Anda di halaman 1dari 135

ht

tp
s:
//j
a ka
rta
.b
ps
.g
o.
id
ht
tp
s:
//j
ak
ar
ta.
bp
s.
go.
id
INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT PROVINSI DKI JAKARTA 2019

ISSN : 1829.703X
No Publikasi : 31550.1905

id
Katalog : 4102004.31

o.
Ukuran Buku : 29,5 cm x 21,5 cm
Jumlah Halaman : xiv + 119 halaman g
s.
bp

: Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik


a.

Naskah
t

Penyunting : Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik


ar

Desain Kover : Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik


ak
//j
s:

Diterbitkan Oleh : © Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta


tp
ht

Sumber Ilustrasi : www.canva.com


Pencetak : Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta

Dilarang mengumumkan, mendistribusikan, mengkomunikasikan, dan/atau


menggandakan sebagian atau seluruh isi buku ini untuk tujuan komersial tanpa izin
terulis dari Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta
TIM PENYUSUN

Penanggung Jawab : Buyung Airlangga

id
Editor : Muhammad Noval

o.
g
Rocky Gunung Hasudungan
s.
bp
a.

Penulis : Muhammad Noval


t
ar

Yulius Antokida
ak
//j
s:

Layout dan Infografis : Yulius Antokida


tp
ht

Gambar Kulit : Yulius Antokida


ht
tp
s:
//j
ak
ar
ta.
bp
s.
go.
id
KATA PENGANTAR

Publikasi Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta 2019 merupakan


publikasi tahunan yang disusun oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta. Publikasi
ini menyajikan data dan analisis deskriptif ringkas mengenai gambaran umum kesejahteraan
rakyat di DKI Jakarta.

Cakupan pembahasan, meliputi aspek kependudukan dan keluarga berencana ,


pendidikan, ketenagakerjaan, kesehatan, perumahan dan teknologi komunikasi, pendapatan
dan pengeluaran rumah tangga, serta indikator lainnya seperti kemiskinan dan kriminalitas.

Disadari bahwa publikasi ini dapat terwujud berkat kerjasama dengan berbagai instansi.

id
o.
Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, terutama

g
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang telah memberikan masukan-masukan sehingga publikasi
s.
bp

ini dapat diselesaikan sesuai rencana.


a.

Kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak untuk perbaikan publikasi
t
ar

ini di masa yang akan datang. Akhirnya kami berharap agar publikasi ini bermanfaat bagi semua
ak

pihak.
//j
s:
tp

Jakarta, November 2019


ht

BADAN PUSAT STATISTIK


PROVINSI DKI JAKARTA
Kepala,

BUYUNG AIRLANGGA

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 v


ht
tp
s:
//j
ak
ar
ta.
bp
s.
go.
id
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
BAB I. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang dan Ruang Lingkup 1
1.2 Tujuan Penulisan 2
1.3 Jenis dan Sumber Data 2
1.4 Sistematika Penulisan 3
BAB II. KEPENDUDUKAN 5
2.1 Jumlah dan Komposisi Penduduk 6

id
2.1.1. Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk 7

o.
2.1.2. Komposisi Penduduk 9
2.1.3. Rasio Jenis Kelamin .g 11
ps
2.2 Status dan Usia Perkawinan 13
2.3 Pemakaian Alat/Cara Keluarga Berencana 16
.b

2.4 Kepemilikan Akta Kelahiran 17


ta
ar

BAB III. PENDIDIKAN 24


ak

3.1 Buta Huruf 25


//j

3.2 Partisipasi Sekolah 28


s:

3.3 Tingkat Pendidikan 33


tp

3.4 Fasilitas Pendidikan 35


ht

BAB IV. KETENAGAKERJAAN 39


4.1 Konsep dan Definisi Ketenagakerjaan 40
4.2 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 41
4.3 Tingkat Kesempatan Kerja 42
4.4 Penduduk Bukan Angkatan Kerja 43
4.5 Penduduk Bekerja 44
4.5.1. Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama 44
4.5.2. Penduduk Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama 47
4.6 Pengangguran 48
4.6.1 Penggangguran Terbuka 49
4.6.2 Pekerja Tidak Penuh 50
BAB V. KESEHATAN 53
5.1 Angka Kematian Bayi 54
5.2 Angka Harapan Hidup 57
5.2 Pemberian Air Susu Ibu (ASI) 58
5.4 Penolong Kelahiran 60
5.5 Keluhan Kesehatan 62

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 vii


BAB VI. PERUMAHAN DAN TEKNOLOGI KOMUNIKASI 69
6.1 Luas Lantai 70
6.2 Jenis Atap Rumah 72
6.3 Fasilitas Rumah 73
6.4 Air Minum Layak 78
6.5 Teknologi, Komunikasi dan Informasi 80
BAB VII. PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA 93
7.1 Distribusi Pendapatan, Gini Rasio, dan Kriteria Bank Dunia 94
7.2 Pengeluaran per Kapita menurut Jenis Pengeluaran 97
BAB VIII. INDIKATOR LAINNYA 107
8.1 Kemiskinan 107
8.2 Kriminalitas 113
BAB IX. PENUTUP 115

id
o.
.g
ps
.b
ta
ar
ak
//j
s:
tp
ht

viii Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


DAFTAR TABEL

Halaman
BAB II. KEPENDUDUKAN

2.1 Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Usia Muda, Produktif, dan 9


Usia Tua (Persen) di DKI Jakarta, 2015-2019
2.2 Jumlah, Proporsi dan Pertumbuhan Penduduk Menurut 18
Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, Tahun 1990, 2000, 2010, 2019
2.3 Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di DKI 18
Jakarta, Tahun 1961-2019 (%)
2.4 Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, Tahun 19
1990, 2000, 2010, 2019
2.5 Rasio Jenis Kelamin Menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 19
Tahun 1990-2019

id
2.6 Persentase Penduduk Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin 20

o.
di DKI Jakarta, Tahun 1990, 2000, 2010, 2019
.g
2.7 Rasio Jenis Kelamin menurut Golongan Umur di DKI Jakarta 21
ps
Tahun 1990, 2000, 2010, 2019
.b

2.8 Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Kelompok Umur dan 22


ta

Angka Ketergantungan (Dependency Ratio) di DKI Jakarta,


ar

Tahun 1990, 2000, 2010, 2019


ak

2.9 Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke atas Menurut Status


//j

Perkawinan dan Jenis Kelamin di DKI Jakarta, Tahun 1990, 2001, 22


s:

2010 dan 2018


tp

2.10 Persentase Wanita Kawin Usia 15 - 49 Tahun Menurut Pemakaian Alat 23


ht

KB di DKI Jakarta, Tahun 1995, 2001, 2010 dan 2018


22.11
PersPersentase Penduduk Berumur 0-17 tahun yang Memiliki Akta
KelahirKelahiran dari Kantor Catatan Sipil Kabupaten/Kota di DKI
Jakarta,2018 23

BAB III. PENDIDIKAN

3.1 Tingkat Buta Huruf Penduduk 15 Tahun ke atas menurut 31


Kabupaten/Kota Administrasi dan Jenis Kelamin di DKI Jakarta,
Tahun 2001, 2012 dan 2019
3.2 Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut Usia Sekolah dan Jenis 32
Kelamin di DKI Jakarta Tahun 2001, 2012 dan 2018
3.3 Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut Usia Sekolah, Jenis 32
Kelamin dan Kabupaten/Kota Administrasi di DKI Jakarta Tahun
2018

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 ix


3.4 Angka Partisipasi Murni (APM) Menurut Jenjang Pendidikan dan Jenis 32
Kelamin di DKI Jakarta Tahun 2010, 2012, dan 2018
3.5 Angka Partisipasi Murni (APM) Menurut Jenjang Pendidikan, Jenis 33
Kelamin dan Kabupaten/Kota Administrasi di DKI Jakarta Tahun 2018
3.6 Jumlah Sekolah Menurut Tingkat Pendidikan dan Kabupaten/Kota 37
Administrasi di DKI Jakarta, 2019
3.7 Jumlah Guru, Murid dan Sekolah Menurut Jenjang Pendidikan 37
di DKI Jakarta, 2019
3.8 Rasio Murid-Guru, Rasio Murid-Sekolah, dan Rasio Murid-Kelas 38
Menurut Tingkat Pendidikan di DKI Jakarta Tahun 2019

BAB IV. KETENAGAKERJAAN


4.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke atas menurut Kegiatan Utama dan 51
Jenis Kelamin di DKI Jakarta, Agustus 2018 - Agustus 2019
4.2 Persentase Penduduk Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama 51
dan Jenis Kelamin di DKI Jakarta, Agustus 2018 - Agustus 2019

id
o.
4.3 Persentase Penduduk Bekerja menurut Status Pekerjaan Utama 52
.g
di DKI Jakarta, Agustus 2018 - Agustus 2019
ps
4.4 Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Jenis Kelamin di DKI 52
Jakarta, Agustus 2018 - Agustus 2019
.b
ta

4.5 Persentase Penduduk Bekerja dengan Status Bekerja Tidak 58


ar

Penuh di DKI Jakarta, Agustus 2017 - Agustus 2019


ak

BAB V. KESEHATAN
//j
s:

5.1 Angka Kematian Bayi menurut Jenis Kelamin di DKI Jakarta, 65


tp

Tahun 2011-2016
ht

5.2 Angka Harapan Hidup menurut Jenis Kelamin di DKI Jakarta, 65


Tahun 2011-2016
5.3 Persentase Bayi Usia 0-23 Bulan Menurut Pengalaman diberi ASI dan 66
Kabupaten/Kota di Provinsi DKI Jakarta, Tahun 2018
5.4 Persentase Penduduk Perempuan Berumur 15-49 tahun yang Pernah 67
Melahirkan dalam 2 Tahun Terakhir Menurut Penolong Kelahiran
Terakhir, 2018
5.5 Persentase Penduduk yang Mengalami Keluhan Kesehatan dan 67
Terganggunya Aktivitas menurut Jenis Kelamin dan Kabupaten/Kota
di DKI Jakarta, Tahun 2018
5.6 Persentase Penduduk yang Mengalami Keluhan Kesehatan Selama 68
Sebulan yang Lalu Menurut Jenis Kelamin dan Kabupaten/Kota di
DKI Jakarta, Tahun 2018

BAB VI. PERUMAHAN DAN TEKNOLOGI KOMUNIKASI


6.1 Persentase Rumah Tangga menurut Luas Lantai Bangunan dan 83
Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2013-2018

x Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


6.2 Persentase Rumah Tangga menurut Jenis Atap Rumah Terluas dan 84
Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2016-2018

6.3 Persentase Rumah Tangga menurut Sumber Penerangan Utama dan 85


Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2018
6.4 Persentase Rumah Tangga menurut Sumber Air Minum dan 85
Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2013-2018
6.5 Persentase Rumah Tangga menurut Jarak Pompa/Sumur ke 86
Penampungan Kotoran dan Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2013-
2018
6.6 Persentase Rumah Tangga menurut Jenis Bahan Bakar Utama untuk 87
Memasak dan Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2016-2018
6.7 Persentase Rumah Tangga Menurut Pembuangan Akhir 89
Kotoran/Tinja dan Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2018
6.8 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Telepon Rumah 90
menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2014–2018

id
6.9 Persentase Penduduk Berumur 5 Tahun ke Atas yang Menguasai 91

o.
HP Menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2018
.g
ps
6.10 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Komputer/Laptop 91
Menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2018
.b
ta

6.11 Persentase Penduduk 5 Tahun ke Atas yang Pernah 92


ar

Menggunakan Akses Internet Dalam 3 Bulan Terakhir Menurut


Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2016-2018
ak
//j

BAB VII. PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA


s:
tp

7.1 Distribusi Pendapatan dan Gini Rasio DKI Jakarta, Tahun 1990, 104
ht

2000 - 2018
7.2 Rata-rata Pengeluaran Makanan per Kapita Sebulan menurut Jenis 105
Pengeluaran Sebulan di DKI Jakarta, 2018
7.3 Rata-rata Pengeluaran Non Makanan per Kapita Sebulan Menurut 105
Jenis Pengeluaran Sebulan di DKI Jakarta, 2018
7.4 Pengeluaran Rata-rata per kapita per bulan Menurut Kelompok 106
Pengeluaran di DKI Jakarta Tahun 2010-2017

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 xi


DAFTAR GAMBAR

Halaman

BAB II. KEPENDUDUKAN

2.1. Jumlah Penduduk DKI Jakarta Tahun 2019 (orang) 6

2.2 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk DKI Jakarta,1971-2019 7

2.3. Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2019 8


(Jiwa/Km2)
2.4. Rasio Ketergantungan (Dependency Ratio) DKI Jakarta, 10
2015-2019 (persen)

id
2.5. Rasio Jenis Kelamin Menurut Kelompok Usia di DKI Jakarta, 2019 12
(persen)

o.
.g
2.6. Rasio Jenis Kelamin Menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2015 13
ps
dan 2019
.b

2.7. Persentase penduduk berumur 10 tahun ke atas menurut status 14


ta

perkawinan, Tahun 2019


ar

2.8. Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun Ke Atas menurut Status 15


ak

Perkawinan, menurut Wilayah Tahun 2019


//j

2.9. Persentase Penduduk Perempuan Pernah Kawin Menurut Usia 16


s:

Perkawinan Pertama, di DKI Jakarta, 2018


tp

2.10. Persentase Penduduk Berumur 0-17 tahun yang Memiliki Akta 17


ht

Kelahiran dari Kantor Catatan Sipil DKI Jakarta, 2018


BAB III. PENDIDIKAN
3.1. Angka Buta Huruf Penduduk Usia 15 Tahun ke atas Menurut Jenis 26
Kelamin di DKI Jakarta, 2019 (persen)
3.2. Angka Buta Huruf Penduduk Usia 15 Tahun ke atas Menurut 27
Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin, 2019 (persen)
3.3. Angka Partisipasi Sekolah (APS) Penduduk Usia Sekolah Menurut 29
Jenis Kelamin, di DKI Jakarta, 2018
3.4. Persentase Penduduk Usia 15 tahun ke atas Menurut Pendidikan 34
Tertinggi yang ditamatkan dan Jenis Kelamin, DKI Jakarta Tahun
2019
BAB IV. KETENAGAKERJAAN
4.1. Diagram Ketenagakerjaan 40
4.2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja menurut Jenis Kelamin di DKI 42
Jakarta, Agustus 2018 - Agustus 2019 (Persen)

xii Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


4.3. Tingkat Kesempatan Kerja di DKI Jakarta, Agustus 2016-Agustus 43
2019 (Persen)
4.4. Struktur Bukan Angkatan Kerja di DKI Jakarta, Agustus 2018 - 44
Agustus 2019 (Persen)
4.5. Persentase Penduduk Bekerja terhadap Total Pekerja menurut 46
Lapangan Pekerjaan Utama di DKI Jakarta, Agustus 2019
4.6. Persentase Penduduk Bekerja menurut Status Pekerjaan Utama di 48
DKI Jakarta, Agustus 2018 - Agustus 2019
4.7. Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Jenis Kelamin di DKI 49
Jakarta, Agustus 2018 - Agustus 2019 (Persen)
4.8. Persentase Penduduk Bekerja dengan Status Pekerja Tidak Penuh 50
di DKI Jakarta, Agustus 2018 - Agustus 2019
BAB V. KESEHATAN
5.1. Angka Kematian Bayi per 1000 Kelahiran Hidup Menurut Jenis 56
Kelamin di DKI Jakarta, 1971-2016

id
5.2. Angka Harapan Hidup di DKI Jakarta, 2015-2018 58

o.
.g
5.3. Persentase Wanita Pernah Kawin Usia 15-49 Tahun Menurut 61
ps
Penolong Kelahiran Bayi Usia 0-23 Bulan di DKI Jakarta, 2016
.b

5.4. Penduduk yang Mengalami Keluhan Kesehatan menurut Jenis 63


Kelamin di DKI Jakarta, 2019 (%)
ta
ar

5.5. Angka Kesakitan menurut Jenis Kelamin dan Kabupaten/Kota di DKI 64


ak

Jakarta, 2019 (%)


//j

BAB VI. PERUMAHAN DAN TEKNOLOGI KOMUNIKASI


s:

6.1. Persentase Rumah Tangga menurut Luas Lantai Bangunan di DKI 72


tp

Jakarta, 2012-2018
ht

6.2 Persentase Rumah Tangga menurut Jenis Atap Terluas di DKI 73


Jakarta, 2018
6.3. Persentase Rumah Tangga Menurut Jarak Pompa/Sumur ke 76
Penampungan Kotoran di DKI Jakarta, 2016-2018
6.4. Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Bahan Bakar Utama 77
Untuk Memasak dan Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2018
6.5. Persentase Rumah Tangga dengan Air Minum Layak Menurut 79
Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2018
BAB VII. PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA
7.1. Rasio Gini DKI Jakarta dan Nasional, 2015 -2019 95
7.2. Distribusi Pendapatan DKI Jakarta Menurut Kriteria Bank Dunia, 96
2017 - 2019
7.3. Skema Pengeluaran Rumah Tangga 98
7.4. Persentase Rata-rata Pengeluaran per Kapita Sebulan untuk 99
Konsumsi Makanan dan Bukan Makanan di DKI Jakarta, 2010-2016

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 xiii


7.5. Persentase Rata-rata Pengeluaran per Kapita Sebulan untuk 100
Konsumsi Makanan dan Bukan Makanan di DKI Jakarta Menurut
Kabupaten/Kota di DKI Jakarta , 2019
7.6. Distribusi Persentase Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan 101
untuk Konsumsi Makanan Menurut Kelompok Pengeluaran di DKI
Jakarta, 2018
7.7. Distribusi Persentase Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan 102
untuk Konsumsi Makanan Menurut Kelompok Pengeluaran dan
Wilayah, DKI Jakarta, Tahun 2018
7.9. Distribusi Persentase Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan 103
untuk Konsumsi Non Makanan Menurut Jenis Komoditas dan
Golongan Pengeluaran Per Kapita, DKI Jakarta, 2018
BAB VIII. INDIKATOR LAINNYA
8.1. Tren Kemiskinan di DKI Jakarta, 2015-2019 110
8.2. Garis Kemiskinan di DKI Jakarta (Rupiah/kapita/bulan), 2015-2019 111

id
8.3. Tingkat Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, Maret

o.
111
2017 dan Maret 2018 (persen)
.g
ps
8.4. Garis Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, Maret 113
2017 - Maret 2018 (rupiah/kapita/bulan).
.b

8.5. Persentase Penduduk Menurut Apakah Pernah Menjadi Korban 114


ta

Kejahatan, 2018
ar
ak
//j
s:
tp
ht

xiv Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang dan Ruang Lingkup


Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui berbagai program
pembangunan yang berkelanjutan terus berupaya meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Berbagai kebijakan pembangunan diarahkan untuk
memperbaiki kondisi sosial ekonomi masyarakat. Hal ini sejalan dengan
visinya “Jakarta kota maju, lestari dan berbudaya yang warganya terlibat
dalam mewujudkan keberadaan, keadilan dan kesejahteraan bagi semua”.
Sebagai ibu kota negara, Kota Jakarta seringkali menjadi cermin
kemajuan pembangunan negara Indonesia menjadi referensi bagi

id
pembangunan di wilayah lain. Oleh karena itu, diperlukan evaluasi terhadap

o.
.g
berbagai kinerja pembangunan, agar kebijakan yang akan diambil pada
ps
masa mendatang dapat mencapai sasaran dan mampu meningkatkan
.b

kesejahteraan masyarakat secara umum sekaligus menjadi contoh bagi


ta
ar

pembangunan di wilayah lain.


ak

Evaluasi terhadap hasil pembangunan dapat dilakukan dengan


//j

melihat indikator kesejahteraan rakyat, sebagai sasaran dari berbagai


s:
tp

program pembangunan. Apabila indikator yang ada menunjukkan


ht

kesejahteraan rakyat meningkat, maka dapat diasumsikan bahwa kinerja


pembangunan relatif sudah mencapai sasaran yang dituju, demikian pula
sebaliknya. Indikator kesejahteraan rakyat yang dimaksud antara lain dapat
dilihat dari tingkat pendidikan masyarakat secara umum, tingkat kesehatan,
tingkat pendapatan masyarakat, tingkat pengangguran, kondisi perumahan,
dan sebagainya.
Kesejahteraan rakyat memiliki dimensi yang sangat luas,
sementara data yang tersedia masih terbatas, sehingga tidak semua aspek
yang mendukung kesejahteraan rakyat dibahas dalam publikasi ini. Aspek-
aspek kesejahteraan yang akan diulas adalah aspek kependudukan,
pendidikan, ketenagakerjaan, kesehatan, pendapatan, perumahan dan
aspek lainnya.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 1


1.2. Tujuan Penulisan
Publikasi Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta
tahun 2019 ini bertujuan untuk :
1. Memberikan gambaran tentang perkembangan kesejahteraan rakyat
dan kesejahteraan sosial, sebagai dampak pembangunan yang telah
dilakukan.
2. Menjadi bahan masukan bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk
perencanaan pembangunan selanjutnya.

1.3. Jenis dan Sumber Data


Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta Tahun 2019
menyajikan informasi dalam bentuk ulasan, tabel-tabel, dan gambar. Pada

id
setiap bab disertakan ulasan, sehingga dapat diperoleh gambaran

o.
informasi yang terkait dengan topik bahasan pada bab yang bersangkutan.
.g
ps
Tabel yang disajikan memuat beragam indikator, baik dalam bentuk jumlah,
.b

persentase maupun rasio.


ta

Sumber data utama penulisan ini berasal dari hasil Survei Sosial
ar

Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2018 dan Maret 2019, Survei Angkatan
ak

Kerja Nasional (Sakernas) 2019, Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS)


//j
s:

2015 ditambah data penunjang lainnya yang berasal dari sensus dan
tp

sumber data lainnya.


ht

a. Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)


Kegiatan Susenas secara nasional dilakukan setiap tahun. Survei ini
mengumpulkan data yang mencakup berbagai aspek sosial dan
ekonomi, seperti kependudukan, kesehatan, fertilitas, pengeluaran
rumah tangga, kriminalitas dan perumahan serta lingkungan.
Karakteristik penting kependudukan seperti umur, jenis kelamin, status
perkawinan, hubungan anggota rumah tangga dengan kepala rumah
tangga dan pendidikan dikumpulkan melalui pertanyaan data pokok
(kor) setiap tahun. Data yang lebih rinci, seperti konsumsi rumah
tangga, perumahan, kesehatan, dan sosial budaya dikumpulkan
melalui data sasaran (modul) yang dikumpulkan secara periodik, tiga
tahun sekali.

2 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


b. Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas)
Kegiatan ini merupakan kegiatan pengumpulan data yang secara
nasional dilakukan setiap tahun. Survei ini merupakan kegiatan
pengumpulan data yang mencakup berbagai aspek ketenagakerjaan
seperti jumlah orang yang masuk dalam angkatan kerja, jumlah orang
yang bekerja, jumlah orang yang mencari kerja, dan sebagainya.

c. Sensus Penduduk
Sensus penduduk merupakan kegiatan nasional yang bertujuan untuk
mengumpulkan data tentang penduduk dan rumah tangga di seluruh
Indonesia. Sensus penduduk dilakukan secara berkala setiap 10 tahun
sekali, biasanya di tahun yang berakhiran 0, yaitu tahun 1961, 1971,
1980, 1990, 2000 dan 2010. Sensus Penduduk mencakup semua

id
o.
orang yang berada di wilayah geografis Indonesia pada saat
.g
pencacahan, baik Warga Negara Indonesia maupun Warga Negara
ps
Asing (kecuali korps diplomatik beserta keluarganya), awak kapal
.b
ta

berbendera Indonesia dalam perairan Indonesia, maupun para tuna


ar

wisma yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap.


ak
//j
s:

1.4. Sistematika Penulisan


tp
ht

Analisis Indikator Kesejahteraan Rakyat DKI Jakarta


dikelompokkan dalam 7 bagian, yaitu: kependudukan, pendidikan,
ketenagakerjaan, kesehatan, perumahan dan lingkungan, pendapatan dan
pengeluaran, serta indikator lainnya.
Dalam Bab II Kependudukan, membahas sejumlah indikator
penting antara lain pertumbuhan dan komposisi penduduk, status dan usia
perkawinan, kelahiran dan kematian, serta pemakaian alat/cara KB.
Perubahan-perubahan pada indikator ini mencerminkan kecenderungan
atau perubahan yang menyangkut kesejahteraan penduduk. Banyak
analisis kependudukan meyakini bahwa perubahan pada indikator
kependudukan banyak dipengaruhi oleh tingkat kesejahteraan masyarakat,
begitu pula sebaliknya.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 3


Indikator pendidikan yang dipaparkan dalam Bab III menguraikan
tentang salah satu kebutuhan dasar (basic needs) yang telah dicapai oleh
masyarakat ibu kota, yaitu pendidikan dasar, angka buta huruf, fasilitas
pendidikan, dan sebagainya.
Bab IV membahas mengenai ketenagakerjaan yang menganalisis
struktur ketenagakerjaan di DKI Jakarta. Informasi yang terangkum di sini
meliputi jumlah angkatan kerja, angka pengangguran, dan struktur
penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha dan status pekerjaan.
Dalam Bab V, VI, VII dan VIII masing-masing menyajikan tentang
kesehatan, perumahan dan lingkungan, pendapatan dan pengeluaran serta
indikator lainnya. Pembahasan pada bab-bab ini cukup menarik mengingat
fokusnya tidak hanya berkaitan dengan taraf hidup masyarakat tetapi juga

id
dengan lingkungannya. Bab terakhir merupakan bab penutup yang berisi

o.
kesimpulan dan saran. .g
ps
.b
ta
ar
ak
//j
s:
tp
ht

4 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


BAB II
KEPENDUDUKAN

Penduduk merupakan aspek penting dalam pembangunan, karena


penduduk merupakan subjek sekaligus sebagai objek dalam
pembangunan. Selain sebagai pelaksana, penduduk juga merupakan
sasaran akhir dari semua target program pembangunan. Oleh karena itu
data kependudukan sangat diperlukan sebagai penunjang dalam
menentukan arah kebijakan. Data yang diperlukan tidak hanya menyangkut
keadaan pada waktu kebijakan tersebut disusun, tetapi juga informasi masa
lalu dan yang lebih penting informasi perkiraan pada waktu yang akan
datang.

id
Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai lembaga penyedia data,

o.
.g
berusaha memenuhi kebutuhan tersebut dengan melakukan perhitungan
ps
proyeksi data kependudukan dari hasil sensus penduduk (SP) dan juga
.b

Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang didalamnya termuat


ta
ar

informasi kependudukan.
ak

Provinsi DKI Jakarta yang merupakan Ibu Kota Negara Indonesia


//j

juga sering disebut kota metropolitan, memiliki potensi sumber daya


s:
tp

manusia yang cukup besar, namun disisi lain potensi sumber daya alam
ht

alam yang tersedia cukup minim, sehingga terciptalah berbagai peluang


dan tantangan tersendiri dan menjadi daya tarik bagi pendatang yang
berjuang untuk mencari nafkah.
Penduduk DKI Jakarta merupakan modal dasar dalam
pembangunan Ibu Kota. Namun demikian, jika jumlah penduduk tidak
dikendalikan dengan baik, dapat memicu permasalahan mengenai
penyediaan sandang, pangan, dan papan yang dapat mengganggu
kesejahteraan masyarakat dan menimbulkan permasalahan-permasalahan
lainnya.
Penyediaan pangan yang tidak tercukupi akan menimbulkan
terjadinya kelaparan. Selain itu, ketersediaan permukiman yang tidak
mencukupi akan menimbulkan permukiman kumuh, liar dan tidak layak
huni.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 5


2.1. Jumlah dan Komposisi Penduduk
Provinsi DKI Jakarta dengan luas 662,33 Km 2 didiami penduduk
sebanyak 10.504.057 jiwa. Penduduk ini tersebar di 5 Kota dan 1
Kabupaten, 44 Kecamatan dan 267 Kelurahan. Jumlah penduduk terbesar
terdapat di Kota Jakarta Timur sebanyak 2.906.290 (27,7 persen),
sedangkan penduduk terkecil terdapat di Kabupaten Administrasi
Kepulauan Seribu sebanyak 24.936 jiwa (0,23 persen).

Gambar 2.1
Jumlah Penduduk DKI Jakarta Tahun 2019 (orang)

id
o.
2 906 290 .g
ps
2 587 170
.b

2 262 407
ta
ar

1 810 940
ak
//j

912 314
s:
tp

24 936
ht

KEPULAUAN KOTA JAKARTA KOTA JAKARTA KOTA JAKARTA KOTA JAKARTA KOTA JAKARTA
SERIBU SELATAN TIMUR PUSAT BARAT UTARA

Sumber : Proyeksi Penduduk Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015 – 2025 Hasil SUPAS, BPS

DKI Jakarta dilihat dari jumlah penduduk menurut jenis kelamin


menunjukkan hampir seluruh kabupaten/kota memiliki jumlah penduduk
perempuan lebih banyak dibandingkan penduduk laki-laki. Kota Jakarta
Barat merupakan satu-satunya wilayah yang memiliki jumlah penduduk
laki-laki lebih banyak dibanding penduduk perempuan yakni 50,3 persen
dibandingkan dengan 49,7 persen.

