mau bergaul dengan
tetangganya.
Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : tidak ada.
E. Spiritual :
Nilai dan keyakinan : Klien beragama islam dan mengikuti perwiritan di
lingkungannya setiap hari selasa, kamis, dan sabtu.
Kegiatan ibadah : klien secara rutin mengikuti ibadah sesuai agamanya.
VII. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum : Klien dalam kondisi baik, namun terlihat kondisi kaki lemah
sehingga perlu bantuan tongkat untuk berjalan.
B. Tanda-tanda Vital
Suhu tubuh : 36.8 C
Tekanan darah : 120/ 70 mmhg
Nadi : 82 x/i
RR : 21 x/i
Skala nyeri : 6
TB : 150 cm
BB : 67 kg
C. Pemeriksaan head to toe
1) Kepala dan rambut :
Bentuk : Bulat dan simetris.
Ubun-ubun : Tidak ada kelainan.
Kulit kepala : Bersih Rambut.
Penyebaran dan keadaan rambut : rambut menyebar merata dan
banyak uban.
Bau : tidak berbau.
Warna kulit : sawo matang.
2) Wajah :
Warna kulit : sawo matang.
Struktur wajah : bulat.
3) Mata :
Kelengkapan dan kesimetrisan : Mata lengkap dan simetris.
Palpebra : normal.
Konjungtiva dan sclera : Konjunctiva tidak pucat dan sclera tidak
ikterik.
Pupil : isokor.
Kornea dan iris : reflek terhadap cahaya +
4) Hidung
Tulang hidung dan posisi septum nasi : normal dengan letak medial
Lubang hidung : simetris
Telinga
Bentuk telinga : simetris
Ukuran telinga : normal
Lubang telinga : terdapat serumen
Ketajaman pendengaran : pendengaran klien berkurang
5) Mulut
Keadaan bibir : bibir klien kering − Keadaan gusi dan gigi : tidak ada
pembengkakan − Keadaan lidah : normal (medial)
6) Leher
Thyroid : Tidak ada pembesaran KGB.
Suara : Klien mengeluarkan kata - kata dengan jelas.
Denyut nadi karotis : teraba.
Vena jugularis : teraba
7) Pemeriksaan Integument
Kebersihan : bersih
Kehangatan : akral hangat.
Warna : sawo matang.
Turgor : baik (kulit cepat kembali).
Kelembaban : kulit tampak tidak kering.
Kelainan pada kulit : tidak ada kelainan
8) Pemeriksaan Thoraks/Dada
Inspeksi thoraks : simetris.
Pernafasan : 21x/i dan teratur
9) Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : tidak ada benjolan.
Palpasi : tidak ada tanda nyeri tekan
10) Pemeriksaan Kelamin dan Daerah Sekitarnya
Tidak dilakukan
11) Kesimetrisan
Ekstremitas atas : Tangan kanan dan kiri simetris.
Ekstremitas bawah : Jari – jari kaki kanan dan kiri tidak simetris
(Asimetris).
Edema : tidak ada edema.
Kekuatan otot : kekuatan otot telah berkurang dimana klien lebih sering
duduk dan bila berjalan lambat serta menggunakan alat bantu berjalan.
Pemeriksaan Neurologi : GCS = 15 ; E = 6, M =4, V = 5
12) Fungsi motorik
Cara berjalan : Klien berjalan lambat.
Pronasi dan Supinasi : Klien mampu membalik - balikkan tangan.
Romberg test : Klien mampu berdiri walau dengan bantuan.
13) Fungsi Sensorik
Test tajam – tumpul : Klien dapat membedakan tajam dan tumpul.
Test panas - dingin : Klien dapat membedakan panas dan dingin.
VIII. POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI
1. Pola Makan dan Minum
Frekuensi makan/hari : Klien makan 3 kali per hari.
Nafsu/selera makan : klien mengatakan selera makannya baik.
Waktu pemberian makan : Pagi, siang dan malam.
Jumlah dan jenis makan : 1 piring sekali makan dan makanan biasa.
Waktu pemberian cairan/ minuman : Meminum air putih.
