34
Statistik Daerah
Daerah Istimewa Yogyakarta
2017
id
o.
.g
ps
.b
rta
aka
gy
yo
://
tp
ht
ISSN : 2460-3198
No. Publikasi : 34550.17.05
Katalog : 1101002.34
id
Ukuran Buku : 17,6 cm X 25 cm
o.
Jumlah Halaman : viii + 82 halaman
.g
ps
.b
ta
Naskah :
r
ka
Gambar kulit :
tp
Diterbitkan oleh :
(c) Badan Pusat Statistik Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Dicetak oleh :
CV Magna Raharja Tana (MAHATA)
id
o.
TIM PENYUSUN
.g
ps
Penanggung Jawab .b
: Johanes De Britto Priyono
ta
Editor : Mainil Asni
r
ka
Mutijo
a
gy
Naskah : Waluyo
yo
://
Layout : Waluyo
ht
tp
://
yo
gy
aka
rta
.b
ps
.g
o.
id
Kata Pengantar
id
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas diterbitkannya
o.
buku Statistik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2017 oleh
.g
Badan Pusat Statistik Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Publikasi ini memuat berbagai informasi dan indikator terpilih
ps
seputar Daerah Istimewa Yogyakarta yang dianalisis secara
.b
sederhana untuk membantu pengguna data dalam memahami
perkembangan pembangunan serta potensi yang ada di wilayah
ta
Daerah Istimewa Yogyakarta.
r
ka
id
2. Pemerintahan 3
o.
.g
3. Penduduk 7
ps
4. Ketenagakerjaan 11
5. Pendidikan .b 18
ta
6. Kesehatan 22
r
ka
7. Pembangunan Manusia 26
a
9. Pertanian 34
yo
11 . Industri Pengolahan 42
ht
12. Konstruksi 46
13 Hotel dan Pariwisata 48
14. Transportasi dan Komunikasi 52
15. Perbankan dan Investasi 54
16. Harga-harga 58
17. Konsumsi Rumah Tangga 62
18. Perdagangan Luar Negeri 66
19 Produk Domestik Regional Bruto 68
20. Perbandingan Regional 62
Lampiran 76
DIY menjadi provinsi dengan luas wilayah administrasi terkecil kedua di Indonesia, setelah
DKI Jakarta. Luas wilayah DIY mencapai 3.185,80 km2 atau 0,17 persen dari seluruh wilayah
daratan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
id
7o.33’- 80.12’ Lintang Selatan dan 110o.00’-
110o.50’ Bujur Timur. Posisi geografis DIY wilayah Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta
o.
berada di bagian tengah Pulau Jawa, tepatnya dan sebagian Kabupaten Bantul. Wilayah ini
.g
di sisi bagian selatan. Seluruh wilayah sangat subur dan potensial untuk budidaya
ps
administrasi DIY dikelilingi oleh wilayah pertanian, khususnya tanaman semusim.
administrasi Provinsi Jawa Tengah. Wilayah .b Kedua, satuan fisiografi Pegunungan
ta
bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Selatan dengan ketinggian 150-700 mdpl.
r
Purworejo, bagian utara berbatasan dengan Wilayah ini menjadi bagian dari jalur
ka
Kabupaten Magelang dan Boyolali, bagian Pegunungan Seribu yang terletak di wilayah
a
timur berbatasan dengan Kabupaten Klaten Kabupaten Gunungkidul dan bagian timur
gy
dan Wonogiri. Sementara, wilayah bagian Kabupaten Bantul. Kawasan ini didominasi
selatan berbatasan dengan Samudera oleh perbukitan batu kapur dan karst yang
yo
Bentang alam wilayah DIY merupakan kurang potensial untuk budidaya pertanian
tp
id
mencapai 425 mm3 dan 508 mm3 dengan
o.
jumlah hari hujan masing-masing sebanyak
.g
24 dan 25 hari.
ps
Rata-rata kelembaban udara tercatat
.b
mencapai 87 persen dan cenderung
ta
meningkat dibandingkan dengan tahun-
tahun sebelumnya. Kelembaban udara
r
ka
Posisi wilayah DIY berada di sekitar terjadi pada bulan September. Sementara,
gy
garis khatulistiwa, sehingga beriklim tropis kelembaban maksimum mencapai 100 persen
dan memiliki dua musim yaitu penghujan dan terjadi di bulan Maret. Tekanan udara
yo
dan kemarau. Karakteristik cuaca wilayah rata-rata tercatat sebesar 1.1014 milibars.
://
DIY secara umum bertemperatur tinggi atau Pada bulan Maret-September angin lebih
tp
memiliki suhu udara panas serta memiliki banyak bergerak dari arah selatan, sementara
ht
kelembaban udara dan curah hujan yang pada bulan Oktober-Februari arah angin
cukup tinggi. Rata-rata suhu udara di wilayah bergerak dari barat daya. Rata-rata kecepatan
DIY selama tahun 2016 pada pada kisaran angin selama tahun 2016 berkisar antara 6-17
270C. Rata-rata suhu tertinggi mencapai 330C knots.
Tabel 1.1.
Ringkasan Kondisi Cuaca di DIY, Tahun 2010-2016 Tahukah Anda ?
Kondisi Cuaca Satuan 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Wilayah administrasi DIY terbagi menjadi yang dipilih melalui proses penetapan Sultan
lima kabupaten/kota, yakni Kulonprogo, Yogyakarta yang bertahta sebagai Gubernur
Bantul, Gunungkidul, Sleman, dan kota dan Adipati Paku Alam sebagai Wakil Gubernur
id
Yogyakarta. Pusat pemerintahan berada di sebagai implementasi UU Keistimewaan
o.
Kota Yogyakarta. Jumlah kecamatan pada DIY. Dalam penyelenggaraan pemerintahan
.g
tahun 2016 sebanyak 78 kecamatan dan gubernur dibantu oleh perangkat daerah
ps
terbagi menjadi 438 desa/kelurahan. Jumlah yang terdiri dari Sekretaris Daerah (Sekda) dan
tersebut tidak mengalami perubahan dalam Lembaga Teknis Daerah.
dua dekade terakhir. Daerah dengan wilayah .b
ta
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
terluas adalah Gunungkidul sebesar 1.485,4
r
km2 atau 46,6 persen luas DIY. Sementara, Jumlah anggota DPRD DIY periode 2014-
ka
Kota Yogyakarta memiliki wilayah terkecil 2019 hasil Pemilu Legislatif 2014 sebanyak 55
a
sebesar 32,5 km2 atau 1,02 persen dari luas orang. Komposisinya terdiri dari 48 laki laki
gy
terdiri dari pemerintah daerah selaku eksekutif Komposisi anggota DPRD periode 2014-
ht
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) 2019 menurut parpol pengusung didominasi
selaku legislatif. Pemerintah daerah dipimpin oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
oleh seorang Gubernur dan Wakil Gubernur (PDIP) sebanyak 14 orang (25 persen).
Berikutnya adalah Partai Amanat Nasional jumlah pegawai daerah berkurang sebanyak
(PAN) dan Partai Golkar masing-masing 3,3 persen akibat proses pensiun. Trend
sebanyak 8 wakil, diikuti oleh Partai Gerindra penurunan jumlah pegawai daerah di DIY
dan Partai keadilan Sejahtera (PKS) dengan ini sudah terjadi dalam beberapa tahun
wakil masing-masing 7 dan 6 orang. Partai terakhir. Berdasarkan daerah penempatan,
Demokrat mengalami punurunan kursi dari proporsi pegawai terbanyak ditempatkan di
10 di periode 2009-2014 menjadi 2 kursi di Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman dan
periode 2014-2019. Bantul masing-masing sebesar 20,9 persen
dan 19,9 persen.
Tahukah Anda ? Berdasarkan golongan kepangkatan,
mayoritas PNS daerah merupakan pegawai
Keterwakilan perempuan di parlemen
golongan III (47,6%). Berikutnya adalah
id
kabupaten/kota/provinsi DIY masih rendah.
Proporsi tertinggi tercatat di Kota Yogyakarta pegawai golongan IV dan II dengan proporsi
o.
sebesar 25 persen (10 anggota perempuan masing-masing sebesar 36,6 persen dan
.g
dari total 40 anggota) dan terendah di Bantul 14,2 persen. Proporsi pegawai golongan I
ps
sebesar 6,7 persen.
tercatat sebanyak 1,6 persen dan mengalami
penurunan terbesar dari tahun ke tahun.
Pegawai Negeri Sipil (PNS) Daerah .b
ta
Dari sisi pendidikan, struktur PNS
Komposisi PNS daerah di seluruh wilayah daerah DIY didominasi oleh pegawai yang
r
ka
DIY terdiri dari pegawai daerah dan pegawai berpendidikan tertinggi Sarjana/S1 dengan
pusat. Pegawai daerah mencakup semua
a
PNS yang sistem penggajiannya dicakup oleh berikutnya adalah pegawai berpendidikan
APBD. Sementara, PNS pusat mencakup semua SLTA sederajat dan Diploma I/II/III/IV dengan
yo
Jumlah PNS daerah pada akhir tahun 6,7 persen pegawai di DIY menempati
2016 tercatat sebanyak 53.550 pegawai. jabatan struktural dan 54,8 persen berstatus
Komposisinya pegawai perempuan lebih fungsional. Dalam beberapa tahun terakhir
dominan dengan jumlah 27.682 pegawai jumlah pegawai di DIY berkurang 3 persen per
tahun.
(51,1%). Dibandingkan dengan tahun 2015,
II 8 706 15.20 8 340 15.05 7 597 14.19 Gunungkidul 5 755 58.25 4 125 41.75 9 880 100
Sleman 4 181 41.14 5 983 58.86 10 164 100
III 25 815 45.06 26 290 47.44 25 493 47.61
Yogyakarta 2 710 44.57 3 370 55.43 6 080 100
IV 21 225 37.05 19 634 35.43 19 588 36.58
DIY 6 386 54.27 5 382 45.73 11 768 100
Jumlah 57 292 100 55 412 100 53 550 100 Jumlah 26 488 48.90 27 682 51.10 54 170 100
Sumber : BKN Regional I Jawa Tengah dan DIY Sumber : BKN Regional I Jawa Tengah dan DIY
id
transfer dana perimbangan dan transfer
lainnya (dana otonomi khusus dan dana Komponen PAD yang memiliki andil
o.
penyesuaian); serta penerimaan lain yang terbesar terhadap pendapatan daerah adalah
.g
sah. Perkembangan realisasi pendapatan pajak daerah terutama dari pajak kendaraan
ps
dan belanja pemerintah DIY dalam enam bermotor dan bea balik nama kendaraan
.b
tahun terakhir terlihat semakin meningkat. bermotor. Komponen pajak daerah memberi
Pendapatan daerah meningkat dari Rp1,4 andil 37,7 persen terhadap total pendapatan
ta
triliun di tahun 2010 menjadi Rp3,9 triliun daerah 2016. Sementara, retribusi daerah,
r
ka
di tahun 2016 atau secara nominal tumbuh hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
19 persen per tahun. Nilai belanja daerah dipisahkan dan PAD lain kontribusinya relatif
a
gy
juga meningkat searah dengan pendapatan. kecil. Komponen pendapatan transfer yang
Nilai belanja dan transfer pemerintah daerah cukup dominan adalah dana perimbangan
yo
://
Tabel 2.4.
Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah
Gambar 2.2. DIY, 2010-2016 (miliar Rp)
Komposisi PNS Daerah Berdasarkan Pendidikan
Tertinggi, 2013 - 2016 (Persen) Realisasi SiLPA
Pem-
Tahun Pen- Tahun
2013 2014 2015 2016 Belanja Selisih biayaan
dapatan Berjalan
3.13 3.45 4.15 4.56
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
41.36 43.09 45.63 45.24 2010 1 374.21 1 354.59 19.61 212.47 232.08
2011 1 604.91 1 562.27 42.64 226.89 269.53
25.68 24.47 22.86 23.32
2012 2 171.73 2 053.83 117.90 261.33 379.24
2013 2 583.06 2 509.64 73.41 308.61 382.02
25.33 24.65 24.29 23.38
3.04 2.92
2014 3 139.87 2 981.07 158.80 339.53 498.33
2.66 2.36
1.46 1.41 1.25 1.14 2015 3 400.01 3 496.43 - 96.41 461.09 364.68
SD SLTP SLTA D1/D2/D3/D4 Sarjana Pasca Sarjana 2016 3 895.90 3 834.68 61.22 176.44 237.66
Sumber : BKN Regional I Jawa Tengah dan DIY Sumber : DPPKA DIY
(43,6%) dengan sumber utama berasal dari dan belanja tidak langsung dengan proporsi
DAU (24,2%), diikuti bagi hasil pajak dan dana 51,8 persen dari total belanja dan transfer
alokasi khusus (16,6%). Transfer pemerintah daerah. Komponen belanja langsung yang
berupa dana otonomi khusus dan dana paling besar adalah belanja barang dan jasa
penyesuaian memberi sumbangan 13,3 serta belanja modal dengan proporsi masing-
persen terhadap pendapatan daerah 2016. masing mencapai 22,9 persen dan 21,8 persen
Realisasi belanja pemerintah daerah DIY dari total belanja pemerintah DIY. Sementara,
tahun 2016 mencapai Rp3,8 triliun. Struktur komponen belanja tidak langsung yang
pengeluaran terdiri dari dua komponen, yakni terbesar adalah belanja hibah (19%), belanja
belanja langsung dengan proporsi 48,2 persen bagi hasil kepada provinsi/kabupaten/kota
dan pemerintah desa (15,6%) , serta belanja
Tabel 2.5. pegawai (14,8%). Belanja pegawai, belanja
id
Distribusi Pendapatan dan Pemerintah DIY hibah dan bantuan keuangan secara proporsi
o.
menurut Sumber, 2010 dan 2016 (miliar Rp) semakin menurun. Sementara, belanja barang
.g
2010 2015 2016
dan belanja modal proporsinya semakin
ps
Rincian Pendapatan
Nilai % Nilai % Nilai %
meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Lain-lain PAD yang sah 46.32 (3.37) 97.02 (2.85) 105.55 (2.71) Berdasarkan fungsinya, belanja
a
Dana Bagi Hasil Pajak 82.39 (6.00) 52.87 (1.56) 114.86 (2.95)
Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 5.44 (0.40) 9.38 (0.28) 0.00 (0.00)
digunakan untuk kegiatan pelayanan umum
(53,4%). Berikutnya secara berturut-turut
yo
Dana alokasi khusus 11.38 (0.83) 39.08 (1.15) 644.59 (16.55) adalah pengeluaran bidang ekonomi (9,9%),
://
Lain-lain Pendapatan yang sah 7.33 (0.53) 785.02 (23.09) 527.88 (13.55)
bidang lingkungan hidup sebesar (9,3%), dan
tp
Dana Penyesuaian 2.09 (0.15) 373.03 (10.97) 0.00 (0.00) bidang perumahan dan fasilitas umum (8,4%).
ht
Pendapatan Hibah 5.23 (0.38) 11.74 (0.35) 9.67 (0.25) Sementara, pengeluaran untuk fungsi yang
PENDAPATAN 1,374.21 (100) 3,400.01 (100) 3,895.90 (100)
lainnya memiliki proporsi di bawah 7 persen.
Sumber : DPPKA DIY
Populasi penduduk DIY menyumbang 1,4 persen populasi nasional dengan laju pertumbuhan
1,2 persen per tahun selama periode 2010-2015
id
persen laki-laki dan 50,6 persen perempuan terjadi penurunan angka kematian bayi
o.
atau perempuan lebih dominan. Populasi yang signifikan dan diikuti oleh penurunan
.g
penduduk DIY semakin bertambah setiap fertilitas. Namun, pada periode 2000-2010
ps
tahun dengan laju pertumbuhan berfluktuasi. pertumbuhan penduduk kembali meningkat
Hasil Sensus Penduduk tahun 1971 mencatat menjadi 1,04 persen per tahun.
jumlah penduduk DIY sebanyak 2,5 juta jiwa .bLaju pertumbuhan penduduk tercepat
ta
dan meningkat menjadi 3,5 juta jiwa di tahun selama empat dekade terjadi di Kabupaten
r
ka
2010. Jumlah penduduk ini diproyeksikan Sleman dan Bantul. Pada periode 2000-
akan bertambah menjadi 3,9 juta di tahun 2010, kedua daerah tersebut memiliki
a
2010-2020.
yo
persen per tahun. Laju ini melambat menjadi Jumlah penduduk DIY pada tahun 2017
0,58 persen per tahun di periode 1980- diproyeksikan mencapai 3,76 juta jiwa dengan
ht
Tabel 3.1.
Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan menurut Kabupaten/Kota di DIY, Hasil SP 1971-2010 (Jiwa)
Jumlah Penduduk (jiwa) Laju Pertumbuhan per Tahun (%)
Kabupaten/
Kota 1971- 1980- 1990- 2000-
1971 1980 1990 2000 2010
1980 1990 2000 2010
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
Kulon Progo 370 629 380 685 372 309 370 944 388 869 0.29 -0.22 -0.04 0.48
Bantul 568 618 634 442 696 905 781 013 911 503 1.21 0.94 1.19 1.57
Gunungkidul 620 085 659 486 651 004 670 433 675 382 0.68 -0.13 0.30 0.07
Sleman 588 304 677 323 780 334 901 377 1 093 110 1.56 1.43 1.50 1.96
Yogyakarta 340 908 398 192 412 059 396 711 388 627 1.72 0.34 -0.39 -0.21
DIY 2 488 544 2 750 128 2 912 611 3 120 478 3 457 491 1.10 0.58 0.72 1.04
Sumber : Data Sensus Penduduk 1971-2010, BPS DIY
1,9 persen dan 1,6 persen per tahun. artinya setiap 1 km2 wilayah dihuni oleh
Sementara, Kota Yogyakarta justru mengalami 1.085 penduduk. Kepadatan penduduk ini
pertumbuhan negatif sebesar 0,2 persen per menempati urutan ketiga secara nasional
tahun. Sebagai pusat perekonomian dan setelah DKI Jakarta (14.469 jiwa/km2) dan Jawa
pemerintahan, wilayah Kota Yogyakarta yang Barat (1.217 jiwa/km2). Dibandingkan dengan
terbatas sudah tidak mampu menampung tahun 2000, kepadatan penduduk tahun 2010
kelebihan penduduk akibat meningkatnya meningkat sebesar 106 jiwa/km2.
aktivitas perekonomian. Dampaknya, terjadi Kepadatan penduduk tertinggi tercatat
perkembangan kawasan pemukiman di Kota Yogyakarta. Setiap 1 km2 wilayah
yang cukup masif di wilayah yang menjadi Kota Yogyakarta dihuni oleh 11.958 jiwa
penyangga Kota Yogyakarta, terutama di penduduk pada tahun 2010. Tingginya
Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. kepadatan penduduk di Kota Yogyakarta
id
berkaitan dengan luas wilayah administrasi
Persebaran dan Kepadatan Penduduk
o.
yang terbatas (1,0% wilayah DIY) dan
.g
Persebaran penduduk DIY sampai saat posisinya sebagai pusat perekonomian dan
ini masih terpusat di Kabupaten Sleman dan pemerintahan. Kabupaten Sleman dan Bantul
ps
Bantul. Kedua kabupaten memiliki distribusi menjadi daerah yang memiliki peningkatan
penduduk terbesar dan cenderung meningkat. .b
ta
Secara proporsi, sebaran penduduk di Tabel 3.2.
r
Kabupaten Gunungkidul dan Kulonprogo Luas Wilayah (km2) dan Kepadatan Penduduk
ka
Kab/Kota
pertumbuhannya lebih lambat dibandingkan
2
Km % 1971 1980 1990 2000 2010
yo
dengan Sleman dan Bantul. Sementara, Kota (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
Kepadatan penduduk DIY pada tahun DIY 3 186 100 781 863 914 979 1 085
2010 tercatat sebesar 1.085 jiwa/km2, Sumber : Profil Kependudukan Hasil SP 2010, BPS DIY
Sumber : Profil Kependudukan Hasil SP 2010, BPS DIY Sumber : Profil Kependudukan DIY Hasil SP 2010, BPS DIY
id
Gunungkidul justru bermigrasi keluar dengan dibandingkan dengan tiga dekade
o.
motif ekonomi untuk mencari penghidupan sebelumnya. Sebaran populasi mulai
.g
yang lebih baik. kelompok usia <4 tahun sampai usia 40-44
ps
Komposisi Penduduk menurut Usia dan tahun menjadi lebih merata. Populasi pada
kelompok tua juga terlihat semakin membesar.
Jenis Kelamin .b
Secara umum, fenomena ini menggambarkan
ta
Perkembangan komposisi penduduk
perkembangan populasi kelompok usia
r
DIY menurut kelompok usia menunjukkan
ka
Piramida Penduduk DIY Hasil SP 1971, 1980, usia produktif perlu diantisipasi agar tidak
ht
Tabel 3.3.