6 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


2.1.1 Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk
Provinsi DKI Jakarta memiliki kepadatan penduduk yang tinggi
karena luas wilayahnya yang kecil dengan populasi penduduk yang cukup
besar. Jumlah penduduk DKI Jakarta setiap tahunnya terus bertambah,
namun demikian selama kurun waktu 2010-2019, pertambahannya relatif
sedang (sekitar 1%) pertambahan penduduk DKI Jakarta berasal dari
angka kelahiran dan migrasi penduduk, yang pada akhirnya berdampak
pada tingkat kepadatan penduduk.
Pada tahun 2000 jumlah penduduk DKI Jakarta mencapai 8,35 juta
jiwa (Gambar 2.2). Pertumbuhan penduduk pada periode 2000-2010 relatif
naik yaitu 1,4 persen per tahun. Namun selama periode 2010-2019 laju

id
pertumbuhan penduduk mulai melandai dengan capaian 0,7 persen pada

o.
.g
tahun 2018, sehingga jumlah penduduk pada tahun 2019 mencapai 10,5
ps
juta jiwa atau selama delapan tahun terakhir terjadi kenaikan penduduk
.b

sebesar 0,1 juta jiwa.


ta
ar

Pada satu sisi pertumbuhan penduduk yang besar merupakan


ak

penanda perputaran perekonomian yang tinggi, namun di sisi lain


//j

memberikan tantangan tersendiri dalam ketersediaan lapangan kerja,


s:
tp

penyediaan lahan perumahan, ruang terbuka hijau, juga masalah


ht

kebersihan dan kesehatan.


Gambar 2.2
Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk DKI Jakarta,
1971 - 2019

Sumber : Proyeksi Penduduk Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015 – 2025 Hasil SUPAS, BPS
Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 7
Selama tahun 2000-2010, terlihat adanya pertumbuhan yang naik, dari 0,1
persen di tahun 2000 menjadi 1,4 persen di tahun 2010. Laju pertumbuhan
ini antara lain diduga dari rendahnya pencapaian keberhasilan program
keluarga berencana (KB), rendahnya tingkat kematian bayi dan masuknya
pendatang dari luar DKI Jakarta, terutama kedatangan penduduk pasca
Hari Raya Idul Fitri.
2
Dengan luas wilayah 662,33 km dan jumlah penduduk yang terus
meningkat dari tahun ke tahun, berakibat pada meningkatnya kepadatan
penduduk di DKI Jakarta. Pada tahun 2000, kepadatan penduduk DKI
2 2
Jakarta mencapai 12.603 jiwa/km , meningkat menjadi 14.506 jiwa/km
2
pada tahun 2010 dan pada tahun 2019 menjadi 15.859 jiwa/km .

id
Gambar 2.3

o.
Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta,
2019 (Jiwa/Km2)
.g
ps
.b

19 972
18 955
ta

16 015 15 457
ar
ak

12 348
//j
s:
tp

2 866
ht

KEPULAUAN KOTA KOTA KOTA KOTA KOTA


SERIBU JAKARTA JAKARTA JAKARTA JAKARTA JAKARTA
SELATAN TIMUR PUSAT BARAT UTARA

Sumber : Proyeksi Penduduk Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015 – 2025 Hasil SUPAS, BPS
Kenaikan tingkat kepadatan penduduk di Provinsi DKI Jakarta
terjadi di seluruh kabupaten/kota. Kepadatan penduduk pada tahun 2019
tertinggi terdapat di Kota Jakarta Barat yaitu 19.972 jiwa/km2. Kota yang
relatif jarang penduduknya adalah Kota Jakarta Utara dengan luas wilayah
146,66 km2, dengan kepadatan penduduk di tahun 2019 sekitar 12.348
2
jiwa/km . Tingkat kepadatan penduduk yang terendah terdapat di
2
Kabupaten Kepulauan Seribu sebesar 2.866 jiwa/km .

8 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


2.1.2. Komposisi Penduduk
Selama periode 2015-2019 komposisi/struktur penduduk DKI
Jakarta terjadi pergerakan dari usia produktif (15-64 tahun) ke arah usia non
produktif (usia 60 tahun keatas), yang ditunjukkan dari hasil Sensus
Penduduk tahun 2010. Pada tahun 2019 komposisi penduduk usia produktif
sebesar 70,82 persen yang mengalami penurunan jika dibandingkan
dengan kondisi tahun 2000 sebesar 74,01 persen. Dengan kata lain
penduduk usia produktif mengalami penurunan sebanyak 3,19 persen.
Sebaliknya, penduduk usia non produktif terjadi kenaikan
komposisi dari 26,00 persen di tahun 2015 menjadi 29,17 persen di tahun
2019 atau mengalami kenaikan usia non produktif 3,17 persen (Tabel 2.1).

id
o.
Tabel 2.1
.g
Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Usia Muda,
Produktif, dan Usia Tua (Persen) di DKI Jakarta, 2015 – 2019
ps
.b
ta

2015 2019 Perubahan


Perubahan
ar

Kelompok Komposisi
No Jumlah
ak

Umur Jumlah % Jumlah % 2015-2019


2015-2019
//j

(%)
s:

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)


tp

Usia
ht

1. Produktif 7.364.017 72,35 7.586.046 72,22 222.029 0,13


(15-64)
2. Usia Non Produktif
Usia bayi-
Remaja 2.422.010 23,79 2.391.758 22,77 30.252 1,02
(0-14)
Usia Tua
392.929 3,86 526.253 5,01 133.324 1,15
(65+)

Total 100,00 100,00

Sumber : Proyeksi Penduduk Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015 – 2025 Hasil SUPAS, BPS

Perubahan struktur penduduk menurut umur mempengaruhi


besarnya angka rasio ketergantungan. Angka rasio ketergantungan adalah

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 9


perbandingan antara jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) dengan
penduduk usia tidak produktif lagi (65 tahun keatas) dan penduduk yang
belum produktif (0-14 tahun). Tinggi rendahnya rasio ketergantungan
memengaruhi tingkat keberhasilan pembangunan di suatu wilayah.
Semakin tinggi rasio ketergantungan, maka semakin besar pula beban
yang ditanggung oleh penduduk usia produktif, berarti semakin besar
Hasil Sensus Penduduk pada tahun 2000 dan 2010 menunjukkan
bahwa angka ketergantungan DKI Jakarta relatif rendah. Pada tahun 2000,
rasio ketergantungan DKI Jakarta sebesar 35,15 persen, terus naik hingga
37,36 persen di tahun 2010. Masih rendahnya rasio ketergantungan
penduduk DKI Jakarta dibawah 50 persen menunjukkan bahwa DKI Jakarta
sedang menikmati ” Bonus Demografi” dalam kurun waktu tersebut.

id
Kemudian pada tahun 2019 angka ketergantungan mengalami kenaikan

o.
.g
menjadi 38,14 persen. Semakin besar proporsi penduduk usia non
ps
produktif, angka ketergantungan (dependency ratio) akan semakin besar.
.b

Ini berarti beban yang harus ditanggung oleh penduduk kelompok usia
ta
ar

produktif cenderung meningkat.


ak
//j
s:
tp

Gambar 2.4
ht

Rasio Ketergantungan (Dependency Ratio) DKI Jakarta,


2015-2019 (persen)

Sumber : Proyeksi Penduduk Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015 – 2025 Hasil SUPAS, BPS

2.1.3. Rasio Jenis Kelamin


Rasio Jenis Kelamin (Sex Ratio) merupakan indikator yang
digunakan untuk mengetahui komposisi penduduk menurut jenis kelamin.

10 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


Angka ini dinyatakan dengan perbandingan antara jumlah penduduk laki-
laki dengan jumlah penduduk perempuan di suatu daerah pada waktu
tertentu. Rasio jenis kelamin dapat pula dihitung untuk masing-masing
kelompok umur.
Melalui proses demografi, penduduk laki-laki biasanya lebih rentan
dalam hal tingkat kesehatan. Penduduk laki-laki memiliki angka harapan
hidup yang relatif lebih rendah dari pada angka harapan hidup penduduk
perempuan. Di sisi lain penduduk laki-laki memiliki tingkat mobilitas yang
lebih tinggi dari pada penduduk perempuan yang menyebabkan risiko
terhadap kecelakaan, risiko dalam melakukan aktivitas relatif lebih besar
dibandingkan perempuan. Hal ini terkait dengan aktivitasnya untuk
bersekolah ke jenjang yang lebih tinggi atau bekerja/mencari pekerjaan di

id
tempat lain.

o.
.g
Berdasarkan angka proyeksi tercatat bahwa jumlah penduduk DKI
ps
Jakarta pada tahun 2019 mencapai 10,50 juta jiwa dengan rasio jenis
.b

kelamin 100 persen. Nilai rasio jenis kelamin 100 menunjukkan penduduk
ta
ar

laki-laki sama dengan perempuan. Pada tahun 2019, rasio jenis kelamin
ak

pada kelompok umur 5-9 tahun tercatat nilai rasio 104,9 yang memberi
//j

informasi bahwa jumlah penduduk pada kelompok umur tersebut lebih


s:
tp

banyak penduduk berjenis kelamin laki-laki dari pada perempuan. Hal ini
ht

sedikit bertentangan dengan teori demografi yang menyatakan pada


kelompok umur 5-9 tahun pada umumnya lebih banyak perempuan, karena
laki-laki lebih rentan terhadap masalah kesehatan sehingga kualitas
ketahanan hidupnya/(survival life) lebih rendah dari pada perempuan.
Banyaknya penduduk laki-laki pada usia 5-9 tahun salah satunya
disebabkan penanganan masalah kesehatan penduduk usia pendidikan
dini di DKI Jakarta sudah baik. Karena sampai dengan saat ini Pemerintah
DKI Jakarta masih terus meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat,
baik dalam hal penyediaan fasilitas kesehatan maupun tenaga kesehatan.
Penyebab lainnya adalah kesadaran para orang tua di DKI Jakarta dalam
hal pemeliharaan anak (terutama masalah kesehatan anak) sudah sangat
tinggi.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 11


Gambar 2.5
Rasio Jenis Kelamin Menurut Kelompok Usia di DKI Jakarta, 2019 (persen)

id
o.
Sumber : Proyeksi Penduduk Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015 – 2025 Hasil SUPAS, BPS
.g
Dari grafik diatas, tampak bahwa beberapa kelompok umur yang
ps
.b

memiliki rasio jenis kelamin dibawah 100,00, seperti kelompok umur 15-19
ta

tahun, 20-24 tahun, 25-29 tahun, 55-59 tahun, 60-64 tahun, 65-69 tahun,
ar

70-75 tahun, dan 75+ tahun. Kelompok rasio jenis kelamin dibawah 100
ak

terbagi menjadi dua yakni kelompok usia sekolah dan kelompok usia lanjut.
//j
s:

Secara demografis dapat dijelaskan bahwa pada kelompok usia


tp

sekolah tersebut mobilitas penduduk laki-laki lebih tinggi dari pada


ht

perempuan terkait dengan aktivitas bersekolah dan mencari pekerjaan. Di


samping itu, adanya migran masuk dari daerah lain ke DKI Jakarta yang
bekerja pada sektor formal dan informal. Mereka pada umumnya bekerja
pada sektor perdagangan, industri dan jasa-jasa. Sebagian besar dari
mereka adalah penduduk perempuan. Hal ini memberi kontribusi
meningkatkan jumlah penduduk perempuan dibandingkan dengan
penduduk laki-laki.
Pada Gambar 2.5 dapat dilihat, rasio jenis kelamin pada mulai
kelompok umur 55-59 tahun sampai kelompok umur 75 tahun ke atas
tercatat 99,6 persen, 98 persen, 95,9 persen, 90 persen dan 76,8 persen.
Hal ini mencerminkan ketahanan hidup laki-laki lebih rendah dari pada
perempuan. Secara teoritis ketahanan hidup laki-laki pada usia lanjut lebih

12 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


rentan daripada perempuan, sehingga harapan hidup laki-laki lebih rendah
dari pada harapan hidup perempuan.
Bila diamati menurut Kabupaten/Kota (Gambar 2.6), rasio jenis
kelamin di Kota Jakarta Barat dan Jakarta Timur tahun 2019, sebesar 98
persen dan 99 persen, yang berarti di Kota Jakarta Barat dan Jakarta Timur
tahun 2019 lebih banyak penduduk perempuan dari pada laki-laki.
Sementara itu, rasio jenis kelamin untuk wilayah lainnya mempunyai nilai di
atas 100 persen.

Gambar 2.6
Rasio Jenis Kelamin Menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2015 dan 2019

id
o.
.g
ps
.b
ta
ar
ak
//j
s:
tp
ht

Sumber : Proyeksi Penduduk Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015 – 2025 Hasil SUPAS, BPS

2.2 Status dan Usia Perkawinan

Komposisi penduduk menurut status perkawinan dan kelompok


umur sangat penting untuk diketahui, karena hal ini terkait dengan masalah
fertilitas, usia perkawinan pertama untuk perempuan (SMAM) dan masa
reproduksinya, serta rata-rata anak lahir hidup (ALH) dan rata-rata anak
masih hidup (AMH). Pengumpulan data fertilitas diperoleh dari perempuan
pernah kawin (kawin, cerai mati, dan cerai hidup) dengan pertimbangan
kejadian kelahiran di DKI Jakarta biasanya terjadi pada ikatan perkawinan,
sehingga kejadian kelahiran pada perempuan yang belum kawin tetap
diperhitungkan sebagai faktor penentu angka fertilitas. Wanita belum kawin
tetapi pernah melahirkan dimasukan dalam kelompok cerai hidup.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 13


Gambar 2.7
Persentase penduduk berumur 10 tahun ke atas menurut status
perkawinan, Tahun 2019

id
o.
Sumber : Susenas 2019
.g
Berdasarkan hasil Susenas tahun 2019 dapat memberikan
ps
gambaran proporsi penduduk laki-laki dan perempuan usia 10 tahun ke atas
.b

menurut status perkawinan (belum kawin, kawin, cerai hidup, dan cerai
ta
ar

mati). Proporsi penduduk berstatus kawin masih mendominasi baik laki-laki


ak

maupun perempuan. Pada tahun 2019, proporsi penduduk laki-laki dan


//j

perempuan usia 10 tahun ke atas yang berstatus kawin masing-masing


s:

sebesar 57,94 persen dan 56,71 persen dan yang berstatus belum kawin
tp
ht

37,54 persen dan 30,60 persen.


Gambar 2.8
Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun Ke Atas menurut Status
Perkawinan menurut Wilayah Tahun 2019

Sumber : Susenas 2019

14 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


Sedangkan, jika dilihat menurut sebaran wilayah, penduduk berusia
10 tahun ke atas berstatus kawin tahun 2019 terbesar ada di wilayah
Kabupaten Kepulauan Seribu sebesar 62,2 persen dan yang terendah di
wilayah Jakarta Pusat sebesar 54,8 persen. Sedangkan jika dilihat menurut
sebaran wilayah, penduduk berusia 10 tahun ke atas berstatus belum kawin
tahun 2019 terbesar ada di wilayah Jakarta Selatan sebesar 36 persen dan
yang terendah di wilayah Kepulauan Seribu 29,7 persen.
Umur pada saat perkawinan pertama akan mempengaruhi laju
pertumbuhan penduduk. Karena semakin muda umur pernikahan pertama
akan semakin panjang rentang waktu reproduksi sehingga lebih berpeluang
melahirkan lebih banyak. Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi

id
umur perkawinan pertama seorang wanita, diantaranya tingkat pendidikan

o.
.g
dan aktivitas dalam kegiatan ekonomi. Umur perkawinan pertama
ps
perempuan pada tahun 2018 di Jakarta terbanyak pada usia 21 tahun
.b

keatas dengan jumlah sebesar 59,25 persen. Perhatian khusus untuk


ta
ar

perempuan dengan usia 16 tahun kebawah yang melakukan perkawinan


ak

pertama dengan persentase sebesar 8,12 persen. Menurut Undang


//j

Undang nomor 1 tahun 1974 batas usia menikah untuk perempuan adalah
s:
tp

16 tahun dan pria 19 tahun, dengan jumlah persentase 8,12 persen maka
ht

masih ada perkawinan dibawah umur di Jakarta.


Gambar 2.9
Persentase Penduduk Perempuan Pernah Kawin Menurut Usia
Perkawinan Pertama, di DKI Jakarta, 2018

Sumber : Susenas 2018

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 15


2.3 Pemakaian Alat/Cara Keluarga Berencana
Pemakaian alat/cara KB sangat berperan dalam menurunkan
angka fertilitas di DKI Jakarta. Wanita pernah kawin semakin menyadari
pentingnya perencanaan jumlah anak dalam mencapai kesejahteraan
keluarga yang diinginkan. Alat kontrasepsi yang efektif selama hidup,
seperti vasektomi dan tubektomi dikategorikan alat kontrasepsi mantap
(kontap), sementara alat kontrasepsi mantap lain yang efektif selama
beberapa tahun adalah spiral/IUD dan susuk KB/norplant. Alat kontrasepsi
mantap ini mempunyai risiko kegagalan relatif kecil dibandingkan alat KB
yang lain. Selama tahun 2010–2018 penggunaan alat KB Tubektomi,
Spiral, dan Susuk mengalami kenaikan. Pada tahun 2010 penggunaan KB
Tubektomi, Spiral, dan Susuk masing-masing sebesar 1,8 persen, 11,7

id
persen, dan 2,2 persen. Pada tahun 2018 naik menjadi 4,7 persen, 16,9

o.
.g
persen, dan 3,6 persen. Untuk penggunaan Pil KB pada tahun 2010
ps
sebesar persen, 26,10 persen turun menjadi 15,74 persen, begitu juga
.b

dengan penggunaan alat kontrasepsi secara tradisional pada tahun 2010


ta
ar

sebesar 1,9 persen turun menjadi 1,53 persen pada tahun 2018.
ak
//j

2.4 Kepemilikan Akta Kelahiran


s:
tp

Akta Kelahiran adalah bukti sah mengenai status dan peristiwa


ht

kelahiran seseorang yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan


Catatan Sipil. Bayi yang dilaporkan kelahirannya akan terdaftar dalam Kartu
Keluarga dan diberi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai dasar untuk
memperoleh pelayanan masyarakat lainnya. Akta Kelahiran nantinya akan
sangat berguna di masa depan dalam mengurus berbagai hal seperti
pendidikan, pekerjaan, pernikahan, dan lain-lain.

16 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


Gambar 2.10
Persentase Penduduk Berumur 0-17 tahun yang Memiliki Akta Kelahiran
dari Kantor Catatan Sipil DKI Jakarta, 2018
62.36

34.19

3.12
0.33

Ya, dapat Ya, tidak dapat Tidak memiliki Tidak tahu

id
ditunjukkan ditunjukkan

o.
Sumber : Susenas 2018

.g
Dari gambar 2.10 menunjukkan bahwa penduduk yang berumur 0-
ps
.b

17 tahun yang memiliki akta kelahiran dan dapat menunjukkan sebesar


ta

62,36 persen dan 34,19 persen yang memiliki akta kelahiran tetapi tidak
ar

dapat menunjukkan. Masih terdapat 3,12 persen penduduk umur 0-17


ak

tahun yang tidak memiliki akta kelahiran.


//j
s:

Jika dilihat berdasarkan wilayah bahwa penduduk Kepulauan Seribu


tp

yang memiliki akta kelahiran dan dapat menunjukkan memiliki persentase


ht

tertinggi mencapai 84,52 persen, sedangkan persentase penduduk Jakarta


Pusat yang memiliki akta kelahiran dan dapat menunjukkan memiliki
persentase terendah mencapai 51,33 persen.
Memiliki akta kelahiran adalah hak setiap anak Indonesia. Hak atas
identitas merupakan bentuk pengakuan negara terhadap keberadaan
seseorang di depan hukum. Tetapi masih sering dijumpai orang tua
direpotkan mencari akta kelahiran ketika anak membutuhkan akta seperti
pada masa pendaftaran sekolah.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 17


Tabel 2.2
Jumlah, Proporsi dan Pertumbuhan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota
di DKI Jakarta, Tahun 1990, 2000, 2010, 2019

Pertumbuhan
Kabupaten/ Penduduk/Tahun
Satuan 1990 2000 2010 2019
Kota
2010-2019 (%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Kepulauan
(Orang) 14.826 17.245 21.414 24.936 1,70
Seribu
(%) (0,18) (0,21) (0,22) (0,24)
Jakarta Selatan (Orang) 1.905.283 1.784.044 2.071.628 2.262.407 0,98
(%) (23,16) (21,37) (21,49) (21,54)
Jakarta Timur (Orang) 2.064.499 2.347.917 2.705.818 2.906.290 0,80
(%) (25,09) (28,13) ( 28,07) (27,67)
Jakarta Pusat (Orang) 1.074.997 874.595 895.371 912.314 0,21
(%) (13,07) (10,48) (9,29) (8,69)
Jakarta Barat (Orang) 1.820.019 1.904.191 2.292.997 2.587.170 1,35

id
(%) (22,12) (22,81) (23,79) (24,63)

o.
Jakarta Utara (Orang) 1.348.122 1.419.091 1.653.178 1.810.940 1,02
(%) (16,39) (17,00)
.g (17,15) (17,24)
ps
DKI Jakarta (Orang) 8.227.746 8.347.083 9.640.406 10.504.057 0.96
(%) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00)
.b
ta

Sumber: Sensus Penduduk 1990, 2000, 2010


Proyeksi Penduduk 2019 Hasil SUPAS 2015
ar

Tabel 2.3
ak

Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota


//j

di DKI Jakarta, Tahun 1961-2019 (persen)


s:
tp

Kabupaten/Kota 1961-1971 1971-1980 1980-1990 1990-2000 2000-2010 2010-2019


ht

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)


Kepulauan Seribu 7,01 0,7 2,03 1,52 2,05 1,70
Jakarta Selatan 12,38 4,63 1,89 -0,66 1,47 0,98
Jakarta Timur 2,32 6,85 3,55 1,29 1,4 0,80
Jakarta Pusat 0,14 -0,21 -1,39 -2,04 0,32 0,21
Jakarta Barat 7,8 4,61 3,99 0,45 1,84 1,35
Jakarta Utara 7,01 5,39 3,41 0,51 1,5 1,02
DKI Jakarta 4,58 4,02 2,42 0,14 1,43 0.96
Sumber: Sensus Penduduk 1961, 1990, 2000, 2010,
Proyeksi Penduduk 2019 Hasil SUPAS 2015

18 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


Tabel 2.4
Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota
di DKI Jakarta, Tahun 1990 - 2019

Luas Wilayah Kepadatan (Jiwa/Km2)


Kabupaten/ Kota (Km2)
1990 2000 2010 2019
(1) (2) (3) (4) (5) (6)

Kepulauan Seribu 8,70 1.704 1.982 2.461 2.866

Jakarta Selatan 141,27 13.487 12.629 14.664 16.015


Jakarta Timur 188,03 10.980 12.487 14.390 15.457
Jakarta Pusat 48,13 22.335 18.172 18.603 18.955
Jakarta Barat 129,54 14.050 14.700 17.701 19.972
Jakarta Utara 146,66 9.192 9.676 11.272 12.348
DKI Jakarta 662,33 12.422 12.603 14.555 15.859

id
Sumber: Sensus Penduduk 1990, 2000, 2010,

o.
Proyeksi Penduduk 2019 Hasil SUPAS 2015
.g
ps
.b

Tabel 2.5
Rasio Jenis Kelamin Menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta,
ta

Tahun 1990, 2000, 2010 dan 2019


ar
ak

Kabupaten/Kota 1990 2000 2010 2019


//j

(1) (2) (3) (4) (5)


s:

Kepulauan Seribu 112 104 105 100


tp

Jakarta Selatan 103 104 102 100


ht

Jakarta Timur 104 104 103 100


Jakarta Pusat 101 102 101 99
Jakarta Barat 101 102 104 101
Jakarta Utara 100 99 100 98
DKI Jakarta 102 102 102 100

Sumber: Sensus Penduduk 1990, 2000, 2010,


Proyeksi Penduduk 2019 Hasil SUPAS 2015

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 19


Tabel 2.6
Persentase Penduduk Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin
di DKI Jakarta, Tahun 1990, 2000, 2010, 2019

Golongan 1990 2000 2010 2019

Umur L P L+P L P L+P L P L+P L P L+P

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13)

0–4 10,37 9,79 10,08 8,60 8,43 8,52 8,96 8,63 8,80 8,23 7,95 8,09
5–9 11,34 10,83 11,09 7,77 7,59 7,68 8,23 7,98 8,10 7,69 7,31 7,50
10 – 14 10,72 10,71 10,71 7,59 7,70 7,64 7,20 7,39 7,29 7,29 7,08 7,18
15 – 19 10,97 13,39 12,17 9,95 11,9 10,91 8,14 8,98 8,56 7,77 8,10 7,93
20 – 24 11,93 13,25 12,58 12,42 14,38 13,39 10,48 10,82 10,65 8,37 8,85 8,61
25 – 29 11,51 11,25 11,38 13,51 13,09 13,3 11,51 11,31 11,41 8,89 9,09 8,99
30 – 34 8,84 8,31 8,58 10,95 9,55 10,26 10,64 10,21 10,42 8,84 8,79 8,82
35 – 39 6,87 6,11 6,49 8,08 7,62 7,85 8,95 8,48 8,72 8,98 8,76 8,87

id
40 – 44 4,79 4,55 4,67 6,32 6,03 6,18 7,36 7,10 7,23 8,19 8,00 8,10

o.
45 – 49 4,17 3,73 3,95 4,85 4,39 4,62 5,85 5,88 5,87 7,09 6,94 7,01
50 – 54 3,23 2,92 3,08 3,52 3,17 .g
3,35 4,52 4,59 4,56 5,90 5,80 5,85
ps
55 – 59 2,08 1,86 1,97 2,56 2,22 2,39 3,26 3,23 3,25 4,58 4,58 4,58
.b

60 – 64 1,53 1,48 1,51 1,81 1,68 1,75 2,13 2,15 2,14 3,43 3,49 3,46
ta

65 – 69 0,82 0,8 0,81 1,01 1,02 1,01 1,33 1,44 1,38 2,34 2,43 2,39
ar

70 – 74 0,49 0,53 0,51 0,63 0,66 0,64 0,79 0,92 0,85 1,40 1,55 1,48
ak

75 + 0,34 0,50 0,42 0,44 0,57 0,50 0,65 0,88 0,76 1,00 1,29 1,15
//j

Total 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
s:

Sumber: Sensus Penduduk 1990, 2000,2010


tp

Proyeksi Penduduk 2019 Hasil SUPAS 2015


ht

20 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


Tabel 2.7
Rasio Jenis Kelamin menurut Golongan Umur di DKI Jakarta
Tahun 1990, 2000, 2010, 2019

Golongan Umur 1990 2000 2010 2019

(1) (2) (3) (4) (5)


0–4 108 104 106 103
5–9 107 105 106 105
10 – 14 102 101 100 103
15 – 19 84 86 93 96
20 – 24 92 88 99 94
25 – 29 104 106 104 97
30 – 34 109 117 107 100
35 – 39 115 109 108 102

id
40 – 44 108 107 106 102

o.
45 – 49 114 113 102 102
50 – 54 113 114 .g 101 101
ps
55 – 59 115 118 103 100
.b

60 – 64 105 110 102 98


ta

65 – 69
ar

104 102 95 96
70 – 74
ak

95 97 88 90
//j

75 + 70 79 76 77
s:

TOTAL 102 102 102 100


tp
ht

Sumber: Sensus Penduduk 1990, 2000, 2010


Proyeksi Penduduk 2019 Hasil SUPAS 2015

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 21


Tabel 2.8
Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Angka
Ketergantungan (Dependency Ratio) di DKI Jakarta,
Tahun 1990, 2000, 2010, 2019

Kelompok 1990 2000 2010 2019


Umur Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
0 – 14 2.621.873 31,88 1.990.183 23,84 2.332.908 24,20 2.391.758 22,77
15 – 64 5.458.943 66,38 6.176.724 74.00 7.018.297 72,80 7.586.046 72,22
65 + 142.930 1,74 180.176 2,16 289.201 3,00 526.253 5,01
Total 8.223.746 100,00 8.347.083 100,00 9.640.406 100,00 10.504.057 100,00
Dependency
50,65 35,14 37,36 38,14
Ratio (%)
Sumber: Sensus Penduduk 1990, 2000, 2010
Proyeksi Penduduk 2019 Hasil SUPAS 2015

id
o.
Tabel 2.9
Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke atas Menurut Status Perkawinan
.g
dan Jenis Kelamin di DKI Jakarta, Tahun 1990, 2001, 2010 dan 2018
ps
.b

1990 2001 2010 2018


ta

Status
ar

Perkawinan L P L P L P L P
ak

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)


//j
s:

Belum Kawin 48,96 39,29 45,37 40,93 41,7 35,8 38,40 30,85
tp

Kawin 49,59 50,45 53,4 50,40 56,1 53,7 57,61 56,85


ht

Cerai Hidup 0,62 3,64 0,52 2,11 0,9 2,9 1,31 3,23
Cerai Mati 0,83 6,62 1,07 6,56 1,4 7,5 2,69 9,07

TOTAL 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: Sensus Penduduk 1990, 2010, Susenas 2001, 2018

22 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


Tabel 2.10
Persentase Wanita Kawin Usia 15 - 49 Tahun Menurut Pemakaian Alat
KB di DKI Jakarta, Tahun 1995, 2001, 2010 dan 2018

Alat/Cara KB Yang Sedang


1995 2001 2010 2018
Digunakan
(1) (2) (3) (4) (5)
MOW/Tubektomi 4,16 2,01 1,8 4,70
MOP/Vasektomi 1,63 0,57 0,6 0,70
AKDR/IUD/Spiral 23,38 14,75 11,7 16,90
Suntikan KB 37,31 53,76 53,6 45,03
Susuk
1,28 2,41 2,2
KB/norplan/implanon/alwalit 3,60
Pil KB 27,12 24,23 26,1 15,74

id
Kondom/Karet KB 0,92 0,30 1,9 11,73

o.
Intravag/Tissue/Kondom
2,55 .g 0,15 0,2
ps
Wanita 0,07
.b

Alat Tradisional 1,65 1,83 1,9 1,53


ta

JUMLAH 100,00 100,00 100,00 100,00


ar
ak

Sumber: Susenas 1995, 2001, 2010, 2018


//j
s:

Tabel 2.11
tp

Persentase Penduduk Berumur 0-17 tahun yang Memiliki Akta Kelahiran


ht

dari Kantor Catatan Sipil Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2018


Ya, tidak
Kabupaten/Kota Ya, dapat dapat Tidak Tidak Total
ditunjukkan ditunjukkan memiliki tahu
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Kepulauan Seribu 86,85 11,56 1,27 0,32 100,00
Jakarta Selatan 66,35 29,65 3,47 0,53 100,00
Jakarta Timur 60,06 36,45 3,49 - 100,00
Jakarta Pusat 51,48 46,25 2,23 0,04 100,00
Jakarta Barat 57,94 37,60 4,41 0,05 100,00
Jakarta Utara 67,02 29,22 3,59 0,18 100,00

DKI Jakarta 61,44 34,79 3,61 0,16 100,00

Sumber: Susenas 2018

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 23


B A B III
PENDIDIKAN

Sumber daya manusia (SDM) merupakan faktor yang sangat


penting dalam pembangunan. Negara dengan kualitas SDM yang baik akan
mempunyai peluang yang lebih besar untuk memenangkan persaingan di
percaturan perekonomian global.
Pendidikan merupakan salah satu pilar yang diperlukan dalam
pembentukan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu
pembangunan bidang pendidikan perlu mendapatkan perhatian yang serius
dari pemerintah dan masyarakat agar mampu meningkatkan kualitas SDM
dalam menghadapi era globalisasi, SDM yang andal, tangguh, dan mampu

id
berkompetisi dengan bangsa lain sangat diperlukan agar bangsa kita dapat

o.
.g
berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia ini.
ps
Peningkatan kualitas SDM melalui bidang pendidikan, diwujudkan
.b

pemerintah melalui berbagai kebijakan, antara lain pelaksanaan program


ta
ar

wajib belajar (Wajar) 6 tahun yang telah dilaksanakan sejak tahun 1984,
ak

kemudian ditingkatkan dengan Wajar Pendidikan Dasar 9 tahun pada tahun


//j

1994. Dalam kurun waktu 2 dasawarsa, dampak positif dari program wajib
s:
tp

belajar telah mampu mengurangi angka buta huruf dan meningkatkan


ht

angka partisipasi sekolah.