2. Perawatan Diri / Personal Hygiene
Kebersihan tubuh : Mandi 2 kali per hari.
Kebersihan gigi dan mulut : gosok gigi 2 kali per hari.
Kebersihan kuku kaki dan tangan : Pemotongan kuku jika panjang.
3. Pola Kegiatan / Aktivitas
Klien tidak memiliki kegiatan rutin karena penyakitnya, hanya jalanjalan
sebentar dan terkadang menyiram bunga.
4. Pola Eliminasi
a) BAB
Pola BAB : 1 kali /hari.
karakter feses : kuning,lembek.
Riwayat Pendarahan : tidak ada dan saat mengkaji tidak terjadi
diare.
b) BAK
Pola BAK : 6-7 kali/ hari.
Karakter urine : Kuning tidak terlalu pekat.
Nyeri/rasa terbakar/kesulitan BAK : tidak ada.
Riwayat penyakit ginjal/ kandung kemih : tidak ada.
No Data Etiologi Masalah
Keperawatan
1. DS : Osteoarthritis Nyeri Kronis
Klien mengatakan nyeri
kaki kirinya dan kadang Efusi sendi
menyebar ke pergelangan
kaki. Penyempitan
DO :
Klien nampak memijit – rongga sendi
mijit kaki nya
Skala nyeri 6 Gerakan akibat
TD : 120 / 70 mmHg
T : 36,8 C Aktivitas
HR : 81 x / i.
RR : 21 x / i. Nyeri kronis
2. DS : Osteoartrhitis Hambatan
Klien mengatakan kaki mobilitas fisik
kirinya sulit digerakkan Perubahan fungsi
pada saat beraktivitas.
Klien mengatakan nyeri Tulang
yang dirasakan
mengganggu aktivitas Deformitas sendi
karena pernah membuat
klien tidak bisa berjalan. Sulit bergerak
DO :
Klien terlihat Hambatan
menggunakan tongkat Mobilitas fisik
ketika berjalan.
Klien terlihat kesulitan ketika
berjalan
3. Masalah Keperawatan.
1. Nyeri Kronis.
Diagnosa Keperawatan
Terapi Aktivitas,
indikatornya :
Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktifitas
yang
diinginkan.
Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktifitas
yang
bermakna.
Bantu klien untuk
mengidentifikasi
kelemahan
dalam level aktivitas
tertentu.
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Osteoartritis merupakan golongan rematik sebagai penyebab kecacatan yang menduduki
urutan pertama dan akan meningkat dengan meningkatnya usia, penyakit ini jarang ditemui pada
usia di bawah 46 tahun tetapi lebih sering dijumpai pada usia di atas 60 tahun. Faktor umur dan
jenis kelamin menunjukkan adanya perbedaan frekuensi (Sunarto, 1994, Solomon, 1997).
b. saran
1. Sebaiknya seorang perawat dapat melaksanakn asuhan keperawatan kepada klien osteoarthritis
sesuai dengan indikasi penyakit
2. Sebaiknya seorang perawat dapat melakukan asuhan keperawatan pada pasien osteoarthitis
dengan baik dan benar
DAFTAR PUSTAKA
Depkes, RI (1995), Penerapan Proses Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Maskuloskeletal, Jakarta, Pusdiknakes.
http://www.klikdokter.com/medisaz/read/2010/07/05/97/osteoartritis
http://www.lenterabiru.com/2009/01/osteoartritis.htm
Kalim, Handono, 1996., Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Long C Barbara, Perawatan Medikal Bedah (Suatu pendekatan proses Keperawatan), Yayasan
Ikatan alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, Bandung, 1996
Prince, Sylvia Anderson, 2000., Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit., Ed. 4, EGC,
Jakarta.
R. Boedhi Darmojo & Martono Hadi (1999), Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut, Jakarta, Balai
Penerbit FK Universitas Indonesia
Smeltzer S. C. & Bare B.G. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah brunner suddart. Ed. 8.
Vol. 3. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.
Soeparman (1995), Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Kedua, Jakarta, Balai Penerbit FKUI