30-34
25-29
20-24
15-19
10-14
Sex Ratio Penduduk DIY menurut Kabupaten/
05-09
00-04
Kota, Hasil Sensus Penduduk 1971- 2010
1971 1980 Rasio Jenis Kelamin
75+
Kab/Kota
70-74 1971 1980 1990 2000 2010
65-69
60-64 (1) (2) (3) (4) (5) (6)
55-59
50-54 Kulon Progo 94.3 94.8 96.0 97.0 96.2
45-49
40-44 Bantul 90.9 94.9 96.8 99.0 99.4
35-39
30-34
25-29
Gunungkidul 96.6 95.8 94.5 95.1 93.7
20-24
15-19 Sleman 92.6 96.3 99.0 101.8 100.5
10-14
05-09 Yogyakarta 98.9 100.7 96.2 95.8 94.8
00-04
id
kelompok umur. Nilai rasio jenis kelamin produktif dan sudah tidak produktif. Angka
o.
pada saat lahir sampai usia 29 tahun berada tersebut lebih tinggi dari tahun 2000 (44,7 %).
.g
di atas 100, artinya jumlah penduduk laki-laki
ps
lebih dominan dari perempuan. Mulai usia 30
Tahukah Anda ?
tahun ke atas, jumlah penduduk perempuan
cenderung lebih dominan dari laki-laki.
.b
Sex ratio penduduk DIY kurang dari 100,
ta
Bahkan, pada kelompok usia di atas 70 tahun artinya jumlah perempuan lebih dominan dari
r
Sex Ratio Penduduk DIY menurut Kelompok Dependency Ratio Penduduk DIY
Umur Hasil SP 2010 Hasil SP 1971-2010 (Persen)
tp
ht
Kulon Progo 85 72 58 52 54
Bantul 83 69 57 47 47
Gunungkidul 89 77 62 53 55
Sleman 86 70 50 39 42
Yogyakarta 63 49 39 34 36
DIY 82 69 55 45 46
Sumber : Profil Kependudukan DIY Hasil SP 2010, BPS DIY Sumber : Profil Kependudukan DIY Hasil SP 2010, BPS DIY
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di DIY selama sepuluh tahun terakhir berfluktuasi
pada kisaran 68-73 persen, sementara Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) berfluktuasi pada
kisaran 2-6 persen
id
merujuk pada rekomendasi dari International pengangguran, dan karakteristik penduduk
o.
Labor Organization (ILO). Penduduk berusia bekerja.
.g
produktif (15 tahun ke atas) berdasarkan Komposisi penduduk berusia kerja di
aktivitasnya dibagi menjadi dua kelompok,
ps
DIY berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja
yakni angkatan kerja dan bukan angkatan Nasional (Sakernas) dalam beberapa tahun
kerja. Angkatan kerja terbagi menjadi dua .b
terakhir disajikan dalam Tabel 4.1. Jumlah
ta
bagian yakni bekerja dan penganggur. penduduk berusia kerja meningkat dari 2,7
r
Sementara, bukan angkatan kerja mencakup juta jiwa di bulan Agustus 2010 menjadi 2,9
ka
penduduk yang statusnya bersekolah, juta jiwa di bulan Februari 2017. Komposisi
a
mengurus rumah tangga, dan lainnya. angkatan kerja terhadap penduduk berusia
gy
Pertumbuhan angkatan kerja sejalan kerja (TPAK) berfluktuasi antara 68-73 persen.
yo
tidak semua angkatan kerja mampu Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
ht
terserap oleh pasar tenaga kerja dan terjadi Jumlah angkatan kerja di DIY pada
ketidakseimbangan antara permintaan kondisi Februari 2017 tercatat sebanyak 2,1
dan penawaran tenaga kerja yang memicu juta jiwa, sehingga TPAK-nya sebesar 72,0
Gambar 4.1.
Bagan Pembagian Penduduk Berdasarkan Aktivitas Ketenakagerjaan
persen. Angka ini menggambarkan proporsi tenaga kerja. Sebaliknya, sebagian besar
atau bagian dari penduduk berusia kerja yang aktivitas mengurus rumah tangga di DIY masih
terlibat aktif dalam kegiatan perekonomian. dilakukan oleh penduduk perempuan.
Secara umum, terdapat pola TPAK bulan Perkembangan TPAK menurut wilayah
Februari yang cenderung lebih tinggi dari TPAK menunjukkan TPAK perdesaan selalu lebih
bulan Agustus. Fenomena ini terkait dengan tinggi dari perkotaan. TPAK perdesaan
siklus perekonomian terutama masa puncak berfluktuasi antara 73-82 persen dan TPAK
panen tanaman pangan yang terjadi selama perkotaan berfluktuasi antara 62-72 persen.
kuartal pertama setiap tahun. Masa puncak Fenomena ini terkait dengan kecenderungan
panen mendorong peningkatan TPAK di penduduk perkotaan yang lebih memilih
daerah perdesaan, karena pada masa tersebut menyelesaikan masa belajar sampai tuntas
permintaan pekerja pertanian meningkat. sebelum masuk pasar tenaga kerja dan
id
Perkembangan TPAK menurut jenis lebih selektif dalam memilih jenis pekerjaan.
o.
kelamin menunjukkan TPAK laki-laki selalu Sementara, penduduk perdesaan memiliki
.g
lebih tinggi dari perempuan. TPAK laki-laki masa bersekolah yang lebih singkat kemudian
ps
berfluktuasi pada kisaran 77-83 persen, masuk pasar tenaga kerja dengan motif
sementara TPAK perempuan berfluktuasi membantu ekonomi keluarga, meskipun
pada kisaran 57-67 persen. Fenomena ini
.b
berstatus pekerja keluarga dan bekerja di
ta
mengindikasikan keterlibatan penduduk sektor informal.
r
ka
sedikit perempuan yang masuk dalam pasar tenaga kerja. Perkembangan TPT DIY selama
://
Tahukah Anda?
tp
TPAK laki-laki selalu lebih tinggi dari perempuan dan TPAK perdesaan selalu
ht
Tabel 4.1.
Penduduk Berusia 15 Tahun ke Atas menurut Kegiatan Utama di DIY, 2010-2017 (Ribu Jiwa)
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Kegiatan
Ags Feb Ags Feb Ags Feb Ags Feb Ags Feb Ags Feb Ags Feb
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15)
Angkatan Kerja 1 882 1 991 1 934 1 970 1 989 1 958 1 949 2 033 2 023 2 098 1 971 2 097 2 099 2 116
Bekerja 1 775 1 881 1 850 1 892 1 912 1 885 1 886 1 989 1 956 2 013 1 891 2 038 2 042 2 056
Pengangguran 107 110 83 78 77 73 63 44 67 85 80 59 57 60
Bukan Angkatan Kerja 816 739 814 793 792 839 864 797 824 772 912 807 818 823
Sekolah 279 263 269 325 280 306 202 350 271 249 298 265 273 261
Mengurus Rumah
438 366 434 360 405 467 479 352 440 422 475 400 431 457
Tangga
Lainnya 99 111 111 109 107 66 183 95 114 100 138 142 114 105
Jumlah 2 698 2 730 2 747 2 764 2 780 2 797 2 813 2 830 2 848 2 870 2 883 2 904 2 918 2 939
TPAK (%) 69.76 72.93 70.39 71.29 71.52 70.01 69.29 71.84 71.05 73.10 68.38 72.20 71.96 72.00
TPT (%) 5.69 5.53 4.32 3.95 3.86 3.73 3.24 2.16 3.33 4.07 4.07 2.81 2.72 2.84
id
kecenderungan TPT perkotaan selalu lebih Tahukah Anda?
o.
tinggi dari daerah perdesaan. Fenomena ini
.g
menggambarkan angkatan kerja di perdesaan Pola TPT semakin menurun seiring dengan
ps
lebih mudah terserap pasar kerja. Alasannya, peningkatan kelompok usia, sementara
pada umumnya mereka akan menerima level TPT yang tertinggi terdapat pada
jenis pekerjaan apa saja termasuk pekerjaan
.b
kelompok terdidik (berpendidikan SLTA
ta
di sektor informal dan berstatus sebagai dan sarjana)
r
ka
mencocokkan jenis pekerjaan mendorong dan tinggi (SLTA ke atas) hampir seimbang.
://
TPT daerah perkotaan lebih tinggi dari TPT Pada kondisi Agustus 2016, angkatan kerja
yang berpendidikan SLTP ke bawah tercatat
tp
Gambar 4.2.
Perkembangan TPT menurut Wilayah di DIY, 2005-2017 (%)
8 7.6
6
6.3 6.3
6.1 6.1 6.0 6.0 6.0 6.0
5.7 5.5
5.4
5.1
4 4.3
4.0 4.1 4.1
3.9 3.7
3.2 3.3
2.8 2.8
2 2.7
2.2
0
Ags'06
Ags'09
Ags'07
Ags'08
Ags'10
Ags'11
Ags'12
Feb'13
Ags'13
Ags'14
Ags'15
Feb'16
Ags'16
Feb'05
Feb'06
Feb'07
Feb'08
Feb'09
Feb'10
Feb'11
Feb'12
Feb'14
Feb'15
Feb'17
Nov'05
yang berpendidikan SLTA ke atas mencapai semakin meningkat. Pada kondisi Agustus
52 persen. Perkembangan angkatan kerja 2016, proporsi keduanya mencapai 35 persen
menurut pendidikan dalam beberapa tahun dan 18 persen.
terakhir cukup dinamis. Komposisi angkatan Komposisi Penduduk Bekerja menurut
kerja berpendidikan SD ke bawah cenderung Lapangan Usaha
menurun dan yang berpendidikan SLTP
asar tenaga kerja di DIY masih
P
relatif stabil. Sebaliknya, angkatan kerja yang
didominasi oleh empat lapangan usaha,
berpendidikan SLTA ke atas komposisinya
yakni pertanian; perdagangan, hotel dan
semakin meningkat. Hal ini menggambarkan
restoran; jasa-jasa; dan industri pengolahan.
adanya perbaikan kualitas pendidikan
Lapangan usaha pertanian yang sangat
angkatan kerja.
dominan menyerap angkatan kerja pada
Komposisi penduduk bekerja masa awal pembangunan, secara berangsur-
id
menurut pendidikan hampir sama dengan angsur peranannya mulai tergantikan oleh
o.
komposisi angkatan kerja. Penduduk lapangan usaha perdagangan, hotel dan
.g
bekerja berpendidikan SD ke bawah masih restoran. Pada bulan Agustus 2016, lapangan
ps
cukup besar (13%) dan mayoritas terdapat usaha perdagangan, hotel dan restoran
di kawasan perdesaan. Komposisi pekerja
berpendidikan SLTA dan diploma/universitas
.b
menyerap 28,9 persen angkatan kerja.
Sementara, lapangan usaha pertanian masih
ta
mampu menyerap 23,3 persen angkatan
r
ka
terdidik mencapai 68 persen dari seluruh status dalam pekerjaan utama didominasi
penganggur.
ht
Pertambangan
SLTA 1.04
Sederajat Pertanian
35.18 23.27
id
lepas di sektor pertanian dan non pertanian
o.
tercatat sebesar 2,6 dan 5,6 persen, sementara Tahukah Anda?
.g
pekerja tak dibayar sebesar 12,5 persen.
Profil pekerja tak penuh pada umumnya
ps
Struktur penduduk bekerja menurut bekerja sektor pertanian, berada di kawasan
jumlah jam kerja selama minggu terlihat
cukup dinamis. Proporsi pekerja yang bekerja
.b
perdesaan, berstatus pekerja tak dibayar
atau pekerja keluarga, dan berpendidikan
ta
di atas jam kerja normal (35 jam seminggu) SD dan SLTA
r
ka
pada bulan Agustus 2016. Pada bulan Februari UMP merupakan standar upah minimal
2017 proporsinya mencapai 71,1 persen. yang harus dibayarkan oleh pengusaha/
yo
bekerja di bawah jam kerja normal (35 jam yang disesuaikan dengan tingkat kebutuhan
tp
seminggu) berfluktuasi antara 24-34 persen. hidup minimum yang layak (KHL) yang berlaku
ht
Sumber: diolah dari Sakernas Agustus 2016, BPS DIY Sumber: Sakernas 2011-2017, BPS DIY
di provinsi yang bersangkutan. Tujuan utama Perkembangan UMP DIY selama periode
penetapan upah minimum adalah untuk 2007-2017 terlihat semakin meningkat seiring
menjaga daya beli penduduk atau pekerja dengan perkembangan harga barang dan jasa
akibat adanya kenaikan harga barang atau kebutuhan rumah tangga. Pada tahun 2017,
inflasi yang terjadi secara gradual. Penentuan UMP DIY secara nominal ditetapkan sebesar
UMP dilakukan oleh Dewan Pengupahan Rp1,44 juta per bulan. UMP ini mengacu pada
Daerah yang terdiri dari perwakilan birokrat, upah minimum Kabupaten Gunungkidul.
akademisi, dan serikat pekerja. UMP Sementara, upah minimum yang tertinggi
didasarkan pada hasil survei kebutuhan hidup ditetapkan di Kabupaten Sleman sebesar
minimum yang dilakukan setiap tahun. Nilai Rp1,57 juta sebulan. Dibandingkan dengan
UMP DIY diambil dari nilai Upah Minimum tahun 2016, upah minimum di semua
Kabupaten (UMK) yang terendah di wilayah kabupaten/kota di DIY tahun 2017 secara
id
DIY yakni UMK Kabupaten Gunungkidul. nominal meningkat sebesar 8,2 persen.
o.
UMP menjadi isu yang sensitif karena Peningkatan ini berlaku sama di semua
.g
dalam realita tidak semua perusahaan/ kabupaten/kota, meskipun dari sisi KHL
ps
pengusaha memiliki kemampuan melakukan peningkatannya cenderung bervariasi antar
daerah dan sangat tergantung pada tingkat
pembayaran upah sesuai dengan ketentuan. .b
perubahan harga komoditas yang berlaku di
ta
Sementara, nilai UMP yang ditetapkan dari
sisi pekerja dinilai masih jauh dari kebutuhan masing-masing daerah.
r
ka
1400 1,338
ht
Sleman 1 127 000 1 200 000 1 338 000 1 448 385 400
200
Yogyakarta 1 173 300 1 302 500 1 452 400 1 572 200
0
UMP DIY 988 500 1 108 249 1 235 700 1 337 650 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Salah satu tujuan negara yang diamanahkan dalam Pembukaan UUD 1945 adalah
mencerdaskan kehidupan bangsa. Langkah yang ditempuh pemerintah untuk
mewujudkannya adalah dengan meningkatkan kualitas manusia melalui jalur
pendidikan formal maupun non formal.
id
rasio murid-sekolah, rasio murid-guru, rasio jenjang pada tahun ajaran 2015/2016 tercatat
murid-kelas, angka partisipasi sekolah, angka
o.
di Kota Yogyakarta. Hal ini disebabkan oleh
melek huruf, dan rata-rata lama bersekolah kapasitas atau daya tampung sekolah di
.g
penduduk. Kota Yogyakarta yang relatif lebih besar dan
ps
jumlah kelas paralel lebih banyak.
Rasio Murid-Sekolah, Murid-Kelas, dan
Murid-Guru
.b
Rasio murid-kelas menggambarkan
ta
kapasitas kelas dalam menampung siswa.
Infrastruktur pendidikan pada berbagai
r
Tabel 5.1.
Rasio Murid-Sekolah, Murid-Kelas, dan Murid-Guru menurut Kabupaten/Kota di DIY
Kabupaten/ Rasio Murid-Sekolah Rasio Murid-Kelas Rasio Murid-Guru
Kota TK SD SMP SMA SMK TK SD SMP SMA SMK TK SD SMP SMA SMK
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16)
Kulonprogo 29 99 228 151 313 20 16 25 23 28 12 11 11 9 9
Bantul 51 202 347 362 324 16 23 28 26 29 15 16 13 10 8
Gunungkidul 28 103 216 200 376 17 17 26 23 35 11 12 11 7 10
Sleman 55 177 336 355 370 20 24 29 24 28 13 15 13 9 10
Yogyakarta 54 262 386 539 517 15 26 30 28 34 13 17 14 11 10
DIY 2015/2016 43 154 296 325 373 17 21 28 25 30 13 14 13 10 9
2014/2015 43 152 298 309 366 19 21 29 29 26 13 14 12 9 9
2013/2014 42 151 290 302 368 20 21 27 26 26 12 13 12 9 9
2012/2013 40 153 283 300 378 19 21 29 26 27 12 13 12 9 10
2011/2012 39 153 284 299 388 20 18 28 27 29 11 13 11 9 10
2010/2011 38 153 294 479 395 20 21 29 45 30 11 13 11 14 10
2009/2010 38 153 296 288 387 21 22 30 28 30 11 13 11 8 9
Sumber: diolah dari data Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olah Raga DIY
id
karena ketersediaan tenaga pendidik masih 2016. APS penduduk berusia 19-24 tahun
o.
tercukupi. juga semakin meningkat secara bertahap dan
.g
Angka Partisipasi Sekolah (APS) tercatat pada level 50 persen.Hal ini berarti
ps
masih terdapat13 persen penduduk berusia
APS merupakan ukuran daya serap
16-18 tahun dan 50 persen penduduk berusia
sistem pendidikan terhadap penduduk .b
19-24 tahun yang tidak/belum pernah
ta
usia sekolah. Indikator ini berguna untuk
bersekolah atau sudah tidak sekolah lagi.
r
berpartisipasi sekolah.
APS mencerminkan semakin besar peluang
ht
Gambar 5.1.
Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut Kelompok Usia Sekolah di DIY, 2003-2016 (Persen)
98.7 98.8 99.1 99.4 99.3 99.6 99.7 99.7 99.5 99.8 99.9 99.9 99.9 99.8
100
20
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
id
tahun yang sedang tidak bersekolah pada
Partisipasi sekolah penduduk juga bisa
o.
jenjang SLTP dan SLTA. Penyebabnya adalah
dikaji menggunakan APM. APM dihitung dari
.g
terlambat/terlalu cepat masuk sekolah, kasus
jumlah penduduk yang sedang bersekolah
ps
tinggal kelas/mengikuti program akselerasi,
pada jenjang sekolah yang sesuai dengan
atau kemungkinan sudah putus sekolah
usianya dibagi dengan jumlah penduduk .b
karena berbagai alasan baik ekonomi (bekerja
ta
pada kelompok usia yang sama. Indikator ini
atau biaya tidak terjangkau) maupun alasan
r
berguna untuk melihat proporsi penduduk
ka
Gambar 5.2.
Angka Partisipasi Sekolah Murni (APM) menurut Jenjang di DIY, 2003-2016 (Persen)
id
lainnya. 2009, RLS dihitung menggunakan kelompok
o.
erkembangan AMH penduduk DIY
P penduduk berusia15 tahun ke atas dan
.g
selama periode 2010-2016 menunjukkan mulai tahun 2010 dihitung menggunakan
ps
kecenderungan yang semakin meningkat. kelompok penduduk berusia 25 tahun ke atas.
Pendekatan baru menghasilkan RLS yang
Pada tahun 2010, AMH DIY mencapai 90,8 .b
lebih rendah, tetapi lebih menggambarkan
ta
persen dan meningkat secara bertahap
menjadi 94,6 persen di tahun 2016. Artinya, kondisi yang sebenarnya.
r
ka
masih ada 5,4 persen penduduk yang berstatus Perkembangan RLS DIY tahun 2010-
2016 terlihat semakin meningkat. RLS DIY
a
tulis). Dibandingkan dengan angka nasional, tahun 2016 mencapai 9,1 tahun, artinya rata-
AMH penduduk DIY tercatat lebih rendah lebih rata lama masa sekolah yang dijalani oleh
yo
rendah. Berdasarkan kelompok usia, terlihat penduduk berusia 25 tahun ke atas hingga
://
cukup jelas penyebab tingginya AMH di DIY jenjang tertinggi setara dengan kelas 9 SLTP.
tp
adalah andil AMH pada kelompok penduduk RLS DIY secara umum lebih tinggi dari level
nasional. Fenomena ini menggambarkan
ht
Sumber : Susenas bulan Maret, BPS Sumber : Susenas bulan Maret, BPS
Kualitas kesehatan penduduk dapat sebelumnya, jumlah rumah sakit dan kapasitas
dikaji menggunakan beberapa indikator. tempat tidur bertambah secara nyata.
id
Beberapa diantaranya adalah ketersediaan Rasio rumah sakit per 100.000 penduduk
infrastruktur dan tenaga kesehatan,
o.
mencapai 2 unit. Artinya, terdapat 2 unit
kemudahan mengakses sarana yang tersedia,
.g
rumah sakit untuk setiap 100.000 penduduk
angka kematian bayi, angka harapan hidup, atau satu rumah sakit rata-rata menanggung
ps
dan angka kesakitan. pelayanan sekitar 50 ribu jiwa penduduk.