Sejak tahun 2012, Pemprov DKI Jakarta sudah menggulirkan
kebijakan wajib belajar 12 tahun, yang artinya siswa SMA sederajat
mendapat subsidi dari pemerintah dalam hal pembiayaan pendidikannya.
Kebijakan ini diimplementasikan dengan kebijakan SPP gratis pada seluruh
tingkat sekolah dasar, menengah pertama dan menengah atas pada
sekolah negeri.
Kebijakan di atas berimplikasi pada semakin banyak penduduk
yang mampu menamatkan pendidikan dan secara tidak langsung turut
memberi kontribusi pada penundaan usia anak-anak dalam memasuki
bursa lapangan pekerjaan. Adanya pemerataan pendidikan diharapkan
dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan penduduk secara
keseluruhan.

24 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


3.1. Buta Huruf
Salah satu keberhasilan program pendidikan ditunjukkan dengan
semakin berkurangnya tingkat buta huruf penduduk secara umum. Tingkat
buta huruf adalah indikator yang menggambarkan proporsi penduduk yang
tidak bisa membaca dan menulis terhadap jumlah seluruh penduduk.
Kemampuan baca tulis merupakan pengetahuan minimum yang
dibutuhkan oleh penduduk untuk dapat mengembangkan sumber daya
yang dimiliki setiap individu. Berkaitan dengan ini, pemerintah berusaha
agar seluruh penduduk bebas buta aksara. Usaha Pemerintah selama ini
antara lain diwujudkan dengan program wajib belajar melalui jalur
pendidikan formal dan program kejar Paket A dan B melalui jalur pendidikan
informal di segala lapisan masyarakat, baik terhadap penduduk laki-laki

id
maupun perempuan.

o.
.g
Jika dilihat menurut jenis kelamin, tingkat buta huruf penduduk
ps
perempuan usia 15 tahun keatas pada tahun 2019 lebih besar dibandingkan
.b

dengan angka buta huruf penduduk laki-laki, masing-masing sebesar 0,66


ta
ar

persen dan 0,15 persen. Secara umum perubahan angka buta huruf yang
ak

terjadi dari tahun ke tahun pada kelompok umur ini, umumnya disebabkan
//j

oleh migrasi internal yang terjadi pada penduduk wanita, misalnya


s:
tp

pembantu rumah tangga yang berasal dari luar Jakarta yang tidak
ht

berpendidikan dan tidak bisa baca tulis bermigrasi ke kota Jakarta,


sehingga menyebabkan angka buta huruf perempuan cenderung lebih
besar dibandingkan laki-laki.
Jika diamati pada kelompok jenis kelamin, terlihat disparitas angka
buta huruf antara laki-laki dan perempuan. Kondisi ini memperlihatkan
bahwa budaya masa lalu, umumnya lebih mendahulukan pendidikan bagi
anak laki-laki dibandingkan anak perempuan karena mereka dianggap akan
menjadi tulang punggung keluarga, namun dari tahun ke tahun tampaknya
budaya ini sudah terkikis.
Kebijakan pembangunan bidang pendidikan sekarang ini lebih
menekankan pada keadilan dan kesetaraan gender, sehingga perempuan
dan laki-laki memiliki peluang yang sama untuk dapat mengenyam
pendidikan formal.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 25


Gambar 3.1.
Angka Buta Huruf Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Jenis
Kelamin di DKI Jakarta, 2019 (persen)

id
o.
.g
ps
Sumber : Susenas, 2019
.b

Angka buta huruf (ABH) tertinggi terdapat di Kepulauan Seribu,


ta
ar

yaitu sebesar 0,40 persen. Sementara angka buta huruf terendah terdapat
ak

di Jakarta Selatan, yaitu sebesar 0,16 persen.


//j

Secara keseluruhan ABH di seluruh wilayah kabupaten/kota


s:
tp

kurang dari 1 persen. Artinya posisi ini sudah dikategorikan hard rock sulit
ht

untuk diturunkan, dan cenderung berfluktuatif di sekitar angka tersebut.


Kenaikan dan penurunan angka buta huruf yang terjadi lebih dipengaruhi
oleh migrasi. Misalnya masuknya pendatang yang berpendidikan rendah
seperti pramuwisma, pekerja sektor informal, dan lain-lain.
Angka buta huruf penduduk perempuan cenderung lebih besar
dibandingkan dengan angka buta huruf laki-laki, pola ini terjadi di semua
wilayah. Namun demikian, jika dilihat dari disparitas gender, terlihat bahwa
Jakarta Barat memiliki disparitas tertinggi, dimana ABH perempuan sebesar
1,25 persen dan ABH laki-laki sebesar 0,50 persen. Gambaran rinci
mengenai angka buta huruf menurut wilayah dan jenis kelamin dapat dilihat
pada Gambar 3.2.

26 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


Gambar 3.2.
Angka Buta Huruf Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut
Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin, 2019 (persen)

id
o.
Sumber : Susenas, 2019 - BPS .g
ps
Penurunan angka buta huruf selama satu dekade pada seluruh
.b

wilayah ini diharapkan dapat mempercepat tujuan pembangunan dalam


ta
ar

upaya menurunkan tingkat keniraksaraan. Salah satu hal yang turut


ak

berperan meningkatkan kemampuan baca tulis tersebut adalah


//j

dilaksanakannya program pendidikan non formal dengan diberlakukannya


s:
tp

program Paket A, Paket B, SMP Terbuka, dan program penuntasan


ht

keniraksaraan lainnya.
Kondisi ini sangat menggembirakan, karena menurunnya angka buta
aksara khususnya pada perempuan akan berdampak pada bertambahnya
peluang perempuan dalam menyerap dan menguasai ilmu pengetahuan
dan teknologi. Hal ini akan mempengaruhi kualitas SDM perempuan yang
berdampak pada tingkat kesejahteraan perempuan itu sendiri sebagai
anggota masyarakat. Jika ia berperan sebagai ibu, maka akan berpengaruh
pada pola pendidikan dan pengasuhan anak-anaknya. Secara bertahap
kondisi ini akan berdampak pada tingkat kesejahteraan masyarakat secara
umum dan kualitas generasi penerus.
Pemerintah telah bertekad untuk menangani masalah penduduk
buta aksara secara tuntas. Jumlah buta aksara masih potensial untuk
meningkat sebagai ekses masalah-masalah sosial-ekonomi yang berakibat

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 27


pada putus sekolah Oleh karena itu, program pendidikan keaksaraan
menempati peran strategis karena diharapkan dapat mengatasi masalah-
masalah fundamental sumber daya manusia yang menyangkut berbagai
aspek kepentingan. Berbagai kebijakan pemerintah di bidang pendidikan
seperti pemberian “Bantuan Operasional Sekolah” (BOS), “Bantuan
Operasional Pendidikan” (BOP), Beasiswa untuk siswa miskin (BSM), dan
program bantuan Kartu Jakarta Pintar (KJP) yang bertujuan membantu
siswa tidak mampu untuk membiayai kebutuhan sekolah seperti membeli
buku, pakaian seragam, dan uang saku/transpor.
Program di atas diharapkan memacu para siswa dari keluarga tidak
mampu untuk tetap melanjutkan sekolah hingga jenjang yang lebih tinggi.
Pada akhirnya kebijakan ini akan berdampak pada peningkatan kualitas

id
sumber daya manusia di masa mendatang.

o.
.g
ps
3.2. Partisipasi Sekolah
.b

Salah satu indikator pendidikan yang menggambarkan tingkat


ta

partisipasi penduduk dalam pendidikan adalah Angka Partisipasi Sekolah


ar
ak

(APS). APS menggambarkan proporsi penduduk yang masih sekolah pada


//j

jenjang pendidikan tertentu (misalnya SD) terhadap penduduk usia sekolah


s:

yang bersangkutan. Penduduk kelompok usia sekolah SD adalah 7-12


tp

tahun, usia sekolah SMP adalah 13-15 tahun dan usia sekolah SMA adalah
ht

16-18 tahun. Jika APS mencapai angka 100, artinya semua anak usia 7-12
tahun sudah berpartisipasi dalam pendidikan formal. Indikator ini
diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kualitas sumber daya
manusia yang potensial di masa datang. Semakin banyak penduduk yang
berpartisipasi dalam pendidikan, peluang untuk meningkatkan kualitas
SDM di masa datang juga semakin besar.
Dalam kurun waktu tahun 2001-2018, APS penduduk DKI Jakarta
secara umum mengalami kenaikan. Hal ini sangat menggembirakan karena
dengan meningkatnya partisipasi sekolah, diharapkan dapat meningkatkan
human capital bangsa ini di masa mendatang.
Pada Tabel 3.2 dapat dilihat pada tahun 2001 APS kelompok usia
usia 7-12 tahun sebesar 98,03 persen, tahun 2012 naik menjadi 98,97

28 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


persen, dan pada tahun 2018 angka ini meningkat lagi menjadi 99,71
persen.
APS untuk kelompok usia 13-15 tahun juga naik dari 88,69 persen
pada tahun 2001 menjadi 93,79 persen pada tahun 2012 dan menjadi 97,31
persen pada tahun 2018.
Pada kelompok usia 16-18 tahun, APS dari 66,53 persen pada
tahun 2001, sempat mengalami penurunan pada tahun 2012 menjadi 60,81
persen, namun meningkat kembali pada tahun 2018 menjadi 71,81 persen.
Meningkatnya APS pada seluruh kelompok usia sekolah dari 7-12
tahun hingga usia 16-18 tahun menunjukkan bahwa program Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) yang digulirkan Pemerintah Pusat dan program
Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) serta Kartu Jakarta Pintar (KJP)

id
yang dikucurkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berdampak positif pada

o.
.g
peningkatan minat dan partisipasi anak untuk tetap bersekolah.
ps
Gambaran secara rinci Angka Partisisipasi Sekolah (APS) tahun 2018
.b

menurut kelompok umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada gambar
ta
ar

berikut.
ak

Gambar 3.3
//j

Angka Partisipasi Sekolah (APS) Penduduk Usia Sekolah Menurut Jenis


s:

Kelamin, di DKI Jakarta, 2018


tp
ht

Sumber : Susenas 2018

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 29


Semakin tinggi jenjang pendidikan, angka partisipasi sekolah
terlihat semakin kecil. Kondisi ini menunjukkan bahwa bagi penduduk yang
kemampuan ekonominya terbatas, ada kecenderungan tidak
menyekolahkan anaknya pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi,
disamping alasan lain seperti anak tidak minat sekolah, transportasi, dan
sebagainya.
Differensiasi jenis kelamin memperlihatkan, APS perempuan
cenderung lebih rendah dibandingkan dengan APS laki-laki pada setiap
kelompok usia sekolah. Namun demikian, pada tahun 2018, APS
perempuan pada umur 13-15 tahun lebih tinggi dibandingkan APS laki-laki.
Sebagai gambaran APS laki-laki untuk kelompok umur 13-15 tahun sebesar
96,90 persen, sementara perempuan mencapai 97,75 persen.

id
Indikator lain adalah Angka Partisipasi Murni (APM) yang memiliki

o.
.g
pola yang relatif sama dengan APS, artinya di jenjang SD APM lebih tinggi
ps
dibandingkan APM pada jenjang SMP dan SMA. APM SD tahun 2018
.b

sebesar 97,97 persen, angka ini naik dibandingkan tahun 2012 yang
ta
ar

sebesar 90,14 persen. APM SMP juga mengalami kenaikan, dari 70,40
ak

persen pada tahun 2012 menjadi 80,47 persen pada tahun 2018. Begitu
//j

pula pada jenjang SMA, APM mengalami kenaikan dari 53,61 persen pada
s:
tp

tahun 2012 menjadi 60,01 persen pada tahun 2018.


ht

Nilai APM perempuan pada jenjang pendidikan SMA lebih tinggi


dibanding APM pada laki-laki. Namun pada jenjang SD dan SMP, APM
perempuan lebih rendah dibandingkan APM laki-laki. Pada tingkat SD, APM
laki-laki sebesar 98,35 persen, sedangkan APM perempuan sebesar 97,56
persen. APM pada jenjang SMP, laki-laki sebesar 82,18 persen, sedangkan
perempuan sebesar 78,63 persen. Pada jenjang SMA, APM laki-laki
sebesar 59,10 persen, sedangkan pada perempuan sebesar 60,94 persen.

30 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


Tabel 3.1.
Tingkat Buta Huruf Penduduk 15 Tahun ke atas
menurut Kabupaten/Kota Administrasi dan Jenis Kelamin
di DKI Jakarta Tahun 2001, 2012 dan 2019

Kabupaten/Kota 2001 2012 2019


Administrasi L P L+P L P L+P L P L+P

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)

Kep. Seribu - - - 1,62 4,53 3,04 0,00 0,81 0,40

Jakarta Selatan 0,84 3,36 2,12 0,30 1,13 0,71 0,00 0,32 0,16

Jakarta Timur 0,88 3,66 2,28 0,26 0,64 0,45 0,00 0,72 0,36

Jakarta Pusat 0,81 3,73 2,31 0,12 0,99 0,56 0,20 0,42 0,31

id
Jakarta Barat 1,89 4,75 3,33 0,31 2,33 1,30 0,50 1,25 0,87

o.
Jakarta Utara 1,18 3,84 2,53 0,69 2,55 1,62 0,04 0,29 0,17
.g
ps
0,15 0,41 0,28
DKI Jakarta 1,15 3,88 2,53 0,34 1,52 0.93 0,15 0,66 0,41
.b
ta

Sumber: Susenas 2001, 2012 dan 2019


ar
ak

Tabel 3.2.
//j

Angka Partisipasi Sekolah (APS)


s:

menurut Usia Sekolah dan Jenis Kelamin


tp

di DKI Jakarta Tahun 2001, 2012 dan 2018


ht

2001 2012 2018


Usia
Sekolah L P L+P L P L+P L P L+P

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)

7 - 12 97,58 98,49 98,03 98,98 98,95 98,97 99,82 99,59 99,71

13 - 15 91,92 85,51 88,69 95,43 91,94 93,79 96,90 97,75 97,31

16 - 18 73,15 60,50 66,53 64,02 58,11 60,81 72,73 70,88 71,81

Sumber: Susenas 2001, 2012 dan 2018

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 31


Tabel 3.3.
Angka Partisipasi Sekolah (APS)
menurut Usia Sekolah, Jenis Kelamin dan
Kabupaten/Kota Administrasi di DKI Jakarta, 2018

Usia Sekolah/ Kep. Seribu Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta DKI
Selatan Timur Pusat Barat Utara Jakarta
Jenis Kelamin

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)


7 – 12

Laki-Laki 100,00 100,00 100,00 99,12 100,00 99,34 99,82


Perempuan 100,00 100,00 99,37 98,97 100,00 99,19 99,59
Total 100,00 100,00 99,69 99,05 100,00 99,27 99,71

13 – 15
Laki-Laki 100,00 95,10 99,22 95,94 97,76 94,88 96,90

id
Perempuan 98,95 100,00 100,00 98,12 96,71 94,75 97,75

o.
Total 99,43 97,39 99,56 96,84 97,20 94,81 97,31
.g
ps
16 – 18
.b

Laki-Laki 78,08 79,39 75,66 77,74 66,45 65,66 72,73


ta

Perempuan 74,69 66,75 77,62 68,30 68,12 68,86 70,88


ar

Total 76,50 73,38 76,70 73,70 67,26 67,27 71,81


ak
//j

Sumber: Susenas 2018


s:
tp

Tabel 3.4.
ht

Angka Partisipasi Murni (APM) Menurut Jenjang Pendidikan


dan Jenis Kelamin di DKI Jakarta, 2010, 2012 dan 2018

Jenjang 2010 2012 2018


Sekolah
Lk Pr Total Lk Pr Total Lk Pr Total
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (5) (6) (7)
SD
94,96 94,21 94,59 90,64 89,63 90,14 98,35 97,56 97,97
sederajat
SMP
73,67 70,45 71,96 72,18 68,40 70,40 82,18 78,63 80,47
sederajat
SMA
57,23 45,13 50,57 57,10 50,65 53,61 59,10 60,94 60,01
sederajat

Sumber : Susenas 2010, 2012 dan 2018

32 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


Tabel 3.5.
Angka Partisipasi Murni (APM) menurut Jenjang Pendidikan, Jenis
Kelamin dan Kabupaten/Kota Administrasi di DKI Jakarta, 2018

Usia Sekolah/ Kep. Seribu Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta DKI
Jenis Kelamin Selatan Timur Pusat Barat Utara Jakarta

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)


SD sederajat
Laki-Laki 92,41 98,68 98,77 94,99 98,68 98,46 98,35
Perempuan 91,47 97,97 98,35 94,92 98,24 96,04 97,56
Total 92,02 98,33 98,56 94,95 98,47 97,33 97,97
SMP sederajat
Laki-Laki 96,47 82,33 83,35 79,35 86,03 75,97 82,18
Perempuan 91,47 61,65 76,88 84,37 81,74 79,18 78,63
Total 77,57 79,78 83,79 80,34 82,42 74,39 80,47

id
SMA sederajat

o.
Laki-Laki 70,84 61,96 65,83 52,25 55,96 52,36 59,10
Perempuan 70,16 58,85
.g
67,64 57,81 57,51 57,52 60,94
ps
Total 70,53 60,49 66,79 54,63 56,71 54,96 60,01
.b
ta

Sumber: Susenas 2018


ar
ak

3.3. Tingkat Pendidikan


//j

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa tingkat


s:
tp

pendidikan sangat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas sumber


ht

daya manusia. Tngkat pendidikan yang relatif tinggi, diharapkan mampu


meningkatkan produktivitasnya sebagai tenaga kerja. Selanjutnya
peningkatan produktivitas seseorang dalam kegiatan ekonomi diharapkan
mampu meningkatkan kesejahteraan hidupnya dan berimplikasi pada
kesejahteraan masyarakat secara umum.
Pada tahun 2019, penduduk usia 15 tahun ke atas di DKI Jakarta
mayoritas menyelesaikan pendidikannya hingga tingkat SMA/perguruan
tinggi sebesar 61,98, tingkat SMP/sederajat sebesar 20,81, tingkat
SD/sederajat sebesar 13,07, tidak punya ijazah SD sebesar 4,15 persen.
Persentase penduduk laki-laki yang tidak/belum tamat SD sebesar
2,58 persen lebih rendah dari penduduk perempuan sebesar 5,70 persen.
Selanjutnya penduduk laki-laki yang tamat SD/sederajat sebesar 11,19
persen, dan perempuan sebesar 14,92 persen. Fakta ini mengungkapkan

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 33


bahwa perempuan yang berpendidikan rendah lebih banyak (20,63 persen)
dibandingkan dengan laki-laki (13,77 persen).

Gambar 3.4
Persentase Penduduk Usia 15 tahun ke atas Menurut Pendidikan
Tertinggi yang ditamatkan dan Jenis Kelamin, DKI Jakarta Tahun 2019

id
o.
.g
ps
.b

Sumber: Susenas 2019


ta
ar
ak

Penduduk yang berhasil menamatkan pendidikan hingga jenjang


//j

SMA/perguruan tinggi, laki-laki memiliki persentase lebih tinggi


s:

dibandingkan persentase perempuan, yaitu masing-masing 65,15 persen


tp

dan 58,83 persen.


ht

Adanya preferensi gender pada jenjang pendidikan ini, salah satu


penyebabnya adalah laki-laki dianggap sebagai pencari nafkah utama
dalam rumah tangga, sehingga mereka perlu dibekali pendidikan yang
relatif tinggi, yang dengan bekal itu diharapkan dapat berkompetisi dalam
pasar kerja, yang akan berimplikasi pada sumber pendapatannya kelak.
Faktor lainnya adalah budaya masa lalu, dimana pendidikan anak
laki-laki lebih diprioritaskan dibandingkan anak perempuan (budaya
patriarkhi). Kondisi ini dapat berdampak pada rendahnya kualitas SDM
perempuan secara keseluruhan. Untuk meningkatkan peranan perempuan
dalam berbagai bidang kehidupan, antara lain dapat dicapai jika perempuan
memiliki akses yang baik pada pendidikan dan sumber informasi lain.
Melalui upaya peningkatan pendidikan, diharapkan perempuan dapat

34 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


berpartisipasi secara aktif dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Dengan demikian penduduk perempuan akan memiliki
kontribusi positif terhadap pembangunan, dan bersinergi dengan laki-laki
dalam meningkatkan kinerja pembangunan secara keseluruhan.

3.4. Fasilitas Pendidikan


Keberhasilan pembangunan bidang pendidikan tidak terlepas dari
ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan. Sebagai ibukota negara,
DKI Jakarta memiliki fasilitas pendidikan yang memadai untuk menunjang
proses belajar mengajar di sekolah. Gedung-gedung sekolah, baik yang
dikelola oleh pemerintah maupun pihak swasta, tersebar di seluruh wilayah.
Pada jalur non formal, juga diselenggarakan program pendidikan

id
untuk anak tak mampu, anak jalanan dan anak terlantar melalui rumah

o.
.g
singgah yang dikelola oleh Dinas Sosial. Begitu pula untuk penduduk lanjut
ps
usia yang tidak dapat membaca menulis disediakan program kejar paket A
.b

dan paket B. Bagi penduduk usia sekolah yang tidak dapat menyelesaikan
ta
ar

pendidikan SD hingga SMA di jalur pendidikan formal, disediakan program


ak

kejar Paket setara SD, setara SMP, dan setara SMA.


//j

Dari tabel 3.6 terlihat bahwa pada tahun 2019 gedung sekolah di
s:
tp

tingkat SLB sebanyak 91 buah, SD sebanyak 2.378 buah, SMP sebanyak


ht

1.070 buah, SMA sebanyak 491, dan SMK sebanyak 576 buah.
Selain fasilitas gedung sekolah, rasio murid-guru dapat dijadikan
indikator keberhasilan pendidikan. Semakin rendah rasio murid-guru,
diharapkan semakin baik tingkat keberhasilan proses belajar pada anak
didik di sekolah. Hal ini karena beban guru dalam mendidik siswa relatif
lebih ringan dibandingkan dengan rasio murid-guru yang relatif tinggi.
Tabel 3.7 memperlihatkan jumlah guru, murid, sekolah, dan kelas
pada setiap jenjang pendidikan. Sejalan dengan tingginya angka partisipasi
sekolah pada tingkat SD, jumlah murid, guru dan kelas di SD merupakan
yang terbanyak.
Pada jenjang pendidikan SMP dan SMA, jumlah murid dan guru
mulai berkurang dibandingkan pada tingkat SD. Hal yang menarik untuk
diamati adalah pada jenjang pendidikan SMK, ternyata minat masyarakat

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 35


mengikuti pendidikan di SMK jauh lebih tinggi dibandingkan dengan jenjang
SMA. Hal ini terlihat dari banyaknya murid di jenjang SMK dibandingkan
dengan murid SMA, dimana masing-masing sekitar 222.033 siswa,
sedangkan di SMA hanya sebanyak 163.619 siswa. Jumlah guru yang ada
di SMK lebih banyak dibandingkan dengan SMA, yaitu masing-masing
sebanyak 11.425 guru dan 11.209 guru.
Tabel 3.8 memperlihatkan rasio murid-guru, rasio murid-sekolah
menurut, dan rasio murid-kelas menurut jenjang pendidikan. Rasio murid-
guru pada tingkat SD paling tinggi dibandingkan tingkat pendidikan lainnya.
Hal ini menunjukkan bahwa beban guru di SD lebih besar dibandingkan
beban guru pada tingkat SMP dan SMA. Pada tingkat SD, rasio murid-guru
sebesar 21,30 yang berarti beban seorang guru rata-rata mengajar untuk

id
sekitar 21 murid.

o.
.g
Pada tingkat SMP rasio murid-guru sebesar 19,10 yang berarti
ps
setiap guru rata-rata mengajar untuk sekitar 19 orang murid. Pada jenjang
.b

SMA rasio murid-guru lebih rendah, yaitu 14,60, atau dengan kata lain
ta
ar

setiap guru rata-rata mengajar untuk sekitar 15 murid. Sementara rasio


ak

murid-guru pada jenjang SMK sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan


//j

SMA, yaitu 19,43 atau rata-rata seorang guru mengajar 19 murid.


s:
tp

Selain rasio murid-guru, indikator murid-kelas juga dapat digunakan


ht

untuk menggambarkan ketersediaan dan kelayakan sarana pendidikan.


Semakin kecil rasio murid-kelas, maka proses belajar mengajar dapat
berjalan lebih baik, karena kepadatan murid dalam kelas menjadi lebih kecil.
Rasio murid-kelas yang terkecil pada jenjang pendidikan SD sampai SMK
ada pada jenjang pendidikan SD yaitu sebesar 27,82. Artinya, pada jenjang
pendidikan SD rata-rata dalam satu kelas ada 28 murid.
Tabel 3.8 memperlihatkan rasio murid-sekolah tertinggi berada
pada jenjang SMK, yaitu 385,47. Artinya dalam satu sekolah dijenjang
SMK, terdapat sekitar 385 murid. Pada jenjang SD rasio murid-sekolah
sebesar 338,71, artinya satu sekolah SD rata-rata menampung sekitar 339
murid. Pada jenjang SMP rasio murid-sekolah sebesar 338,31 dan pada
jenjang SMA rasio murid-sekolah sebesar 333,24.