Infrastruktur Kesehatan
.b
Persebaran fasilitas kesehatan rumah sakit
ta
terlihat belum merata dan masih terpusat di
Infrastruktur kesehatan yang tersedia
r
Tabel 6.1.
Jumlah Sarana dan Tenaga Penolong Kesehatan menurut Wilayah di DIY, 2016
Rumah Tenaga Medis (Dokter)
Kabupaten/ Rumah Puskes Puskes Puskes Jum Tenaga Tenaga Tenaga Tenaga
Sakit Klinik Spe
Kota Sakit mas tu ling Umum Gigi lah Perawat Bidan Farmasi Lainnya
Bersalin sialis
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15)
DIY 73 43 121 319 121 150 1 238 847 283 2 368 2 752 4 732 2 447 846
id
Indikator lain yang biasa digunakan tenaga penolong persalinan yang terdidik
o.
untuk mengkaji derajat kesehatan masyarakat serta peningkatan pengetahuan ibu tentang
.g
adalah Angka Kematian Bayi. Namun, tata cara perawatan bayi pasca kelahiran dan
ps
indikator ini belum tersedia secara berkala di masa kehamilan.
setiap tahun. Perkembangan angka kematian
bayi DIY dalam beberapa dekade terakhir .b
Tenaga Penolong Persalinan
ta
menunjukkan kecenderungan yang menurun, Berdasarkan hasil Susenas, mayoritas
r
ini menggambarkan derajat kesehatan medis lainnya. Sampai tahun 2015, proses
gy
masyarakat terutama ibu dan bayi yang persalinan pertama dan terakhir telah
yo
kehamilan, persalinan, dan pasca persalinan. atau tenaga tradisional jumlahnya semakin
ht
10
Dokter Kandungan
51.9
5
Dokter Umum
0 1.07
SP 2000 SDKI 2002 SDKI 2007 SP 2010 SDKI 2012
id
ideal secara biologis dan psikologis bagi peningkatan pengetahuan ibu terkait dengan
o.
wanita adalah 21-25 tahun, namun Undang- manfaat ASI bagi bayi mereka. Hal yang harus
.g
undang Perkawinan memperbolehkan usia menjadi perhatian adalah masih ada balita
pernikahan bagi wanita minimal adalah 16
ps
berusia 2-4 tahun yang mendapat asupan ASI
tahun dan Undang-undang Perlindungan kurang dari 5 bulan, proporsinya sebesar 6
Anak minimal 18 tahun. .b
persen di tahun 2014.
ta
Berdasarkan data Susenas, mayoritas Rata-rata lama periode menyusui balita
r
atas sebesar 24,2 persen. Namun demikian, pemberian ASI ditambah dengan makanan
proposi wanita yang kawin pada usia 16 tahun
://
terdapat di Gunungkidul dengan proporsi bulan, artinya sudah melebihi ketentuan dari
13,6 persen dan Kulon Progo 8,3 persen. Kementerian Kesehatan.
Kulon Progo Bantul Gunungkidul Sleman Yogyakarta DIY Kulon Progo Bantul Gunungkidul Sleman Yogyakarta DIY
Sumber : Diolah dari Data Susenas Maret 2016, BPS Sumber : Diolah dari Data Susenas Maret 2016, BPS
id
rata-rata yang usia akan dijalani oleh seorang
kesehatan, sebanyak 47,8 persen
o.
bayi yang dilahirkan hidup pada tahun
mengakibatkan terganggunya aktivitas
.g
2010 hingga akhir hayatnya adalah 74,2
sehari-hari dengan rata-rata lama terganggu
tahun. Secara bertahap, usia harapan hidup
ps
sebanyak 5,4 hari. Sebanyak 22,4 persen
penduduk DIY terus meningkat hingga 74,7
penduduk yang mengalami keluhan
.b
tahun di tahun 2016.
ta
Tabel 6.2. Dibandingkan dengan provinsi lain
r
Berobat Jalan di DIY, 2016 Angka Harapan hidup level nasional di tahun
gy
Mengalami Meng Rata-rata Jenis 2016 tercatat sebesar 70,9 tahun. Semua
yo
Kabupaten/ Berobat
Kota
Keluhan ganggu Lama Gangguan
Jalan kabupaten/kota di DIY tercatat memiliki
Kesehatan Aktivitas Terganggu Parah
angka harapan hidup lebih tinggi dari level
://
Pembangunan manusia dimaknai sebagai perluasan pilihan bagi penduduk yang dapat
dilihat sebagai proses upaya ke arah “perluasan pilihan” atau sekaligus sebagai taraf yang
dicapai dari upaya tersebut (UNDP, 1991). Konsep ini mengkaji manusia dari dua sisi yang
berbeda, yakni meningkatkan kapabilitas fisik atau kemampuan berfungsi dan bagaimana
memanfaatkan kapabilitas yang dimiliki untuk aktivitas yang sifatnya produktif.
id
persinggungan dengan tujuan pembangunan standar kehidupan yang layak (standard of
o.
milenium (MDG’s) maupun tujuan living). Indeks ini dirilis pertama kali oleh
.g
pembangunan berkelanjutan (SDG’s). UNDP pada tahun 1990 dan sudah dihitung
ps
Keduanya menempatkan manusia sebagai secara berkala sampai level kabupaten/kota di
titik sentral dalam proses pembangunan Indonesia oleh BPS.
dan hampir semua dimensi pembangunan .b
Metode penghitungan dan
ta
manusia yang paling mendasar tertuang ke indikator penyusun IPM telah mengalami
r
ka
dalam butir-butir MDG’s maupun SDG’s. penyempurnaan beberapa kali sejak dirilis
Capaian pembangunan manusia dan penyempurnaan terakhir dilakukan
a
gy
di suatu wilayah beserta perbandingan pada tahun 2014. Hal ini dilakukan dengan
antarwilayah maupun antarwaktu dapat dikaji pertimbangan beberapa indikator sudah tidak
yo
menggunakan Indeks Pembangunan Manusia tepat untuk digunakan, seperti Angka Melek
://
(IPM). IPM merupakan indeks komposit yang Huruf (AMH) sudah tidak relevan dan indikator
tp
merangkum dimensi pembangunan manusia PDB/PDRB per kapita juga belum bisa
yang paling mendasar. Ketiga dimensi tersebut
ht
id
DIY juga semakin meningkat sampai level Kota Yogyakarta dan diikuti oleh Sleman
o.
78,38 di tahun 2016. Berdasarkan kriteria dan Bantul. Ketiga daerah memiliki capaian
.g
UNDP, nilai IPM DIY selama beberapa tahun IPM di atas level DIY. IPM Kota Yogyakarta
ps
terakhir sudah berada dalam kategori tinggi dan Kabupaten Sleman tahun 2016 berada
(IPM antara 70-80). pada kategori sangat tinggi (IPM>80). IPM
.b
Kabupaten Bantul dan Kulonprogo berada
ta
Perkembangan IPM DIY memiliki pola
pada kategori tinggi (IPM antara 70-80).
yang searah dengan IPM nasional. Secara
r
Sumber : IPM 2012-2016, BPS DIY Sumber : IPM 2010-2016, BPS DIY
Pengukuran dan Perkembangan Garis per hari ditambah dengan kebutuhan non
Kemiskinan makanan (pakaian, perumahan, pendidikan,
id
Dimensi kemiskinan tidak semata kesehatan dan kebutuhan dasar lainnya).
o.
menyangkut aspek ekonomi, tetapi juga Kebutuhan dasar minimum ini disebut garis
.g
menyangkut aspek sosial dan kultural. kemiskinan. Seseorang dikatakan miskin
ps
Namun, metode pengukuran kemiskinan apabila memiliki pengeluaran per bulan di
bawah garis kemiskinan.
yang digunakan di banyak negara termasuk
Indonesia masih bertumpu pada pendekatan
.b
Garis kemiskinan DIY selama periode
ta
ekonomi atau moneter. Konsep kemiskinan 2002-2017 menunjukkan perkembangan
r
ka
(basic needs approach). Kebutuhan dasar rumah tangga (inflasi). Pada kondisi Maret
minimum diterjemahkan sebagai ukuran 2002, nilai nominal garis kemiskinan DIY
yo
finansial dalam bentuk nominal uang yang tercatat sebesar Rp113,- ribu perkapita
://
mencakup kebutuhan makanan yang sebulan. Angka ini meningkat secara bertahap
tp
disetarakan dengan 2100 kalori per kapita menjadi Rp374,- ribu di bulan Maret 2017.
ht
Gambar 8.1.
Perkembangan Garis Kemiskinan menurut Wilayah di DIY, 2002-2017(000 Rp)
400
Perkotaan (K) Perdesaan (D) K+D
350
300
250
200
150
100
50
Mar Mar Mar Mar Mar Mar Mar Mar Mar Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2011 2012 2012 2013 2013 2014 2014 2015 2015 2016 2016 2017
K 124 137 148 161 196 201 209 228 240 266 274 275 285 297 318 327 334 348 359 365 371 385
D 103 107 115 131 149 156 170 183 195 218 227 232 242 257 276 286 296 312 324 331 337 348
K+D 113 127 134 148 171 185 195 212 224 250 258 260 270 283 304 313 321 336 348 354 360 374
id
konsumsi. Ukuran kemiskinan diestimasi
berdasarkan data Susenas kor secara berkala listrik, dan gas). Kenaikan harga komoditas ini
o.
pada bulan Maret dan September. mendorong kenaikan harga barang dan jasa
.g
yang lainnya, sehingga garis kemiskinan naik
ps
Perkembangan Penduduk Miskin DIY dan berpengaruh pada peningkatan jumlah
maupun persentase penduduk miskin.
Perkembangan jumlah penduduk .b
ta
miskin (Head Count-HC) DIY selama periode Lebih dari satu dekade terakhir, tingkat
2000-2017 menunjukkan pola yang semakin kemiskinan di daerah perdesaan selalu lebih
r
ka
tahun 2000, jumlah penduduk miskin tercatat perkotaan. Hal ini terlihat dari persentase
gy
sebanyak 1.035,8 ribu jiwa dengan persentase penduduk miskin perdesaaan yang selalu
(Head Count Index-HCI) sebesar 33,39 persen. lebih tinggi dari perkotaan, meskipun dari
yo
Tingginya level kemiskinan pada saat itu masih sisi jumlah penduduk miskin (head count) di
://
dipengaruhi oleh dampak krisis ekonomi daerah perkotaan sudah melampaui daerah
tp
ht
Tabel 8.1.
Perkembangan Jumlah (Head Count-HC) dan Persentase (Head Count Index-HCI) Penduduk
Miskin menurut Wilayah di DIY, 2000-2017
Perkotaan (K) Perdesaan (D) Kota + Desa (K+D) Perkotaan (K) Perdesaan (D) Kota + Desa (K+D)
Tahun Tahun
HC (000) HCI (%) HC (000) HCI (%) HC (000) HCI (%) HC (000) HCI (%) HC (000) HCI (%) HC (000) HCI (%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Mar 2000 436.6 24.58 599.2 45.17 1,035.8 33.39 Sep 2011 298.9 12.88 265.3 22.57 564.2 16.14
Mar 2001 266.8 14.56 500.8 38.65 767.6 24.53 Mar 2012 305.9 13.13 259.4 21.76 565.3 16.05
Mar 2002 303.8 16.17 331.9 25.96 635.7 20.14 Sep 2012 306.5 13.10 255.6 21.29 562.1 15.88
Mar 2003 303.3 16.44 333.5 24.48 636.8 19.86 Mar 2013 315.5 13.43 234.7 19.29 550.2 15.43
Mar 2004 301.4 15.96 314.8 23.65 616.2 19.14 Sep 2013 325.5 13.73 209.7 17.62 535.2 15.03
Mar 2005 340.3 16.02 285.5 24.23 625.8 18.95 Mar 2014 333.0 13.81 211.8 17.36 544.9 15.00
Mar 2006 346.0 17.85 302.7 27.64 648.7 19.15 Sep 2014 324.4 13.36 208.2 16.88 532.6 14.55
Mar 2007 335.3 15.63 298.2 25.03 633.5 18.99 Mar 2015 329.7 13.43 220.6 17.85 550.2 14.91
Mar 2008 324.2 14.99 292.1 24.32 616.3 18.32 Sep 2015 292.6 11.93 192.9 15.62 485.6 13.16
Mar 2009 311.5 14.25 274.3 22.60 585.8 17.23 Mar 2016 297.7 11.79 197.2 16.63 494.9 13.34
Mar 2010 308.4 13.98 268.9 21.95 577.3 16.83 Sep 2016 301.3 11.68 187.6 16.27 488.8 13.10
Mar 2011 304.3 13.16 256.6 21.82 560.9 16.08 Mar 2017 309.0 11.72 179.5 16.11 488.5 13.02
perdesaan sejak tahun 2005. Pada Kondisi menggambarkan sejauh mana pendapatan
Maret 2017, kemiskinan daerah perdesaan kelompok penduduk miskin menyimpang
tercatat mencapai 16,1 persen atau turun dari garis kemiskinan. Sementara, indeks
0,16 poin dari kondisi September 2016. keparahan kemiskinan (P2) menyatakan
Sementara, kemiskinan di daerah perkotaan ketimpangan pendapatan di antara penduduk
tercatat sebesar 11,7 persen atau naik 0,04 miskin. Semakin tinggi nilai indeks kedalaman
poin dibandingkan kondisi September 2016. dan keparahan menunjukkan persoalan
kemiskinan yang semakin kronis.
Perkembangan indeks kedalaman dan
Tahukah Anda? keparahan kemiskinan di DIY selama periode
2007-2017 menunjukkan kecenderungan
Gap kemiskinan perkotaan dan perdesaan DIY
yang semakin menurun secara berfluktuasi.
id
dalam dua dekade terakhir semakin mengecil.
Penurunan ini menjadi sinyal yang cukup
o.
Level kemiskinan DIY masih berada di atas
rata-rata nasional. Lambatnya penurunan mengembirakan bagi pengentasan
.g
kemiskinan disebabkan oleh pertumbuhan
kemiskinan. Kedua indeks terlihat beberapa
ps
pendapatan yang tidak dikompensasi oleh
perbaikan distribusi pendapatan. kali meningkat di bulan Maret 2009 dan Maret
.b
2012 dan Maret 2015. Penyebab kenaikan
ta
Perkembangan Indeks Kedalaman dan kedua indeks adalah pertumbuhan garis
Keparahan Kemiskinan DIY kemiskinan yang melebihi pertumbuhan
r
ka
mencakup jumlah dan persentase penduduk Garis kemiskinan meningkat akibat pengaruh
gy
miskin, tapi juga menyangkut aspek inflasi yang cukup tinggi selama periode-
periode tersebut.
yo
Gambar 8.2.
Perkembangan Indeks Kedalaman dan Indeks Keparahan Kemiskinan DIY, 2007-2017
5.00
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
4.50
4.00 3.80
3.52 3.47
3.35
3.50
2.85 2.89 2.93
3.00
2.51 2.48 2.40 2.35 2.32 2.30
2.50 2.13 2.19 2.19
2.00 1.75
0.00
Mar Mar Mar Mar Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar
2007 2008 2009 2010 2011 2011 2012 2012 2013 2013 2014 2014 2015 2015 2016 2016 2017
id
bulan yang sama di tahun 2016, tetapi sedikit ribu jiwa. Sementara, populasi penduduk
o.
meningkat jika dibandingkan dengan periode miskin terendah terdapat di Kota Yogyakarta
.g
September 2016. Penurunan kedua indeks sebanyak 32,1 ribu jiwa.
ps
menggambarkan secara rata-rata pengeluaran Berdasarkan persentase, Kabupaten
penduduk miskin semakin mendekati garis .b
Kulon Progo dan Gunungkidul menjadi
ta
kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran di daerah dengan tingkat kemiskinan tertinggi.
antara penduduk miskin semakin menyempit.
r
Persentase penduduk miskin di kedua daerah
ka
levelnya lebih rendah dari penduduk persentase masing-masing sebesar 7,7 persen
perkotaan
dan 8,2 persen di bulan Maret 2016.
Tabel 8.2.
Perkembangan Indikator Kemiskinan menurut Kabupaten/Kota di DIY, 2014-2015
2014 2015 2016
Kabupaten/
Kota GK HC (000 GK HC (000 GK HC (000
P0 P1 P2 P0 P1 P2 P0 P1 P2
(Rp 000) Jiwa) (Rp 000) Jiwa) (Rp 000) Jiwa)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16)
Kulon Progo 265 575 84.67 20.64 3.22 0.69 273 436 88.13 21.40 4.16 1.24 297 353 84.34 20.30 3.55 1.00
Bantul 301 986 153.49 15.89 2.44 0.59 312 514 160.15 16.33 3.16 0.89 332 057 142.76 14.55 2.02 0.41
Gunungkidul 243 847 148.39 20.83 3.74 1.03 250 630 155.00 21.73 4.55 1.33 264 637 139.15 19.34 4.16 1.30
Sleman 306 961 110.44 9.50 1.15 0.22 318 312 110.96 9.46 1.46 0.37 334 406 96.63 8.21 1.36 0.34
Yogyakarta 366 520 35.60 8.67 1.14 0.26 383 966 35.98 8.75 1.06 0.23 401 193 32.06 7.70 1.05 0.19
DIY 321 056 532.59 14.55 2.35 0.61 335 886 550.23 14.91 2.93 0.83 354 084 494.94 13.34 2.30 0.59
id
menunjukkan pola yang bervariasi. Secara September.
o.
umum, semua indikator kemiskinan tahun
.g
2016 di semua kabupaten/kota di DIY tercatat Distribusi pendapatan penduduk DIY
ps
mengalami penurunan dibandingkan dengan selama periode 2005-2017 menunjukkan pola
tahun 2015. Artinya, Kondisi kemiskinan yang semakin tidak merata. Hal ini terlihat
kabupaten/kota tahun 2016 relatif lebih baik
.b
dari pengeluaran penduduk pada kelompok
ta
dibandingkan dengan tahun sebelumnya 40 persen berpendapatan terendah yang
r
0.450
0.423
0.407 0.434 0.439 0.435
0.432
47.8 43.7 46.2 44.7 46.0 48.0 47.8 0.416 0.419 0.425
49.6 50.6 50.9 50.0 50.3 50.1 0.400 0.420
0.378 0.376
0.350
16.1 17.4 19.1 18.1 18.8 18.8 17.1 15.5 15.3 16.8 15.7 15.1 15.0
0.250
Mar Mar Mar Mar Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
2007 2008 2009 2010 2011 2011 2012 2012 2013 2013 2014 2014 2015 2015 2016 2016 2017
Sumber : diolah dari Susenas bulan Maret, BPS Sumber : diolah dari Susenas Maret dan September, BPS
id
indeks Gini DIY terlihat lebih tinggi atau meningkat hingga tahun 2011. Namun,
o.
distribusi pendapatannya lebih timpang. mulai tahun 2012 hingga 2016 nilai indeks
.g
Williamson tercatat mulai menurun hingga
ps
ke level 0,466. Peningkatan pertumbuhan
Tahukah Anda? ekonomi di Kulonprogo dan Gunungkidul
.b
yang lebih cepat akibat maraknya kegiatan
ta
Distribusi pendapatan di daerah perdesaan investasi mendorong turunnya level indeks
r
Williamson di DIY.
Indeks Gini perdesaan pada bulan Maret 2017
a
sebesar 0,44.
Perkembangan Indeks Ketimpangan Regional
(Indeks Williamson) DIY, 2010-2016 (Persen)
yo
pemicu tingginya ketimpangan pendapatan Sumber : diolah dari data PDRB Kabupaten/Kota DIY, BPS
Lapangan usaha pertanian masih menjadi andalan DIY dalam menghasilkan nilai tambah
maupun menyerap angkatan kerja. Kelangsungan usaha pertanian sangat ditentukan oleh
keberadaan lahan. Mayoritas usaha pertanian di DIY adalah pertanian berbasis lahan, baik
lahan sawah maupun lahan bukan sawah.
id
pertanian. Luas area pertanian DIY pada tahun bukan sawah didominasi oleh lahan tegal/
o.
2016 mencapai 241,1 ribu hektare atau 75,7 kebun dengan proporsi 56 persen. Sisanya,
persen dari luas wilayah DIY. Lahan pertanian merupakan lahan hutan rakyat, tambak,
.g
terdiri dari lahan sawah seluas 55,3 ribu hektare kolam, empang, dan lainnya. Berdasarkan
ps
dan lahan bukan sawah seluas 185,6 ribu wilayah, lahan bukan sawah sebagian besar
hektare. Sementara, lahan bukan pertanian .b
terdapat di Kabupaten Gunungkidul dengan
ta
yang mencakup lahan untuk pemukiman, proporsi mencapai 63,1 persen.
r
perkantoran/pertokoan, pabrik, dan lainnya. Perkembangan luas area pertanian
ka
Luasnya mencapai 77,5 ribu hektare atau 24,3 cenderung berkurang dari tahun ke tahun dan
a
persen dari luas wilayah DIY. beralih fungsi menjadi kawasan pemukiman,
gy
Lahan sawah di DIY didominasi oleh lahan pertokoan, pabrik, dan lainnya. Hal yang
yo
berpengairan atau beririgasi dengan proporsi perlu mendapat perhatian lebih serius adalah
mencapai 83 persen. Sisanya, sebesar 17 laju alih fungsi pada lahan pertanian produktif
://
persen merupakan lahan sawah tadah hujan. terutama lahan sawah berpengairan yang
tp
Distribusi lahan sawah menurut kabupaten/ terjadi semakin masif. Selama periode 2005-
ht
Lahan Bukan Sawah 187 289 (58.79) 186 821 (58.64) 185 821 (58.33)
Tegal/Kebun 104 555 (32.82) 103 786 (32.58) 103 697 (32.55)
27.4%
Sementara Tidak
921 (0.29) 888 (0.28) 885 (0.28) 7.0% Bantul
Diusahakan
Hutan Rakyat, Huma,
81 813 (25.68) 82 147 (25.79) 81 239 (25.50) 18.7% 18.8% Kulon Progo
Tambak, Kolam, dll)
Lahan Bukan Pertanian 75 641 (23.74) 76 334 (23.96) 77 467 (24.32)
Lahan Sawah Lahan Bukan
Jumlah 318 580 (100) 318 580 (100) 318 580 (100) Sawah
Sumber: Laporan Statistik Tanaman Pangan dan Penggunaan Lahan, BPS DIY Sumber: Laporan Statistik Penggunaan Lahan
id
Yogyakarta.
Produksi padi sangt ditentukan oleh
o.
faktor musim dan cuaca, terutama curah
Produksi Padi
.g
hujan. Masa penanaman padi secara masif
Beras menjadi komoditas pangan yang
ps
dilaksanakan pada bulan Oktober sampai
bernilai strategis, karena menjadi bahan dengan Desember atau pada saat memasuki
makanan pokok sebagian besar penduduk. .b
musim penghujan. Panen raya akan terjadi
ta
Jaminan ketersediaan pasokan beras dan pada bulan Januari-April (subround I) setiap
r
stabilitas harganya menjadi bidang intervensi tahun. Rata-rata luas panen padi di bulan
ka
pemerintah baik dalam proses produksi, Januari-April tercatat dua kali lipat luas panen
a
Produksi padi DIY dalam satuan pada bulan Mei-Agustus rata-rata dua kali lipat
yo
gabah kering panen selama dua dekade luas panen bulan September-Desember.
terakhir menunjukkan perkembangan yang
://
bertahap meningkat sampai level 975 ribu ton Produksi padi sawah DIY disumbang oleh luas
panen di Sleman (44,9%) dan Bantul ( 25,8%)
Tabel 9.2. sementara produksi padi ladang disumbang
oleh luas panen di Gunungkidul (98,6%)
Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi
di DIY, 1993-2016
Gambar 9.2.
Luas Produk Luas Produk
Produksi Produksi
Tahun Panen tivitas
(Ton)
Tahun Panen tivitas
(Ton)
Luas Panen Tanaman Padi di DIY
(Ha) (Ku/Ha) (Ha) (Ku/Ha)
menurut Subround, 2007-2014 (Hektare)
(1) (2) (3) (4) (1) (2) (3) (4)
1993 136 534 47.21 644 642 2005 130 973 51.21 670 703 140
1994 135 838 47.36 643 266 2006 132 374 53.50 708 163 133.9
120
1995 135 346 47.44 642 120 2007 133 369 53.18 709 294
100
1996 137 402 48.12 661 179 2008 140 167 56.95 798 232
92.8
80 88.6 88.3
1997 134 204 48.22 647 198 2009 145 424 57.62 837 930
1998 137 771 45.12 621 605 2010 147 058 56.02 823 887 60
1999 134 570 45.51 612 393 2011 150 827 55.89 842 934 40 48.5 46.0 47.9 48.2
2000 137 849 47.46 654 289 2012 152 912 61.88 946 224
20
22.2 20.1 19.6 22.4
2001 137 259 48.22 661 802 2013 159 266 57.88 921 824
0
2002 134 848 48.47 653 577 2014 158 903 57.87 919 573
Jan-Apr
Jan-Apr
Jan-Apr
Mei-Ags
Mei-Ags
Jan-Apr
Mei-Ags
Mei-Ags
Sep-Des
Sep-Des
Sep-Des
Sep-Des
2003 130 681 49.91 652 280 2015 155 838 62.57 975 136
2004 132 869 53.05 692 998 2016 158 132 55.82 882 702 2013 2014 2015 2016
Sumber: Laporan Statistik Tanaman Pangan, BPS DIY Sumber: Laporan Statistik Tanaman Pangan, BPS DIY
id
345,6 ribu ton. Namun, produksi jagung produktivitas akibat pengaruh intensitas hujan
o.
dalam enam tahun terakhir terlihat menurun yang tinggi sepanjang tahun 2016. Sementara,
.g
hingga mencapai 310,3 ribu ton di tahun 2016. produksi ubi jalar tercatat menurun hingga 46
ps
Penurunan produksi jagung lebih disebabkan persen di tahun 2016 akibat penurunan luas
oleh penurunan luas panen, karena dari sisi panen dan produktivitas. Sementara, produksi
produktivitas cenderung meningkat. .b
tanaman kacang hijau tercatat meningkat
ta
akibat bertambahnya luas panen.
Produksi kedelai juga menunjukkan pola
r
ka
id
produktivitas akibat pengaruh cuaca yang 6,2 persen dari tahun 2015. Sebagian besar
o.
mendukung untuk budidaya. produksi salak dihasilkan di Kabupaten
.g
Produksi cabai DIY dalam lima tahun Sleman. Produksi pisang tercatat sebesar
ps
terakhir terlihat semakin meningkat. Produksi 53,8 ribu ton dan sebagian besar dihasilkan
di Kabupaten Gunungkidul dan Kulon Progo.
cabai besar pada tahun 2016 tercatat .b
Sementara, produksi melon dan semangka
ta
mencapai 24,5 ribu ton atau meningkat
4,7 persen dibandingkan dengan tahun disumbang oleh pertanian di Kulon Progo.
r
ka
Tahukah Anda?
rakyat. Kelapa menjadi komoditas yang paling
ht
65 persen produksi bawang merah DIY dominan dengan luas tanaman mencapai 42,6
disumbang oleh Kabupaten Bantul, sementara ribu hektare. Luas tanaman kelapa sebagian
81 persen produksi cabai dihasilkan oleh
Kabupaten Kulon Progo.
besar terdapat di wilayah Kulon Progo,
terutama di daerah pesisir. Produksi kelapa
Tabel 9.4. Tabel 9.5.
Produksi Sayuran Unggulan di DIY, 2012-2016 Produksi Buah-buahan Unggulan di DIY,
(Ton) 2012-2016 (000 ton)
Komoditas 2012 2013 2014 2015 2016 Komoditas 2011 2012 2013 2014 2015 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Bawang Merah 11 855 9 641 12 360 8 799 12 241 Salak 25.81 40.26 106.14 75.75 73.28 77.81
Cabai Besar 16 457 17 134 17 759 23 388 24 482 Pisang 38.98 61.15 56.85 56.06 51.22 53.82
Cabai Rawit 2 319 3 229 3 168 3 276 3 897 Mangga 31.01 41.69 36.89 49.67 36.74 19.61
Kacang Panjang 1 862 2 431 2 939 2 783 2 331 Pepaya 7.26 11.41 12.66 13.61 12.54 14.75
Sawi 6 603 6 447 5 605 6 452 3 911 Nangka 15.87 21.80 26.71 26.87 28.38 26.41
Terung 1 105 3 651 2 299 1 943 1 871 Rambutan 19.78 19.47 10.52 23.07 24.54 22.73
Kangkung 2 121 3 130 2 467 2 845 2 547 Melon 23.37 27.82 30.78 33.06 26.79 21.60
Bayam 1 257 1 552 1 322 1 544 1 839 Semangka 7.61 5.08 10.15 11.74 9.14 9.64
Sumber: Laporan Statistik Tanaman Pangan, BPS DIY Sumber: Laporan Statistik Tanaman Pangan, BPS DIY
selama 2016 mencapai 54,6 ribu ton atau naik Produksi Ternak dan Unggas
8,4 persen dibandingkan dengan tahun 2015. Ternak besar yang banyak dibudidayakan
Tanaman jambu mete dan kakao di wilayah DIY adalah sapi potong. Populasi
menjadi komoditas perkebunan unggulan. sapi potong sebagian besar diusahakan oleh
Jambu mete banyak dibudidayakan di rumah tangga peternakan di Gunungkidul.
wilayah Gunungkidul, sementara kakao Populasi sapi di DIY selama tiga tahun
banyak diusahakan di Gunungkidul dan terakhir tercatat semakin meningkat setelah
Kulon Progo. Produksi kedua jenis komoditas mengalami penurunan tajam di tahun 2012.
selama tahun 2016 mengalami penurunan Jumlah sapi pada akhir tahun 2016 tercatat
akibat berkurangnya luas tanaman dan faktor sebanyak 309 ribu ekor.
cuaca yang kurang mendukung. Komoditas Populasi sapi perah tidak sebanyak sapi
tembakau rakyat sebagian besar diusahakan potong. Budidaya sapi perah terpusat di
id
di wilayah Sleman, Bantul, dan Gunungkidul. kawasan utara Kabupaten Sleman, terutama
o.
Produksi tembakau dalam beberapa Kecamatan Cangkringan dengan andil
.g
tahun terakhir tercatat semakin menurun populasi di atas 90 persen. Budidaya sapi
ps
akibat berkurangnya luas tanaman maupun perah pernah mengalami kendala akibat
pengaruh cuaca yang kurang sesuai. aktivitas erupsi Gunung Merapi di tahun 2010,
Sementara, komoditas tebu rakyat yang .b
namun secara bertahap mulai menunjukkan
ta
banyak diusahakan di wilayah Sleman dan peningkatan. Pada tahun 2016, jumlah
r
ka
Bantul produksinya cukup berfluktuasi. populasi sapi perah di DIY mencapai 4.059
Produksi tebu rakyat tercatat meningkat di ekor dan cenderung meningkat dalam tiga
a
gy
tahun 2015, namun kembali menurun di tahun terakhir. Populasi ternak besar lainnya,
tahun 2016. yakni kerbau dan kuda juga tercatat semakin
yo
bertambah.
://
Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY Sumber : Dinas Pertanian DIY
id
selama satu dekade terakhir cenderung dengan pangsa produksi 56 persen.
o.
meningkat secara berfluktuasi. Produksi Produksi perikanan laut belum terlihat
.g
daging sapi mencapai puncaknya pada tahun dominan, karena hanya dihasilkan dari hasil
ps
2012 sebesar 8.9 ribu ton, selama tahun 2013- penangkapan. Selama periode 2010-2015,
2015 terlihat mengalami penurunan. Pola produksi perikanan laut lebih berfluktuasi
yang lebih berfluktuasi terlihat pada produksi dan dipengaruhi oleh faktor cuaca dan iklim.
.b
ta
daging kambing dan domba. Jumlah produksi Produksi perikanan laut tahun 2015 tercatat
r
ka
daging kambing dan domba meningkat nyata sebesar 3,9 ribu ton. Kondisi cuaca yang
di tahun 2011-2015. Produksi daging kambing buruk menyebabkan gelombang Laut Selatan
a
gy
dan domba tahun 2015 masing-masing tinggi, sehingga banyak nelayan yang tidak
tercatat sebesar 2,2 ribu ton dan 2,9 ribu ton. melaut. Rendahnya produksi juga disebabkan
yo
Produksi daging unggas mencapai puncak kurangnya sumber daya manusia yang
://
pada tahun 2014 dengan jumlah produksi mumpuni serta keterbatasan alat tangkap.
tp
Tahukah Anda?
Produksi Perikanan Gunungkidul menjadi penyumbang terbesar
IY memiliki wilayah yang berbatasan
D produksi perikanan laut dengan pangsa
64 persen dan diikuti Bantul (20%) dan
langsung dengan laut dan dilalui oleh
Kulonprogo (16%)
10 7.7
8.9 8.6 8.6 7.7 20 000
6.1 6.0 5.4 5.7 5.1
4.9 4.6
3.4 3.4 3.7 3.8 10 000
5 2.9 3.0 2.3 2.4 2.7 2.2 3 953 2 568 2 723 3 352 3 918
2 525
0 0
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Sumber : Dinas Pertanian DIY Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan DIY
DIY tidak memiliki pertambangan migas, namun memiliki potensi pertambangan pasir besi
di Pantai Selatan Kulon Progo dan penggalian Golongan C (pasir, batu, tanah, dan sirtu) yang
mayoritas terdapat di sepanjang aliran sungai yang berhulu di Gunung Merapi
Penggalian pasir dan sirtu menjadi daya listrik yang terpasang dan terjual tercatat
tumpuan hidup sebagian penduduk yang sebesar 1.577 juta Kwh dan 2.698 juta Kwh.
tinggal di lereng Merapi dan sepanjang Dibandingkan tahun 2015, daya listrik yang
daerah aliran sungai yang berhulu di Gunung terjual meningkat sebesar 8,6 persen.
id
Merapi. Hal ini terkait dengan kualitas galian Komposisi pengguna layanan listrik
o.
yang dikenal baik untuk mendukung kegiatan dikategorikan rumah tangga, usaha, industri
.g
konstruksi dan industri pendukung konstruksi dan umum (pemerintah, kegiatan sosial,
ps
seperti ubin, bus beton, dan lainnya. rumah sakit, lembaga pendidikan, tempat
ibadah dan lainnya). Pada tahun 2016,
Listrik .b
pelanggan listrik terbesar di DIY adalah
ta
Listrik yang didistribusikan oleh PT PLN kelompok rumah tangga sebesar 91 persen.
r
2016, jumlah pelanggan listrik di DIY tercatat adalah kegiatan usaha yang mencakup
sebanyak 1.083 ribu dan meningkat 4,8
://
oleh kelompok ini mencapai 24,4 persen dan Sumber air bersih yang diolah berasal
semakin meningkat dalam beberapa tahun dari sungai, waduk, mata air, serta air tanah
terakhir. Proporsi pelanggan dari kelompok dan lainnya (air hujan). Dari keempat sumber
umum mencapai 3,4 persen dengan total tersebut, sebanyak 64,3 persen atau 29.722
konsumsi mencapai 12,4 persen. Sementara, ribu m3 berasal dari air tanah dan lainnya.
pelanggan dari kelompok industri hanya 0,06 Sumber dari mata air dan sungai masing-
persen, dengan total konsumsi daya sebesar masing mencapai 10.392 ribu m3 (22,5 %) dan
8,9 persen dari total daya listrik yang terjual. 5.171 ribu m3 (11,2 %). Sementara, air dari
sumber waduk mencapai 950 ribu m3 atau
Air Bersih sebesar 2,0 persen.
Air bersih digunakan penduduk sebagai Volume air bersih yang terbesar
sumber air minum, MCK, dan lainnya. Tidak disalurkan ke konsumen rumah tangga
id
semua penduduk mampu menyediakan dengan jumlah mencapai 24.151 m3 atau 88,0
o.
dan memenuhi kebutuhan air bersih secara persen dari total volume air yang disalurkan.
mandiri dengan berbagai pertimbangan.
.g
Instansi pemerintah mengkonsumsi air bersih
Hal ini membutuhkan peran pemerintah
ps
dengan volume mencapai 1.031 ribu m3 atau
dan swasta untuk memproduksi dan 3,8 persen. Kelompok niaga dan industri
mendistribusikannya. Terdapat enam unit .b
serta institusi sosial mengkonsumsi air
ta
perusahaan air bersih yang beroperasi di bersih dengan porsi masing-masing sebesar
r
DIY dan lima diantaranya berstatus Badan
ka
Potensi kapasitas produksi air bersih di tetapi kelompok institusi pemerintah dan
yo
DIY pada tahun 2015 tercatat sebesar 2.071 sosial justru meningkat. Volume air yang
liter/detik. Namun, penggunaan efektif baru
://
Dibandingkan tahun 2014, kapasitas produksi pemakaian illegal juga masih cukup besar.
ht
potensial maupun kapasitas produksi efektif Volume susut pada tahun 2015 tercatat
mengalami peningkatan. sebesar 0,6 persen.
Rumah
Air Tanah/ Tangga, 88.04
Lainnya; 64,28
Sungai, 11.18
Instansi
lainnya, 1.83 Pemerintah,
Mata Air, Waduk, 2.05 Niaga dan
Sosial, 3.32 3.76
22.48 Industri, 3.05
Lapangan usaha industri pengolahan memiliki andil cukup besar dalam perekonomian DIY, baik
dalam menghasilkan nilai tambah maupun menyerap tenaga kerja. Struktur lapangan usaha
industri pengolahan berdasarkan hasil SE2016 didominasi oleh usaha berskala mikro kecil (UMK),
sementara usaha yang berskala menengah besar (UMB) jumlahnya sangat kecil.
Populasi Usaha Industri Besar dan Sedang Jumlah perusahaan IBS yang respon
Data perusahaan Industri Besar dan berdasarkan Survei IBS tahun 2015 sebanyak
Sedang (IBS) diperoleh melalui Survei IBS 351 perusahaan. Populasi perusahaan industri
id
yang dilakukan secara berkala terhadap terbesar berdasarkan golongan usaha adalah
o.
semua unit perusahaan (populasi) IBS. industri furnitur sebanyak 54 perusahaan
.g
BPS menggolongkan skala usaha industri atau 15,4 persen dari seluruh perusahaan IBS.
ps
menggunakan pendekatan jumlah tenaga Populasi terbesar berikutnya, secara berturut-
kerja. Industri mikro/rumah tangga adalah turut adalah industri industri pakaian jadi
usaha industri yang memiliki jumlah tenaga
.b
(12,5%), industri makanan dan minuman
ta
kerja <4 orang; industri kecil memiliki tenaga (12,2%), industri barang galian (11,4%), dan
r
Jumlah UMK di DIY hasil SE2016 mencapai terpenting, selain modal dan bahan baku.
tp
Percetakan Batu Bara Karet 10/11 Makanan dan Minuman 5 000 2 152 7 152 202.21 28.27
5.98 3.42 3.42 Barang Galian 12 Tembakau 289 3 404 3 693 76.59 20.74
Kayu 11.40
13 Tekstil 5 204 4 807 10 011 208.93 20.87
9.97 Barang Logam
14 Pakaian Jadi 2 027 9 916 11 943 326.82 27.37
2.56
Kulit 15 Kulit dan Barang dari Kulit 654 333 987 18.30 18.54
Mesin
3.99
1.71 16 Kayu dan barang dari Kayu 671 550 1 221 23.16 18.97
17/18 Percetakan 1 470 521 1 991 53.33 26.79
19/20/21 Batu Bara, Kimia, Obat 717 330 1 047 47.65 45.51
Furniture 22 Karet dan Barang dari Karet 1 727 1 189 2 916 70.13 24.05
Pakaian 15.38 23 Barang Galian non Logam 1 827 470 2 297 51.67 22.49
12.54 25 Barang Logam 506 65 571 9.66 16.92
27/28/29/30 Mesin, Listrik, Kendaraan 3 962 432 4 394 82.58 18.79
Tekstil Lainnya 31 Furniture 3 874 1 002 4 876 108.36 22.22
10.54 4.84
32/33 Pengolahan Lainnya 1 625 5 115 6 740 150.37 22.31
Tembakau Makanan
1.99 12.25 Jumlah 29 553 30 286 59 839 1 429.78 23.89
Sumber : Survei IBS 2015, BPS DIY Sumber : Survei IBS 2015, BPS DIY
tahun 2015 tercatat sebanyak 59.839 orang. rata upah ini dipengaruhi oleh kebijakan upah
Komposisinya terdiri dari 50,6 persen tenaga minimum dan produktivitas pekerja yang
kerja perempuan dan 49,4 persen laki-laki. meningkat. Nilai nominal upah pekerja yang
58.676. Jumlah tenaga kerja yang terserap tertinggi tercatat pada pada golongan industri
perusahaan IBS tahun 2015 meningkat 2 pakaian jadi sebesar Rp326,8 miliar. Artinya,
persen dibandingkan dengan tahun 2014. secara rata-rata satu orang pekerja industri
Peningkatan tenaga kerja terbesar terjadi pakaian jadi menerima upah sebesar Rp27,4
pada golongan industri barang dari logam dan juta setahun. Nilai upah per pekerja yang
industri makanan dan minuman. tertinggi terdapat pada golongan industri
Struktur tenaga kerja berdasarkan batubara, kimia dan obat sebesar Rp45,5 juta
golongan usaha didominasi oleh industri setahun.
pakaian jadi. Jumlah pekerja industri pakaian Produktivitas pekerja yang diukur
id
jadi sebanyak 11.943 orang atau memiliki andil dari rasio output per pekerja menunjukkan
o.