36 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


Tabel 3.6
Jumlah Sekolah Menurut Tingkat Pendidikan dan Kabupaten/Kota
Administrasi di DKI Jakarta, 2019

Kabupaten/kota SLB SD SMP SMA SMK


administrasi
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Kep. Seribu 0 14 7 1 1
Jakarta Selatan 29 497 217 104 129
Jakarta Timur 24 640 263 123 193
Jakarta Pusat 7 278 112 56 59
Jakarta Barat 22 599 277 118 118
Jakarta Utara 9 350 194 89 76

id
DKI Jakarta 91 2.378 1.070 491 576

o.
.g
Sumber : Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Kemendikbud
ps
.b
ta

Tabel 3.7
Jumlah Guru, Murid dan Sekolah Menurut Jenjang Pendidikan
ar

di DKI Jakarta, 2019


ak
//j

Jenjang Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah


s:

Pendidikan Guru Murid Sekolah Kelas


tp

(1) (2) (3) (4) (5)


ht

SLB 1.257 6.016 91 1.298


SD 37.806
591 805.443 2.378 29.175
SMP 18.951
261 361.996
674 1.070 11.548
SMA 11.209
853 163.619
000 491 5.589
SMK 11.425
146 222.033
320 576 7.222
050 831
Sumber : Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Kemendikbud

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 37


Tabel 3.8
Rasio Murid-Guru, Rasio Murid-Sekolah, dan Rasio Murid-Kelas Menurut
Tingkat Pendidikan di DKI Jakarta Tahun 2019

Tingkat Rasio Murid – Rasio Murid – Rasio Murid –


Guru Sekolah Kelas
Pendidikan
(1) (2) (3) (4)

SLB 4,79 66,11 4,63


SD 21,30 338,71 27,61
SMP 19,10 338,31 31,35
SMA 14,60 333,24 29,28
SMK 19,43 385,47 30,74

id
Sumber : Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Kemendikbud

o.
.g
ps
.b
ta
ar
ak
//j
s:
tp
ht

38 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


BAB IV
KETENAGAKERJAAN

Pembangunan manusia pada dasarnya ditujukan kepada manusia


(People-Centered-Development). Oleh karena itu, setiap upaya
pembangunan selalu diarahkan kepada manusia baik sebagai objek
maupun subjeknya. Aspek yang amat mendasar dalam kehidupan manusia
adalah ketenagakerjaan karena ketenagakerjaan tidak hanya berpengaruh
pada dimensi ekonomi, tetapi juga menyangkut dimensi sosial.
Dimensi ekonomi menjelaskan kebutuhan manusia akan pekerjaan
berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, sedangkan
dimensi sosial berkaitan dengan pengakuan masyarakat tehadap

id
kemampuan individu.

o.
.g
Perkembangan jumlah penduduk, sebagai akibat adanya perubahan
ps
tingkat kelahiran, kematian dan mobilitas penduduk mempengaruhi
.b

struktur penduduk menurut umur. Hal ini berdampak pula pada meningkatnya
ta
ar

usia kerja dan angkatan kerja. Sebagai konsekuensinya, pembangunan di


ak

bidang ketenagakerjaan selayaknya berorientasi pada penciptaan


//j

lapangan kerja, perluasan kesempatan kerja dan kemampuan berusaha.


s:
tp

Hal ini dimaksudkan untuk menampung ledakan penduduk usia produktif


ht

yang masuk dalam angkatan kerja. Adanya peningkatan dan perluasan


kesempatan kerja serta kesempatan berusaha diharapkan berimplikasi
terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi sehingga dapat mengurangi
tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan.
Untuk melihat sejauh mana hasil pembangunan bidang
ketenagakerjaan yang telah dicapai di DKI Jakarta, baik dari sisi
perkembangan penduduk maupun ekonomi, diperlukan informasi yang
akurat dan mutakhir mengenai keadaan ketenagakerjaan. Hal tersebut
dapat dilihat dengan menggunakan beberapa indikator ketenagakerjaan,
seperti komposisi penduduk menurut jenis kegiatan, penduduk bekerja
menurut lapangan pekerjaan dan status pekerjaan serta jumlah pencari
kerja. Berdasarkan data tersebut, indikator ketenagakerjaan dapat
diinterpretasikan dan dianalisis sehingga dapat digunakan oleh para

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 39


pembuat kebijakan, pengambil keputusan, serta pemangku kepentingan
dalam menghasilkan output bermanfaat yang berorientasi di bidang
ketenagakerjaan.

4.1. Konsep dan Definisi Ketenagakerjaan


Konsep dan definisi yang digunakan dalam pengumpulan data
ketenagakerjaan oleh Badan Pusat Statistik adalah The Labor Force
Concept yang disarankan oleh International Labor Organization (ILO).
Konsep ketenagakerjaan digambarkan oleh diagram ketenagakerjaan
sebagai berikut:
Gambar 4.1

Diagram Ketenagakerjaan

id
o.
.g
Penduduk
ps
.b
ta
ar

Usia Kerja (15 tahun ke atas) Bukan Usia Kerja (di bawah 15 tahun)
ak
//j
s:
tp

Angkatan Kerja Bukan Angkatan Kerja


ht

Bekerja Pengangguran
Mengurus
Sekolah Lainnya
Rumah Tangga

Konsep ini membagi penduduk menjadi dua kelompok, yaitu


penduduk usia kerja dan penduduk bukan usia kerja. Penduduk usia kerja
adalah mereka yang berusia 15 tahun ke atas, sedangkan bukan usia kerja
adalah mereka yang berusia di bawah 15 tahun (UU Ketenagakerjaan No.
13 Tahun 2003). Penduduk usia kerja dibagi ke dalam dua kelompok yaitu
angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Penduduk yang tergolong
angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) yang aktif
secara ekonomi.

40 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


Struktur penduduk dalam kelompok angkatan kerja mencakup
penduduk yang kegiatan utamanya bekerja dan mencari pekerjaan.
Sedangkan penduduk yang masuk dalam kelompok bukan angkatan kerja
adalah penduduk yang kegiatan utamanya sekolah, mengurus rumah
tangga dan kegiatan lainnya (pensiunan, orang jompo, orang cacat,
penerima pendapatan dan lainnya). Penduduk bukan angkatan kerja
adalah penduduk usia kerja yang tidak aktif secara ekonomi.

4.2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja


Tingkat partisipasi angkatan kerja adalah suatu indikator
ketenagakerjaan yang memberikan gambaran tentang penduduk yang aktif
secara ekonomi dalam kegiatan sehari-hari merujuk pada suatu waktu

id
dalam periode survei. Salah satu indikator yang dapat menggambarkan

o.
.g
partisipasi angkatan kerja adalah General Economic Activity Ratio (Rasio
ps
Aktivitas Ekonomi Umum) atau biasa disebut Tingkat Partisipasi Angkatan
.b

Kerja (TPAK). TPAK merupakan perbandingan jumlah angkatan kerja


ta
ar

terhadap penduduk usia kerja. Indikator ini menggambarkan persediaan


ak

tenaga kerja dalam pasar kerja dan biasa digunakan untuk menganalisa
//j

partisipasi angkatan kerja.


s:
tp

Pada Agustus 2019, TPAK DKI Jakarta mencapai 64,81 persen.


ht

Hal ini memberikan informasi bahwa dari 100 orang penduduk usia kerja,
hampir 65 orang diantaranya adalah angkatan kerja, sedangkan sekitar 35
persen adalah bukan angkatan kerja.
Jika dicermati menurut jenis kelamin (Gambar 4.2), selama periode
Agustus 2018 - Agustus 2019, TPAK laki-laki naik sebesar 2,22 poin (79,57
persen pada Agustus 2018 menjadi 81,79 persen pada Agustus 2019)
sebaliknya TPAK perempuan turun sebesar minus 0,45 poin (48,47 persen
Agustus 2018 menjadi 48,02 persen Agustus 2019).

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 41


Gambar 4.2
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja menurut Jenis Kelamin
di DKI Jakarta, Agustus 2018 - Agustus 2019 (Persen)

id
o.
.g
ps
Sumber : Sakernas 2019
.b
ta

4.3. Tingkat Kesempatan Kerja


ar
ak

Tingkat kesempatan kerja adalah peluang penduduk usia kerja


//j

yang termasuk angkatan kerja untuk bekerja. Tingkat kesempatan kerja


s:

menggambarkan kesempatan seseorang untuk masuk pada pasar kerja.


tp
ht

Indikator yang biasa digunakan adalah Tingkat Kesempatan Kerja (TKK).


TKK merupakan perbandingan jumlah penduduk bekerja terhadap jumlah
angkatan kerja.
Pada Agustus 2019, peluang seorang penduduk usia kerja yang
termasuk angkatan kerja untuk bekerja mencapai 93,78 persen. Hal ini
memberikan informasi bahwa dari 100 orang angkatan kerja, hampir 94
orang diantaranya adalah penduduk bekerja, sedangkan sisanya penduduk
yang mencari kerja. Selama periode Agustus 2018 - Agustus 2019, tingkat
kesempatan kerja di DKI Jakarta mengalami peningkatan sebesar 0,02
poin, dari 93,76 persen pada Agustus 2018 menjadi 93,78 persen pada
Agustus 2019 (Gambar 4.3).

42 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


Gambar 4.3
Tingkat Kesempatan Kerja di DKI Jakarta,
Agustus 2016 - Agustus 2019 (Persen)

id
o.
.g
ps
Sumber : Sakernas 2019
.b
ta

4.4. Penduduk Bukan Angkatan Kerja


ar
ak

Selama periode Agustus 2018 - Agustus 2019, persentase


//j

penduduk bersekolah menurun dari 0,60 poin dimana Agustus 2018


s:

mencapai 24,50 persen dan Agustus 2019 mencapai 23,90 persen


tp
ht

(Gambar 4.4).

Selama periode Agustus 2018 - Agustus 2019, persentase


penduduk yang mengurus rumah tangga terus meningkat, dengan nilai
peningkatan sebesar 2,53 poin (60,62 persen Agustus 2018 menjadi 63,15
persen Agustus 2019 (Gambar 4.4).

Jika dicermati dari jumlah penduduk, banyaknya yang sekolah pada


tahun 2018 sebanyak 696,36 ribu orang turun menjadi 669,46 orang,
sedangkan yang mengurus rumah tangga naik dari 1.723,01 ribu orang
menjadi 1.768,48 ribu orang (Tabel 4.1).

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 43


Gambar 4.4
Struktur Bukan Angkatan Kerja di DKI Jakarta,
Agustus 2018 - Agustus 2019 (Persen)

id
o.
.g
ps
.b

Sumber : Sakernas 2019, BPS


ta
ar
ak

4.5. Penduduk Bekerja


//j
s:

Bekerja adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang


tp

paling sedikit satu jam (tidak terputus) dalam seminggu yang lalu, dengan
ht

maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau


keuntungan. Kegiatan tersebut termasuk pula kegiatan penduduk yang
bekerja dengan status pekerja keluarga tanpa upah yang membantu dalam
suatu usaha/kegiatan ekonomi.

4.5.1. Penduduk Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama

Analisa mengenai penduduk bekerja menurut lapangan pekerjaan


utama dilakukan untuk mengetahui sektor-sektor yang banyak menyerap
tenaga kerja. Pada Tabel 4.2, terlihat jumlah penduduk bekerja selama
Agustus 2018 - Agustus 2019 sebagian besar terserap ke dalam sektor
perdagangan, real estate dan industri pengolahan. Selama periode
tersebut, kedua sektor ini mampu menyerap lebih dari 50 persen penduduk
bekerja di DKI Jakarta, sedangkan sisanya terserap ke dalam sektor-sektor

44 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


lainnya. Sektor-sektor tersebut memiliki peluang terbesar dibandingkan
dengan sektor-sektor lainnya dalam penyerapan penduduk bekerja, baik
laki-laki maupun perempuan.
Pada Agustus 2019, sektor yang menjadi sandaran hidup paling
utama penduduk DKI Jakarta adalah sektor perdagangan, karena sektor ini
mampu menyerap tenaga kerja sekitar 24,12 persen (Gambar 4.5). Selama
periode Agustus 2018 - Agustus 2019, proporsi penyerapan tenaga kerja di
sektor perdagangan sedikit turun sebesar 0,63 persen (24,75 persen pada
Agustus 2018 menjadi 24,12 persen pada Agustus 2019), dan hampir
seperempat penduduk yang bekerja di DKI Jakarta terserap ke dalam
sektor ini.
Hal ini menunjukkan bahwa sektor perdagangan, merupakan

id
penyerap tenaga kerja terbaik penduduk DKI Jakarta dalam berusaha atau

o.
.g
memperoleh pendapatan. Selain itu, sektor perdagangan juga merupakan
ps
pilihan yang mempunyai peluang terbesar, baik yang bersifat formal
.b

maupun informal serta mampu menampung penduduk bekerja yang


ta
ar

mempunyai kualifikasi pendidikan rendah dan skill yang kurang memadai.


ak
//j
s:
tp
ht

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 45


Gambar 4.5
Persentase Penduduk Bekerja terhadap Total Pekerja
menurut Lapangan Pekerjaan Utama di DKI Jakarta, Agustus 2019

id
o.
.g
ps
.b
ta
ar
ak
//j
s:
tp

Sumber : Sakernas 2019, BPS


ht

Sektor kedua yang menjadi sandaran hidup penduduk DKI Jakarta


adalah sektor real estate dan jasa lainnya karena pada Agustus 2019
mampu menyerap 13,25 persen penduduk bekerja di DKI Jakarta. Namun
selama periode Agustus 2018 - Agustus 2019, penyerapan tenaga kerja di
sektor ini mengalami penurunan sebesar 0,97 persen (Tabel 4.2).
Sektor industri pengolahan menempati peringkat ketiga dari 17
lapangan pekerjaan utama di DKI Jakarta yang menyerap penduduk
bekerja pada Agustus 2019. Sektor industri pengolahan mampu menyerap
penduduk bekerja 12,30 persen. Bila dilihat kecenderungannya selama
Agustus 2018 - Agustus 2019, penyerapan di industri pengolahan
mengalami penurunan sebesar 0,74 persen (13,04 persen pada Agustus
2018 menjadi 12,30 persen pada Agustus 2019).

46 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


4.5.2. Penduduk Bekerja menurut Status Pekerjaan Utama
Status pekerjaan adalah kedudukan seseorang dalam melakukan
pekerjaan di suatu unit usaha. Pekerja berstatus buruh/karyawan/pegawai
dan berusaha dibantu buruh tetap biasanya digolongkan ke dalam pekerja
sektor formal, sedangkan pekerja berstatus selain itu umumnya
digolongkan ke dalam sektor informal.
Selama Agustus 2018 – Agustus 2019, persentase penduduk
bekerja menurut status pekerjaan memperlihatkan pola perkembangan
yang hampir sama setiap tahunnya. Berdasarkan Tabel 4.3, persentase
penduduk bekerja dengan status buruh/karyawan selalu menempati
peringkat pertama di antara status pekerjaan lainnya.

id
o.
Persentase buruh/karyawan turun sebesar 1,00 poin selama
.g
Agustus 2018 - Agustus 2019 (65,66 persen pada Agustus 2018 menjadi
ps
64,66 persen pada Agustus 2019). Tingginya persentase orang yang
.b
ta

bekerja dengan status buruh/karyawan bila dibandingkan dengan status


ar

pekerjaan lain menunjukkan bahwa keberadaan kegiatan usaha yang


ak

mendukung perekonomian di DKI Jakarta sangat besar, sehingga pencari


//j
s:

kerja banyak yang terserap ke dalam sektor formal. Atau mungkin


tp

sebaliknya bahwa penduduk bekerja di DKI Jakarta lebih banyak


ht

berkeinginan menjadi buruh/karyawan dibandingkan membuka usaha atau


menciptakan lapangan pekerjaan baru.
Pada Gambar 4.6, terlihat bahwa pada Agustus 2019 persentase
penduduk bekerja dengan status berusaha sendiri menempati peringkat
kedua setelah status buruh/karyawan yaitu sebesar 21,60 persen. Selama
periode Agustus 2018 - Agustus 2019 penduduk bekerja dengan status
berusaha sendiri meningkat sebanyak 1,91 poin, yang merupakan
peningkatan tertinggi diantara status lainnya.
Selanjutnya, penduduk yang bekerja dengan status berusaha
dibantu buruh tidak tetap/tidak dibayar, turun sebesar 0,37 poin (dari 4,16
persen pada Agustus 2018 menjadi 3,79 persen pada Agustus 2019).
Persentase penduduk bekerja dengan status pekerja keluarga/tidak
dibayar mengalami peningkatan dari tahun ke tahun selama periode

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 47


Agustus 2018 - Agustus 2019. Peningkatan persentase penduduk bekerja
dengan status pekerja keluarga/tidak dibayar selama periode tersebut
mencapai 1,53 poin (dari 1,92 persen pada Agustus 2018 menjadi 3,45
persen pada Agustus 2019).
Sementara itu, perkembangan persentase penduduk bekerja
dengan status berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar selama Agustus
2018 – Agustus 2019 turun sebesar 0,37 poin (dari 4,16 persen menjadi
3,79 persen), sedangkan penduduk bekerja dengan status berusaha
dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar turun sebesar 0,21 poin (dari
4,66 persen menjadi 4,45 persen).

Gambar 4.6

id
Persentase Penduduk Bekerja menurut Status Pekerjaan Utama di DKI

o.
Jakarta, Agustus 2018 - Agustus 2019
.g
ps
.b
ta
ar
ak
//j
s:
tp
ht

Sumber : Sakernas 2019, BPS


4.6. Pengangguran

Indikator penting lainnya untuk mengukur tingkat kesejahteraan


masyarakat dalam bidang ketenagakerjaan adalah tingkat pengangguran.
Pengangguran dibedakan menjadi beberapa kategori, antara lain
pengangguran terbuka (open unemployment), setengah pengangguran
(under employment), dan pengangguran terselubung (disguised
unemployment. Dalam analisis ini akan dibatasi pada pengangguran
terbuka dan setengah pengangguran.

48 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


4.6.1. Pengangguran Terbuka

Tingkat pengangguran terbuka (open unemployment rate)


merupakan perbandingan antara pencari kerja dengan jumlah angkatan
kerja. Indikator ini memberikan informasi tentang jumlah angkatan kerja
yang termasuk dalam kelompok pengangguran. Selain pencari kerja, yang
juga termasuk pengangguran adalah mereka yang tidak bekerja, tetapi
sedang mempersiapkan usaha, mereka yang sudah mendapat pekerjaan
tetapi belum mulai bekerja atau mereka yang merasa tidak mungkin
mendapat pekerjaan tetapi mau menerima tawaran pekerjaan.
Pada Gambar 4.7, terlihat bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT) di DKI Jakarta selama Agustus 2018 - Agustus 2019 turun dari 6,24
persen menjadi 6,22 persen. Menurunnya angka pengangguran di DKI

id
o.
Jakarta diduga penduduk yang tergolong angkatan kerja sebagian besar
.g
terserap dalam kesempatan kerja. Penyerapan angkatan kerja dalam
ps
kesempatan kerja disebabkan oleh adanya pertumbuhan pada sektor-
.b
ta

sektor potensial selama Agustus 2018 – Agustus 2019 sehingga


ar

menggerakkan aktivitas usaha di DKI Jakarta, baik sektor formal maupun


ak

informal. Dengan meningkatnya aktivitas dan produktivitas usaha pada


//j
s:

sektor formal dan informal berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja,


tp

dan pada akhirnya menurunkan angka pengangguran di DKI Jakarta. Di


ht

samping itu juga, kondisi perkonomian yang kondusif dan menguntungkan


di DKI Jakarta mendukung kesempatan para pengusaha untuk membuka
atau memperluas lapangan usaha baru sehingga supply tenaga kerja
sebagian besar dapat terserap.
Gambar 4.7
Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Jenis Kelamin
di DKI Jakarta, Agustus 2018 - Agustus 2019 (Persen)

Sumber : Sakernas 2019, BPS

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 49


4.6.2. Pekerja Tidak Penuh

Secara umum pengertian pekerja tidak penuh adalah penduduk


yang bekerja di bawah jam kerja normal (kurang dari 35 jam dalam
seminggu). Pekerja tidak penuh dibedakan menjadi setengah penganggur
dan pekerja paruh waktu. Setengah penganggur adalah penduduk yang
bekerja di bawah jam kerja normal, dan masih mencari pekerjaan atau
masih bersedia menerima pekerjaan. Sementara pekerja paruh waktu (part
time worker) adalah penduduk yang bekerja di bawah jam kerja normal,
tetapi tidak mencari pekerjaan atau tidak bersedia menerima pekerjaan lain.

Pada Gambar 4.8 disajikan persentase penduduk bekerja yang


berpredikat pekerja tidak penuh (setengah penganggur dan pekerja paruh

id
waktu) di DKI Jakarta selama periode Agustus 2018 - Agustus 2019.

o.
Persentase setengah penganggur dan pekerja paruh waktu dihitung
.g
ps
terhadap total pekerja tidak penuh.
.b

Periode Agustus 2018 - Agustus 2019, angka setengah


ta

penganggur turun sebesar 0,15 poin (dari 1,97 persen menjadi 1,82 persen
ar
ak

dan angka pekerja paruh waktu juga turun sebesar 1,24 poin (dari 10,87
//j

persen menjadi 9,63 persen).


s:
tp

Gambar 4.8
ht

Persentase Penduduk Bekerja dengan Status Pekerja Tidak Penuh


di DKI Jakarta, Agustus 2018 - Agustus 2019

Sumber : Sakernas 2019, BPS

50 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


Tabel 4.1
Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas menurut Jenis Kegiatan
di DKI Jakarta, Agustus 2018 - Agustus 2019

Agustus 2018 Agustus 2019


Status Keadaan Tenaga Kerja
(Ribu Orang) (Ribu Orang)

(1) (2) (3)


Penduduk Usia Kerja 7.884,02 7.958,44
Angkatan Kerja (AK) 5.041,62 5.157,88
Bekerja 4.726,78 4.836,98
Pengangguran 314,84 320,90
Bukan Angkatan Kerja (BAK) 2.842,40 2.800,56
Sekolah 696,36 669,46
Mengurus Rumah Tangga 1.723,01 1.768,48
Lainnya 423,03 362,62

id
Sumber : Sakernas 2018 dan 2019

o.
.g
ps
Tabel 4.2
Persentase Penduduk Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama
.b

di DKI Jakarta, Agustus 2018 - Agustus 2019


ta
ar

Lapangan Usaha/ Sektor Agustus Agustus


ak

2018 2019
//j

(1) (2) (3)


s:

1 Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 0,33 0,47


tp

2 Pertambangan dan Penggalian 0,56 0,34


ht

3 Industri Pengolahan 13,04 12,30


4 Pengadaan Listrik dan Gas 0,25 0,29
5 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, 0,58 0,29
Limbah, dan Daur Ulang
6 Konstruksi 3,41 3,96
7 Perdagangan Besar dan Eceran; 24,75 24,12
Reparasi dan Perawatan Mobil
8 Transportasi dan Pergudangan 10,67 11,55
9 Penyediaan Akomodasi dan Makan 10,07 11,66
Minum
10 Informasi dan Komunikasi 2,44 2,42
11 Jasa Keuangan dan Asuransi 4,19 3,65
12 Jasa Perusahaan 4,13 4,71
13 Administrasi Pemerintahan, 4,33 4,89
Pertahanan dan Jaminan Sosial W
14 Jasa Pendidikan 4,64 4,07
15 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 2,39 2,03
16 Real Estate & Jasa Lainnya 14,22 13,25
Jumlah 100,00 100,00

Sumber : Sakernas 2018 dan 2019

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 51


Tabel 4.3
Persentase Penduduk Bekerja menurut Status Pekerjaan Utama
di DKI Jakarta, Agustus 2018 - Agustus 2019

Status Pekerjaan Utama Agustus 2018 Agustus 2019


(1) (2) (3)
1. Berusaha sendiri 19,69 21,60
2. Berusaha dibantu buruh 4,16 3,79
tidak tetap/ buruh tidak
dibayar
3. Berusaha dibantu buruh 4,66 4,45
tetap/buruh dibayar
4. Buruh/ karyawan 65,66 64,66
5. Pekerja bebas 1,92 2,05
6. Pekerja tak dibayar 3,91 3,45
Jumlah 100,00 100,00

id
Sumber : Sakernas 2018 dan 2019

o.
Tabel 4.4
.g
Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Jenis Kelamin
ps
di DKI Jakarta, Agustus 2018 - Agustus 2019 (Persen)
.b
ta

Tahun Laki-laki Perempuan Total


ar

(1) (2) (3) (4)


ak

Agustus 2018 6,65 5,58 6,24


//j

Agustus 2019 6,20 6,26 6,22


s:
tp

Sumber : Sakernas 2018 dan 2019


ht

Tabel 4.5
Persentase Penduduk Bekerja dengan Status Pekerja Tidak Penuh
di DKI Jakarta, Agustus 2017 - Agustus 2019

Agustus Agustus Agustus


Status Pekerja Tidak Penuh
2017 2018 2019
(1) (2) (3) (4)
Setengah Penganggur 2,55 1,97 1,82

Pekerja Paruh Waktu


8,63 10,87 9,63

Sumber : Sakernas 2017, 2018 dan 2019

52 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


BAB V

KESEHATAN

Kesehatan merupakan salah satu indikator utama kesejahteraan


penduduk. Tak tanggung-tanggung indikator kesehatan ini menjadi salah
satu program unggulan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah yang tercakup di dalam indeks pembangunan manusia.
Penduduk yang sehat akan memiliki produktivitas yang tinggi sehingga
mampu mendukung proses pembangunan ekonomi suatu wilayah. Untuk
mewujudkan hal tersebut, pemerintah terus berupaya meningkatkan derajat
kesehatan penduduk dengan meningkatkan fasilitas serta akses kesehatan

id
yang mudah dan terjangkau. Dengan demikian kesadaran penduduk untuk

o.
meningkatkan kesehatannya juga akan terwujud.
.g
ps
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menunjukkan keseriusannya dalam
.b

mengurusi permasalahan kesehatan ini. Salah satu upaya dalam hal


ta

mewujudkan kemudahan akses kesehatan yang terjangkau adalah


ar
ak

program Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang ditujukan untuk penduduk miskin.
//j

Program ini memberikan pelayanan kesehatan secara gratis kepada


s:

penerima program. Berbagai layanan KJS antara lain fasilitas rawat jalan di
tp
ht

seluruh puskesmas dan rawat jalan di rumah sakit pemerintah dengan surat
rujukan dari puskesmas, serta fasilitas rawat inap di puskesmas dan rumah
sakit yang bekerja sama dengan Jamkesmas. Dengan kemudahan dari segi
pembiayaan tersebut diharapkan penduduk dapat lebih sadar dan peduli
untuk menjaga dan meningkatkan kesehatannya.
Dalam hal peningkatan fasilitas kesehatan yang mudah, Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta membangun puskesmas yang ada di setiap kelurahan
di wilayah DKI Jakarta. Bahkan Pemprov DKI Jakarta juga menyediakan
puskesmas kecamatan yang ada di setiap kecamatan dan memberikan
pelayanan 24 jam. Di antara 44 puskesmas kecamatan tersebut, 18
diantaranya telah ditingkatkan menjadi rumah sakit umum daerah tipe D
yang mempunyai fasilitas rawat inap dan fasilitas lain layaknya rumah sakit.
Selain itu berbagai RSUD yang ada juga terus dilakukan peningkatan

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 53


fasilitas dan pelayanannya sehingga diharapkan akan mampu setara
dengan rumah sakit besar lainnya. Dengan banyaknya fasilitas kesehatan
yang tersedia, keterjangkauan akan lebih mudah dan cepat. Sehingga
tindakan preventif terhadap suatu penyakit, kecelakaan, atau tindakan
darurat akan dapat terwujud.
Upaya lain yang telah, sedang, dan terus dilakukan diantaranya
peningkatan jumlah dan kualitas sarana prasarana kesehatan serta tenaga
kesehatan. Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta juga berinovasi dalam
menjemput bola untuk melayani kesehatan warganya dengan puskesmas
keliling yang biasanya beroperasi pada jam 08.00-12.00 WIB. Namun
layanan ini sepertinya belum banyak diketahui dan perlu ditinjau
peningkatan pelayanannya. Upaya lainnya yang mendukung kemauan dan

id
kesadaran penduduk akan kesehatannya antara lain berbagai kegiatan

o.
.g
penyuluhan tentang gizi, penyuluhan dan imunisasi di posyandu,
ps
penyuluhan kesehatan ibu dan anak, senam lansia, kegiatan
.b

pemberantasan sarang nyamuk (PSN), dan lainnya. Upaya tersebut tak


ta
ar

lepas dari kerja sama antara pemerintah dengan aparat warga di tingkat
ak

RT/RW.
//j

Akhirnya, berbagai upaya tersebut menunjukkan hasil yang cukup


s:
tp

menggembirakan. Hal ini bisa ditunjukkan dengan penurunan angka


ht

kematian bayi dan balita, peningkatan angka harapan hidup, peningkatan


kesehatan ibu dan anak serta peningkatan gizi balita.