20 persen. Berikutnya adalah industri tekstil kecenderungan yang semakin meningkat.
.g
dan industri makanan dengan andil tenaga Pada tahun 2015, produktivitas pekerja tercatat
ps
kerja masing-masing sebesar 17 persen dan sebesar Rp264,2 juta per pekerja. Produktivitas
.b
12 persen. Golongan industri yang lainnya pekerja yang tertinggi tercatat pada golongan
memiliki andil dalam menyerap tenaga kerja industri karet dan produk dari karet serta
ta
dengan jumlah bervariasi di bawah 10 persen. industri makanan dan minuman. Sementara,
r
ka
Total balas jasa yang dibayarkan produktivitas pekerja terendah terdapat pada
perusahaan IBS pada tahun 2015 mencapai industri kayu dan barang dari kayu.
a
gy
tahun 2014. Rata-rata upah per tenaga kerja Input produksi perusahaan IBS mencakup
://
selama tahun 2015 sebesar Rp23,9 juta dan biaya bahan baku dan bahan penolong;
tp
meningkat 19 persen dibandingkan dengan biaya listrik, bahan bakar dan pelumas; biaya
ht
rata-rata upah tahun 2017. Peningkatan rata- sewa gedung, mesin, dan alat-alat; dan biaya
Gambar 11.2.
Perkembangan Rata-rata Pekerja, Upah Pekerja , dan Produktivitas
Pekerja Perusahaan IBS di DIY, 2006-2015
Rata-rata Jumlah Pekerja (Orang) Rata-rata Upah Pekerja (Juta Rp)
Produk tivitas Pekerja (Juta Rp)
300
298.3
250 264.2
219.3 216
200 185.4
173 170
145 186.9
150 128 127 132 135
120
108
100 120.7
60.1 109.7
87.3
50 29.3 26.1 28.8 23.9
18.8 20.0
9.3 10.5 11.6 12.1 12.3
0
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
lainnya. Nilai output mencakup nilai barang Andil input maupun NTB menurut golongan
yang dihasilkan, tenaga listrik yang dijual, industri sebanding dengan nilai outputnya.
pendapatan dari jasa, selisih nilai stok barang Golongan industri makanan dan minuman
setengah jadi, dan penerimaan lain. memiliki andil NTB terbesar. Berikutnya secara
Nilai output yang dihasilkan perusahaan berturut-turut adalah industri tembakau,
IBS di DIY selama tahun 2015 mencapai tekstil, dan pakaian jadi.
Rp15,8 triliun. Penyumbang output terbesar Rasio input-output atau rasio biaya antara
adalah industri makanan dan minuman menunjukkan seberapa besar kebutuhan
dengan andil 27,6 persen. Andil terbesar input antara dalam suatu proses produksi
berikutnya disumbang oleh industri tekstil, untuk menghasilkan satu unit output. Nilai
pakaian jadi, dan karet dengan andil masing- rasio input-output perusahaan IBS pada tahun
masing sebesar 13,5 persen, 13,2 persen, dan 2015 tercatat sebesar 0,49. Rasio ini sedikit
id
11,8 persen. Golongan industri yang lainnya meningkat dibandingkan dengan tahun 2014
o.
memberi sumbangan bervariasi kurang dari 8 yang sebesar 0,44. Peningkatan rasio input-
.g
persen terhadap total nilai output IBS. output ini menggambarkan tingkat efisiensi
ps
Total nilai input produksi atau biaya dalam proses produksi yang sedikit menurun.
antara yang digunakan dalam proses produksi Nilai rasio input-output yang tertinggi
IBS selama tahun 2015 mencapai Rp7,8 dihasilkan oleh golongan industri kulit dan
.b
ta
triliun. Artinya, selama tahun 2015 seluruh barang dari kulit dan yang terendah dihasilkan
r
ka
perusahaan IBS di DIY mampu menghasilkan industri makanan dan minuman. rtinya,
Nilai Tambah Bruto (NTB) sebesar Rp8,0 triliun. golongan industri makanan dan minuman
a
gy
Gambar 11.3.
pemanfaatan input.
Distribusi Output dan NTB Perusahaan
://
Output Tembakau
Nilai Output, Input, dan Nilai Tambah Bruto Perusahaan IBS di DIY
ht
6.59
Furniture
Karet Mesin
4.54
menurut Golongan, 2015
11.82 7.40
Lainnya
4.23 Nilai Nilai Nilai Rasio Rasio
Pakaian
Golongan Industri Input Output Tambah Input NTB
13.16 Percetakan
3.29 (Milyar) (Milyar) (Milyar) Output Output
Batu Bara
Tekstil 3.16 (1) (2) (3) (4) (5) (6)
13.54 Barang Galian
1.82 10/11 Makanan dan Minuman 1 819 4 369 2 550 0.42 0.58
Kulit
Makanan 12 Tembakau 446 1 041 596 0.43 0.57
Kayu 1.50
27.64
0.70 13 Tekstil 1 263 2 140 877 0.59 0.41
Barang Logam
0.63 14 Pakaian Jadi 1 222 2 080 857 0.59 0.41
NTB Tembakau 15 Kulit dan Barang dari Kulit 173 237 64 0.73 0.27
7.82 16 Kayu dan barang dari Kayu 60 110 50 0.55 0.45
Karet Mesin Furniture
7.99 8.81 4.40
17/18 Percetakan 304 520 216 0.58 0.42
Pakaian Lainnya 19/20/21 Batu Bara, Kimia, Obat 266 499 233 0.53 0.47
11.25 4.81
22 Karet dan Barang dari Karet 1 259 1 869 609 0.67 0.33
Tekstil Percetakan
2.84 23 Barang Galian non Logam 137 288 151 0.48 0.52
11.51 Batu Bara
3.06 25 Barang Logam 55 99 43 0.56 0.44
Barang Galian
1.98 27/28/29/30 Mesin, Listrik, Kendaraan 499 1 170 671 0.43 0.57
Makanan Kulit 31 Furniture 382 718 336 0.53 0.47
Kayu 0.84
33.46
0.66 32/33 Pengolahan Lainnya 302 669 367 0.45 0.55
Barang Logam
0.57 Jumlah 7 788 15 809 8 021 0.49 0.51
Sumber : Survei IBS 2015, BPS DIY Sumber : Survei IBS 2015, BPS DIY
id
Industri Kecil dan Mikro (UMK) di tahun tahun 2012, namun kembali dalam
o.
Dari sisi jumlah, lapangan usaha empat tahun terakhir tercatat selalu tumbuh
.g
industri pengolahan di DIY didominasi oleh positif. Posisi nilai rata-rata indeks produksi
ps
industri yang berskala kecil dan mikro (usaha tahun 2016 berada pada level 130,2 dan
rumah tangga). Hasil Sensus Ekonomi 2016 tumbuh 6,4 persen dari tahun 2015. Angka
menunjukkan populasi industri kecil dan .b
sebesar 130,2 ini mengandung arti selama
ta
mikro DIY mencapai 99,5 persen. Kelompok periode 2010-2016 terjadi kenaikan produksi
r
ka
industri mikro kecil ini terbukti memiliki daya industri kecil dan mikro sebesar 30,2 persen
tahan yang kuat terhadap guncangan krisis atau tumbuh 4,5 persen per tahun.
a
lainnya.
disajikan perkembangan indeks produksi
Gambar 11.2.
Perkembangan Indeks Produksi Triwulanan IMK DIY dan Nasional, 2011-2016 (2010=100)
160
DIY Nasional 144
150
141 142
138 138
140 149
132 130 132 133
139
130 126 125 126
122 134
121 131 130
118 119 127 126
120 116 126 126
114 123
110 109 110 112
107
110 106 105 105 115 115 117 116 116
114 113
80
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
id
sebesar 9,4 persen terhadap perekonomian Sementara, jumlah hari orang pekerja harian
DIY tahun 2016. Kegiatan konstruksi selama tahun 2015 mencapai 22,0 juta atau
o.
bisa dilakukan sendiri oleh individu atau meningkat 6,7 persen dibandingkan dengan
.g
perorangan atau perusahaan atas dasar 2014. Nilai total balas jasa pekerja selama tahun
ps
kontrak. 2015 juga meningkat 7,3 persen dari tahun
Jumlah perusahaan konstruksi yang .b
2014. Beberapa indikator kegiatan konstruksi
ta
beroperasi di DIY dan melakukan kegiatan tersebut menggambarkan kegiatan konstruksi
r
konstruksi pada tahun 2015 tercatat yang dilakukan perusahaan meningkat
ka
sebanyak 1.006 unit perusahaan. Rinciannya meskipun dari sisi jumlah perusahaan turun.
a
adalah 871 perusahaan berskala kecil, 133 Hal ini juga diperjelas oleh nilai pekerjaan
gy
berskala menengah, dan 2 berskala besar. konstruksi yang diselesaikan oleh perusahaan
selama tahun 2015 yang mencapai Rp6,7
yo
Penurunan jumlah perusahaan konstruksi Jenis konstruksi yang paling dominan dari sisi
tp
tidak selalu berkorelasi dengan penurunan nilai adalah konstruksi bangunan sipil dengan
ht
kegiatan konstruksi. Tidak adanya ketentuan proporsi mendekati 60 persen, diikuti oleh
yang mengatur kegiatan konstruksi di konstruksi bangunan gedung, dan konstruksi
suatu wilayah tertentu harus dilakukan oleh khusus dengan proporsi masing-masing di
perusahaan konstruksi di daerah yang sama. atas 20 persen.
Sering terjadi perusahaan konstruksi yang Kegiatan konstruksi perorangan selama
berdomisili di DIY mengerjakan proyek di luar tahun 2016 menunjukkan perkembangan
Sumber : Survei Perusahaan Konstruksi, BPS Sumber : Survei Konstruksi Perorangan, BPS
yang cukup baik. Rata-rata jumlah pekerja tercatat mencapai 77,4 persen. Berikutnya
tetap tercatat sebanyak 1 orang dengan rata- diikuti oleh rumah tangga yang menempati
rata pekerja harian 3 orang. Rata-rata upah tempat secara kontrak/sewa, dengan proporsi
pekerja tetap per bulan tercatat sebesar Rp1,4 mencapai 14,1 persen. Rumah tangga yang
juta dan sedikit meningkat dibandingkan menempati tempat tinggal milik orang tua,
dengan tahun 2015. Demikian pula dengan bebas sewa, rumah dinas, dan lainnya memiliki
rata-rata upah pekerja harian maupun total porsi 8,5 persen.
upah pekerja selama setahun juga tercatat Meskipun sama-sama didominasi oleh
meningkat. Jenis kegiatan konstruksi yang rumah tangga yang menempati rumah milik
paling banyak dilakukan oleh usaha konstruksi sendiri, persentase rumah tangga yang tinggal
perorangan adalah konstruksi gedung, diikuti di perdesaan jauh lebih besar dibandingkan
oleh konstruksi sipil dan khusus. dengan perkotaan. Di daerah perdesaan
id
rumah tangga yang menempati rumah sendiri
o.
Tahukah Anda? proporsinya di atas 95 persen, sementara di
.g
daerah perkotaan sekitar 65 persen. Status
ps
Jenis kegiatan konstruksi oleh perusahaan penggunaan tempat tinggal di perkotaan
yang paling dominan adalah konstruksi cenderung lebih bervariasi baik sewa per
bangunan sipil seperti jalan raya dan .b
bulan maupun secara kontrak selama jangka
ta
jembatan serta konstruksi bangunan gedung
tempat tinggal, pertokoan, dan perkantoran. waktu tertentu. Status penguasaan tempat
r
ka
tinggal masih sangat vital. Hal ini ditandai tempat tinggal oleh rumah tangga menurut
oleh sebagian besar bangunan tempat tinggal
tp
data Susenas tahun 2016, rumah tangga tinggal milik sendiri, meskipun proporsinya
yang menempati tempat tinggal milik sendiri bervariasi.
Visi pembangunan pariwisata DIY adalah mewujudkan Yogyakarta sebagai destinasi wisata berkelas
dunia, memiliki keunggulan saing dan banding, berwawasan budaya, berkelanjutan, mampu
mendorong pembangunan daerah, dan berbasis kerakyatan sebagai pilar utama perekonomian
id
restoran, transportasi, komunikasi, dan jasa- meningkatnya permintaan pariwisata. Jumlah
o.
jasa. Perkembangan kegiatan wisata dapat kamar hotel bintang pada tahun 2016 tercatat
.g
diukur dari indikator akomodasi, jumlah sebanyak 9.256 kamar dengan kapasitas
ps
kunjungan wisata, tingkat penghunian kamar tempat tidur sebanyak 14.432 tepat tidur.
hotel dan rata-rata lama menginap tamu. Jumlah kamar dan tempat tidur meningkat
.b
searah dengan peningkatan jumlah hotel.
ta
Hotel dan Akomodasi Lainnya
Jumlah akomodasi hotel non bintang
r
ka
tahun 2016 tercatat sebanyak 89 unit dengan Jumlah kamar tidur yang tersedia tercatat
://
Jumlah Hotel, Kamar, dan Tempat Tidur di DIY Jumlah Wisatawan Domestik dan Asing yang
menurut Jenis Hotel, 2004-2016 (Unit) Menginap di DIY, 2005-2016 (000 Jiwa)
Hotel Bintang Hotel Non Bintang Asing Domestik
Tahun Tempat Tempat
Hotel Kamar Hotel Kamar 215
2016
Tidur Tidur 4 192
218
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 2015
3 839
2004 36 3 416 5 555 1 092 11 278 17 307 2014
203
3 676
2005 36 3 415 5 573 1 089 11 221 17 228 207
2013
3 603
2006 37 3 458 5 640 1 046 11 307 17 459
148
2012
2007 38 3 458 5 640 1 039 11 307 17 459 3 398
149
2011
2008 34 3 297 5 439 1 095 12 158 18 270 3 058
141
2009 34 3 373 5 633 1 092 12 091 17 735 2010
2 851
2010 36 3 631 5 807 1 098 12 519 18 293 123
2009
2 982
2011 41 3 953 6 389 1 063 12 407 18 586 2008
111
2 516
2012 54 5 150 8 171 1 100 13 309 21 720 76
2007
2 128
2013 61 5 801 9 280 1 109 13 547 21 549
69
2006
2014 71 6 864 10 725 1 067 13 624 19 860 2 071
79
2015 85 8 763 13 709 1 081 13 831 19 896 2005
2 264
2016 89 9 256 14 432 1 076 14 136 20 027 0 1 000 2 000 3 000 4 000 5 000
sebanyak 14.136 unit dengan kapasitas tempat berfluktuasi. Kunjungan wisata tercatat
tidur 20.027 unit. Jumlah hotel non bintang mengalami penurunan pada tahun 2006
cenderung berkurang dalam beberapa tahun dan 2010 sebagai dampak dari gempa bumi
terakhir, namun jumlah kamar dan tempat 2006 dan erupsi Merapi tahun 2010. Namun,
tidur cenderung meningkat. dalam enam tahun terakhir jumlahnya terus
meningkat secara nyata. Pada tahun 2016,
Jumlah Kunjungan Wisatawan jumlah wisatawan yang menginap di DIY
Indikator yang dapat menggambarkan mencapai 4,4 juta. Rinciannya adalah 4,2 juta
aktivitas pariwisata adalah jumlah kunjungan wisatawan domestik dan 215 ribu wisatawan
wisatawan. DIY dikenal sebagai salah satu asing. Kunjungan wisatawan domestik
destinasi wisata di Indonesia selain Bali, DKI selama 2005-2015 tumbuh 5,8 persen per
Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Khasanah tahun. Kunjungan wisatawan asing tumbuh
id
kekayaan wisata DIY sangat beragam, baik 9,5 persen per tahun, meskipun di tahun 2016
o.
wisata alam maupun wisata budaya, wisata sedikit menurun. Wisatawan domestik lebih
.g
yang sifatnya masal maupun minat khusus. mendominasi dengan pangsa 95 persen.
ps
Jumlah kunjungan wisatawan domestik Berdasarkan negara asal, wisatawan
dan mancanegara dapat diukur dengan asing yang berkunjung ke DIY pada tahun
pendekatan jumlah tamu yang menginap .b
2015 didominasi oleh wisatawan dari Belanda.
ta
di hotel atau menurut catatan pengunjung Proporsinya mencapai 10,8 persen. Berikutnya
r
ka
selama periode 2005-2016 menunjukkan dan Jepang terlihat dominan karena adanya
tp
kecenderungan meningkat, meskipun cukup ikatan historis antara kedua negara dengan
Indonesia khususnya Yogyakarta.
ht
Gambar 13.2.
Tahukah Anda?
Pangsa Wisatawan Asing yang Berkunjung ke DIY
47 persen pangsa kunjungan wisatawan asing menurut Negara Asal, 2015 (Persen)
berasal dari negara-negara di kawasan Asia Singapura,
Perancis, 6.22
khususnya ASEAN dan 38 persen berasal dari 5.99
Australia, 5.37
Amerika
kawasan Eropa. Serikat, 5.32
Belanda, 10.76
Tiongkok, 2.50
Lainnya, 37.72
id
dan komunikasi, serta jasa lainnya. Jumlah tamu tertinggi selama 2016 tercatat
o.
pada bulan Juli dan Desember. Sementara, LOS
Kendati volume wisatawan asing
.g
tamu domestik dan mancanegara tertinggi
tidak sedominan wisatawan domestik, rata- tercatat di bulan Juni dan Januari yang
ps
rata lama menginap di hotel tercatat lebih bersamaan waktunya dengan momentum
panjang. Rata-rata lama menginap di hotel .b
liburan sekolah dan pergantian tahun.
ta
seorang wisatawan asing pada tahun 2016
mencapai 2 malam. Sementara, rata-rata Tingkat Penghunian Kamar (TPK)
r
ka
lama menginap wisatawan domestik di hotel Indikator kinerja pariwisata yang lain
adalah TPK hotel. TPK hotel mencerminkan
a
lama menginap wisatawan asing selama produktivitas hotel, semakin tinggi nilainya
periode 2002-2016 memiliki kecenderungan maka semakin produktif. TPK dihitung dalam
yo
semakin menurun. Sementara, rata-rata lama persen dengan cara membagi jumlah kamar
://
menginap wisatawan domestik domestik yang terjual dengan jumlah kamar yang
tp
Gambar 13.3.
Rata-rata Lama Menginap Wisatawan Domestik dan Asing di Hotel DIY, 2002-2016 (malam)
4.50
Asing Domestik
4.00 3.81
3.49
3.50
0.50
0.00
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
id
non bintang. Pada tahun 2016, TPK hotel
o.
bintang mencapai 56,2 persen dan lebih
.g
rendah 0,8 poin persen dari tahun 2015. TPK
ps
hotel non bintang tercatat sebesar 29,2 persen
dan naik 2,8 poin persen dari tahun 2015. TPK
hotel bintang cenderung meningkat dalam
.b
ta
enam tahun terakhir, sementara TPK hotel
r
ka
Gambar 13.4.
Tingkat Penghunian Kamar menurut Jenis Hotel di DIY, 1998-2016 (Persen)
62
57.2 57.1
58 Hotel Bintang Hotel non Bintang Jumlah 55.2
56.2 56.2
54 50.7
49.3 49.4 48.8
50 46.5 45.9
44.8
46 42.6
40.7 41.4 41.0 40.7
42
37.9 37.8 37.7
36.4 36.9
38 35.7 35.5 35.3 34.9
33.6 37.6 39.4 38.6
37.5
34 36.6
33.8 29.3 34.6
30 32.6
31.0 31.6
30.0 29.2
26 28.9 28.6 26.1 23.1 29.2 29.0
26.4
22 24.2
22.3 22.7
18 21.5
19.5
14
10
1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Visi pembangunan bidang perhubungan, transportasi, dan informatika DIY adalah terwujudnya
transportasi berkelanjutan dan terintegrasi yang mendukung pariwisata, pendidikan dan budaya,
serta terwujudnya Jogja Cyber Province dan masyarakat informasi menuju peradaban baru yang
mendukung keistimewaan DIY
id
menjadi infrastruktur strategis yang akan 2,2 juta unit. Mobil penumpang tercatat
o.
menentukan kelancaran jalur distribusi bahan sebanyak 206,7 ribu unit dan tumbuh 10,7
.g
baku maupun output hasil produksi. Jalan persen per tahun selama periode 2010-2015.
ps
yang berada di wilayah DIY terdiri dari tiga Angkutan bus dan mobil beban (truk) masing-
jenis, yakni: jalan negara, jalan provinsi, dan masing tercatat sebanyak 11.558 unit dan
jalan kabupaten/kota. .b
61.143 unit atau tumbuh 1,1 persen dan
ta
Panjang jalan negara di wilayah DIY 7,5 persen per tahun. Jumlah sepeda motor
r
pada akhir tahun 2015 tercatat sepanjang cukup dominan sebanyak 1,9 juta unit dan
ka
247,9 km yang tersebar di empat kabupaten. tumbuh 7,9 persen per tahun.
a
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 2007 89 598 21 232 38 537 n.a. 916 204 1 065 571
2008 108 387 10 876 39 654 478 1 116 914 1 276 309
Kulon Progo 28.32 (96.93) 145.54 (33.53) 647.80 (80.00)
2009 115 244 10 909 41 186 n.a. 1 206 863 1 374 202
Bantul 78.37 (93.66) 122.98 (49.28) 609.44 (54.27) 2010 124 177 10 965 42 650 n.a. 1 310 241 1 488 033
Gunungkidul 61.08 (92.57) 212.39 (26.12) 686.00 (69.85) 2011 138 537 10 987 45 290 496 1 423 147 1 618 457
Sleman 80.15 (79.01) 138.43 (48.11) 699.50 (54.26) 2012 152 178 11 019 48 508 499 1 537 534 1 749 738
2013 169 962 11 168 52 511 514 1 673 903 1 908 058
Yogyakarta - - - - 248.09 (58.54)
2014 194 249 11 438 57 775 561 1 831 982 2 096 005
DIY 247.92 (89.03) 619.34 (37.37) 2,890.83 (64.10) 2015 206 658 11 558 61 143 595 1 916 666 2 196 620
Sumber: Dinas PU, Perumahan ,dan ESDM DIY Sumber: Ditlantas Polda DIY,
api pada tahun 2016 tercatat sebanyak 4,07 juta DIY akibat terbatasnya kawasan dan fungsi
orang dan meningkat 15 persen dibandingkan utama bandara untuk kepentingan militer.
tahun 2015. Peningkatan ini dipengaruhi oleh Sebagai alternatif, sedang dibangun bandar
kenaikan jumlah penumpang kelas ekonomi udara baru di wilayah Kulon Progo.
yang tumbuh 22,1 persen dan memiliki andil Pada tahun 2015, jumlah penerbangan
57,2 persen terhadap total penumpang. yang datang ke Bandara Adisutjipto tercatat
Sementara, angkutan kereta api barang sebanyak 23.171 kali dan meningkat 6,6
selama tahun 2016 meningkat 10,9 persen dan persen dari tahun sebelumnya. Sementara,
didominasi oleh angkutan BBM dengan porsi jumlah penerbangan yang berangkat tercatat
96,1 persen. sebanyak 22.976 kali dan meningkat 5,7
persen. Jumlah penumpang yang datang
Tahukah Anda? tercatat sebanyak 3,0 juta atau tumbuh 2,2
id
persen. Sementara, penumpang berangkat
Ada dua stasiun kereta api di Kota Yogyakarta,
o.
yakni Stasiun Tugu yang melayani kelas bisnis
tercatat 2,97 juta atau tumbuh 1,7 persen dan
yang transit turun 37 persen. Jumlah barang
.g
dan eksekutif dan Stasiun Lempuyangan yang
melayani kelas ekonomi. yang dibongkar dari bagasi maupun kargo
ps
tercatat meningkat 8,5 persen dari tahun
.b
sebelumnya. Sementara, barang yang dimuat
ta
meningkat 6,1 persen.
r
ka
Media Komunikasi
Informasi bisa diakses penduduk melalui
a
gy
2010 708.5 781.1 1 829.6 3 319.2 326.2 2.2 328.5 2007 11,260 11,249 1,280 1,269 49.27 10.60 11.94 4.45 6.76
2008 11,608 11,603 1,340 1,321 40.67 14.80 13.27 4.40 7.99
2011 676.8 718.2 1 656.4 3 051.4 159.2 7.2 166.4
2009 18,080 18,070 1,581 1,556 42.66 11.84 14.97 4.38 7.36
2012 697.3 612.8 1 338.7 2 648.7 166.2 11.2 177.3
2010 22,379 22,385 1,724 1,710 55.21 12.26 14.38 4.88 7.47
2013 775.1 590.8 1 263.6 2 629.5 214.5 12.5 226.9 2011 15,138 15,102 2,026 2,011 55.18 13.39 15.48 4.99 7.75
2014 801.7 590.7 1 347.8 2 740.1 195.9 13.0 209.0 2012 17,585 17,578 2,378 2,357 52.58 15.60 18.10 5.08 9.23
2015 981.0 654.1 1 908.0 3 543.1 190.6 8.9 199.6 2013 31,221 31,100 2,739 2,965 18.51 17.69 20.52 5.23 8.88
2014 21,728 21,739 2,953 2,917 8.79 18.78 21.47 5.75 10.50
2016 1 080.4 662.7 2 330.0 4 073.0 212.6 8.7 221.3
2015 23,171 22,976 3,019 2,967 5.57 20.01 22.75 6.62 11.17
Sumber: PT Kereta Api (Persero) DAOP VI D.I. Yogyakarta
Sumber: Bandara Adisutjipto Yogyakarta
Perkembangan aktivitas perbankan dapat dilihat dari kelembagaan, nilai aset, pinjaman pihak
ketiga, dan kredit yang disalurkan. Sementara, aktivitas investasi dapat diketahui dari realisasi
penanaman modal dalam negeri dan luar negeri.
id
2 bank pembangunan daerah, dan 65 bank (92%) dan 8 persen sisanya merupakan aset
o.
perkreditan rakyat. Sementara, jumlah kantor bank syariah.
.g
pelayanan bank tercatat sebanyak 744 unit, Peningkatan aset dari sisi pasiva didorong
ps
terdiri dari 150 unit kantor bank pemerintah, oleh peningkatan simpanan/dana pihak ketiga
203 unit kantor bank swasta nasional, 143 unit yang tumbuh sebesar 10 persen. Nominal
kantor bank pembangunan daerah, dan 248
.b
dana pihak ketiga yang mampu dihimpun
ta
unit kantor BPR. Jumlah kantor pelayanan dari masyarakat sampai akhir tahun 2016
r
ka
bank yang meningkat pesat dalam beberapa mencapai Rp54,4 triliun. Meskipun tingkat
tahun terakhir adalah BPR. suku bunga mengalami penurunan sejalan
a
gy
Aktivitas perbankan di DIY selama periode tinggi yang terlihat dari besarnya share dana
://
2008-2016 menunjukkan perkembangan yang milik perorangan yang lebih dari 75 persen.
meningkat. Nilai aset perbankan pada akhir
tp
dan secara nominal tumbuh 11,3 persen yang mampu tumbuh 10 persen. Jumlah
dibandingkan tahun 2015. Sekitar 90 persen nominal kredit yang tersalurkan mencapai
Tabel 15.1. Tabel 15.2.
Jumlah Aset, Dana Pihak Ketiga, dan Kredit Perkembangan Jumlah Kredit menurut Jenis
Perbankan di DIY, 2008-2016 (miliar Rp) Penggunaan di DIY, 2007-2014 (miliar Rp)
Aset Dana Pihak Ketiga Kredit Jenis Penggunaan
Tahun
(miliar Rp) (miliar Rp) (miliar Rp) Tahun Jumlah
Modal Kerja Investasi Konsumsi
(1) (2) (3) (4)
(1) (2) (3) (4) (5)
2008 20 919 (10.34) 18 017 (9.53) 10 475 (15.64)
2009 24 572 (17.46) 21 034 (16.75) 11 723 (11.91) 2009 4 642 (39.60) 1 486 (12.68) 5 595 (47.73) 11 723 (100)
2010 29 212 (18.88) 24 524 (16.59) 14 581 (24.38) 2010 5 488 (38.95) 1 809 (12.84) 6 793 (48.21) 14 090 (100)
2011 33 923 (16.13) 28 775 (17.33) 17 939 (23.03) 2011 7 277 (40.57) 2 386 (13.30) 8 276 (46.13) 17 939 (100)
2012 40 749 (20.12) 34 882 (21.23) 21 840 (21.75) 2012 8 996 (41.19) 3 193 (14.62) 9 651 (44.19) 21 840 (100)
2013 47 222 (15.88) 39 816 (13.33) 25 571 (17.08) 2013 10 010 (39.14) 4 910 (19.20) 10 652 (41.66) 25 572 (100)
2014 53 675 (13.67) 44 652 (12.15) 29 746 (16.33) 2014 11 560 (38.86) 6 534 (21.96) 11 653 (39.17) 29 746 (100)
2015 59 330 (10.54) 49 505 (10.87) 31 435 (5.68) 2015 12 372 (39.36) 6 403 (20.37) 12 660 (40.27) 31 435 (100)
2016 66 009 (11.26) 54 435 (9.96) 34 575 (9.99) 2016 13 390 (38.73) 7 543 (21.82) 13 642 (39.46) 34 575 (100)
Sumber : KEER DIY, Kantor Perwakilan Bank Indonesia DIY Cat: angka dalam kurung menunjukkan % andil
Cat: angka dalam kurung menunjukkan % pertumbuhan
Rp34,6 triliun. Penggunaan kredit sebagian persen. Belum optimalnya LDR salah satunya
besar untuk kegiatan konsumsi dengan disebabkan oleh persoalan rendahnya
pangsa 39,5 persen. Persentase pemanfaatan penyaluran kredit terutama dari bank umum
kredit untuk modal kerja dan investasi masing- yang dihimpun di Kabupaten Sleman dan Kota
masing sebesar sebesar 38,7 persen dan 21,8 Yogyakarta. Share dana pihak ketiga di kedua
persen. wilayah sangat dominan, namun pangsa kredit
Secara sektoral, pemanfaatan kredit yang tersalurkan di kedua wilayah lebih rendah.
perbankan tahun 2016 yang terbesar Akibatnya, LDR di Sleman dan Kota Yogyakarta
disalurkan ke sektor bukan lapangan usaha pada akhir tahun 2016 tercatat paling rendah.
(lainnya), terutama kredit konsumsi dengan LDR yang tertinggi terjadi di Gunungkidul
porsi 40 persen. Proporsi terbesar berikutnya sebesar 126,3 persen, artinya dana pihak
adalah kredit sektor perdagangan sebesar ketiga yang dihimpun oleh bank umum belum
id
35 persen dan sektor jasa sebesar 12 persen. mampu untuk mencukupi permintaan kredit
o.
Proporsi kredit untuk lapangan usaha yang oleh masyarakat dan pelaku usaha sehingga
.g
lainnya berada di bawah tujuh persen. harus dicukupi dari daerah lainnya.
ps
Kinerja perbankan juga dapat diukur dari Non Performing Loans (NPLs) merupakan
indikator yang menunjukkan tingkat
nilai Loan to Deposit Ratio (LDR) yang dihitung
dari rasio antara jumlah kredit yang disalurkan
.b
resiko kredit perbankan. Nilai NPLs tahun
ta
dengan jumlah dana yang dihimpun dari 2007-2016 menunjukkan pola semakin
r
ka
masyarakat. LDR di DIY pada akhir tahun menurun. Penurunan ini menunjukkan resiko
2016 mencapai 63,5 persen dan relatif sama perbankan dalam menyalurkan kredit menjadi
a
gy
dibanding tahun 2015. Semakin rendah semakin rendah atau tingkat pembayaran/
nilai LDR menggambarkan peran dan fungsi pengembalian cicilan menjadi lebih lancar.
yo
perbankan sebagai lembaga intermediasi NPLs mencapai level terendah tahun 2013
://
keuangan berjalan kurang optimal, terlebih sebesar 1,97 persen dan terlihat meningkat
kembali pada tahun 2016 menjadi 2,6 persen.
tp
70 5.05 66.62
62.34 62.61 64.22 63.5 63.52 5
Lainnya 58.14
Pertanian 60 55.73 57.45
40% 55.07
2% 4
50
Jasa
Pertambangan 40 3
12% 3.20 3.19
0%
Industri 30 2.61
2.54 2.41 2
2.35
6% 2.11 2.18
Angkutan 20 1.97
2% Perdagangan LGA 1
35% 0% 10
0 0
Konstruksi
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
3%
Sumber : Kantor Perwakilan Bank Indonesia DIY
Sumber : KEER DIY, Kantor Perwakilan Bank Indonesia DIY
id
mata uang asing yang diperdagangkan
oleh perusahaan valas selalu lebih tinggi PMA sebesar 62,5 persen. Realisasi PMDN
o.
dibandingkan dengan nilai mata uang yang mencapai 59,7 persen dari yang direncanakan
.g
dibeli. Nilai tukar beberapa mata uang asing atau masih jauh di bawah target. Sementara,
ps
terhadap rupiah memiliki pola yang sama realisasi PMA mencapai 114,1 persen dari yang
dengan nilai tukar Dolar Amerika (USD), karena .b
direncanakan atau melebihi target.
ta
sampai saat ini USD menjadi mata uang rujukan Berdasarkan sektor, investasi PMDN
dalam transaksi perdagangan internasional. maupun PMA dominan pada sektor tersier
r
ka
Rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap USD dengan proporsi masing-masing sebesar 58,3
a
selama tahun 2016 tercatat sedikit menguat persen dan 71,5 persen. Namun demikian,
gy
dibandingkan tahun sebelumnya. Namun realisasi investasi di sektor tersier masih jauh
demikian, secara level nilai tukar 1 USD masih lebih rendah dari yang ditergetkan. Andil
yo
berada di atas Rp13 ribu. Rata-rata nilai tukar terbesar berikutnya adalah sektor sekunder
://
Rupiah terhadap semua mata uang asing dengan proporsi 41,1 persen untuk PMDN dan
tp
selama tahun 2016 juga terlihat menguat 20,3 persen untuk PMA. Investasi di sektor
ht
senada dengan penguatan Rupiah terhadap primer memiliki andil paling rendah atau
USD. kurang menarik akibat ketidakpastian musim
Tabel 15.3.
Rata-rata Nilai Tukar Jual dan Beli Valuta Asing menurut Jenis Valuta Asing di DIY, 2007-2015
Dolar Amerika Dolar Australia Dolar Poundsterling Yen Jepang Ringgit Dolar Singapura
EURO
Bulan (USD) (AUD) Hongkong Inggris (GBP) (Y) Malaysia (SGD)
Jual Beli Jual Beli Jual Beli Jual Beli Jual Beli Jual Beli Jual Beli Jual Beli
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17)
2007 9 226 9 110 6 938 6 815 1 232 1 147 16 912 16 655 109 107 3 379 3 253 8 462 8 369 13 918 13 830
2008 9 193 9 081 7 704 7 586 1 220 1 144 18 346 18 108 119 117 3 088 2 986 7 587 7 480 12 132 12 006
2009 9 760 9 582 8 271 7 926 1 298 1 203 17 875 17 302 111 109 2 908 2 809 7 048 6 938 12 265 12 130
2010 10 515 10 336 8 236 8 047 1 417 1 301 16 333 15 726 105 102 2 860 2 746 6 732 6 611 12 111 11 940
2011 8 847 8 734 9 107 8 980 1 184 1 105 14 223 13 955 131 109 3 105 2 945 7 243 7 076 14 530 14 256
2012 9 469 9 367 9 788 9 664 1 595 1 518 15 037 14 775 96 92 2 945 2 802 6 895 6 729 14 220 13 967
2013 10 576 10 434 10 224 10 069 1 410 1 324 16 630 16 299 79 77 2 697 2 592 6 120 6 010 12 559 12 432
2014 11 945 11 812 10 783 10 623 1 585 1 497 20 504 19 424 114 111 3 676 3 551 9 444 9 312 15 861 15 674
2015 13 470 13 301 10 133 9 971 1 775 1 686 20 641 20 252 111 109 3 507 3 372 9 800 9 655 14 932 14 738
2016 13 385 13 196 9 969 9 818 1 765 1 680 18 297 17 930 124 121 3 290 3 154 9 704 9 568 14 804 14 632
id
Realisasi Komulatif PMDM, PMA (Milyar) di DIY
orang. menurut Sektor, 2016
o.
Berdasarkan sektor, realisasi PMDN
.g
PMDN (miliarRp) PMA (miliarRp)
Sektor
ps
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
untuk sektor hotel dan restoran dengan Primer 62.17 28.37 45.63 136.65 622.17 455.31
Tanaman Pangan 2.70 - - 9.90 37.51 378.84
proporsi 38,4 persen. Berikutnya adalah
sektor sekunder terutama pada industri
.b
Perkebunan
Peternakan
6.83
50.39
1.93
25.29
28.24
50.18
1.80
88.03 17.28
-
19.63
-
ta
Perikanan 1.50 0.40 26.67 12.87 11.72 91.03
pada kelompok primer (pertanian dan Sekunder 2 565.92 1 858.63 72.44 680.41 1 530.65 224.96
Industri Makanan 212.68 220.69 103.77 91.68 847.71 924.62
pertambangan) proporsinya hanya 0,7 persen.
a
Industri Kulit dan Alas Kaki 8.45 6.69 79.20 115.53 260.48 225.47
Realisasi investasi PMA yang terbesar Industri Kayu 21.88 5.21 23.79 139.04 72.30 52.00
Industri Kertas dan Percetakan 69.00 123.17 178.52 27.00 6.85 25.38
yo
juga terjadi pada sektor tersier, terutama Industri Kimia dan Farmasi 48.87 21.40 43.79 61.69 68.25 110.64
untuk kegiatan perdagangan dan reparasi Industri Karet dan Plastik 108.69 95.34 87.72 42.14 28.34 67.25
://
Industri Mineral Non Logam 204.79 9.90 4.83 4.53 21.46 473.68
(23,4%), perhotelan dan restoran (18,4%), dan Industri Logam, Mesin, dan Elektronika 1 347.09 484.12 35.94 102.02 20.51 20.11
tp
(7,4%) dan industri makanan (11,2%). Secara Perdagangan dan Reparasi 115.80 41.72 36.03 855.01 1 769.34 206.94
Perumahan, Kawasan Industri, &Kantor 2 626.76 365.36 13.91 1 623.04 10.00 0.62
umum, investasi PMDN dan PMA di DIY lebih Transportasi, Gudang dan Komunikasi 42.53 109.19 256.75 663.58 1 400.24 211.01
Jasa Lainnya 844.59 378.90 44.86 568.87 511.36 89.89
diarahkan pada sektor-sektor yang berbasis Listrik, Gas dan Air 13.08 4.82 36.89 896.06 281.88 31.46
Jumlah 7 573.31 4 522.82 59.72 6 620.52 7 554.82 114.11
Indikator untuk mengukur stabilitas perekonomian adalah tingkat harga dan perubahannya
(inflasi/deflasi). Harga merupakan interaksi antara permintaan dan penawaran barang
dan jasa dalam pasar barang. Tingkat harga komoditas beserta perubahannya bisa diukur
pada tingkat konsumen maupun produsen.
id
harga suatu paket komoditas barang dan jasa Kota IHK di DIY adalah Kota Yogyakarta.
o.
pada suatu periode waktu terhadap harga Nilai IHK Kota Yogyakarta pada akhir tahun
.g
komoditas yang sama pada periode tertentu 2013 (2007=100) tercatat sebesar 145,6.
(tahun dasar). Persentase perubahan IHK antar Angka ini berarti harga-harga komoditas
ps
waktu menunjukkan besarnya Inflasi/deflasi kebutuhan rumah tangga sampai akhir tahun
yang mencerminkan daya beli dari uang yang 2013 mengalami kenaikan dengan rata-rata .b
ta
dibelanjakan oleh penduduk. IHK dihitung 45,6 persen dibandingkan dengan harga
r
pada tingkat konsumen, yaitu harga transaksi tahun 2007. Sementara, IHK pada akhir tahun
ka
antara pedagang eceran dan konsumen dalam 2016 (2012=100) berada pada posisi 123,1.
a
satuan terkecil secara tunai. Eceran yang Artinya, selama periode 2012-2015 tingkat
gy
dimaksud adalah membeli barang atau jasa harga konsumen secara agregat meningkat
yo
dalam satuan terkecil untuk dikonsumsi. 23 persen. Level IHK tertinggi tercatat pada
IHK bulan Juni 2008-Desember 2013 kelompok bahan makanan sebesar 139,2
://
dihitung berdasarkan pola konsumsi hasil persen. Level IHK yang terendah tercatat pada
tp
Survei Biaya Hidup (SBH) 2007 (2007=100) kelompok pendidikan sebesar 109,7 persen.
ht
Tabel 16.1.