5.1. Angka Kematian Bayi


Angka Kematian Bayi didefinisikan sebagai banyaknya bayi lahir
hidup yang meninggal sebelum mencapai usia satu tahun per 1000
kelahiran hidup dalam waktu tertentu. Angka kematian bayi merupakan
indikator yang penting untuk mencerminkan keadaan derajat kesehatan di
suatu masyarakat, karena bayi yang baru lahir sangat sensitif terhadap
keadaan lingkungan tempat orang tua si bayi tinggal dan sangat erat
kaitannya dengan status sosial orang tua si bayi (https://sirusa.bps.go.id).
AKB dapat menjadi cerminan yang jelas dan nyata dari kemajuan
bidang pencegahan dan pemberantasan berbagai penyakit penyebab

54 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


kematian. Dengan demikian, AKB merupakan tolok ukur yang sensitif dari
semua upaya intervensi yang dilakukan oleh pemerintah khususnya di
bidang kesehatan. Lebih jauh lagi, AKB juga dapat digunakan untuk melihat
gambaran tingkat permasalahan kesehatan masyarakat yang berkaitan
dengan faktor ketersediaan, pemanfaatan dan kualitas pelayanan
kesehatan antenatal, serta status gizi ibu hamil.
Dalam banyak hal kematian ibu, janin, dan neonatal di negara berkembang
biasanya sering terjadi di rumah, pada saat persalinan, atau pada awal
masa neonatal, tanpa pertolongan dari tenaga kesehatan atau tenaga
terlatih, keterlambatan akses untuk menerima perawatan yang berkualitas,
dsb. Walaupun diagnosis penyebab kematian ibu dan neonatal berbeda,
namun penyebab yang mendasari kematian keduanya hampir sama, yaitu

id
ketidakmampuan memperoleh akses perawatan ibu dan bayi baru lahir,

o.
.g
serta status sosial ibu yang rendah. Kehadiran tenaga kesehatan (sebagai
ps
penolong atau pendamping) pada waktu persalinan, berkaitan dengan
.b

kejadian kematian ibu dan bayi baru lahir yang rendah.i Pemerintah dapat
ta
ar

menyorot hal-hal tersebut untuk menyusun program dan kebijakan dalam


ak

rangka menurunkan angka kematian ini.


//j

AKB di Provinsi DKI Jakarta terus mengalami penurunan dari tahun


s:
tp

ke tahun. Sejak tahun 1971 sampai tahun 2000, AKB di Jakarta mengalami
ht

penurunan yang drastis (dapat dilihat pada gambar 5.1). Pada tahun 1971
angka kematian bayi di Provinsi DKI Jakarta sebanyak 129 per 1000
kelahiran hidup, kemudian menurun menjadi sebanyak 18 kematian bayi
per 1000 kelahiran hidup (sumber: proyeksi Sensus Penduduk 2010).
Kondisi ini memberikan gambaran bahwa program yang dicanangkan
pemerintah dalam rangka menurunkan AKB membuahkan hasil yang cukup
menggembirakan. Terus menurunnya AKB di Jakarta juga mampu
mendorong pencapaian salah satu MDG’s Goal yaitu penurunan angka
kematian anak (AKA) hingga dua per tiga dalam kurun waktu 1990-2015.
Terus menurunnya AKB menggambarkan peningkatan capaian
pemerintah dalam hal penyediaan fasilitas kesehatan seperti penyebaran

i
Sarimawar Djaja dkk, Penyebab Kematian Bayi Baru Lahir (Neonatal) dan Sistem Pelayanan Kesehatan yang
Berkaitan di Indonesia (Survei Kesehatan Rumah Tangga 2001), hal 155.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 55


tenaga medis untuk menolong proses kelahiran dan kemudahan
masyarakat menjangkau fasilitas kesehatan, baik dari sisi lokasi maupun
biaya. Selain itu juga dipengaruhi oleh semakin tingginya kesadaran ibu
dalam memilih penolong persalinan yang sudah terlatih sehingga
mengurangi risiko kematian ibu dan bayi dalam proses persalinan. Selain
itu semakin tingginya pemahaman ibu terhadap kesehatan, yang berakibat
pada semakin tingginya peluang bayi untuk melewati masa kritis dan rentan
di usia tersebut. Semua hal tersebut berkaitan dengan semakin baiknya
status sosial ekonomi si ibu.
Gambar 5.1
Angka Kematian Bayi per 1000 Kelahiran Hidup menurut
Jenis Kelamin di DKI Jakarta, 1971-2016

id
o.
.g
ps
.b
ta
ar
ak
//j
s:
tp
ht

Sumber : Estimasi Parameter Demografi 2010-2035

Jika dianalisis menurut gender, setiap tahunnya tren AKB pada bayi
laki-laki selalu lebih tinggi dibandingkan AKB pada bayi perempuan. Hal ini
secara kuat menggambarkan bahwa ketahanan tubuh bayi perempuan
secara rata-rata lebih tinggi dibandingkan bayi laki-laki, dengan asumsi
status sosial ibu (seperti tingkat pendidikan, status ekonomi, kesehatan,
fertilitas, dll) dan akses dalam menjangkau fasilitas kesehatan adalah
sama. Selisihnya pun juga cukup jauh karena kita berbicara masalah kasus
kematian yaitu sekitar 22 kematian bayi laki-laki dan 14 kematian bayi
perempuan per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2016. Angka ini

56 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


merupakan keberhasilan, namun berbagai program pemerintah harus tetap
dievaluasi dan ditingkatkan untuk terus menekan angka tersebut bahkan
hingga tidak ada sama sekali kejadian kematian pada bayi. Selain itu,
prestasi kesehatan penduduk juga dapat dilihat dari besaran angka
harapan hidup, dimana penduduk yang sehat diasumsikan memiliki umur
hidup yang lebih panjang.

5.2. Angka Harapan Hidup


Kondisi kesehatan yang baik akan menyebabkan meningkatnya
rata-rata tahun hidup yang akan dijalani seseorang. Dengan meningkatkan
kualitas kesehatan, peluang hidup yang diharapkan penduduk DKI Jakarta
menjadi semakin panjang. Indikator yang dapat menggambarkan peluang

id
hidup ini adalah angka harapan hidup (AHH). AHH merupakan alat untuk

o.
mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan
.g
ps
penduduk pada umumnya, dan meningkatkan derajat kesehatan pada
.b

khususnya. AHH yang rendah harus diikuti dengan program pembangunan


ta

kesehatan, dan program sosial lainnya termasuk kesehatan lingkungan,


ar

kecukupan gizi dan kalori termasuk program pemberantasan kemiskinan.


ak

Berdasarkan proyeksi hasil Sensus Penduduk 2010, AHH di DKI Jakarta


//j
s:

termasuk yang tertinggi di Indonesia. Angkanya pun terus meningkat setiap


tp

tahunnya. Pencapaian ini cukup memuaskan, namun tetap harus dievaluasi


ht

dan ditingkatkan.
Pada gambar 5.2 di bawah, terlihat tren AHH di Jakarta seperti anak
tangga yang artinya angka AHH terus mengalami peningkatan dari tahun
ke tahun. Hingga tahun 2018, peningkatan AHH terjadi secara perlahan
dimana AHH di Jakarta tergolong cukup tinggi dibandingkan rata-rata
nasional dan provinsi lain. Pada tahun 2018, AHH penduduk di Jakarta
sebesar 72,67 tahun. Angka ini menunjukkan bahwa anak yang lahir pada
tahun 2018 diperkirakan akan hidup hingga mencapai kurang lebih usia
72,67 tahun. Meningkat dibandingkan tahun 2015 dimana AHH di Jakarta
tercatat sebesar 72,43 tahun. Peningkatan AHH ini juga berkaitan dengan
menurunnya angka kematian bayi. Sehingga berbagai hal penyebab yang
terjadi serta berbagai upaya yang dilakukan juga identik dengan angka

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 57


kematian. Beberapa faktor yang meningkatkan angka harapan hidup di
Jakarta adalah semakin membaiknya akses dan pelayanan kesehatan bagi
semua kelompok masyarakat, perilaku hidup sehat masyarakat, serta
semakin membaiknya kondisi sosial ekonomi masyarakat.

Gambar 5.2
Angka Harapan Hidup di DKI Jakarta, 2015-2018

id
o.
.g
ps
.b
ta
ar

Sumber : Indeks Pembangunan Manusia, 2015-2018


ak
//j
s:

5.3. Pemberian Air Susu Ibu (ASI)


tp

ASI memberikan kekebalan yang maksimal dan paling baik tidak


ht

hanya pada tahun-tahun awal kehidupan seorang anak, tetapi bahkan


sepanjang masa kanak-kanak dan masa dewasa. Pemberian ASI
menurunkan risiko berbagai penyakit, antara lain: leukimia dan limfoma
pada anak, diabetes, gangguan pencernaan dan diare, infeksi telinga,
infeksi pernafasan, pneumonia, asma dan eksim, meningitis, rematik,
osteoporosis, kanker payudara dan kanker indung telur, kolesterol yang
lebih rendah, dan obesitas pada masa kanak-kanak maupun remaja.
Berbeda dari susu formula yang berasal dari susu sapi, ASI merupakan
suatu spesifik spesies yang khusus hanya dibuat untuk bayi manusia,
bahkan hanya untuk bayi sang Ibu, bahkan lebih jauh lagi, ASI yang keluar
setiap tetesnya memiliki kandungan berbeda yang khas yang persis
sempurna sesuai dengan kebutuhan bayi seorang ibu pada saat itu.
Komposisi yang terkandung dalam susu formula tidak pernah berubah,

58 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


semuanya disamaratakan bagi setiap bayi dan pada tingkatan umur yang
sama, walaupun kebutuhan bayi yang satu dengan yang lain amatlah
berbeda. Kandungan lemak (AA, DHA), karbohidrat, protein, vitamin,
mineral, enzym, hormone dan yang paling penting zat antibodi yang
terkandung dalam ASI tidak akan didapatkan dalam susu formula manapun.
(AIMI, 2007)ii. Manfaat ASI juga disampaikan di banyak tulisan, bahkan
tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 Pasal 1.
Tidak hanya bagi bayi yang diberi ASI, manfaat juga diperoleh bagi
ibu yang memberikan ASI. Pasca persalinan, pemberian ASI dapat
menyebabkan rahim cepat kembali ke ukuran normal dan mengurangi
terjadinya kehilangan darah. Selain itu juga bermanfaat dalam menurunkan
risiko stres dan depresi karena menyusui dapat merangsang pelepasan

id
hormon prolaktin dan oksitosin yang berperan dalam relaksasi. Menyusui

o.
.g
dapat membantu mengurangi pertambahan berat badan ibu, menurunkan
ps
risiko diabetes, mengurangi risiko radang sendi, menurunkan risiko
.b

hipertensi dan penyakit jantung, menurunkan risiko kanker payudara, dan


ta
ar

lain sebagainya. Namun kondisi bayi dan ibu juga harus diperhatikan
ak

karena beberapa kondisi yang tidak diperbolehkan dalam pemberian ASI.


//j

Dari begitu banyak bukti dan manfaat ASI, pemerintah terus


s:
tp

mengupayakan dan mendukung pemberian ASI kepada bayi. Hal ini dapat
ht

terwujud dengan kerjasama dari semua pihak, dari si ibu itu sendiri,
suaminya, orang tuanya, keluarganya, teman-temannya juga ikut
mendukung. Namun payung yang paling besar dan kuat adalah payung
hukum. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2012 tentang pemberian ASI
Ekslusif Pasal 1 Poin 2 menyebutkan bahwa ASI Eksklusif adalah ASI yang
diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama enam bulan tanpa
menambahkan dan atau mengganti dengan makanan atau minuman lain,
sementara Pasal 2 berisi tentang tujuan pemberian ASI Eksklusif yaitu
untuk menjamin pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan ASI Eksklusif
selama enam bulan dan memberikan perlindungan kepada ibu dalam
memberikan ASI Eksklusif, dan juga menghimbau kepada tiap keluarga,
masyarakat dan pemerintah daerah untuk memberikan dukungan terhadap

ii
Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI), Saatnya Kembali ke Air Susu Ibu, https://aimi-asi.org/

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 59


pemberian ASI Ekslusif. Selain itu, pemerintah juga terus memberikan
himbauan kepada kantor-kantor pemerintah dan swasta untuk membangun
ruang laktasi bagi ibu menyusui yang bekerja maupun yang
berkepentingan.
Berdasarkan hasil Susenas Maret 2019, sebanyak 95,12 persen
anak usia 0-23 bulan pernah diberi ASI, dimana bayi laki-laki mencapai
93,95 persen dan bayi perempuan mencapai 96,16 persen. Sementara
menurut wilayahnya, Jakarta Pusat memiliki persentase bayi yang pernah
diberi ASI paling tinggi.
Proses menyusui berhubungan dengan kontrasepsi alami, yaitu
Metode Amenorrhea Laktasi (MAL), di mana seorang wanita secara alami
dapat menunda kehamilan berikutnya, jika ia menyusui bayinya secara

id
ekslusif selama 6 bulan dan wanita tersebut belum mendapat haid kembali

o.
.g
dan menyusui lebih dari delapan kali dalam sehari (Saifuddin, 2003 dalam
ps
bidankita.com). Dengan demikian, potensi penurunan angka kelahiran
.b

melalui peningkatan rata-rata lamanya menyusui diharapkan dapat


ta
ar

diwujudkan.
ak

5.4 Penolong Kelahiran


//j

Proses kelahiran adalah proses akhir dari kehamilan dimana janin


s:
tp

dikeluarkan dari kandungan ibu. Proses kelahiran dimulai dari tanda-tanda


ht

kelahiran (rasa mulas yang berangsur-angsur makin sering dan kuat,


keluarnya lendir bercampur darah dari jalan lahir (vagina) serta cairan
ketuban berwarna jernih kekuningan) hingga keluarnya bayi bersama
dengan plasentanya. Secara biologis, proses kelahiran yang dijalani
seorang ibu dan janin merupakan proses yang penuh dengan berbagai
risiko salah satunya adalah kematian ibu atapun bayi. Proses kelahiran
tersebut seyogyanya harus dibantu oleh tenaga penolong kelahiran.
Seorang ibu yang melahirkan bisa ditolong oleh lebih dari satu jenis
penolong kelahiran (misalnya dukun bersalin dan bidan, dsb). Peran
penolong kelahiran sangat penting bagi keselamatan bayi dan ibu yang
melahirkan.
Salah satu upaya untuk mengurangi peristiwa kematian ibu ataupun
bayi adalah dengan meningkatkan peristiwa kelahiran yang menggunakan

60 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


penolong kelahiran melalui tenaga medis. Tenaga medis mempunyai
pengetahuan, keterampilan, dan fasilitas kesehatan yang dinilai lebih baik
dibandingkan tenaga non-medis sehingga mampu mencegah dan
mengatasi berbagai kondisi darurat saat proses kelahiran. Pemerintah terus
meningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga penolong kelahiran. Penolong
kelahiran meliputi dokter, bidan, perawat, tenaga kesehatan lainnya, serta
tenaga non-medis (seperti dukun beranak, famili/keluarga, dan lainnya). Ibu
yang melahirkan dengan penolong kelahiran yang belum terlatih seperti
tenaga non-medis memiliki risiko terjadinya kegagalan dalam persalinan
yang lebih tinggi.
Upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam meningkatkan jumlah
tenaga medis penolong kelahiran memberikan hasil yang memuaskan.

id
Pada tahun 2018, tercatat sebanyak 99,65 persen ibu yang melahirkan

o.
.g
ditolong oleh tenaga medis. Bidan merupakan penolong kelahiran favorit
ps
yang menjadi pilihan masyarakat. Hampir setengah yang memilih penolong
.b

kelahiran dokter kandungan (tercatat sebesar 49,03 persen). Berikutnya


ta
ar

adalah penolong kelahiran bidan yaitu sebesar 48,15 persen. Angka


ak

tersebut mengindikasikan tingginya kesadaran penduduk Jakarta tehadap


//j

keselamatan ibu dan bayinya. Tingginya tingkat pendidikan juga


s:
tp

mempengaruhi pengambilan keputusan ini. Penduduk dengan pendidikan


ht

yang lebih banyak memilih tenaga penolong kelahiran yang jelas memiliki
kemampuan yang ahli dalam membantu persalinan seperti dokter spesialis
kandungan maupun bidan.
Gambar 5.3
Persentase Wanita Pernah Kawin Usia 15-49 Tahun Menurut Penolong
Kelahiran Bayi Usia 0-23 Bulan di DKI Jakarta, 2018
Perawat Dukun beranak
0.35% 0.35%

Dokter kandungan
49.03%

Bidan
48.15%

Dokter umum
2.11%

Sumber: BPS, Susenas Maret 2018

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 61


Sementara itu, ibu yang melahirkan dengan ditolong tenaga
penolong kesehatan non-medis yaitu oleh dukun beranak masih ada
sebanyak 0,35 persen. Hal ini perlu menjadi kajian bagi pemerintah untuk
terus meningkatkan kesadaran dan kemauan penduduk untuk
menggunakan tenaga medis dalam proses kelahiran seorang bayi. Kultur
budaya yang masih tradisional dan tingkat pendidikan penduduk secara
langsung atau tidak langsung juga memiliki dampak pengambilan
keputusan tersebut sehingga menjadi salah satu poin yang juga perlu
diperhatikan. Di sisi lain, pemerintah juga harus terus meningkatkan jumlah
dan kualitas tenaga medis serta fasilitas persalinan yang lebih baik dan

id
mudah dijangkau.

o.
5.5 Keluhan Kesehatan .g
ps
Derajat kesehatan dapat dilihat dan diukur dari berbagai aspek.
.b

Pengukuran kesehatan secara langsung (pendekatan objektif) dilakukan


ta
ar

melalui pemeriksaan oleh tenaga kesehatan, sedangkan pengukuran tidak


ak

langsung (pendekatan subjektif) dilakukan melalui persepsi sendiri. Dalam


//j

Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pertanyaan yang dapat


s:
tp

digunakan untuk mengukur derajat kesehatan salah satunya adalah


ht

dengan pendekatan subjektif melalui pertanyaan mengenai keluhan


kesehatan.
Keluhan kesehatan adalah keadaan seseorang yang mengalami
gangguan kesehatan atau kejiwaan, baik karena penyakit akut, penyakit
kronis (meskipun selama sebulan terakhir tidak mempunyai keluhan),
kecelakaan, kriminal atau hal lain.iii Berbagai butir pertanyaan yang
tercakup antara lain jenis keluhan kesehatan panas, batuk, pilek, asma,
napas cepat atau sesak, diare atau buang-buang air, sakit kepala berulang,
sakit gigi dan keluhan kesehatan lainnya. Penduduk yang memiliki keluhan
kesehatan mengindikasikan adanya gangguan kesehatan sehingga secara
langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap produktivitasnya.

iii
Badan Pusat Statistik. Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) KOR, 2011, diakses dari
https://sirusa.bps.go.id/

62 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


Indikator yang dapat dihasilkan dari butir pertanyaan ini adalah angka
kesakitan atau morbiditas. Morbiditas merupakan indikator yang mengukur
derajat kesehatan melalui adanya keluhan kesehatan yang menyebabkan
terganggunya kegiatan sehari-hari. Berbagai upaya dilakukan untuk
mengurangi angka kesakitan tersebut.
Gambar 5.4
Penduduk yang Mengalami Keluhan Kesehatan menurut Jenis Kelamin
di DKI Jakarta, 2019 (persen)

Tidak Tidak Tidak


88,65 89,99 87,73

Ya Ya
Ya 10,01
11,35 12,27

id
o.
.g
ps
.b

Sumber: BPS, Susenas Maret 2019


ta
ar
ak

Pada tahun 2019, persentase penduduk yang mengalami keluhan


//j

kesehatan sebesar 12,27 persen dimana persentase keluhan kesehatan


s:

penduduk laki-laki lebih tinggi dibandingkan penduduk perempuan).


tp
ht

Persentase laki-laki yang mengalami keluhan kesehatan sebesar 11,35


persen, sementara penduduk perempuan sebesar 10,01 persen.
Kabupaten Kepulauan Seribu merupakan wilayah yang memiliki keluhan
kesehatan (morbiditas) tertinggi yakni sebesar 20,76 persen. Persentase
morbiditas di Kabupaten Kepulauan Seribu diatas 20 persen sedangkan
wilayah Kota lainnya dibawah 16 persen. Persentase morbiditas penduduk
menurut jenis kelamin tertinggi juga terdapat di Kabupaten Kepulauan
Seribu dimana penduduk laki-laki yang mengalami keluhan kesehatan
sebesar 18,77 persen dan penduduk perempuan sebesar 22,76 persen. Hal
ini perlu menjadi perhatian khusus Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, karena
wilayah Kabupaten Kepulauan Seribu memiliki nilai morbiditas hampir dua
kali lipat dibandingkan dengan wilayah lain.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 63


Gambar 5.6
Morbiditas menurut Jenis Kelamin dan Kabupaten/Kota
di DKI Jakarta, 2019 (persen)

id
o.
.g
ps
.b
ta

Sumber: BPS, Susenas Maret 2019


ar

Pemerintah telah berupaya untuk memperbaiki kualitas fasilitas


ak

kesehatan, memudahkan akses penduduk untuk menjangkaunya, dan


//j

meningkatkan mutu pelayanan tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan


s:
tp

yang tersedia. Beberapa fasilitas kesehatan yang biasanya digunakan


ht

penduduk untuk berobat jalan adalah rumah sakit pemerintah dan swasta,
klinik, klinik bersalin, praktik dokter/bidan, puskesmas, UKBM (Upaya
Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat), praktik pengobatan tradisional,
dan lainnya yang tersebar di seluruh wilayah di Jakarta.

64 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


Tabel 5.1
Angka Kematian Bayi menurut Jenis Kelamin
di DKI Jakarta, Tahun 2011-2016

Tahun
Jenis Kelamin
2011 2012 2013 2014 2015 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
24,96 24,32 23,68 23,04 22,40 21,92
Laki-laki
Perempuan 14,90 14,60 14,30 14,00 13,70 13,46
Laki-laki +
20,02 19,54 19,06 18,58 18,10 17,74
Perempuan

Sumber: Estimasi Parameter Demografi 2010-2035

id
o.
Tabel 5.2
.g
Angka Harapan Hidup menurut Jenis Kelamin
ps
di DKI Jakarta, Tahun 2011-2016
.b

Tahun
ta

Jenis Kelamin
ar

2011 2012 2013 2014 2015 2016


ak

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)


//j
s:

Laki-laki 69,76 69,92 70,08 70,24 70,40 70,54


tp

Perempuan 73,56 73,72 73,88 74,04 74,20 74,32


ht

Laki-laki +
71,56 71,72 71,88 72,04 72,20 72,34
Perempuan

Sumber: Estimasi Parameter Demografi 2010-2035

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 65


Tabel 5.3
Persentase Bayi Usia 0-23 Bulan Menurut Pengalaman diberi ASI dan
Kabupaten/Kota di Provinsi DKI Jakarta, 2018

Kep. Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta DKI


Pernah diberi ASI
Seribu Selatan Timur Pusat Barat Utara Jakarta

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

Laki-laki
Ya 83,43 96,68 88,63 85,04 96,30 98,52 94,03

Tidak 16,57 0 6,68 14,96 3,70 0 3,87

Tidak Tahu 0 3,02 4,70 0 0 1,48 2,10

Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

id
o.
Perempuan
Ya 100 88,33
.g
80,37 92,46 84,69 92,86 86,42
ps
Tidak 0 7,85 19,63 7,54 11,26 7,14 11,66
.b

Tidak Tahu 0 3,81 0 0,00 4,05 0,00 1,92


ta

Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00


ar
ak

Laki-laki +
Perempuan
//j

Ya 91,45 91,73 84,46 89,05 90,96 95,86 90,15


s:

Tidak 8,55 4,77 13,22 10,95 7,18 3,35 7,85


tp
ht

Tidak Tahu 3,50 2,32 0,0 1,86 0,79 2,01


0,00
Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: Susenas 2018

66 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


Tabel 5.4
Persentase penduduk perempuan berumur 15-49 tahun yang pernah
melahirkan dalam 2 tahun terakhir menurut penolong kelahiran terakhir, 2018

Penolong Kelahiran Kep. Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta DKI


Terakhir Seribu Selatan Timur Pusat Barat Utara Jakarta

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

Dokter kandungan 22,21 56,09 52,74 49,12 53,69 31,26 49,69

Dokter umum 0,00 0,95 4,72 2,06 2,02 0,70 2,39

Bidan 77,79 42,96 40,85 48,81 44,29 67,49 47,32

Perawat 0,00 0,00 0,76 0,00 0,00 0,55 0,32

id
o.
Dukun beranak 0,00 0,00 0,93 0,00 0,00 0,00 0,00

.g
ps
Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
.b

Sumber: Susenas 2018


ta
ar

Tabel 5.5
ak

Persentase Penduduk yang Mengalami Keluhan Kesehatan dan


//j

Terganggunya Aktivitas menurut Jenis Kelamin dan Kabupaten/Kota


s:

di DKI Jakarta, Tahun 2018


tp
ht

Jenis
Kelamin/ Kep. Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta DKI
Keluhan Seribu Selatan Timur Pusat Barat Utara Jakarta
Kesehatan

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

Laki-laki 24,14 8,26 10,12 10,55 7,32 10,44 10,00


Perempuan 23,02 7,31 11,00 13,27 9,09 11,54 10,93
Laki-laki +
Perempuan 23,58 7,79 10,56 11,92 8,20 10,99 10,47

Sumber: Susenas 2018

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 67


Tabel 5.6
Persentase Penduduk yang Mengalami Keluhan Kesehatan Selama
Sebulan yang Lalu menurut Jenis Kelamin dan Kabupaten/Kota
di DKI Jakarta, Tahun 2018

Jenis Kelamin/
Kep. Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta DKI
Keluhan
Seribu Selatan Timur Pusat Barat Utara Jakarta
Kesehatan

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

Laki-laki
Ya 43,22 20,77 30,93 26,94 24,73 28,28 27,18
Tidak 56,78 79,23 69,07 73,06 75,27 71,72 72,82
Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

id
o.
Perempuan
Ya 41,08 21,47 .g
34,47 32,35 31,94 33,91 31,31
ps
Tidak 58,92 78,53 65,53 67,65 68,06 66,09 68,69
.b

Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00


ta
ar

Laki-laki +
ak

Perempuan
//j

Ya 42,14 21,12 32,73 29,68 28,31 31,10 29,25


s:

Tidak 57,86 78,88 67,27 70,32 71,69 68,90 70,75


tp

Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00


ht

Sumber: Susenas 2018

68 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


BAB VI
PERUMAHAN DAN TEKNOLOGI KOMUNIKASI

Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat


tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, yang
merupakan kebutuhan dasar manusia, dan yang mempunyai peran
sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa
sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya,
berjati diri, mandiri, dan produktif (Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman).
Maslow, seorang ahli ekonomi terkemuka, mengemukakan bahwa
salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi adalah

id
tersedianya rumah sebagai tempat berlindung dari segala cuaca, apakah

o.
itu panas, dingin, hujan ataupun terik. .g
ps
Pada perkembangannya, rumah tidak hanya berfungsi sebagai
.b

tempat berlindung, tetapi juga sebagai tempat tinggal. Rumah juga dapat
ta
ar

berfungsi sebagai tempat untuk menikmati kehidupan yang nyaman,


ak

tempat untuk beristirahat, tempat berkumpul keluarga, dan tempat untuk


//j

menunjukkan tingkat sosial dalam masyarakat. Berbagai pertimbangan


s:
tp

yang sangat menentukan dalam pemilihan rumah antara lain aspek rumah
ht

berdasar fungsinya sebagai tempat tinggal, aspek kesehatan dan


kenyamanan bahkan estetika. Semakin lengkap aspek-aspek tersebut
dipenuhi, semakin tinggi kualitas rumah tinggal tersebut.
Selain pemenuhan aspek-aspek tersebut, kualitas rumah tinggal
juga ditentukan oleh kualitas bahan bangunan serta fasilitas yang
digunakan untuk aktivitas kehidupan sehari-hari. Semakin tinggi kualitas
bahan bangunan rumah serta fasilitas yang digunakan, mencerminkan
semakin tinggi tingkat kesejahteraan penghuninya. Sebab itu, kualitas dan
fasilitas lingkungan perumahan memberikan sumbangan pada
kenyamanan hidup sehari-hari. Fasilitas rumah yang dibahas dalam
tulisan ini adalah luas lantai yang dipergunakan, sumber dan penggunaan
air, jenis penerangan rumah, serta penanganan tempat pembuangan air
besar/kotoran.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 69


Menurut Wikipedia, dalam arti umum rumah adalah salah satu
bangunan yang dijadikan tempat tinggal selama jangka waktu tertentu.
Dalam arti khusus rumah mengacu pada konsep-konsep sosial
kemasyarakatan yang terjalin di dalam bangunan tempat tinggal, seperti
keluarga, hidup, makan, tidur, beraktivitas, dan lain-lain.
Rumah tinggal dalam pengertian luas, bukan hanya sebuah
bangunan (struktural) melainkan juga tempat kediaman yang memenuhi
syarat-syarat kehidupan yang layak, dipandang dari berbagai segi
kehidupan masyarakat. Rumah dapat dimengerti sebagai tempat
perlindungan, untuk menikmati kehidupan, beristirahat dan bersuka ria
bersama keluarga. Di dalam rumah, penghuni memperoleh kesan pertama
dari kehidupannya di dalam dunia ini. Rumah harus menjamin kepentingan

id
keluarga, yaitu untuk tumbuh, memberi kemungkinan untuk hidup bergaul

o.
.g
dengan tetangganya, dan lebih dari itu, rumah harus memberi ketenangan,
ps
kesenangan, kebahagiaan, dan kenyamanan pada segala peristiwa
.b

hidupnya. Rumah merupakan sebuah bangunan, tempat manusia tinggal,


ta
ar

dan melangsungkan kehidupannya.


ak

Sebagai bangunan, rumah berbentuk ruangan yang dibatasi oleh


//j

dinding dan atap, biasanya memiliki jalan masuk berupa pintu, bisa ada
s:
tp

jendela ataupun tidak. Dalam kegiatan sehari-hari, orang biasanya berada


ht

di luar rumah untuk bekerja, sekolah, atau melakukan aktivitas lain, tetapi
paling sedikit rumah berfungsi sebagai tempat untuk tidur bagi keluarga
ataupun perorangan.