IHK dan Inflasi Tahun Kalender Kota Yogyakarta menurut Kelompok Pengeluaran, 2009-2016 (Persen)
Kelompok IHK Inflasi
Pengeluaran
2009a) 2010a) 2011a) 2012a) 2013a) 2014b) 2015b) 2016b) 2010a) 2011a) 2012a) 2013a) 2014b) 2015b) 2016b)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16)
Bahan Makanan 127.24 151.24 154.00 166.48 186.98 126.93 132.82 139.15 18.86 1.82 8.10 12.31 7.70 4.64 4.77
Makanan Jadi 120.37 126.96 135.94 145.32 157.17 114.82 120.61 125.24 5.47 7.07 6.90 8.15 2.95 5.04 3.84
Perumahan 118.34 124.84 128.60 132.44 139.30 116.48 121.62 123.61 5.49 3.01 2.99 5.18 8.92 4.41 1.64
Sandang 119.19 125.64 137.45 142.34 142.34 106.84 113.11 116.55 5.41 9.40 3.56 0.00 3.61 5.87 3.04
Kesehatan 112.27 114.48 120.94 123.28 127.08 110.12 114.76 119.55 1.97 5.64 1.93 3.08 5.49 4.21 4.17
Pendidikan 114.49 119.36 121.42 123.16 127.07 105.64 107.08 109.65 4.25 1.73 1.43 3.17 2.37 1.36 2.40
Transkom 102.03 107.71 110.29 111.72 123.40 121.49 118.44 116.00 5.57 2.40 1.30 10.45 9.36 -2.51 -2.06
Umum 116.64 125.25 130.11 135.72 145.65 116.84 120.45 123.21 7.38 3.88 4.31 7.32 6.59 3.09 2.29
id
penurunan harga sebesar 2,1 persen. musiman yang cukup kuat. Di samping itu,
o.
Perkembangan inflasi Kota Yogyakarta juga terdapat pengaruh kebijakan pemerintah
.g
tahun kalender 1979-2016 terlihat sangat ketika melakukan penyesuaian baik menaikkan
ps
berfluktuasi. Secara umum, inflasi Kota atau menurunkan harga komoditas energi
Yogyakarta memiliki pola yang hampir sama (BBM, listrik, dan elpiji). Hal ini terlihat
dengan nasional. Inflasi mencapai puncak dari inflasi yang mencapai level tertinggi
.b
ta
tertinggi pada level 77,5 persen pada tahun pada saat perayaan hari raya keagamaan,
r
ka
1998 sebagai akibat dampak krisis ekonomi liburan sekolah, dan liburan akhir tahun atau
yang melanda Indonesia di tahun 1997/1998. menjelang/sesudah pengumuman kenaikan
a
gy
Selama masa krisis, daya beli penduduk harga komoditas energi seperti listrik, BBM,
menurun secara drastis dan berpengaruh dan elpiji. Selama tahun 2016, level inflasi
yo
terhadap penurunan konsumsi penduduk tertinggi terjadi pada bulan Januari, Juli, dan
://
dan kenaikan jumlah penduduk miskin. Pasca Desember. Sementara, pada bulan Februari,
krisis, inflasi tercatat berfluktuasi dibawah April, Agustus, dan September 2016 terjadi
tp
Gambar 16.1.
Perkembangan Inflasi Tahun Kalender Kota Yogyakarta dan Nasional, 1979-2016 (Persen)
DIY Nasional
80
77.5
70
60
50
40
30 23.4
20 15.0
12.7 12.7 12.6
10.4 10.7 10.0 9.9
7.3
10 3.1 2.3
2.5
0
1979
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
id
sepanjang waktu. Sementara, pergerakan
o.
Tabel 16.2.
harga pada kelompok pengeluaran yang
.g
Rata-rata Tahunan Indeks yang Diterima dan
lainnya tercatat lebih rendah atau relatif stabil.
Dibayar Petani serta NTP DIY, 2008-2016 (%)
ps
Beberapa jenis komoditas yang mengalami
Indeks yang Indeks yang Nilai Tukar
deflasi selama tahun 2016 adalah bensin, tarif Tahun
terbesar adalah bawang merah, bawang putih, 2015 119.51 118.15 101.13
kelapa, tukang, dan kontrak rumah.
tp
Gambar 16.2.
Perkembangan Inflasi Bulanan Kota Yogyakarta menurut Kelompok Pengeluaran, 2016 (%)
Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang
4
-1
-2
Mei
Nov
Des
Nov
Des
Nov
Des
Nov
Des
Jun
Jul
Mei
Jun
Jul
Mei
Jun
Jul
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Ags
Sep
Okt
Ags
Sep
Okt
Ags
Sep
Okt
Jan
Feb
Mar
Apr
Jan
Feb
Mar
Apr
Jan
Feb
Mar
Apr
Jan
Feb
Mar
Apr
-1
-2
Nov
Des
Nov
Des
Nov
Des
Nov
Des
Mei
Jun
Jul
Mei
Jun
Jun
Okt
Jul
Mei
Okt
Jul
Mei
Jun
Jul
Sep
Okt
Jan
Feb
Mar
Apr
Ags
Sep
Jan
Feb
Mar
Apr
Ags
Sep
Jan
Feb
Mar
Apr
Ags
Jan
Feb
Mar
Apr
Ags
Sep
Okt
kenaikan harga jual produksi pertanian akan banyak dibudidayakan oleh petani di DIY.
menambah pendapatan petani dan mampu Sementara, peningkatan nilai Ib lebih didorong
mengkompensasi kebutuhan petani akibat oleh kenaikan indeks konsumsi.
kenaikan harga yang harus dibayarkan. Pola perkembangan NTP secara bulanan
Semakin tinggi nilai NTP menggambarkan 2010-2013 terlihat lebih dinamis dengan
semakin kuat pula daya beli petani dan secara level di atas 100 dan ada kecenderungan
kasar mengindikasikan kesejahteraan semakin yang semakin meningkat. Pola patahan pada
membaik. bulan Desember 2013 menunjukkan adanya
Perkembangan nilai rata-rata tahunan pergantian tahun dasar dari 2007=100 menjadi
indeks yang diterima dan dibayar petani di 2012=100. Dalam empat tahun terakhir pasca
DIY selama tahun 2008-2016 menunjukkan pergantian tahun dasar, perkembangan NTP
pola yang semakin meningkat. Secara umum, terlihat lebih datar. Bahkan, di beberapa
id
nilai It tercatat selalu lebih tinggi dari Ib. titik (Desember 2014 dan Maret-Mei 2015)
o.
Perkembangan rata-rata It juga lebih cepat terlihat nilai Ib lebih tinggi dari It. Akibatnya,
.g
dari Ib, sehingga nilai NTP selalu berada di atas NTP pada bulan-bulan tersebut tercatat
ps
100. Nilai NTP tahun 2008 (2007=100) berada kurang dari 100. NTP di bawah 100 secara
pada level 105,3 dan meningkat menjadi 116,9 kasar menggambarkan kesejahteraan petani
di tahun 2013. Mulai tahun 2014 digunakan
.b
yang sedikit menurun. Periode Januari
ta
tahun dasar baru dalam penghitungan NTP. 2016-Agustus nilai NTP kembali menguat di
r
ka
melambat akibat pergantian tahun dasar. NTP sebesar 104,1 di tahun 2016 didorong
oleh NTP subsektor perkebunan (124,1),
://
NTP di atas 100 secara kasar menggambarkan sementara NTP subsektor peternakan tercatat
tp
Gambar 16.3.
Perkembangan Indeks Diterima, Indeks Dibayar dan NTP Bulanan di DIY, 2010-2017 (Persen)
It Ib NTP
170
160
150
140
130
120
110
100
90
Apr
Apr
Apr
Apr
Apr
Apr
Apr
Apr
Juli
Juli
Juli
Juli
Juli
Juli
Juli
Juli
Jan
Jan
Jan
Jan
Jan
Jan
Jan
Jan
Okt
Okt
Okt
Okt
Okt
Okt
Okt
Sumber : BPS DIY Cat. mulai Desember 2013 menggunakan tahun dasar 2012
id
dibagi menjadi dua kelompok, yakni makanan yang dikonsumsi rumah tangga.
o.
dan non makanan. Pola pengeluaran menurut Nilai pengeluaran perkapita penduduk
kelompok dan pergeserannya terjadi seiring DIY pada tahun 2016 tercatat sebesar
.g
dengan peningkatan pendapatan rumah Rp1,1 juta. Rinciannya adalah pengeluaran
ps
tangga. Ketika pendapatan yang diterima kelompok makanan sebesar Rp434 ribu dan
meningkat maka pengeluaran juga akan .b
kelompok non makanan sebesar Rp 637ribu.
ta
meningkat dan porsi pengeluaran untuk Dibandingkan dengan tahun 2015, nilai
kelompok makanan akan semakin menurun. nominal pengeluaran perkapita tahun 2016
r
ka
Sebaliknya, porsi pengeluaran non makanan meningkat secara nyata. Namun, peningkatan
akan meningkat. Selain itu, perubahan ini belum sepenuhnya menggambarkan
a
gy
Pengeluaran (Rp)
Tahun Daerah menurut Kelompok Pengeluaran, 2010-2016 (%)
ht
K+D 244 003 309 963 553 966 Perdesaan (D) 50.1 49.9
Perkotaan (K) 302 958 399 829 702 787 Perkotaan (K) 37.9 62.1
2011 Perdesaan (D) 223 946 248 219 472 165 K+D 39.3 60.7
2015
2013 Perdesaan (D) 313 167 230 101 543 268 Perdesaan (D) 57.6 42.4
K+D 359 522 406 192 765 714 Perkotaan (K) 43.6 56.4
Perkotaan (K) 368 752 465 447 834 199 K+D 46.7 53.3
2012
2014 Perdesaan (D) 329 872 252 242 582 114 Perdesaan (D) 51.9 48.1
K+D 355 504 392 800 748 304 Perkotaan (K) 45.1 54.9
K+D 44.2 55.8
Perkotaan (K) 385 061 697 510 1 082 571
2011
atau masih ada pengaruh perubahan harga. lebih dominan dari pengeluaran makanan.
Peningkatan pengeluaran terjadi pada Distribusi pengeluaran penduduk
kelompok makanan dan non makanan. tahun 2016 menurut kelompok pengeluaran
Secara umum, pengeluaran perkapita didominasi oleh pengeluaran kelompok
penduduk daerah perkotaan lebih tinggi perumahan, bahan bakar, dan penerangan
dibandingkan dengan daerah perdesaan. dengan pangsa mencapai 27,2 persen.
Hal ini memberi gambaran bahwa tingkat Berikutnya adalah pengeluaran kelompok
kesejahteraan penduduk perkotaan secara aneka barang dan jasa (pendidikan,
rata-rata lebih baik dibandingkan dengan kesehatan, rekreasi, transportasi, komunikasi
penduduk perdesaan. dan keuangan) dengan pangsa 17,4 persen
Sampai dengan tahun 2016, proporsi serta kelompok makanan dan minuman jadi
pengeluaran perkapita non makanan sudah sebesar 15,3 persen.
id
lebih besar dari pengeluaran perkapita Komposisi pengeluaran di daerah
o.
makanan seiring dengan peningkatan perdesaan dan perkotaan memiliki pola
.g
pendapatan penduduk. Proporsi pengeluaran yang hampir sama, yakni didomonasi oleh
ps
makanan mencapai 40,5 persen dan non pengeluaran kelompok perumahan, aneka
makanan mencapai 59,5 persen dari total barang dan jasa, serta makanan dan minuman
konsumsi perkapita penduduk. Pola .b
jadi. Perbedaan yang cukup mencolok
ta
konsumsi di daerah perdesaan berbeda terdapat pada pengeluaran kelompok padi-
r
dominan dari non makanan. Sementara, di cukup besar dan lebih dominan dari daerah
gy
Distribusi Pengeluaran Perkapita Sebulan menu- Tingkat kecukupan gizi yang diukur
rut Kelompok Pengeluaran dan Wilayah, 2016
tp
id
Dalam beberapa tahun terakhir
o.
konsumsi kalori perkapita penduduk Jenis komoditas yang memberi andil terbesar
perdesaan secara umum tercatat lebih
.g
terhadap kalori yang dikonsumsi penduduk
rendah dari penduduk perkotaan. Konsumsi DIY adalah beras, minyak goreng, nasi rames,
ps
kalori perkapita penduduk perkotaan makanan gorengan, dan gula pasir.
tercatat sebesar 2.070 kkal sehari, sementara .b
ta
konsumsi penduduk perdesaan sebesar 2.050 Konsumsi Protein
kkal sehari. Perbedaan ini dipengaruhi oleh
r
Konsumsi protein penduduk DIY selama
ka
Sumber utama kalori yang dikonsumsi yakni 50 gram sehari. Bahkan, pada tahun
tp
penduduk DIY berasal dari kelompok padi- 2013-2016 sudah mendekati atas level 62 gram
sehari, meskipun terlihat sedikit menurun di
ht
id
konsumsi penduduk perdesaan mencapai 56,7 perkapita hampir semua kelompok makanan
o.
gram sehari. Angka ini memberi gambaran mengalami kenaikan dibandingkan dengan
tahun 2015. Kenaikan konsumsi protein
.g
bahwa konsumsi protein baik di perkotaan
tertinggi terjadi pada kelompok umbi-umbian
ps
maupun perdesaan sudah melebihi angka
kecukupan minimum protein yang ditentukan. dan bumbu-bumbuan. Sementara, konsumsi
.b
protein dari kelompok buah-buahan, minyak
ta
dan kelapa, dan bahan minuman tercatat
mengalami penurunan dibandingkan tahun
r
Tahukah Anda?
ka
2015.
a
daging ayam ras, tahu dan telur. Rata-rata Konsumsi Protein Perkapita Sehari
menurut Kelompok Pengeluaran, 2014-2016
://
Protein (Gram)
Kelompok Makanan
tp
Perkembangan Konsumsi Protein Perkapita Se- Padi-Padian 17.13 (27.66) 15.94 (27.73) 17.43 (28.25)
hari menurut Wilayah di DIY, 2008-2016 (gram) Umbi-Umbian 0.30 (0.48) 0.25 (0.43) 0.34 (0.55)
Tidak semua barang yang dibutuhkan untuk konsumsi akhir maupun konsumsi antara dapat
dipenuhi dari produksi sendiri dan tidak semua barang yang diproduksi akan dikonsumsi
sendiri. Kegiatan perdagangan komoditas baik dalam negeri maupun luar negeri menjadi
jembatan untuk menjamin ketersediaan dan distribusi barang dan jasa.
Kinerja ekspor komoditas asal DIY ke luar berlaku sehingga masih mengandung unsur
negeri selama periode 2007-2016 mengalami perubahan harga.
id
kecenderungan semakin membaik. Hal ini Berdasarkan volume dan nilai, komoditas
tampak dari volume maupun nilai barang
o.
asal DIY selama periode 2010-2016 sebagian
yang diekspor yang meningkat secara
.g
besar diekspor ke negara-negara Uni
nyata. Peningkatan volume terutama terjadi Eropa. Proporsi volume ekspor ke Uni Eropa
ps
pada tahun 2012-2016, setelah sebelumnya cenderung menurun, sementara proporsi
mengalami kelesuan di periode 2007-2011
akibat krisis finansial yang terjadi di beberapa
.b
nilainya terlihat semakin meningkat. Negara-
ta
negara Uni Eropa yang menjadi tujuan utama
negara tujuan utama ekspor terutama Amerika
r
ekspor komoditas dari DIY adalah Jerman,
ka
Serikat dan Uni Eropa. Pada tahun 2016, Belanda, Perancis dan Belgia. Porsi volume
volume ekspor tercatat sebesar 57,0 ribu ton
a
atau meningkat 0,2 persen dari tahun 2015. kawasan Asia. Pangsa volume maupun nilai
Nilai ekspor luar negeri yang terlihat ekspor ke negara-negara di kawasan Asia
yo
hingga mencapai US$252,2 juta di tahun yang menjadi tujuan utama ekspor komoditas
2016. Peningkatan nilai ini disebabkan oleh dari DIY adalah Jepang, Korea Selatan, Uni
ht
faktor kenaikan harga jual, perubahan nilai Emirat Arab, dam China/Tiongkok. Dalam
tukar serta kenaikan volume penjualan. Nilai beberapa tahun terakhir volume dan nilai
ekspor masih dicatat dalam bentuk nominal ekspor DIY ke kawasan Asia Timur dan Asia
dan dihitung atas dasar harga pasar yang Tenggara terlihat semakin meningkat. Hal
Gambar 18.1. Gambar 18.2.
Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Asal DIY, Pangsa Volume dan Nilai Ekspor DIY menurut
2007-2016 Kawasan Tujuan, 2010-2016 (Persen)
Volume (Ribu Ton) Nilai (Juta US$) Pangsa Volume (%) Pangsa Nilai (%)
300
7.66 8.97 11.61
13.58 13.28 14.37 1.80
252.17 2.91
236.22 242.47 3.90
250 4.69
10.16 8.63
211.76 23.10
23.48
AS dan Kanada
200
24.27 29.71
177.07 22.91
30.80 Uni Eropa
Sumber : Dinas Perindusterian dan Perdagangan DIY Sumber : Dinas Perindusterian dan Perdagangan DIY
id
daun cengkih. Komoditas ekspor yang nilainya meningkat 295 persen karena dicatat
o.
lainnya memiliki pangsa nilai kurang dari 5 dalam bentuk nominal dan dipengaruhi oleh
.g
persen. Berdasarkan pelabuhan muat, ekspor nilai tukar mata uang. Selama tahun 2016,
komoditas asal DIY sebagian besar dimuat di volume impor didominasi oleh komoditas
ps
Bandara Adisutjipto, Pelabuhan Tanjung Mas tekstil dan sparepart mesin pertanian.
Semarang, dan Tanjung Priok Jakarta. .b
Berdasarkan negara asal, pangsa volume impor
ta
Perkembangan kegiatan impor ke DIY didominasi komoditas asal Singapura (35,5%),
r
sulit dicatat sesuai dengan kondisi yang China (22,6%), dan Korea Selatan (29,0%).
ka
sebenarnya, karena lokasi pelabuhan bongkar Sementara, dari sisi nilai impor komposisi
a
dan pelaku impor umumnya berada di yang tertinggi berasal dari Jepang (71,9%) dan
gy
Tabel 18.1.
://
Tujuan, 2015-2016
2015 2016
ht
Iran 0.10 (0.18) 0.12 (0.05) 0.03 (0.05) 0.08 (0.03) Singapura 0.00 (0.00) 0.11 (1.17) 0.66 (35.48) 1.71 (6.17)
Portugal 0.06 (0.11) 0.09 (0.04) 0.03 (0.05) 0.10 (0.04) Vietnam 0.00 (0.00) 0.00 (0.00) 0.00 (0.00) 0.00 (0.00)
Lainnya 14.36 (25.24) 30.27 (12.48) 8.19 (14.37) 29.27 (11.61) Lainnya 0.18 (10.09) 1.51 (16.08) 0.12 (6.45) 1.54 (5.56)
Jumlah 56.91 (100) 242.47 (100) 57.01 (100) 252.17 (100) Jumlah 1.81 (100) 9.40 (100) 1.86 (100) 27.71 (100)
Sumber : Dinas Perindusterian dan Perdagangan DIY Sumber : Dinas Perindusterian dan Perdagangan DIY
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan penjumlahan nilai tambah bruto (selisih
antara nilai output dengan biaya antara) yang dihasilkan oleh seluruh aktivitas perekonomian
dalam suatu wilayah tertentu tanpa memperhatikan dari mana faktor produksi yang digunakan
berasal
PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi (ADHK) tahun 2010, nilai PDRB meningkat dari
Produk Domestik Regional (PDB/PDRB) Rp64,7 triliun di tahun 2010 menjadi Rp87,7
id
beserta ukuran turunannya merupakan triliun di tahun 2015.
o.
indikator menggambarkan kemajuan Kinerja perekonomian DIY yang semakin
.g
kegiatan perekonomian suatu wilayah atau membaik juga ditandai oleh pertumbuhan
negara. Penghitungan PDRB dapat dilakukan ekonomi yang selalu memiliki arah positif.
ps
menggunakan tiga pendekatan, yakni Laju pertumbuhan ekonomi DIY periode
produksi, pendapatan, dan pengeluaran. 2000-2016 berfluktuasi di bawah level 5,5 .b
ta
Sampai saat ini, pendekatan yang lazim persen, setelah sebelumnya mengalami
r
digunakan di Indonesia adalah pendekatan kontraksi yang cukup dalam di tahun 1998-
ka
produksi (PDRB lapangan usaha) dan 1999 akibat krisis ekonomi. Secara bertahap
a
Kinerja perekonomian makro DIY dalam laju pertumbuhan ekonomi hingga level 5,12
yo
Hal ini ditunjukkan oleh nilai PDRB periode bumi pada bulan Mei 2006 berdampak
tp
nominal atau atas dasar harga berlaku (ADHB), hingga level 3,7 persen di tahun 2006.