6.1. Luas Lantai


Kenyamanan sebuah bangunan khususnya rumah menjadi
tuntutan setiap orang karena berpengaruh langsung pada betah tidaknya
seseorang tinggal di rumah tersebut. Hal ini dipengaruhi oleh temperatur,
kelembaban, kebersihan, dan keamanan. Selain itu juga terkait dengan
pencahayaan, pengudaraan, lingkungan sekitar, dan yang terpenting yakni
luas nya rumah.
Semakin luas rumah yang dihuni (tercermin dari luas lantai),
semakin luas ruang gerak penghuninya. Luas lantai yang dimaksud di sini

70 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


adalah luas lantai yang ditempati dan digunakan untuk keperluan sehari-
hari oleh anggota rumah tangga, termasuk di dalamnya teras, garasi, WC,
dan gudang dalam satu bangunan. Tidak termasuk di dalamnya luas lantai
bangunan untuk usaha, seperti untuk berdagang, buka salon atau lainnya.
Gambar 6.1 memperlihatkan bahwa pada tahun 2018 mayoritas
rumah tangga yang ada di DKI Jakarta menempati luas lantai antara 20
sampai 49 m2 sebesar 32,93 persen. Jumlah ini mengalami kenaikan dari
tahun 2015, rumah tangga yang menempati luas lantai antara 20-49 m2
adalah sebesar 32,18 persen. Persentase tertinggi berikutnya adalah luas
lantai 50-99 m2 yang dihuni oleh 24,96 persen rumah tangga DKI Jakarta.
Tingginya persentase rumah tangga yang menempati rumah dengan luas
lantai antara 20-49 m2 dan 50-99 m2 ini sejalan dengan Peraturan Menteri

id
Perumahan Rakyat (Permenpera) Nomor 13 Tahun 2012 tentang

o.
.g
Perumahan dan Permukiman. Rumah sejahtera yang bisa memperoleh
ps
kredit pemilikan rumah dengan dukungan fasilitas likuiditas pembiayaan
.b

perumahan (FLPP) adalah yang memiliki luas minimal 36 m2.


ta
ar

Kelompok rumah tangga yang tinggal pada bangunan dengan luas


ak

lantai sebesar kurang dari 20 m2 berada pada urutan ketiga yaitu sebesar
//j

19,13 persen. Selanjutnya diikuti oleh rumah tangga yang menempati


s:

rumah tinggal dengan luas lantai lebih dari 100–149 m2 sebesar 11,72
tp
ht

persen. Kelompok rumah tangga yang menempati bangunan dengan luas


lantai 150 m2 sebanyak 11,25 persen, adalah kelompok yang paling sedikit.
Distribusi luas lantai hunian terbesar menurut wilayah, mempunyai
kecenderungan yang hampir sama dengan kondisi DKI Jakarta secara
umum, yakni seluruh Wilayah di DKI Jakarta mayoritas rumah tangga
menempati luas lantai antara 20 sampai 49 m2.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 71


Gambar 6.1
Persentase Rumah Tangga menurut Luas Lantai Bangunan
di DKI Jakarta, 2012–2018

id
o.
.g
ps
Sumber: Susenas 2012 – 2018
.b
ta

6.2. Jenis Atap Rumah


ar

Atap rumah merupakan bagian dari bangunan yang berfungsi


ak

sebagai penutup/pelindung bangunan dari panas terik matahari dan hujan


//j
s:

sehingga memberikan kenyamanan bagi penghuni rumah. Atap rumah


tp

merupakan bagian penting pada konstruksi bangunan rumah karena


ht

diatas untuk menutupi seluruh bagian bangunan.


Jenis atap bangunan tempat tinggal dapat menggambarkan
kondisi ekonomi rumah tangga tersebut. Jenis atap yang relatif mahal
banyak digunakan oleh penduduk yang juga mampu secara finansial.
Tahun 2018, Mayoritas jenis atap bangunan tempat tinggal penduduk DKI
Jakarta terbuat dari asbes, kelebihan atap asbes jika dibandingkan
dengan atap lainnya yaitu harga yang lebih murah, tidak membutuhkan
kayu yang banyak untuk pemasangannya dan juga pemasangannya
mudah, sedangkan kekurangan jenis atap asbes ini yakni jika digunakan
dalam jangka waktu lama, akan menimbulkan efek pada kesehatan,
terutama untuk sistem pernafasan, karena bahan utamanya adalah
karbon, serat asbes yang terhirup dan masuk ke paru-paru bisa
menyebabkan asbestosis (timbulnya jaringan parut di paru-paru), Healty

72 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


s.nw/2010. Suhu ruangan menjadi lebih panas, pemasangan harus hati-
hati karena mudah patah.
Penggunaan atap jenis asbes ditahun 2018 sebanyak 54,05
persen, lebih tinggi dibandingkan jenis genteng yang hanya 40 persen
penggunaan. Hal ini wajar karena asbes relatif lebih murah dibandingkan
genteng karena kualitas genteng jauh lebih baik dibanding asbes
diantaranya memantulkan panas, tidak mudah korosi walau dalam cuaca
ekstrem, dan lebih tahan lama. Tabel 6.2 menunjukkan secara lengkap
persentase rumah tangga di DKI Jakarta menurut jenis atap terluas yang
digunakan.
Gambar 6.2
Persentase Rumah Tangga menurut Jenis Atap Terluas di DKI Jakarta,

id
2018

o.
.g
ps
.b
ta
ar
ak
//j
s:
tp
ht

Sumber: Susenas 2018

6.3. Fasilitas Rumah


Menurut WHO, rumah adalah struktur fisik atau bangunan untuk
tempat berlindung, dan lingkungan rumah sangat berguna untuk
menciptakan kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya baik
demi kesehatan keluarga dan individu (Komisi WHO Mengenai Kesehatan
dan Lingkungan, 2001). Oleh karena itu, keberadaan perumahan yang
sehat, aman, serasi, teratur sangat diperlukan agar fungsi dan kegunaan
rumah dapat terpenuhi dengan baik.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 73


Rumah yang sehat harus didukung oleh kelengkapan fasilitas yang
memadai, yang pada akhirnya kelengkapan fasilitas tempat tinggal akan
menentukan kualitas hidup penghuninya. Fasilitas yang paling mendasar
agar sebuah rumah menjadi nyaman dan sehat untuk ditempati adalah
tersedianya listrik, sumber air minum, bahan bakar untuk memasak, serta
jamban dengan tangki septik di dalam rumah tersebut.
Ketersediaan listrik dapat menjadi salah satu indikator
pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Rumah tangga yang sudah
tersedia fasilitas listrik dianggap sudah mampu. Pada tahun 2018, seluruh
rumah tangga di DKI Jakarta menggunakan listrik PLN. Sebanyak 95,37
persen rumah tangga menggunakan listrik PLN dengan meteran dan
sisanya yakni 4,63 persen menggunakan listrik PLN tanpa meteran.

id
Berdasarkan data yang dilansir UNICEF dan WHO, Indonesia

o.
.g
adalah satu dari 10 negara yang hampir dua pertiga populasinya tidak
ps
mempunyai akses ke sumber air minum bersih padahal air bersih
.b

merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi penduduk dalam kehidupan


ta
ar

sehari-hari, dengan air yang bersih tentunya membuat kita terhindar dari
ak

penyakit. Ketersediaan air bersih dalam jumlah yang cukup memadai


//j

terutama untuk keperluan minum dan masak, merupakan salah satu tujuan
s:
tp

program pembangunan yang menempati skala prioritas apalagi di kota


ht

besar seperti di Jakarta air bersih menjadi hal yang langka mengingat di
Jakarta sudah banyak terjadi polusi air dan udara.
Sejak tahun 2010 hingga tahun 2018, sumber air minum terbanyak
yang digunakan oleh rumah tangga di DKI Jakarta adalah air kemasan.
Pengguna air kemasan sebagai sumber air minum pun terus meningkat dari
tahun ke tahun. Seiring dengan kenaikan tersebut penggunaan air minum
leding mengalami penurunan yang signifikan.
Pada tahun 2016 rumah tangga yang menggunakan air kemasan
sebagai sumber air minum sebanyak 70,59 persen dan pada tahun 2018
pengguna air kemasan meningkat menjadi 75,52 persen. Kenaikan yang
signifikan ini dapat dipahami mengingat terjadinya krisis air bersih di
Jakarta, sungai-sungai yang menjadi sumber air bersih sudah tercemar
berbagai macam limbah, mulai dari buangan sampah organik rumah tangga

74 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


hingga limbah beracun dari industri. Air tanah pun sudah tidak aman
dijadikan bahan air minum karena telah terkontaminasi rembesan dari
tangki septictank maupun air permukaan yang tercemar.
Persentase pengguna sumber air minum utama terbanyak kedua di
DKI Jakarta, yaitu pompa air sebesar 14,73 persen pada tahun 2018.
Peringkat ketiga adalah pengguna leding yaitu sebesar 9,54 persen.
Sebanyak 0,2 persen rumah tangga di DKI Jakarta menggunakan sumur.
Pola yang sama terjadi hampir di seluruh kabupaten/kota, dimana
rumahtangga paling banyak menggunakan air bersih untuk minum
bersumber dari air kemasan, diikuti pompa air dan leding. Namun di wilayah
Jakarta Pusat, Jakarta Barat dan Jakarta Utara, leding menempati posisi
terbanyak kedua diikuti dengan pompa air. Sedangkan wilayah Jakarta

id
Selatan dan Jakarta Timur rumahtangga pengguna air bersih terbanyak

o.
.g
kedua bersumber dari pompa air. Hal ini karena lokasi dua wilayah tersebut
ps
relatif jauh dari pabrik dan masih cukup banyak kawasan hijau (Ruang
.b

Terbuka Hijau/RTH).
ta
ar

Air yang telah tercemar dengan feses, apabila air yang digunakan
ak

tersebut telah mengandung E. coli (bakteri coliform yang secara normal


//j

terdapat di dalam kotoran manusia ataupun hewan), air yang telah tercemar
s:
tp

ini dapat menimbulkan penyakit pencernaan seperti kolera, tifus, disentri,


ht

cacingan, dan lain-lain dengan gejala diare. Keberadaan E. Coli di air


dipengaruhi oleh banyak hal yakni konstruksi fisik sumur, baik dinding
sumur, bibir sumur, lantai sumur, dan sarana pembuangan air limbah, serta
jarak septic tank dengan sumur gali yang kurang dari 11 meter. Semakin
dekat jarak maka semakin besar pula kemungkinan air sumur/pompa
tersebut tercemar. Akibatnya derajat higienitas air yang diminum menjadi
sangat rendah.
Kondisi jarak pompa/sumur ke penampungan kotoran di DKI
Jakarta, dapat dilihat pada Tabel 6.5. Data ini mencerminkan kualitas
sanitasi dan kesehatan rumah tangga sekaligus lingkungan tempat tinggal
masyarakat. Perkembangan data yang ada menunjukkan mayoritas rumah
tangga di DKI Jakarta memiliki jarak pompa/sumur ke tempat
penampungan kotoran sejauh 10 meter atau lebih.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 75


Pada tahun 2018, persentase rumah tangga yang mempunyai jarak
antara tempat penampungan kotoran dengan sumur yang kurang dari 10
meter adalah sebesar 36,24 persen, jarak 10 meter atau lebih sebesar
55,98 persen, dan yang tidak tahu berapa jaraknya sebesar 7,78 persen.
Untuk jarak penampungan kurang dari 10 meter mengalami kenaikan dari
tahun 2015 sebesar 36,79 persen dan menjadi 38,93 persen pada tahun
ini, hal ini dikarenakan banyak dibangun pemukiman-pemukiman padat di
DKI Jakarta.

Gambar 6.3
Persentase Rumah Tangga Menurut Jarak Pompa/Sumur ke
Penampungan Kotoran di DKI Jakarta, 2016-2018

id
o.
.g
ps
.b
ta
ar
ak
//j

2016
s:

2018
tp

Sumber: Susenas 2015-2018,


ht

BPS Provinsi DKI Jakarta

Sementara itu, sumber bahan bakar utama untuk memasak yang


terbanyak adalah Gas/LPG yaitu sebesar 91,78 persen. Angka ini
meningkat dari tahun 2015 yang nilainya sebesar 88,76 persen.
Peningkatan konsumsi Gas/LPG sebanding dengan penurunan rumah
tangga yang memasak menggunakan minyak tanah yaitu dari 1,79 persen
pada tahun 2015 menjadi 1,12 persen pada tahun 2018. Fenomena ini
sejalan dengan kebijakan pemerintah terkait pengalihan bahan bakar
minyak tanah ke bahan bakar Gas/LPG karena penghapusan subsidi
BBM. Gambar 6.4 menunjukkan persentase rumah tangga menurut jenis
bahan bakar utama untuk memasak. Wilayah Kepulauan Seribu menjadi
wilayah dengan persentase rumah tangga terbanyak yang menggunakan

76 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


Gas/LPG sebagai bahan bakar utama untuk memasak yaitu sebesar
98,78 persen dan berikutnya Jakarta Timur sebesar 95,57 persen.
Gambar 6.4
Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Bahan Bakar Utama untuk
Memasak dan Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2018

id
o.
.g
ps
.b
ta
ar
ak
//j
s:

Sumber: Susenas 2018, BPS Provinsi DKI Jakarta


tp
ht

Ketersediaan kakus/kloset sendiri dengan menggunakan tangki


septik merupakan fasilitas rumah tangga yang cukup penting dan berkaitan
dengan kesehatan. Salah satu cara pengelolaan terbaik tinja manusia
adalah dengan menggunakan tangki septik (septic tank) dan resapannya.
Cara ini membuat buangan yang masuk ke dalam bejana/tangki akan
mengendap, terpisah antara benda cair dengan benda padatannya. Benda
padatannya yang mengendap di dasar tangki dalam keadaan tanpa udara,
akan di proses secara anaerobic oleh bakteri sehingga kandungan organik
di dalamnya akan terurai, sehingga setelah kurun waktu tertentu, umumnya
kalau tangki septik tersebut sudah penuh dan isinya dikeluarkan, maka sisa
padatan sudah tidak berbau lagi.
Rumah tangga yang mempunyai kakus sendiri dapat dikatakan
lebih peduli terhadap kesehatan dibandingkan dengan rumah tangga yang

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 77


membuang air besar ke kakus umum atau lainnya. Gambaran yang lebih
rinci dapat dilihat pada Tabel 6.7.
Pada tahun 2018, sebesar 94,49 persen rumah tangga di DKI
Jakarta menggunakan kakus untuk membuang air besar. Ini
mengindikasikan bahwa kemampuan masyarakat untuk menggunakan
kakus semakin baik. Penggunaan kakus bersama banyak terdapat pada
komplek rumah sewa/kontrak, dan di pemukiman yang sangat padat,
karena mungkin pemukiman di daerah tersebut kurang mampu untuk
membeli lahan yang lebih luas yang digunakan untuk tempat buang air
besar karena harga lahan di Jakarta ini sudah sangat mahal harganya.

6.4. Air Minum Layak

id
Berdasarkan Permenkes No.492/MENKES/PES/IV/2010 syarat Air

o.
Minum yang Layak dikonsumsi adalah air yang secara fisik tidak berwarna,
.g
ps
tidak berbau, berasa alami, dan jernih. Itu yang secara kasat mata, tapi
.b

yang secara parameter biologis air minum yang layak dikonsumsi harus
ta

terbebas dari bakteri E-Coli dan Coliform. Selain itu kadar keasaman air
ar

juga harus berkisar antara 6,5–8,5, mengandung mineral dibawah 500 (total
ak

dissolved solid kurang dari 500), bebas dari zat kimia beracun, logam berat,
//j
s:

pestisida, dan tidak mengandung bahan radioaktif. Standar ini juga


tp

digunakan oleh WHO sebagai acuan syarat air minum yang layak untuk
ht

dikonsumsi (sumber: http://www.randasaputra.com/blogging/pentingnya-


mengetahui-syarat-air-minum-yang-layak-dikonsumsi).
Salah satu indikator MDGs di sektor perumahan adalah air minum
layak. Dewasa ini, isu indikator air minum layak tidak hanya terindikasi dari
sumber air yang bersih atau terlindungi tetapi termasuk juga kemudahan
akses memperoleh air bersih tersebut. Sebagai contoh, rumah tangga
dengan sumber air minum kemasan dikategorikan sebagai memiliki air
minum layak karena kemudahan mendapat air bersih. Setelah di atas
dijelaskan dan digambarkan tentang sumber air minum yang dapat
mencerminkan tersedianya sumber air bersih di wilayah tersebut, kita bisa
memperluas data untuk mendapat indikator Air Minum Layak di DKI
Jakarta.

78 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


Rumah tangga yang memiliki air minum layak didefinisikan sebagai
rumah tangga yang memiliki sumber air minum dari mata air terlindung
(seperti leding, sumur bor/pompa, sumur terlindung, mata air terlindung, air
hujan) dengan jarak sumber 10 meter dan lebih dari tempat pembuangan
dan jarak kurang dari 10 meter tetapi sumber mandi/cuci dari mata air
terlindung, ditambah dengan rumah tangga yang memiliki sumber air
minum dari mata air tidak terlindung (air kemasan, sumur tidak terlindung,
dll) tetapi sumber mandi/cuci dari mata air terlindung.
Pada tahun 2018, sebesar 93,41 persen rumah tangga memiliki air
minum layak. Sementara untuk wilayah, paling banyak air minum layak
adalah di Jakarta Utara sebesar 99,67 persen. Menempati posisi berikutnya
adalah Jakarta Pusat sebesar 98,87 persen, Jakarta Barat sebesar 97,62

id
persen, Kepulauan Seribu sebesar 90,51 persen, Jakarta Timur sebesar

o.
89,62 persen, dan Jakarta Selatan 86,33 persen. .g
ps
.b

Gambar 6.5
ta

Persentase Rumah tangga dengan Air Minum Layak menurut


ar

Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2018


ak
//j
s:
tp
ht

Sumber: Susenas 2018

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 79


6.5. Teknologi, Komunikasi, dan Informasi
Teknologi informasi adalah seperangkat alat yang membantu anda
bekerja dengan informasi dan melakukan tugas-tugas yang berhubungan
dengan pemrosesan informasi. Menurut Martin (1999) dalam Prayuda
Anugeraha(https://www.academia.edu/19388211/Peran_Dan_Fungsi_Tek
nologi_Informasi_Dalam_Kehidupan_Sehari-Hari), teknologi informasi
tidak hanya terbatas pada teknologi komputer (perangkat keras dan
perangkat lunak) yang akan digunakan untuk memproses dan menyimpan
informasi, melainkan juga mencakup teknologi komunikasi untuk
mengirim/menyebarkan informasi.
Sementara itu menurut Williams dan Sawyer (2003),
mengungkapkan bahwa teknologi informasi adalah teknologi yang

id
menggabungkan komputasi (komputer) dengan jalur komunikasi kecepatan

o.
.g
tinggi yang membawa data, suara, dan video. Dari definisi tersebut, nampak
ps
bahwa teknologi informasi tidak hanya sebatas pada teknologi komputer,
.b

tetapi juga termasuk teknologi telekomunikasi. Dengan kata lain bahwa


ta
ar

teknologi informasi merupakan konvergensi antara teknologi komputer dan


ak

teknologi telekomunikasi. Teknologi informasi dapat meningkatkan kinerja


//j

dan memungkinkan berbagai kegiatan untuk dilaksanakan dengan cepat,


s:
tp

tepat, dan akurat, sehingga akhirnya akan meningkatkan produktivitas


ht

kerja.

Dengan kemajuan di bidang teknologi informasi dan komunikasi


sekarang ini, dunia tidak lagi mengenal batas, jarak, ruang, dan waktu.
Orang dapat dengan mudah memperoleh berbagai macam informasi yang
terdapat di belahan dunia tanpa harus datang ke tempat tersebut. Bahkan
orang dapat berkomunikasi dengan siapa saja di berbagai belahan dunia,
dengan memanfaatkan seperangkat komputer yang tersambung internet.
Karena di era informasi jarak fisik dan jarak geografis bukan faktor penentu
dalam interaksi manusia (atau lembaga usaha), sehingga dunia ini menjadi
suatu kampung global atau “global village”.

Salah satu kunci kemajuan suatu negara adalah informasi.


Kemajuan bangsa dapat dilihat dari pandainya negara itu mengelola
sumber informasi. Sumber informasi harus dapat dimanfaatkan dan diolah

80 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


sehingga menjadi sesuatu yang bermanfaat. Beberapa peralatan yang
bermanfaat sebagai teknologi informasi antara lain internet, komputer/lap
top/notebook, dashbook, handphone (HP).

Dalam era globalisasi saat ini, telepon seluler atau handphone (HP)
merupakan salah satu alat komunikasi yang tidak bisa dipisahkan dari
kehidupan masyarakat modern, terutama di perkotaan. Aktivitas yang
sangat tinggi menjadikan HP swilawebagai alat komunikasi, sebagai sarana
penunjang dalam mempermudah dan mempercepat waktu untuk
menjalankan berbagai aktivitas terkait pekerjaan, hubungan antar manusia,
dan sebagainya. Alat komunikasi sudah menjadi kebutuhan utama
masyarakat Kota Jakarta.

id
Mudahnya teknologi HP menjangkau semua lapisan masyarakat,

o.
berimbas pada menurunnya persentase rumah tangga yang memiliki
.g
telepon rumah. Dari tahun 2012, persentase rumah tangga yang memiliki
ps
telepon rumah di DKI Jakarta mengalami penurunan yaitu dari 19,11 persen
.b
ta

menjadi 18,36 persen di tahun 2015. Pada tahun 2016 rumah tangga yang
ar

memiliki telpon rumah bahkan terus turun mencapai 15,46 persen. Kondisi
ak

yang sama juga terjadi di seluruh wilayah di DKI Jakarta. Hal ini
//j
s:

dikarenakan meningkatnya penggunaan HP dan semakin terjangkaunya


tp

harga dan tarif operator telekomunikasi.


ht

Penguasaan telpon seluler (HP) pada penduduk berumur 5 tahun


ke atas di DKI Jakarta tahun 2018 sebesar 76,16 persen. Di lihat secara
wilayah Kota Jakarta Timur merupakan wilayah dengan persentase
tertinggi penduduk berumur 5 tahun ke atas yang menguasai HP (77,59
persen) sedangkan Kepulauan Seribu merupakan wilayah dengan
persentase terendah (67,70 persen).
Selain alat komunikasi berupa HP dan sejenisnya, penggunaan
komputer sebagai alat komunikasi dan sumber informasi juga menjadi hal
penting dalam kehidupan masyarakat perkotaan seperti Jakarta. Kesulitan
dalam kaitannya dengan perolehan informasi secara cepat dan akurat telah
dapat diatasi, sehingga kebutuhan komputer bagi rumah tangga juga
mengalami peningkatan. Tahun 2018 rumah tangga yang memiliki

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 81


komputer/laptop tercatat sebesar 32,24 persen. Jika kepemilikan
komputer/laptop dilihat menurut wilayah, Jakarta Selatan merupakan
wilayah dengan persentase tertinggi (40,72 persen) dan Kepulauan Seribu
wilayah dengan persentase terendah (18,18 persen). Komputer atau laptop
yang terkoneksi dengan internet memungkinkan dapat menghubungkan
manusia di seluruh dunia dalam waktu yang singkat dan dengan biaya yang
murah.

Penggunaan akses internet di DKI Jakarta juga menunjukkan


bahwa penduduk DKI Jakarta menggunakan fasilitas internet cukup intens,
baik untuk kepentingan bekerja, rekreasi, sosial, pendidikan, maupun
lainnya. Akses internet ini dapat dilakukan melalui perangkat komputer
desktop, laptop/notebook/tablet, HP/ponsel, dan perangkat lainnya.

id
o.
Internet dapat diakses melalui media komputer desktop,
.g
laptop/notebook/tablet, melalui HP/Ponsel, atau media lainnya.
ps
.b
ta
ar
ak
//j
s:
tp
ht

82 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


Tabel 6.1
Persentase Rumah Tangga menurut Luas Lantai Bangunan
dan Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2013 - 2018

Kabupaten/ Kota Luas Lantai (m2) Jumlah


Administrasi < 20 20-49 50-99 100-149 150 + Persentase
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Kep Seribu
2013 0,00 38,96 48,85 7,78 4,41 100,00
2014 4,27 37,05 47,31 7,71 3,66 100,00
2015 2,29 35,03 48,19 10,36 4,13 100,00
2016 1,88 46,79 38,54 8,04 4,75 100,00
2018 6.14 31.74 41.51 14.75 5.86 100,00
Jakarta Selatan
2013 18,29 32,72 24,30 10,91 13,78 100,00
2014 16,15 32,07 25,74 9,79 16,25 100,00
2015 17,95 26,4 27,39 12,5 15,76 100,00

id
2016 19,73 37,41 20,81 9,75 12,30 100,00

o.
2018 14.39 34.33 24.86 13.82 12.60 100,00
Jakarta Timur
.g
ps
2013 15,01 40,01 24,06 10,18 10,74 100,00
2014 12,89 38,58 25,70 10,32 12,51 100,00
.b

2015 12,46 34,59 24,26 16,26 12,43 100,00


ta

2016 14,83 36,64 23,40 12,23 12,90 100,00


ar

2018 12.93 35.96 25.19 14.66 11.26 100,00


ak

Jakarta Pusat
2013 27,67 35,34 21,12 5,59 10,28 100,00
//j

2014 28,51 34,93 22,19 7,43 6,94 100,00


s:

2015 34,95 29,88 16,45 7,18 11,54 100,00


tp

2016 28,02 36,68 20,18 6,35 8,77 100,00


ht

2018 35.76 28.97 21.93 5.91 7.44 100,00


Jakarta Barat
2013 26,13 34,04 21,86 9,14 8,84 100,00
2014 24,31 34,14 21,03 10,93 9,59 100,00
2015 24,41 36,89 19,95 9,22 9,53 100,00
2016 25,13 33,12 24,85 8,08 8,82 100,00
2018 17.85 40.20 24.80 9.61 7.53 100,00
Jakarta Utara
2013 30,20 34,79 19,86 6,70 8,45 100,00
2014 30,02 33,02 21,11 8,49 7,36 100,00
2015 32,55 29,86 18,51 9,61 9,47 100,00
2016 30,20 34,79 19,86 6,70 8,45 100,00
2018 27.81 32.85 19.40 9.23 10.70 100,00
DKI Jakarta
2013 22,25 35,67 22,61 9,03 10,44 100,00
2014 20,78 34,83 23,47 9,78 11,14 100,00
2015 22,08 32,18 22,20 11,74 11,80 100,00
2016 21,27 35,26 22,03 9,66 11,78 100,00
2018 19.04 35.47 23.79 11.53 10.18 100,00
Sumber: Susenas 2013 – 2018

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 83


Tabel 6.2
Persentase Rumah Tangga menurut Jenis Atap Rumah Terluas dan
Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2016 – 2018
Jenis Atap Terluas
Kabupaten/
Persen-
Kota Ijuk/
tase
Administrasi Beton Genteng Sirap Seng Asbes Rumbia/
Lainnya
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

Kep Seribu
2016 0,43 24,93 0,00 0,60 74,04 0,00 100,00
2018 0,00 27,06 0,00 2,24 69,17 1,53 100,00
Jakarta Selatan
2016 2,62 49,19 0,00 2,06 46,13 0,00 100,00
2018 2,70 54,74 0,07 3,15 39,34 0,00 100,00

id
Jakarta Timur

o.
2016 3,36 40,61 0,00 0,83 55,20 0,00 100,00
2018 3,17 42,75 0,00 .g
1,58 52,50 0,00 100,00
ps
Jakarta Pusat
.b

2016 5,39 34,03 0,00 3,45 57,13 0,00 100,00


ta

2018 3,69 34,35 0,13 2,99 58,84 3,69 100,00


ar

Jakarta Barat
ak

2016 6,79 30,92 0,09 1,59 60,61 0,00 100,00


//j
s:

2018 4,25 38,99 0,00 0,80 55,96 4,25 100,00


tp

Jakarta Utara
ht

2016 6,24 23,20 0,22 0,13 70,20 0,00 100,00


2018 4,25 23,61 0,96 0,46 69,71 4,25 100,00

DKI Jakarta
2016 4,73 36,42 0,06 1,41 57,38 0,00 100,00
2018 3,56 40,37 0,19 1,67 54,05 0,16 100,00

Sumber: Susenas 2016-2018

84 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


Tabel 6.3
Persentase Rumah Tangga menurut Sumber Penerangan Utama dan
Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2018
Sumber Penerangan Utama
Sumber
Listrik PLN Listrik PLN Bukan Persen-
Penerangan
dengan tanpa Listrik tase
Utama
meteran meteran
(1) (2) (3) (4) (5)

Kep Seribu 87,85 12,15 0 100,00


Jakarta Selatan 96,04 3,96 0 100,00
Jakarta Timur 98,79 1,21 0 100,00
Jakarta Pusat 93,40 6,60 0 100,00
Jakarta Barat 96,72 3,28 0 100,00

id
Jakarta Utara 92,35 7,65 0 100,00

o.
DKI Jakarta 96,10 .g
3,90 0 100,00
ps
.b

Sumber: Susenas 2018


ta
ar
ak

Tabel 6.4
Persentase Rumah Tangga menurut Sumber Air Minum
//j

dan Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2013 – 2018


s:
tp

Kabupaten/ Sumber Air Minum


ht

Persen-
Kota Air Pompa Sumur/
Leding Lainnya tase
Administrasi Kemasan Air Perigi
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Kep Seribu
2013 70,06 10,76 0,00 0,00 19,18 100,00
2014 82,30 4,40 0,00 0,50 12,80 100,00
2015 84,04 0,58 0,75 0,73 13,90 100,00
2016 96,21 1,90 0,00 0,27 1,62 100,00
2018 90,51 0,00 0,00 0,00 9,49 100,00

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 85


(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Jakarta Selatan
2013 70,67 1,13 27,33 0,67 0,20 100,00
2014 66,00 1,50 32,00 0,50 0,00 100,00
2015 63,57 0,46 34,95 0,91 0,11 100,00
2016 68,23 1,55 30,22 0,00 0,00 100,00
2018 66,63 0,44 32,61 0,32 0,00 100,00
Jakarta Timur
2013 74,09 6,26 17,61 1,97 0,07 100,00
2014 73,00 5,30 21,10 0,50 0,10 100,00
2015 75,77 3,85 19,32 0,82 0,24 100,00
2016 74,70 2,25 22,49 0,56 0,00 100,00
2018 74,25 3,30 22,29 0,16 0,00 100,00
Jakarta Pusat
2013 71,31 23,57 4,22 0,33 0,57 100,00
2014 74,80 21,00 4,00 0,20 0,00 100,00
2015 64,69 32,18 3,03 0,10 0,00 100,00
2016 71,52 23,57 4,81 0,10 0,00 100,00

id
2018 79,72 17,95 2,14 0,19 0,00 100,00

o.
Jakarta Barat
2013 61,88 30,89
.g
7,12 0,00 0,11 100,00
ps
2014 68,50 23,40 7,90 0,00 0,20 100,00
2015 66,03 27,77 6,13 0,07 0,00 100,00
.b

2016 67,18 26,70 6,12 0,00 0,00 100,00


ta

2018 78,35 16,31 5,19 0,15 0,00 100,00


ar

Jakarta Utara
ak

2013 78,69 21,15 0,00 0,00 0,16 100,00


2014 76,40 23,50 0,00 0,00 0,10 100,00
//j

2015 80,29 19,71 0,00 0,00 0,00 100,00


s:

2016 81,12 18,80 0,08 0,00 0,00 100,00


tp

2018 82,34 17,15 0,33 0,18 0,00 100,00


ht

DKI Jakarta
2013 70,93 15,48 12,67 0,71 0,21 100,00
2014 71,20 13,60 14,90 0,20 0,10 100,00
2015 70,59 14,36 14,48 0,45 0,12 100,00
2016 72,31 12,90 14,63 0,16 0,00 100,00
2018 75,51 9,54 14,73 0,20 0,02 100,00
Sumber: Susenas 2013 – 2018, BPS

86 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


Tabel 6.5
Persentase Rumah Tangga menurut Jarak Pompa/Sumur ke
Penampungan Kotoran dan Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2013-2018

Jarak Pompa/Sumur ke
Kabupaten/ Kota Penampungan (m) Persentase
Administrasi
< 10  10 TT
(1) (2) (3) (4) (5)
Kep. Seribu
2013 0,00 0,00 0,00 0,00
2014 0,00 0,00 100,00 100,00
2015 84,52 15,48 0,00 100,00
2016 0,00 100,00 0,00 100,00
2018 0,00 100,00 0,00 100,00
Jakarta Selatan
2013 40,50 51,64 7,86 100,00
2014 36,82 53,77 9,41 100,00

id
2015 43,69 51,41 4,90 100,00
2016 39,53 54,64 5,83 100,00

o.
2018 39,53 54,64 5,83 100,00
Jakarta Timur .g
ps
2013 34,12 51,76 14,12 100,00
.b

2014 43,97 46,76 9,27 100,00


100,00
ta

2015 30,78 65,25 3,97


2016 41,79 50,94 7,27 100,00
ar

2018 41,31 53,76 4,93 100,00


ak

Jakarta Pusat
//j

2013 30,31 55,48 14,21 100,00


s:

2014 45,55 36,81 17,64 100,00


2015 42,67 43,13 14,20 100,00
tp

2016 55,31 41,28 3,41 100,00


ht

2018 26,50 51,40 22,10 100,00


Jakarta Barat
2013 37,97 42,41 19,62 100,00
2014 43,35 41,90 14,75 100,00
2015 23,40 69,07 7,53 100,00
2016 19,94 57,90 22,16 100,00
2018 41,40 55,35 3,25 100,00
Jakarta Utara
2013 0,00 0,00 0,00 0,00
2014 40,74 48,99 10,27 100,00
2015 0,00 0,00 0,00 0,00
2016 0,00 100,00 0,00 100,00
2018 30,95 34,69 34,35 100,00
DKI Jakarta
2013 37,29 48,25 14,46 100,00
2014 40,74 48,99 10,27 100,00
2015 36,79 58,21 5,00 100,00
2016 38,93 53,03 8,04 100,00
2018 36,24 55,98 7,78 100,00
Sumber: Susenas 2013 – 2018

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 87


Tabel 6.6
Persentase Rumah Tangga menurut Jenis Bahan Bakar Utama untuk
Memasak dan Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2016 – 2018

Bahan Bakar/ Energi Utama untuk Memasak


Kabupaten/
Arang/ Persen
Kota Tidak
Gas/ Gas Minyak Briket/ tase
Administrasi Listrik Pernah
LPG Kota Tanah Kayu/
Memasak
Lainnya
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
Kep Seribu
2016 0,00 99,28 0,00 0,00 0,72 0,00 100,00
2018 0,00 98,70 0,00 0,00 0,00 1,30 100,00
Jakarta Selatan
2016 2,64 87,52 0,00 1,19 0,77 7,88 100,00

id
2018 1,43 93,67 0,00 0,61 0,00 4,29 100,00
Jakarta Timur

o.
2016 1,11 94,26 0,89 0,95 0,96 1,83 100,00
2018 0,56 94,19 0,94 1,31.g 0,09 2,90 100,00
ps
Jakarta Pusat
.b

2016 5,11 82,54 0,96 3,96 0,00 7,43 100,00


ta

2018 2,11 77,70 2,11 2,64 0,00 15,44 100,00


ar

Jakarta Barat
2016 5,14 87,06 0,00 1,19 1,87 4,74 100,00
ak

2018 0,92 90,63 0,61 0,92 0,00 6,92 100,00


//j

Jakarta Utara
s:

2016 0,26 87,67 1,04 2,09 0,09 8,85 100,00


tp

2018 0,99 92,27 0,00 1,55 0,00 5,19 100,00


ht

DKI Jakarta
2016 2,65 88,86 0,51 1,52 0,91 5,55 100,00
2018 1,10 90,70 0,65 1,27 0,02 6,26 100,00
Sumber: Susenas 2016-2018

88 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


Tabel 6.7
Persentase Rumah Tangga Menurut Pembuangan Akhir Kotoran/Tinja
dan Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2018

Kepulauan Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta DKI


Jenis Jamban/Kakus
Seribu Selatan Timur Pusat Barat Utara Jakarta

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

93,11 95,64 95,99 92,51 96,68 93,35 95,32


Tangki/SPAL

Kolam/sawah/sungai/
5,51 3,22 2,79 7,49 3,01 2,25 3,28
danau/laut

Lubang Tanah 1,00 0,40 0,33 0,00 0,00 0,97 0,35

id
Pantai/Tanah
0,38 0,00 0,00 0,00 0,00 0,31 0,05

o.
Lapang/Kebun

Lainnya
0,00 0,74 .g
0,89 0,00 0,31 3,12 1,00
ps
.b

Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00


ta
ar

Sumber: Susenas 2018


ak
//j
s:
tp
ht

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 89


Tabel 6.8
Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Telepon Rumah menurut
Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2014 – 2018

Kabupaten/Kota Memiliki
Administrasi Telepon Rumah
(1) (2)
Kep. Seribu
2014 2,23
2015 0,00
2016 0,00
2018 0,00
Jakarta Selatan
2014 22,57
2015 21,14
2016 19,05
2018 15,19

id
Jakarta Timur

o.
2014 17,51
2015 .g 19,04
ps
2016 14,67
2018 10,51
.b

Jakarta Pusat
ta

2014 17,43
ar

2015 20,74
ak

2016 17,24
//j

2018 12,13
s:

Jakarta Barat
tp

2014 20,54
ht

2015 15,84
2016 13,37
2018 8,69
Jakarta Utara
2014 14,66
2015 16,49
2016 14,52
2018 13,03
DKI Jakarta
2014 18,78
2015 18,36
2016 15,46
2018 11,61
Sumber: Susenas 2014-2018, BPS

90 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


Tabel 6.9
Persentase Penduduk Berumur 5 Tahun ke Atas yang Menguasai HP
Menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2018

Kabupaten/Kota Administrasi Menguasai HP

(1) (2)
Kep. Seribu 67,70
Jakarta Selatan 79,17
Jakarta Timur 77,59
Jakarta Pusat 76,29
Jakarta Barat 73,35
Jakarta Utara 74,10

id
o.
DKI Jakarta
.g 76,16
ps
Sumber: Susenas 2018
.b
ta
ar

Tabel 6.10
Persentase Rumah tangga yang Memiliki Komputer/Laptop
ak

Menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2018


//j
s:
tp

Kabupaten/Kota Administrasi Komputer/Laptop


ht

(1) (2)

Kep. Seribu 17,14

Jakarta Selatan 36,28

Jakarta Timur 33,16

Jakarta Pusat 30,46

Jakarta Barat 26,26

Jakarta Utara 30,95

DKI Jakarta 31,49

Sumber: Susenas 2018, BPS

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 91


Tabel 6.11
Persentase Penduduk 5 Tahun ke Atas yang Pernah Menggunakan Akses
Internet Dalam 3 Bulan Terakhir menurut Kabupaten/Kota
di DKI Jakarta, 2016-2018

Pernah Mengakses Internet 3


Kabupaten/ Kota Bulan Terakhir Persentase
Administrasi
Ya Tidak
(1) (2) (3) (4)

Kep. Seribu
2016 24,04 75,96 100,00
2018 42,25 57,75 100,00
Jakarta Selatan
2016 55,71 44,29 100,00
2018 70,56 29,44 100,00

id
Jakarta Timur

o.
2016 54,62 45,38 100,00
2018 66,52
.g 33,48 100,00
ps
Jakarta Pusat
2016 50,90 49,10 100,00
.b

2018 63,80 36,20 100,00


ta

Jakarta Barat
ar

2016 46,19 53,81 100,00


ak

2018 64,04 35,96 100,00


//j

Jakarta Utara
s:

2016 47,08 52,92 100,00


tp

2018 63,06 36,94 100,00


DKI Jakarta
ht

2016 51,11 48,89 100,00


2018 65,89 34,11 100,00
Sumber: Susenas 2016-2018

92 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


BAB VII
PENDAPATAN DAN PENGELUARAN
RUMAH TANGGA

Aspek pendapatan, tingkat konsumsi rumah tangga dan pola


konsumsi masyarakat merupakan aspek penting yang digunakan untuk
mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat. Besarnya tingkat pendapatan
seseorang sangat menentukan besarnya tingkat dan pola konsumsi rumah
tangga.
Peningkatan pendapatan rumah tangga biasanya akan diikuti oleh
pergeseran pola konsumsi rumah tangga dari konsumsi untuk makanan ke
konsumsi bukan makanan (Engel’s Law). Di negara-negara maju,

id
persentase pengeluaran penduduk untuk konsumsi makanan biasanya

o.
.g
berada di bawah 50 persen. Sedangkan komposisi pengeluaran untuk
ps
makanan di negara-negara berkembang pada umumnya di atas 50 persen.
.b

Kondisi masyarakat ibukota yang relatif maju dibandingkan daerah


ta
ar

lain, tampaknya sudah mengikuti pola pengeluaran sebagaimana yang


ak

terjadi di negara maju, artinya sebagian besar porsi pengeluarannya


//j

dibelanjakan untuk kebutuhan selain makanan. Namun demikian, terlihat


s:
tp

ada fluktuasi pada besaran persentasenya, hal ini mengikuti kondisi


ht

perekonomian secara umum yang terjadi di ibukota selama kurun waktu


tersebut.
Peningkatan pendapatan saja tidak cukup untuk menggambarkan
kondisi kesejahteraan masyarakat, karena ada hal lain yang lebih penting
untuk diperhatikan, yakni pemerataan distribusi pendapatan antar
kelompok masyarakat. Jika pendapatan meningkat secara umum, namun
hanya dinikmati oleh segolongan masyarakat, yang umumnya berada pada
kelompok menengah ke atas, maka peningkatan ini menjadi tidak
bermakna bagi masyarakat secara keseluruhan, karena kelompok
masyarakat yang berpendapatan rendah belum dapat menikmati hasil
pembangunan sebagaimana mestinya. Namun demikian, harus disadari
pula bahwa untuk mewujudkan distribusi pendapatan yang benar-benar
merata antar kelompok masyarakat adalah hal yang sangat sulit dilakukan.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 93


Usaha yang mungkin diupayakan adalah memperkecil kesenjangan yang
ada antar kelompok masyarakat tersebut.
Dalam upaya memperkecil jurang perbedaan pendapatan antar
kelompok masyarakat tersebut, pemerintah telah melakukan berbagai
upaya, diantaranya dengan mengentaskan penduduk dari kemiskinan.
Upaya tersebut dilakukan dengan cara memberikan berbagai program
bantuan kepada masyarakat miskin. Dengan upaya ini diharapkan
pendapatan masyarakat miskin dapat meningkat, dan jurang pendapatan
antar kelompok masyarakat dapat diperkecil. Uraian berikut memaparkan
distribusi pendapatan masyarakat DKI Jakarta dan pola konsumsi
masyarakat terkait dengan pendapatan yang diterima.

id
7.1. Distribusi pendapatan, Gini Rasio dan Kriteria Bank Dunia

o.
Untuk menilai tingkat ketidakmerataan (ketimpangan) pendapatan
.g
ps
antar kelompok masyarakat, salah satu alat yang umumnya digunakan
.b

sebagai indikator adalah Gini Rasio, serta pengelompokan menggunakan


ta

kriteria Bank Dunia. Gini Rasio merupakan ukuran distribusi pendapatan


ar

yang nilainya diantara 0 sampai dengan 1. Apabila nilai Gini Rasio


ak

mendekati 0, kesenjangan distribusi pendapatan dianggap rendah.


//j
s:

Sebaliknya, apabila nilai Gini Rasio mendekati angka 1, maka kesenjangan


tp

distribusi pendapatan dianggap tinggi.


ht

Untuk mengetahui ketimpangan distribusi pendapatan antar


kelompok masyarakat, Gini Rasio dibagi ke dalam tiga kategori:
• Gini Rasio > 0,50, keadaan ini menggambarkan distribusi
pendapatan dengan tingkat ketimpangan tinggi.
• Gini Rasio 0,4 - 0,5, keadaan ini menggambarkan distribusi
pendapatan dengan tingkat ketimpangan sedang.
• Gini Rasio < 0,40, keadaan ini menggambarkan distribusi
pendapatan dengan tingkat ketimpangan rendah.

94 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


Gambar 7.1
Gini Rasio DKI Jakarta dan Nasional, 2015 - 2019

Sumber: Susenas 2015-2019

id
o.
Distribusi Gini Rasio DKI Jakarta dan Nasional pada lima tahun
.g
terakhir dapat dilihat pada Gambar 7.1. Angka Gini Ratio Nasional
ps
mengalami tren penurunan hingga mencapai angka 0,382 di Maret 2019 ,
.b

sedangkan DKI Jakarta mengalami lonjakan kenaikan di Maret 2017 dan


ta
ar

Maret 2019. Fenomena perubahan-perubahan angka gini rasio DKI Jakarta


ak

ini tentu sangat menarik untuk diamati karena ternyata tidak sepola dengan
//j

trend penurunan Gini Rasio nasional. Hal ini tentu saja memerlukan
s:
tp

penelitian lebih lanjut.


ht

Cara lainnya yang dapat digunakan untuk menganalisis


ketimpangan pendapatan adalah pembagian pendapatan masyarakat ke
dalam 3 kelompok pendapatan. Hal ini seperti yang tertuang pada
beberapa literatur tentang kriteria Bank Dunia dalam hal menggolongkan
pendapatan penduduk. Pendapatan mereka dibagi menjadi tiga kelas yaitu,
40 persen penduduk berpendapatan rendah, 40 persen penduduk
berpendapatan sedang, dan 20 persen penduduk berpendapatan tinggi.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 95


Gambar 7.2
Distribusi Pendapatan DKI Jakarta Menurut Kriteria Bank Dunia,
2017 – 2019

id
o.
.g
ps
Sumber: Susenas 2017-2019
.b
ta
ar

Pada gambar 7.2 terlihat bahwa telah terjadi ketimpangan


ak

pendapatan yang cukup besar. Gambar tersebut menggunakan data empat


//j

semester terakhir. Beberapa hal yang menarik dari gambaran tersebut


s:

adalah sebagai berikut:


tp
ht

a. Pada batang yang berwarna biru dengan label “40% Bawah” adalah
penduduk DKI Jakarta yang pendapatannya telah diurutkan dari yang
berpendapatan terendah sampai urutan yang ke-40 persennya atau
dapat disebut juga dengan masyarakat berpendapatan rendah, dengan
angka sekitar 16,09 sampai 17,30 persen. Hal tersebut menunjukkan
bahwa sebanyak 40 persen penduduk DKI Jakarta yang dapat
dikategorikan berpendapatan rendah hanya menguasai sekitar 17
persen total seluruh pendapatan penduduk DKI Jakarta. Suatu angka
yang jauh dibawah persentasenya.
b. Pada batang yang berwarna merah dengan label ”40% Menengah”
adalah penduduk DKI Jakarta yang pendapatannya telah diurutkan dari
yang berpendapatan di atas 40 persen terendah sampai 80 persen atau
dapat disebut masyarakat berpendapatan menengah, dengan angka

96 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


sekitar 35,73 sampai 36,09 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa
sebanyak 40 persen penduduk DKI Jakarta yang dapat dikategorikan
berpendapatan menengah menguasai sekitar 36 persen total seluruh
pendapatan penduduk DKI Jakarta. Suatu angka yang sedikit dibawah
persentase jumlah penduduknya.
c. Pada batang yang berwarna hijau dengan label ”20% Atas” adalah
penduduk DKI Jakarta yang pendapatannya telah diurutkan dari yang
berpendapatan di atas 20 persen teratas atau dapat disebut masyarakat
berpendapatan tinggi, dengan angka sekitar 48,18 persen dan menurun
di 2019 menjadi 46,61 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa
sebanyak 20 persen penduduk DKI Jakarta yang dapat dikategorikan
berpendapatan tinggi menguasai rata-rata sekitar 47 persen total

id
seluruh pendapatan penduduk DKI Jakarta. Suatu angka yang sangat

o.
.g
tinggi dan jauh di atas dengan proporsi penduduknya.
ps
Dari ketiga penjelasan tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa
.b

terjadi ketimpangan pendapatan masyarakat di DKI Jakarta yang cukup


ta
ar

dalam. Pendapatan suatu penduduk dikatakan sangat merata (equal)


ak

apabila persentase penduduk sama dengan persentase pendapatan yang


//j

dikuasainya.
s:
tp

7.2. Pengeluaran per Kapita menurut Jenis Pengeluaran


ht

Data pengeluaran rumah tangga yang telah dikumpulkan melalui


Survei Sosial Ekonomi Nasional, merupakan salah satu upaya untuk
memperoleh gambaran keadaan kesejahteraan penduduk. Pengumpulan
data pengeluaran rumah tangga ini dirancang sedemikian rupa sehingga
kuesioner atau instrumen yang digunakan dibuat cukup rinci agar semua
pengeluaran rumah tangga dapat diperoleh informasinya. Namun demikian,
hambatan pengumpulan data ini selalu muncul. Pada umumnya,
masyarakat belum terbiasa dengan pencatatan pengeluaran rumah tangga
dan masih banyak yang enggan memberikan informasi secara rinci
pengeluaran rumah tangganya. Diharapkan data pengeluaran rumah
tangga ini dapat memberikan gambaran pola pengeluaran konsumsi rumah
tangga, baik untuk pengeluaran makanan maupun non makanan.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 97


Data pengeluaran yang dikumpulkan adalah data pengeluaran
seminggu atau sebulan yang lalu tergantung pada jenis pengeluarannya.
Pengeluaran untuk makanan dibatasi untuk seminggu yang lalu, yang
selanjutnya dihitung menjadi rata-rata pengeluaran untuk makanan selama
sebulan. Sedangkan pengeluaran untuk non makanan meliputi
pengeluaran sebulan yang lalu dan 3 bulan yang lalu, selanjutnya dihitung
menjadi pengeluaran non makanan rata-rata selama sebulan.
Gambar 7.3
Skema Pengeluaran Rumah Tangga

id
Makanan 30/7 X
Pengeluaran

o.
(Seminggu Seminggu
Terakhir) Pengeluaran
.g
Terakhir
Rata-rata
Pengeluaran
Per kapita
ps
Sebulan
(Setelah
Pengeluaran (Total dibagi dengan
.b

Pengeluaran Jumlah
ta

Non Pengeluaran Makanan dan Anggota


Makanan Sebulan dan Non Rumah
ar

(Sebulan Pengeluaran 3 Makanan) Tangga


ak

dan 3 Bulan Bulan


Terakhir) Terakhir/3
//j
s:
tp
ht

Pola pengeluaran rumah tangga dapat memberikan gambaran


tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah. Semakin baik tingkat
kesejahteraan masyarakat, diasumsikan semakin banyak proporsi
pendapatannya yang dibelanjakan untuk kebutuhan non makanan, begitu
pula sebaliknya. Untuk Penduduk DKI Jakarta ternyata proporsi
pengeluaran pendapatannya yang dibelanjakan untuk kebutuhan bukan
makanan tahun 2019 sekitar 56,69 persen, sedangkan pengeluaran untuk
kebutuhan makanan sekitar 43,31 persen. Hal ini menunjukkan bahwa
tingkat kesejahteraan penduduk DKI Jakarta sudah lebih baik, asumsi dari
teori Ernst Engel terpenuhi.

98 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


Gambar 7.4
Persentase Rata-rata Pengeluaran per Kapita Sebulan untuk Konsumsi
Makanan dan Bukan Makanan di DKI Jakarta, 2015-2019

id
o.
Sumber : Susenas 2015 – 2019
.g
ps
Pada gambar 7.4 terlihat bahwa selama kurun waktu 3 tahun
.b
ta

terakhir menunjukkan bahwa distribusi pengeluaran untuk makanan bagi


ar

penduduk DKI Jakarta menunjukkan proporsi yang relatif konstan yaitu


ak

proporsi pengeluaran bukan makanan lebih tinggi dari pengeluran


//j
s:

makanan. Hal ini menunjukkan bahwa makanan bukan lagi menjadi porsi
tp

pengeluaran yang dominan bagi masyarakat ibukota. Tingginya porsi


ht

pengeluaran di luar makanan menunjukkan bahwa masyarakat DKI Jakarta


menggunakan uangnya untuk barang-barang kebutuhan yang sekunder
dan tersier. Hal ini merupakan ciri dari suatu masyarakat perkotaan.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 99


Gambar 7.5
Persentase Rata-rata Pengeluaran per Kapita Sebulan untuk
Konsumsi Makanan dan Bukan Makanan di DKI Jakarta Menurut
Kabupaten/Kota di DKI Jakarta, 2019

id
o.
.g
ps
.b
ta
ar

Sumber : Susenas Maret 2019


ak
//j
s:

Sementara itu, komposisi pengeluaran makanan dan bukan


tp

makanan menurut wilayah terlihat angka yang relatif sama kecuali untuk
ht

Kabupaten Kepulauan Seribu. Porsi terbesar pengeluaran masyarakat


Kepulauan Seribu cenderung untuk mengkonsumsi barang berupa
makanan, yaitu berkisar 64,78 persen. Hal ini menunjukkan bahwa
masyarakat di Kepulauan Seribu memiliki karakteristik yang berbeda
dengan wilayah lainnya dalam hal menggunakan pendapatannya. Hal ini
sejalan dengan komposisi pendapatannya dimana sebagian besar
penduduk di Kepulauan Seribu memang berada pada kelompok
masyarakat dengan golongan pendapatan 40 persen ke bawah se-provinsi
DKI Jakarta. Ketika pendapatan suatu masyarakat dikategorikan rendah
maka porsi pengeluarannya akan lebih banyak digunakan untuk kebutuhan
primer.
Rata-rata pengeluaran makanan per kapita sebulan tertinggi di DKI
Jakarta adalah pengeluaran untuk makanan dan minuman jadi, sekitar Rp.

100 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


320 ribu atau sebesar 43,58 persen. Distribusi ini sedikit lebih tinggi
dibandingkan tahun 2015 sebesar 41,86 persen.

Gambar 7.6
Distribusi Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan untuk Konsumsi
Makanan Menurut Kelompok Pengeluaran di DKI Jakarta (persen), 2018

id
o.
.g
ps
.b
ta

Sumber : Susenas Maret 2018


ar
ak

Gambar 7.6 menunjukkan distribusi persentase pengeluaran rata-


//j

rata per kapita sebulan untuk konsumsi makanan tahun 2018. Hal yang
s:
tp

cukup memprihatinkan terlihat pada kelompok pengeluaran makanan


ht

adalah bahwa pengeluaran untuk rokok dan tembakau cukup besar, pada
tahun 2018 nilainya menempati urutan terbesar kedua. Pengeluaran untuk
rokok dan tembakau mencapai 10,01 persen dari total pengeluaran
makanan. Distribusi pengeluaran untuk rokok dan tembakau bahkan lebih
besar bila dibandingkan dengan pengeluaran untuk padi-padian yang
sebesar 7,68 persen dari total pengeluaran makanan. Kecenderungan
konsumsi rokok yang tinggi di masyarakat DKI Jakarta ini telah berlangsung
dari tahun-tahun sebelumnya.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 101


Gambar 7.7
Distribusi Persentase Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan untuk
Konsumsi Non Makanan Menurut Jenis Komoditas (persen), DKI Jakarta,
2018

PAKAIAN, ALAS
KAKI, DAN TUTUP
KEPALA, 4.43
ANEKA BARANG BARANG
DAN JASA, 25.18 TAHAN
LAMA,
4.23 PAJAK, PUNGUTAN
DAN ASURANSI,
5.11
Other, 7.66
PERUMAHAN DAN
FASILITAS RUMAH KEPERLUAN PESTA
TANGGA, 58.50 DAN
UPACARA/KENDUR

id
I, 2.55

o.
.g
ps
Sumber : Susenas Maret 2018
.b
ta
ar

Pengeluaran untuk non makanan dirinci menurut pengeluaran (1)


ak

perumahan, (2) aneka barang dan jasa, (3) pakaian, alas kaki dan tutup
//j

kepala, (4) barang tahan lama, (5) pajak, pungutan dan asuransi, (6)
s:
tp

keperluan pesta dan upacara/kenduri. Pengeluaran yang digunakan untuk


ht

mengkonsumsi non makanan, pada beberapa tahun terakhir, sebagian


besar digunakan untuk kebutuhan perumahan termasuk bahan bakar,
penerangan dan air. Pada tahun 2018 pengeluaran untuk perumahan
mencapai 58,50 persen dari total pengeluaran selain makanan. Persentase
tersebut terus meningkat disebabkan adanya kenaikan berbagai bahan
baku konstruksi, termasuk kenaikan harga sewa/kontrak rumah, Tarif Dasar
Listrik dan Tarif Air Leding (PAM). Pengeluaran untuk keperluan aneka
barang dan jasa pada tahun 2018 sebesar 25,18 persen merupakan
pengeluaran terbesar kedua setelah pengeluaran untuk perumahan.
Komposisi pengeluaran non makanan per kapita sebulan secara rinci dapat
dilihat pada lampiran Tabel 7.3.

102 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


Gambar 7.8 Distribusi Rata-rata Pengeluaran per Kapita Sebulan
untuk Konsumsi Makanan dan Bukan Makanan Golongan
Pengeluaran per Kapita, DKI Jakarta, 2018

id
o.
.g
ps
Sumber : Susenas Maret 2018
.b
ta

Gambar 7.9 menggambarkan distribusi pengeluaran rata-rata


ar

sebulan untuk komsumsi makanan dan non makanan yang dibedakan


ak
//j

menurut jenis pengeluaran dan golongan pengeluaran per kapita (makanan


s:

dan non makanan). Terlihat pada gambar, semakin rendah golongan


tp

pengeluaran per kapita semakin tinggi distribusi pengeluaran makanan.


ht

Pola pengeluaran konsumsi makanan untuk golongan pengeluaran per


kapita yang terbesar yaitu di bawah 300 ribu rupiah per kapita sebesar 66
persen. Demikian sebaliknya untuk pengeluaran non makanan.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 103


Tabel 7.1
Distribusi Pendapatan dan Gini Rasio DKI Jakarta,
Tahun 1990, 2000 - 2018

Tahun Kelompok Penduduk Gini


40% Yang ber- 40% Yang ber- 20% Yang Rasio
pendapatan pendapatan berpendapatan
Rendah Sedang Tinggi
(1) (2) (3) (4) (5)
1990*) 22,56 36,82 40,62 0,305

2000 20,17 35,60 44,23 0,351

2001 21,89 37,03 41,08 0,311

2002 19,37 32,63 48,00 0,389

id
2003 21,98 34,94 43,08 0,310

o.
2004 20,18 34,81 45,81 0,363
.g
ps
2005 18,42 32,25 49,33 0,406
.b

2006 20,11 30,89 49,00 0,360


ta
ar

2007 21,06 38,97 39,97 0,315


ak

2008 19,87 35,48 44,65 0,361


//j
s:

2009 19,29 35,63 45,08 0,340


tp
ht

2010 18,25 34,08 47,66 0,381

2011 16,96 35,37 47,67 0,385

2012 15,67 33,94 50,39 0,397

2013 17,59 31,51 50,90 0,364

2014 17,42 32,98 49,61 0,447

2015 16,02 33,61 50,38 0,431

2016 16,03 36,28 47,69 0,411

2017 16,09 35,73 48,18 0,413

2018 17,16 36,03 46,81 0,394


Sumber: Susenas 2000 - 2018 BPS
*) Pengeluaran untuk konsumsi Penduduk Indonesia per Propinsi. 1990. BPS

104 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


Tabel 7.2
Rata-rata Pengeluaran Makanan per Kapita Sebulan menurut Jenis
Pengeluaran Sebulan di DKI Jakarta, 2018
RATA-RATA PENGELUARAN MAKANAN
JENIS PENGELUARAN PER KAPITA PER BULAN
MAKANAN
Rp %
1 2 3
PADI-PADIAN 66,753 7,68
UMBI-UMBIAN 6,326 0,73
IKAN 65,739 7,57
DAGING 40,383 4,65
TELUR DAN SUSU 53,792 6,19
SAYUR-SAYURAN 50,666 5,83
KACANG-KACANGAN 12,518 1,44
BUAH-BUAHAN 44,479 5,12

id
MINYAK DAN KELAPA 14,412 1,66

o.
BAHAN MINUMAN 20,241 2,33
BUMBU-BUMBUAN
.g 13,262 1,53
ps
BAHAN MAKANAN LAINNYA 14,703 1,69
MAKANAN MINUMAN JADI
.b

378,728 43,58
ta

ROKOK DAN TEMBAKAU 86,972 10,01


ar

TOTAL MAKANAN 868,973 100,00


ak

Sumber : Susenas Maret 2018


//j

Tabel 7.3
s:

Rata-rata Pengeluaran Non Makanan per Kapita Sebulan Menurut Jenis


tp

Pengeluaran Sebulan di DKI Jakarta, 2018 (Rupiah)


ht

RATA-RATA
PENGELUARAN NON
JENIS PENGELUARAN NON MAKANAN MAKANAN PER KAPITA
PER BULAN
Rp %
1 2 3
PERUMAHAN DAN FASILITAS RUMAH
630,926 58,50
TANGGA
ANEKA BARANG DAN JASA 271,542 25,18

PAKAIAN, ALAS KAKI, DAN TUTUP KEPALA 47,799 4,43

BARANG TAHAN LAMA 45,614 4,23


PAJAK, PUNGUTAN DAN ASURANSI 55,106 5,11
KEPERLUAN PESTA DAN
27,511 2,55
UPACARA/KENDURI
TOTAL BUKAN MAKANAN 1,078,498 100,00
Sumber : Susenas Maret 2018

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 105


Tabel 7.4
Pengeluaran Rata-rata per kapita per bulan
Menurut Kelompok Pengeluaran
di DKI Jakarta Tahun 2010-2017

Makanan Bukan Makanan Jumlah


Tahun
Rp % Rp % Rp %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

2010 393.158 37,52 654.838 62,48 1.047.996 100

2011 446.913 36,51 777.033 63,49 1.223.946 100

2012 517.050 36,53 898.262 63,47 1.415.312 100

id
o.
2013 578.816 37,53 963.305 62,47 1.542.121 100
.g
ps
2014 603.655 36,34 1.057.520 63,66 1.661.175 100
.b
ta
ar

2015 615.486 34,71 1.157.945 65,29 1.773.431 100


ak
//j

2016 760.150 36,66 1.318.906 63,44 2.079.056 100


s:
tp

2017 868.238 39,91 1.306.994 60,09 2.175.232 100


ht

Sumber : Susenas 2010-2017 BPS, Jakarta

106 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


BAB VIII

INDIKATOR LAINNYA

Tujuan pembangunan nasional dijabarkan dalam Undang-Undang


Dasar 1945 yaitu memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian, dan keadilan sosial. Dan salah
satu dari indikator kesejahteraan umum dalam tujuan pembangunan
nasional tersebut adalah dengan mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Dengan pembangunan nasional seharusnya seluruh rakyat Indonesia
dapat hidup sejahtera, tidak ada perbedaan antar penduduk dan antar
wilayah. Namun dalam kenyataannya masih dijumpai adanya perbedaan

id
o.
tingkat kesejahteraan baik antar penduduk maupun antar wilayah di
.g
Indonesia pada umumnya, atau di DKI Jakarta pada khususnya.
ps
.b

Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat


ta

keterbandingan tingkat kesejahteraan antar wilayah adalah angka


ar

kemiskinan. Semakin tinggi angka kemiskinan suatu wilayah, semakin


ak

rendah tingkat kesejahteraan di wilayah tersebut. Selain kemiskinan, rasa


//j
s:

aman pun dapat menunjukkan tingkat kesejahteraan suatu wilayah. Rasa


tp

aman dibutuhkan oleh setiap masyarakat untuk dapat beraktifitas dalam


ht

kehidupan sehari-hari. Semakin aman suatu daerah, diasumsikan semakin


sejahtera secara batiniah warganya.

8.1. Kemiskinan

Ada banyak definisi kemiskinan yang dikemukan oleh berbagai


pihak seperti Bappenas. Bappenas mendefinisikan kemiskinan sebagai
ketidakmampuan individu untuk memenuhi kebutuhannya, baik yang
bersifat material maupun non material. Sedangkan Badan Pusat Statistik
(BPS) menggunakan konsep “basic needs approach” (pendekatan
kebutuhan dasar), dan mendefinisikan kemiskinan sebagai
ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar
makanan dan non makanan (diukur dari sisi pengeluaran).

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 107


Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar
yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Sebagai
permasalahan global, pengurangan penduduk miskin merupakan tujuan
bersama negara-negara yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB). Dalam tujuan pembangunan berkelanjutan, seperti yang
tertuang dalam Lampiran Perpres Nomor 59 Tahun 2018 yang
menguraikan tujuan global Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Menengah Nasional (RPJMN), disebutkan bahwa mengakhiri segala
bentuk kemiskinan di mana pun, sebagai tujuan yang pertama.

Salah satu strategi peningkatan kesejahteraan rakyat sejak tahun


2004 adalah pro poor yaitu dilaksanakannya berbagai kegiatan yang
berupaya untuk menanggulangi kemiskinan atau kegiatan yang langsung

id
o.
menyentuh masyarakat.
.g
ps
Untuk mengukur tingkat kemiskinan, diperlukan suatu konsep
.b

kemiskinan yang jelas. Bank Dunia menyatakan bahwa kemiskinan adalah


ta

ketidakmampuan untuk mendapatkan standar kehidupan minimum. Konsep


ar

yang dipakai BPS adalah kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic


ak

needs approach). Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan secara


//j
s:

ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan


tp

yang diukur dari sisi pengeluaran. Angka kemiskinan dihitung dengan


ht

menggunakan metode Garis Kemiskinan (GK). Komponen dari GK adalah


Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan
(GKNM). GKM setara dengan pemenuhan kebutuhan kalori 2100 Kkal per
kapita per hari. GKNM setara dengan kebutuhan dasar bukan makanan
seperti perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Dengan kata lain,
GK adalah sejumlah uang untuk membeli makanan yang mengandung
2.100 Kkal per hari dan keperluan mendasar bukan makanan. Penduduk
miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per
bulan di bawah garis kemiskinan (GK). Selain Indonesia, pemakaian
konsep 2.100 kilo kalori per hari ini juga digunakan oleh beberapa negara
lain seperti Thailand, Vietnam, India, dan beberapa negara berkembang
lainnya.

108 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


Sumber data yang digunakan dalam menghitung GK adalah Survei
Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) ditambah dengan Survei Paket
Komoditi Kebutuhan Dasar (SPKKD). Penghitungan yang didasarkan pada
hasil survei menyebabkan angka kemiskinan yang dihitung dengan GK
hanya bersifat estimasi atau disebut sebagai data makro. Data kemiskinan
makro tidak dapat memberikan informasi siapa dan dimana penduduk
miskin itu berada. Data kemiskinan makro digunakan untuk (1)
mengevaluasi kebijakan pemerintah terhadap kemiskinan, (2)
membandingkan kemiskinan antar waktu, antar daerah, dan (3)
menentukan target penduduk miskin dengan tujuan untuk memperbaiki
status kemiskinan mereka. Data kemiskinan makro hanya memberikan
informasi angka kemiskinan hingga level kabupaten/kota.

id
o.
Jumlah penduduk miskin selain dipengaruhi oleh garis kemiskinan
.g
juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti laju pertumbuhan ekonomi dan
ps
inflasi. Seperti kita ketahui bahwa sebagian dari mereka yang berada di
.b
ta

seputaran garis kemiskinan pada umumnya bekerja di sektor informal.


ar

Mereka sangat rentan, dapat jatuh ke bawah garis kemiskinan atau naik
ak

melampau garis kemiskinan sangat dipengaruhi oleh kondisi


//j
s:

perekonomian. Apabila pertumbuhan ekonomi membaik dan sesuai dengan


tp

yang diharapkan, maka proyek-proyek berjalan dengan lancar dan mereka


ht

dapat memperoleh pekerjaan dan pendapatan. Tetapi apabila ekonomi


memburuk dan proyek-proyek tidak berjalan atau terlambat dijalankan
maka sebagian dari mereka bisa menjadi tidak bekerja dan menjadi miskin.
Inflasi sangat berpengaruh terhadap kenaikan dan penurunan jumlah
penduduk miskin di suatu wilayah, termasuk di DKI Jakarta.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 109


Gambar 8.1
Tren Kemiskinan di DKI Jakarta, 2015-2019

id
o.
Sumber : Susenas Maret, 2015-2019 .g
ps
Tren jumlah penduduk miskin dari tahun 2015 hingga tahun 2019
.b
ta

mengalami penurunan, namun di tahun 2017 mengalami kenaikan jumlah


ar

penduduk miskin dari tahun sebelumnya. Jumlah penduduk miskin di tahun


ak

2019 yang sebesar 3,47 persen merupakan jumlah yang terkecil selama 5
//j
s:

tahun terakhir. Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, angka


tp

kemiskinan dan jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh besarnya


ht

garis kemiskinan (GK) yang ditetapkan. Penduduk miskin merupakan


penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di
bawah garis kemiskinan. Besarnya GK terus mengalami peningkatan
karena pengaruh inflasi. Garis kemiskinan (GK) merupakan gabungan
antara garis kemiskinan makanan dan garis kemiskinan bukan makanan.
Pada penduduk miskin proporsi pengeluaran untuk makanan cenderung
lebih banyak dibandingkan dengan pengeluaran bukan makanan.

110 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


Gambar 8.2
Garis Kemiskinan di DKI Jakarta (Rupiah/kapita/bulan), 2015-2019

id
Sumber : Susenas, 2015-2019

o.
.g
ps
Gambar 8.2 menunjukkan perubahan GK di DKI Jakarta selama
.b

tahun 2015-2019. Tampak bahwa di tahun 2015, GK di DKI Jakarta sebesar


ta

487.388 rupiah per kapita per bulan. Garis Kemiskinan ini terus mengalami
ar

peningkatan, dan meningkat menjadi 510.388 rupiah per kapita per bulan
ak

pada tahun 2016. Pada tahun 2017 mulai menembus angka 536.546, tahun
//j
s:

2018 sebesar 593.108 rupiah per kapita per bulan, serta mencapai 637.260
tp

rupiah per kapita per bulan pada tahun 2019.


ht

Gambar 8.3
Tingkat Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta,
Maret 2017 dan Maret 2018 (persen)

Sumber: Hasil Susenas Maret 2017 dan Maret 2018

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 111


Gambar 8.3 menunjukkan angka kemiskinan menurut
kabupaten/kota pada tahun 2017-2018. Angka kemiskinan menurut
kab/kota bervariasi, berkisar antara 3 sampai 5 persen kecuali di Kepulauan
Seribu. Angka kemiskinan pada tahun 2018 menunjukkan penurunan
dibandingkan dengan tahun 2017 untuk setiap kabupaten/kota. Angka
kemiskinan tertinggi terletak di Kabupaten Kepulauan Seribu, pada tahun
2018 mencapai 11,98 persen, lebih rendah dibandingkan dengan tahun
2017 sebesar 12,98 persen.
Kota Jakarta Utara menempati urutan kedua dengan angka
kemiskinan sebesar 5,35 persen pada tahun 2018, lebih rendah
dibandingkan kondisi tahun 2017 sebesar 5,59 persen. Selanjutnya adalah

id
o.
Kota Jakarta Pusat dengan angka kemiskinan sebesar 3,59 persen pada
.g
tahun 2018, sedikit lebih rendah dibandingkan tahun 2017 yang sebesar
ps
3,78 persen. Kota Jakarta Barat dan Jakarta Timur dengan angka
.b
ta

kemiskinan masing-masing sebesar 3,39 persen dan 3,14 persen lebih


ar

rendah dibandingkan tahun 2017 yang masing-masing sebesar 3,45 persen


ak

dan 3,31 persen. Kota Jakarta Selatan mempunyai angka kemiskinan


//j
s:

terendah pada tahun 2018 sebesar 2,83 persen, lebih rendah dibandingkan
tp

tahun sebelumnya sebesar 3,14 persen.


ht

Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa angka kemiskinan


menggunakan pendekatan garis kemiskinan. Demikian juga dengan angka
kemiskinan kabupaten/kota dihitung dengan menggunakan dasar garis
kemiskinan kabupaten/kota masing-masing. Sama dengan besarnya garis
kemiskinan tingkat provinsi, besarnya garis kemiskinan kabupaten/kota
juga terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun karena pengaruh
inflasi. Gambar 8.4 menampilkan besarnya garis kemiskinan antar
kabupaten/kota pada tahun 2017-2018.

Pada tahun 2018 garis kemiskinan tertinggi terdapat di Kota Jakarta


Selatan sebesar 680.166 rupiah/kapita/bulan, meningkat dari 620.712
rupiah/kapita/bulan tahun 2017. Selanjutnya adalah Jakart Pusat dengan
garis kemiskinan 580.080 rupiah/kapita/bulan yang meningkat dari 524.750

112 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


rupiah/kapita/bulan pada tahun 2017. Pada tahun 2018 Kepulauan Seribu
dan Jakarta Utara mempunyai garis kemiskinan masing-masing 576.713
rupiah/kapita/bulan dan 512.689 rupiah/kapita/bulan lebih tinggi
dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 552.622 rupiah/kapita/bulan dan
463.787 rupiah/kapita/bulan.

Gambar 8.4
Garis Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota di DKI Jakarta,
Maret 2017 dan Maret 2018 (ribu rupiah/kapita/bulan).

id
o.
.g
ps
.b
ta
ar
ak
//j

Sumber : Hasil Susenas Maret 2017 dan Maret 2018


s:

Kota Jakarta Timur mempunyai garis kemiskinan sebesar 502.151


tp
ht

rupiah/kapita/bulan pada tahun 2018, sedikit lebih tinggi dibandingkan


tahun 2017 sebesar 455.584 rupiah per/kapita/bulan. Garis kemiskinan
terendah terdapat di Kota Jakarta Barat sebesar 490.330
rupiah/kapita/bulan pada tahun 2018, meningkat dari 443.561
rupiah/kapita/bulan pada tahun 2017.

8.2. Kriminalitas
Untuk dapat mempertahankan dan mengembangkan kehidupan
yang bermantabat dalam kehidupannya, diperlukan upaya agar hak-hak
dasar manusia dapat terpenuhi. Selain terpenuhinya kebutuhan pangan,
termasuk dalam hak dasar manusia adalah kesehatan, pendidikan,
pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam, dan
lingkungan. Selain itu diperlukan juga rasa aman dari perlakukan atau

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 113


ancaman tindak kekerasan, selain hak lain yang berupa partisipasi dalam
kehidupan sosial dan politik.
Tindakan kriminal adalah segala sesuatu yang melanggar hukum
atau sebuah tindak kejahatan dan pelanggaran yang dapat diancam
dengan hukuman berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP). Sedangkan tindak kejahatan adalah segala tindakan yang
disengaja atau tidak, telah terjadi atau baru percobaan, yang dapat
merugikan orang lain dalam hal badan, jiwa, harta benda, kehormatan, dan
lainnya serta tindakan tersebut diancam hukuman penjara dan kurungan.
Gambar 8.5 Persentase Penduduk Menurut Apakah Pernah
Menjadi Korban Kejahatan, 2018

id
o.
.g
ps
.b
ta
ar
ak
//j
s:
tp
ht

Pada tahun 2018, persentase penduduk DKI Jakarta yang pernah menjadi
korban kejahatan sebanyak 1,1 persen dari total penduduk. Pemerintah DKI
Jakarta dan aparat berwenang mampu memberikan perlindungan terhadap
warga Jakarta, dimana sebanyak 98,90 persen penduduk Jakarta tidak
pernah menjadi korban kejahatan selama tahun 2018. Bila dilihat dari jenis
kelamin, laki-laki lebih banyak menjadi korban kejahatan dibanding dengan
perempuan. Dimana laki-laki yang menjadi korban kejahatan sebanyak
1,26 persen, lebih tinggi dibanding perempuan yang mencapai 0,95 persen.

114 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


BAB IX
PENUTUP

Dari pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya,


secara umum kondisi kesejahteraan penduduk di DKI Jakarta dapat
disimpulkan sebagai berikut :

1. Kependudukan
Secara umum jumlah penduduk DKI Jakarta terus meningkat
sepanjang tahun 1990-2019. Pada tahun 1990 penduduk DKI Jakarta
sebesar 8,23 juta jiwa, naik menjadi 10,50 juta jiwa pada tahun 2019.
Pertumbuhan penduduk pada periode 1990-2000 relatif rendah, yaitu 0,14

id
persen per tahun. Setelah itu pertumbuhan penduduk pada periode 2000-

o.
2010 mencapai 1,43 persen per tahun, dan laju pertumbuhan penduduk
.g
ps
pada tahun 2015-2019 dibawah 1 persen per tahun.
.b

Pada periode tahun 2015-2019 terjadi pergerakan perubahan


ta

komposisi penduduk, dimana jumlah usia penduduk produktif (15-64 tahun)


ar

semakin menurun. Pada tahun 2019 komposisi penduduk usia produktif


ak

sebesar 72,22 persen yang mengalami penurunan jika dibandingkan


//j
s:

dengan kondisi tahun 2015 sebesar 72,35 persen. Dengan kata lain
tp

penduduk usia produktif mengalami penurunan sebanyak 0,13 persen. Dan


ht

sebaliknya di penduduk usia non produktif terjadi kenaikan komposisi dari


27,65 persen di tahun 2015 menjadi 27,78 persen di tahun 2019 atau
mengalami kenaikan usia non produktif 0,13 persen
Umur perkawinan pertama perempuan di DKI Jakarta tahun 2018
terbanyak pada kelas umur 21 tahun keatas sebanyak 59,25 persen.
Namun yang perlu menjadi perhatian adalah adanya perempuan yang
melakukan perkawinan pertama di usia 16 tahun kebawah sebanyak 8,12
persen. Dalam Undang Undang nomor 1 tahun 1974 disebutkan bahwa
batas usia menikah perempuan adalah 16 tahun dan pria 19 tahun. Umur
pada saat perkawinan pertama akan mempengaruhi laju pertumbuhan
penduduk. Karena semakin muda umur pernikahan pertama akan semakin

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 115


panjang rentang waktu reproduksi sehingga lebih berpeluang melahirkan
lebih banyak.

2. Pendidikan
Angka buta huruf (ABH) di DKI Jakarta untuk penduduk usia 15
tahun keatas baik laki-laki dan perempuan, keduanya dibawah satu persen.
ABH perempuan usia 15 tahun keatas sebanyak 0,66 persen dan laki-laki
sebanyak 0,15 persen. Untuk ABH pada tingkat kabupaten/kota menurut
jenis kelamin yang tertinggi adalah Kota Jakarta Barat yang mencapai 1,25
persen untuk perempuan dan terendah di Jakarta Timur. Di Jakarta Selatan
dan Jakarta Timur yang tidak ada buta huruf untuk penduduk laki-laki.
Pada tahun 2012 angka partisipasi sekolah (APS) usia 7-12 tahun

id
sebesar 98,97 persen, pada tahun 2018 angka ini meningkat menjadi 99,71

o.
.g
persen. APS penduduk usia 13-15 tahun juga mengalami kenaikan dari
ps
93,79 persen pada tahun 2012 dan pada tahun 2018 menjadi 97,31 persen.
.b

Begitu pula pada kelompok usia 16-18 tahun, angka partisipasi sekolah dari
ta
ar

60,81 persen pada tahun 2012 naik menjadi 71,81 persen pada tahun 2018.
ak

APS DKI Jakarta yang semakin meningkat merupakan kondisi yang


//j

menggembirakan dimana diharapkan kualitas sumber daya manusia di


s:
tp

Jakarta juga turut meningkat.


ht

3. Ketenagakerjaan
Tingkat partisipasi angkatan kerja pada bulan Agustus 2019
mencapai 64,81 persen yang merupakan tertinggi sejak Agustus 2017.
Angka partisipasi angkatan kerja menurut jenis kelamin yang tertinggi tetap
angkatan kerja laki-laki yang mencapai 81,79 persen dibandingkan dengan
angkatan kerja perempuan yang hanya 48,02 persen. Bila dibandingkan
dengan tahun sebelumnya (Agustus 2018), partisipasi angkatan kerja total
dan angkatan kerja laki-laki mengalami kenaikan sedang angkatan kerja
perempuan mengalami penurunan sebanyak 0,45 poin. Adanya
peningkatan TPAK diduga karena adanya masyarakat yang telah lulus
pada sekolah formal yang masuk ke pasar kerja, Selain itu, adanya migrasi
penduduk usia kerja dan keluarganya yang masuk ke DKI Jakarta, juga

116 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


diduga menjadi penyebab, Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) di DKI Jakarta
pada tahun 2017 sebesar 92,86 persen, meningkat menjadi 93,88 persen
pada tahun 2018, Artinya, terdapat sekitar 94 orang yang bekerja dari 100
penduduk angkatan kerja, sedangkan sisanya adalah penduduk pencari
kerja.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di DKI Jakarta selama Agustus
2018 - Agustus 2019 mengalami penurunan, TPT Agustus 2018 tercatat
6,24 persen, angka tersebut menurun menjadi 6,22 persen pada Agustus
2019.

4. Kesehatan
Indikator kesejahteraan masyarakat pada bidang kesehatan antara

id
lain dapat dilihat dari angka harapan hidup (AHH), gizi balita, pemberian air

o.
.g
susu ibu (ASI), penolong kelahiran dan keluhan kesehatan, AHH DKI
ps
Jakarta menunjukkan peningkatan dari tahun 2015-2018, AHH pada tahun
.b

2015 mencapai 72,43 tahun meningkat pada tahun 2018 AHH mencapai
ta
ar

72,67 tahun.
ak

Indikator kesehatan lainnya yang dapat menggambarkan tingkat


//j

kesejahteraan penduduk adalah tenaga penolong persalinan. Pada tahun


s:
tp

2018 sebanyak 99,65 persen dari balita yang ada ditolong kelahirannya
ht

oleh tenaga kesehatan. Dokter kandungan merupakan penolong kelahiran


favorit yang menjadi pilihan masyarakat. Hampir setengah yang memilih
penolong kelahiran dokter kandungan (tercatat sebesar 49,03 persen),
Angka tersebut mengindikasikan tingginya kesadaran penduduk Jakarta
tehadap keselamatan ibu dan bayinya.
Status kesehatan di DKI Jakarta menunjukkan bahwa sebanyak
87,73 persen penduduk tidak mengalami keluhan kesehatan. Untuk
penduduk laki-laki lebih banyak mengalami keluhan kesehatan
dibandingkan dengan penduduk perempuan, yakni 11,35 persen
berbanding 10,01 persen.

5. Perumahan
Gambaran umum kondisi fisik bangunan tempat tinggal rumah
tangga di DKI Jakarta antara lain dapat dilihat dari luas lantai bangunan

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 117


tempat tinggal. Secara umum luas lantai di DKI Jakarta dari tahun 2012-
2018 menunjukkan luas lantai rumah 20-49m2 memiliki proporsi tertinggi
dibandingkan luas lantai lainnya.
Fasilitas rumah tangga yang paling mendasar agar sebuah rumah
menjadi nyaman dan sehat adalah ketersediaan listrik, jenis atap, bahan
bakar memasak, sumber air minum dan tempat buang air besar sangat
penting terkait dengan kesehatan. Sebanyak 96,10 persen rumah tangga di
DKI Jakarta menggunakan listrik PLN dan 3,90 persen menggunakan Listrik
Non PLN sebagai sumber penerangan utama.
Fasilitas sumber air minum terbanyak yang digunakan oleh rumah
tangga di DKI Jakarta adalah air kemasan. Pada tahun 2018, rumah tangga
yang menggunakan air kemasan sebesar 75,52 persen, yang meningkat

id
dari tahun 2016 sebesar 72,31 persen. Sementara, pengguna pompa air

o.
.g
sebesar 14,73 persen, kemudian pengguna air leding sebesar 9,54 persen.
ps
Pengguna leding terus menurun seiring dengan meningkatnya pengguna
.b

air kemasan. Dibandingkan tahun 2013, pengguna air leding turun dari
ta
ar

15,48 persen, kemudian tahun 2016 12,90 persen, dan menjadi 9,54 persen
ak

di tahun 2018.
//j

Pemanfaatan internet sebagai bagian dari era digital dan informasi


s:
tp

pada tahun 2018, menunjukkan sebanyak 65,89 persen penduduk lima


ht

tahun ke atas pernah mengakses internet dalam tiga bulan terakhir.


Persentase pengguna internet tersebut meningkat dari tahun 2016 yang
sebesar 46,74 persen. Sebanyak 93,07 persen penduduk mengakses
internet di rumah sendiri, sisanya di bawah 20 persen mengakses internet
di sekolah, dan tempat lainnya.

6. Pendapatan dan Pengeluaran Rumah tangga


Rata-rata pendapatan masyarakat DKI Jakarta cenderung
meningkat selama kurun waktu 2012-2018. Data pendapatan yang didekati
dengan data pengeluaran rumah tangga ini, menunjukkan bahwa
pengeluaran per kapita per bulan untuk makanan pada tahun 2018 tercatat
Rp 847.847. Rata-rata pengeluaran non makanan per kapita per bulan

118 Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019


sebesar Rp 1.191.310 pada tahun 2018. Sehingga secara total rata-rata
pengeluaran per kapita per bulan menjadi Rp 2.039.156 pada tahun 2018,
Terjadi ketimpangan pendapatan masyarakat di DKI Jakarta yang
cukup dalam. Pendapatan suatu penduduk dikatakan sangat merata
(equal) apabila persentase penduduk sama dengan persentase
pendapatan yang dikuasainya. Pada Maret 2019, persentase pendapatan
pada kelompok 40 persen terbawah adalah sebesar 17,30 persen yang
berarti pendapatan penduduk DKI Jakarta berada pada kategori
ketimpangan sedang/menengah.

Persentase pendapatan pada kelompok 40 persen terbawah pada


bulan Maret 2019 ini menurun jika dibandingkan dengan kondisi Maret 2018

id
yang sebesar 17,42 persen.

o.
7. Indikator Lainnya
.g
ps
Angka kemiskinan pada Maret 2019 sebesar 3,47 persen dengan
.b

jumlah penduduk miskin sebesar 365 ribu jiwa. Garis Kemiskinan (GK)
ta

Maret 2018 sebesar 593.108 rupiah per kapita per bulan, meningkat
ar
ak

menjadi 637.260 rupiah per kapita per bulan pada Maret 2019.
//j

Jumlah tindak kejahatan di DKI Jakarta pada tahun 2017


s:

menunjukkan penurunan yang cukup berarti. Jumlah tindak kejahatan


tp
ht

(crime total) yang dilaporkan ke kepolisian di DKI Jakarta selama tahun


2016-2017 menunjukkan penurunan dari 12.907 tindak kejahatan pada
tahun 2016 menjadi 8.647 tindak kejahatan pada tahun 2017, atau menurun
33 persen.

Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi DKI Jakarta, 2019 119


ht
tp
s:
//ja
kar
ta
.b
ps
. go
. id

Anda mungkin juga menyukai