PDRB meningkat dari Rp64,7 triliun di tahun Selama 2009-2010, perekonomian juga
2010 menjadi Rp110,1 triliun di tahun 2016. tumbuh melambat hingga level 4,4 persen
Secara riil atau atas dasar harga konstan akibat dampak krisis finansial yang melanda
60 3.70
3.0
40 2.0
20 1.0
0.0
0
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
id
sebesar 4,9 persen di tahun 2016 didorong andil 1,4 poin persen terhadap pertumbuhan.
o.
oleh pertumbuhan positif semua lapangan Sementara, konsumsi pemerintah tumbuh
.g
usaha. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh 2,1 persen dan memberi andil sebesar
ps
lapangan usaha kategori pengadaan listrik 0,7 poin persen terhadap pertumbuhan.
dan gas sebesar 14,3 persen dan diikuti oleh Ketergantungan terhadap barang dan jasa
kategori informasi dan komunikasi sebesar .b
dari luar daerah dan luar negeri masih cukup
ta
8,32 persen. Terdapat beberapa lapangan tinggi. Hal ini diindikasikan oleh nilai net
r
ka
usaha tumbuh di bawah 4 persen, yakni ekspor yang bertanda negatif. Kinerja ekspor
pertanian; penggalian; pengadaan listrik, luar negeri mengalami penurunan, sementara
a
2016 DIY dihasilkan oleh lapangan usaha pada negeri mengalami kontraksi.
://
K Jasa Keuangan dan Asuransi 4 028 4 342 3 061 3 213 4.98 0.18 Perubahan Inventori 1 152 1 296 975 1 045 7.24 0.06
L Real Estate 7 117 7 808 6 082 6 395 5.14 0.37 Net Ekspor 1 200 573 688 - 92 -113.3 -0.01
M,N Jasa Perusahaan 1 048 1 115 992 1 026 3.43 0.06
Ekspor Luar Negeri 6 266 6 495 4 416 4 401 -0.35 0.25
O Administrasi Pemerintahan 8 379 9 217 6 305 6 656 5.57 0.38
Impor Luar Negeri 5 066 5 923 3 729 4 493 20.48 0.26
P Jasa Pendidikan 8 599 9 088 7 444 7 673 3.07 0.44
Net Ekspor Antar Daerah -20 819 -21 291 -5 771 -4 842 -16.10 -0.28
Q Jasa Kesehatan 2 554 2 764 2 210 2 310 4.52 0.13
R,S,T,U Jasa lainnya 2 589 2 825 2 289 2 420 5.70 0.14 PDRB 101 448 110 098 83 474 87 688 5.05 5.05
PDRB
Sumber : BPS DIY 101 448 110 098 83 474 87 688 5.05 5.05
Sumber : BPS DIY
id
Berikutnya secara berturut-turut diikuti dikonsumsi dihasilkan oleh kegiatan ekonomi
o.
oleh kategori pertanian sebesar 10,4 persen di wilayah DIY, sehingga harus diimpor dari
.g
dan akomodasi makan minum sebesar 10,2 wilayah lain dan jumlah barang dan jasa yang
ps
persen. Kategori lapangan usaha yang diimpor lebih besar daripada yang diekspor.
lainnya memiliki andil beragam kurang dari Andil konsumsi LNPRT dalam perekonomian
10 persen. Bahkan, kategori pertambangan
.b
tercatat sebesar 2,9 persen.
ta
dan penggalian, pengadaan listrik dan gas,
r
ka
serta pengadaan air bersih dan pengelolaan PDRB menurut Kabupaten/Kota di DIY
sampah memiliki andil kurang dari satu Kontribusi kabupaten/kota dalam
a
gy
pergeseran dalam struktur perekonomian DIY. tercatat memiliki sumbangan terbesar dan
://
Lapangan usaha pertanian (sektor primer) diikuti oleh Kota Yogyakarta dan Kabupaten
tp
yang cukup dominan dalam menyumbang Bantul. Andil Kabupaten Sleman dalam PDRB
ADHB DIY tahun 2016 tercatat sebesar 33,6
ht
disumbang oleh Kabupaten Kulon Progo Dalam enam tahun terakhir, PDRB perkapita
sebesar 7,6 persen. DIY mampu tumbuh 4 persen per tahun.
Secara kasar, fenomena ini menggambarkan
PDRB Perkapita terjadinya perbaikan kesejahteraan penduduk
PDRB perkapita dihitung dari hasil dengan asumsi semua penduduk menerima
bagi antara PDRB dengan jumlah penduduk manfaat yang sama dari pertumbuhan yang
pertengahan tahun. Ukuran ini menjadi salah dihasilkan.
satu indikator kesejahteraan penduduk suatu PDRB perkapita menurut kabupaten/
wilayah, namun masih bersifat kasar. Semakin kota menunjukkan pola yang bervariasi. Kota
tinggi PDRB perkapita mencerminkan Yogyakarta dalam beberapa dekade terakhir
kesejahteraan penduduk yang membaik. tercatat selalu memiliki level PDRB parkapita
Perkembangan PDRB perkapita tertinggi di DIY. Posisi berikutnya adalah
id
DIY tahun 2010-2016 menunjukkan pola Kabupaten Sleman.
o.
meningkat. Level PDRB perkapita DIY ADHB
.g
tahun 2010 tercatat sebesar Rp18,6 juta
ps
setahun. Level PDRB perkapita ini meningkat Tahukah Anda?
secara bertahap menjadi Rp29,6 juta di
tahun 2016. Angka ini masih mengandung .b
Pertumbuhan PDRB perkapita riil memiliki pola
ta
yang searah dengan pertumbuhan ekonomi.
unsur perubahan harga, sehingga belum Pertumbuhan terlihat melambat di tahun
r
ka
mencerminkan nilai riil. Secara riil atau ADHK 2014-2015 akibat melambatnya pertumbuhan
tahun 2010, PDRB perkapita meningkat ekonomi, sementara pertumbuhan penduduk
a
3.87 4.0
(1) (2) (3) (4) (5) 30 3.75
3.95 29.59 3.5
27.57
Kulon Progo 6 490 7 057 7 672 8 312 25
4.11
4.23
25.53 3.0
3.94 23.62 23.57
3.41 22.69
Bantul 16 139 17 683 19 325 20 925 20
20.33
21.74
20.18
21.04
21.87 2.5
18.65 19.39
15 2.0
Gunungkidul 11 530 12 557 13 799 14 982
1.5
10
Sleman 28 295 30 912 33 827 36 991 1.0
5
Kota Yogyakarta 22 538 24 664 26 793 28 916 0.5
0 0.0
Jumlah 84 992 92 873 101 415 110 127 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Bagian ini menyajikan perbandingan regional pencapaian beberapa indikator makro menurut
provinsi di Indonesia. Indikator yang diperbandingkan mencakup level PDRB, pertumbuhan
ekonomi, andil PDRB, PDRB perkapita, dan IPM.
id
tahun 2016 berada di peringkat ke-23 Pertum
PDRB (triliun Rp) Pering
secara nasional diantara Provinsi Kalimantan
o.
Prov buhan Andil (%)
ADHB ADHK kat
(%)
Tengah dan Sulawesi Utara. Peringkat ini
.g
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
sedikit melorot dibandingkan dengan
ps
NAD 137.28 116.39 19 3.31 1.08
tahun 2015 yang berada di peringkat ke-22. Sumut 628.39 463.78 6 5.18 4.96
persen. Besarnya andil ini sedikit menurun Babel 65.13 47.85 29 4.11 0.51
gy
id
Indonesia dipengaruhi oleh rendahnya Sementara, NTT merepresentasikan daerah
o.
pertumbuhan di Pulau Kalimantan, meskipun yang pembangunan ekonominya masih jauh
pertumbuhan di Pulau Sulawesi dan Pulau tertinggal.
.g
Maluku dan Papua tercatat lebih dari 7 persen. Secara nasional, level PDRB perkapita
ps
nominal tahun 2016 tercatat sebesar Rp48,9
PDRB Perkapita .b
juta dan setara dengan Rp36,7 juta atas
ta
Perbandingan nilai PDRB per kapita tahun dasar harga konstan 2010. Berdasarkan
r
2016 ADHB maupun ADHK 2010 menurut level tersebut, tercatat 8 dari 34 provinsi di
ka
provinsi di Indonesia menunjukkan adanya Indonesia yang memiliki nilai PDRB perkapita
a
gap atau kesenjangan yang cukup lebar. nominal dan riil di atas level nasional.
gy
yo
Gambar 20.1.
PDRB Perkapita ADHB dan ADHK 2010 menurut Provinsi di Indonesia, 2016 (Juta Rp)
://
tp
160
120
80
48.9
40 16.2 29.6
0
149.8
150
PDRB Perkapita ADHK 2010
120
90
60
36.7
30 11.5 23.6
0
Banten
Sultra
NTT
Jabar
Kaltara
NTB
Maluku Utara
Gorontalo
Lampung
Bali
Jawa Timur
Riau
Kepri
DIY
Sumbar
Papua Barat
DKI Jakarta
Bengkulu
Kalsel
Kalteng
Sumut
Babel
NAD
Sulut
Sumsel
Sulsel
Jambi
Papua
Kaltim
Jawa Tengah
Sulbar
Kalbar
Sulteng
Maluku
Sumber : BPS
Kedelapan provinsi tersebut secara berurutan Papua (58,05), Papua Barat (62,61), NTT
adalah DKI Jakarta, Kalimantan Timur, (63,13), Sulawesi Barat (63,60), dan NTB (65,81)
Kepulauan Riau, Riau, Kalimantan Utara, merupakan lima provinsi yang memiliki level
Papua Barat, Papua, dan Jambi. Sementara, IPM terendah di Indonesia. Kelima provinsi
26 provinsi yang lainnya memiliki nilai PDRB ini terdapat di Kawasan Timur Indonesia.
perkapita nominal dan riil di bawah level Fenomena tersebut menggambarkan IPM di
nasional, termasuk DIY. Beberapa provinsi Kawasan Barat Indonesia cenderung lebih
yang memiliki nilai PDRB perkapita tinggi tinggi dibandingkan dengan Kawasan Timur
seperti Riau, Kalimantan Timur, Kalimantan Indonesia. Artinya, masih adanya kesenjangan
Utara, Kepulauan Riau dan Papua tercatat atau gap kualitas pembangunan manusia
memiliki potensi pertambangan minyak dan yang cukup lebar antarkawasan di Indonesia.
gas maupun pertambangan bahan mineral Besarnya gap antara level IPM tertinggi
id
lainnya, sehingga mendorong tingginya nilai dan terendah pada tahun 2016 tercatat
o.
PDRB perkapita wilayah yang bersangkutan. sebesar 21,6 poin. Gap tersebut mengalami
.g
penurunan jika dibandingkan dengan kondisi
Indeks Pembangunan Manusia
ps
tahun 2010 yang mencapai 21,9 poin. Hal
Perbandingan capaian IPM di 34 provinsi ini menuntut prioritas untuk mempercepat
di Indonesia diringkas dalam Gambar 20.2. .b
pembangunan manusia terutama di Kawasan
ta
Lima provinsi yang memiliki level capaian IPM Timur Indonesia.
r
Kawasan Barat Indonesia. Sementara, Provinsi besar IPM provinsi berada pada kategori IPM
://
Gambar 20.2.
tp
IPM Metode Baru Tahun 2016 dan Pertumbuhan per Tahun menurut Provinsi di Indonesia
ht
1.5
1.2
Rata-rata Pertumbuhan IPM per
Tahun Nasional
0.9
0.6
0.3
0.0
100
79.60
78.38
80 IPM Nasional 70.18
58.05
60
40
20
0
Jawa Tengah
Sumut
Sulsel
Sultra
Sulteng
NTB
NTT
Maluku
DIY
Jawa Timur
Kalbar
Banten
Aceh
Papua Barat
Sulbar
Kep. Riau
Sulut
Sumbar
Jawa Barat
Kep. Babel
Kaltara
Kalteng
Kalsel
Lampung
Sumsel
Maluku Utara
Kaltim
Jambi
Gorontalo
Papua
Riau
DKI Jakarta
Bali
Bengkulu
Sumber : BPS
sedang (60 ≤ Nilai IPM < 70) dengan jumlah 21 per tahun yang memiliki arah positif dengan
provinsi dan kategori IPM tinggi (70 ≤ Nilai IPM besaran yang cukup bervariasi. Pertumbuhan
< 80) dengan jumlah 12 provinsi. Sementara, IPM nasional periode 2010-2016 tercatat
terdapat satu provinsi yang termasuk dalam sebesar 0,89 persen per tahun. Pertumbuhan
kategori IPM rendah (IPM < 60) yakni Papua. IPM tertinggi dicapai oleh Provinsi Nusa
S elama periode 2010-2016, semua Tenggara Barat sebesar 1,23 persen per tahun,
provinsi memiliki perkembangan IPM ke diikuti oleh Jawa Timur (1,09 persen) dan Nusa
arah yang semakin membaik. Hal ini bisa Tenggara Timur (1,07 persen). Sementara,
dilihat dari besarnya nilai pertumbuhan IPM pertumbuhan IPM terendah dicapai oleh
Provinsi Kalimantan Utara sebesar 0,59 persen
Tabel 20.2. per tahun, diikuti oleh Provinsi Riau (0,61
IPM dan Komponen Penyusun menurut persen), DIY (0,65 persen), Kepulauan Riau
id
Provinsi, 2016 (0,66 persen), dan DKI Jakarta (0,71 persen).
o.
Provinsi
AHH EYS MYS PPP (ribu
IPM Secara umum, daerah yang memiliki
.g
(Tahun) (Tahun) (Tahun) Rp)
pertumbuhan IPM rendah justru tercatat
ps
(1) (2) (3) (4) (5) (6) memiliki level IPM relatif tinggi. Sebaliknya,
NAD 69.51 13.89 8.86 8,768 70.00
daerah yang memiliki pertumbuhan IPM
Sumut 68.33 13.00 9.12 9,744 70.00
.b
tinggi tercatat memiliki level IPM yang relatif
ta
Sumbar 68.73 13.79 8.59 10,126 70.73
Riau 70.97 12.86 8.59 10,465 71.20 rendah. Artinya, terdapat hubungan negatif
r
ka
Jabar 72.44 12.30 7.95 10,035 70.05 Posisi IPM DIY tahun 2016 berada
tp
Jawa Tengah 74.02 12.45 7.15 10,153 69.98 pada level 78,4 dan berada di peringkat
DIY 74.71 15.23 9.12 13,229 78.38
kedua tertinggi dan tidak mengalami
ht
LAMPIRAN
ps
.g
o.
id
Tabel 1.
Jumlah Penduduk Usia Kerja (15 Tahun +) menurut Kegiatan Selama Seminggu yang Lalu
(Orang), TPAK dan TPT di DIY, 2010-2017
2010 2011 2012 2013
Kegiatan
Agustus Februari Agustus Februari Agustus Februari Agustus
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
id
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) 69.76 72.93 70.39 71.29 71.52 70.01 69.29
o.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 5.69 5.53 4.32 3.95 3.86 3.73 3.24
.g
Lanjutan
ps
2014 2015 2016 2017
Kegiatan
Februari Agustus
.bFebruari Agustus Februari Agustus Februari
ta
(1) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15)
r
Angkatan Kerja 2,032,896 2,023,461 2,098,080 1,971,463 2,096,865 2,099,436 2,115,969
ka
Bukan Angkatan Kerja 796,887 824,293 771,935 911,517 807,436 818,216 823,034
Sekol a h 349,639 270,545 249,336 297,972 264,858 273,286 261,082
yo
Mengurus Ruma h Ta ngga 352,183 439,522 422,297 475,397 400,382 430,895 456,920
La i nnya 95,065 114,226 100,302 138,148 142,196 114,035 105,032
://
Penduduk Berusia 15 Tahun ke Atas 2,829,783 2,847,754 2,870,015 2,882,980 2,904,301 2,917,652 2,939,003
tp
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) 71.84 71.05 73.10 68.38 72.20 71.96 72.00
ht
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 2.16 3.33 4.07 4.07 2.81 2.72 2.84
Sumber : Sakernas, BPS DIY
77
Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2017 77
Tabel 2.
Jumlah Sekolah, Kelas, Murid, Guru, Rata-rata Murid dan Guru per Sekolah, dan Rasio Murid Guru,
dan Murid Kelas menurut Tingkatan Pendidikan di DIY, 2007-2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
2015/2016 2009 14.541 309.924 21.803 154 11 14 21
2014/2015 2.018 14.708 306.509 22.076 152 11 14 21
2013/2014 2.010 14.576 304.384 22.548 151 11 13 21
SD/MI 2012/2013 2.004 14.684 307.439 23.222 153 12 13 21
(Negeri + 2011/2012 2.017 17.329 309.433 23.719 153 12 13 18
Swa s ta ) 2010/2011 2.009 14.680 307.542 23.820 153 12 13 21
id
2009/2010 2.009 14.153 306.944 23.755 153 12 13 22
o.
2008/2009 2.025 14.414 307.317 23.545 152 12 13 21
.g
2007/2008 2.025 14.184 307.475 23.149 152 11 13 22
ps
2015/2016 530 5.663 156.871 12.507 296 24 13 28
2014/2015 534 5.560 159.010 13.010 298 24 12 29
2013/2014 526 5.720 152.784
.b
12.834 290 24 12 27
ta
SLTP/MTS 2012/2013 517 5.035 146.454 12.634 283 24 12 29
r
ka
7-12 99.29 99.62 99.65 99.69 99.46 99.77 99.96 99.94 99.89 99.84
Angka
Pa rti s i pa s i 13-15 92.62 92.91 93.42 94.02 97.59 98.32 96.71 99.48 99.68 99.62
Sekol a h 16-18 71.82 72.46 72.26 73.06 75.85 80.22 81.50 86.44 86.78 87.20
(APS)
19-24 43.38 43.47 43.30 44.03 41.73 44.32 46.73 49.08 49.17 49.95
Angka SD 112.20 115.03 111.10 108.16 104.52 107.13 108.31 109.11 106.69 106.75
Pa rti s i pa s i SLTP 102.35 104.81 92.47 93.47 89.40 88.99 83.54 90.66 97.88 93.15
Ka s a r (APK) SLTA 75.87 79.04 78.33 79.29 86.50 83.09 89.74 94.62 82.64 91.87
id
SD 93.53 94.32 94.38 94.76 91.98 96.03 98.72 98.98 99.23 99.21
o.
Angka
Pa rti s i pa s i SLTP 74.94 75.31 75.34 75.55 69.15 72.64 75.82 82.20 82.86 83.05
.g
Murni (APM) SLTA 57.88 58.96 58.69 59.35 59.68 64.02 64.92 68.46 68.60 68.96
ps
Sumber : BPS DIY
Tabel 4. .b
ta
Rata-rata Lama Sekolah Penduduk Usia 25 Tahun ke Atas di DIY, 2010-2016 (Tahun)
r
ka
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
gy
D.I. Yogyakarta 8.51 8.53 8.63 8.72 8.84 9.00 9.12 0.57 0.57 0.58 0.58 0.59 0.60 0.61
Kul onprogo 7.85 7.88 7.93 8.02 8.20 8.40 8.50 0.52 0.53 0.53 0.53 0.55 0.56 0.57
://
Ba ntul 8.34 8.35 8.44 8.72 8.74 9.08 9.09 0.56 0.56 0.56 0.58 0.58 0.61 0.61
tp
Gunungki dul 5.59 5.74 6.08 6.22 6.45 6.46 6.62 0.37 0.38 0.41 0.41 0.43 0.43 0.44
ht
Sl ema n 9.79 10.03 10.03 10.03 10.28 10.30 10.64 0.65 0.67 0.67 0.67 0.69 0.69 0.71
Kota Yogya ka rta 10.88 11.01 11.22 11.36 11.39 11.41 11.42 0.73 0.73 0.75 0.76 0.76 0.76 0.76
Sumber : BPS
Tabel 5.
Harapan Lama Sekolah Penduduk di DIY, 2010-2016 (Tahun)
D.I. Yogyakarta 14.15 14.61 14.64 14.67 14.85 15.03 15.23 0.79 0.81 0.81 0.81 0.82 0.84 0.85
Kul onprogo 12.20 12.75 12.87 13.00 13.27 13.55 13.97 0.68 0.71 0.72 0.72 0.74 0.75 0.78
Ba ntul 13.55 13.95 14.15 14.35 14.62 14.72 14.73 0.75 0.77 0.79 0.80 0.81 0.82 0.82
Gunungki dul 11.52 11.83 12.14 12.49 12.82 12.92 12.93 0.64 0.66 0.67 0.69 0.71 0.72 0.72
Sl ema n 15.42 15.45 15.48 15.52 15.64 15.77 16.08 0.86 0.86 0.86 0.86 0.87 0.88 0.89
Kota Yogya ka rta 15.68 15.75 15.82 15.89 15.97 16.32 16.81 0.87 0.88 0.88 0.88 0.89 0.91 0.93
Sumber : BPS
79
Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2017 79
Tabel 6.
Angka Harapan Hidup Penduduk Saat Lahir menurut Kabupaten/Kota DIY, 2010-2016 (Th)
Harapan Lama Sekolah Indeks Harapan Lama Sekolah
Kabupaten/Kota
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
( 1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) ( 10 ) ( 11) ( 12 ) ( 13 ) ( 14 ) ( 15 )
D.I. Yogyakarta 74.17 74.26 74.36 74.45 74.50 74.68 74.71 0.83 0.83 0.84 0.84 0.84 0.84 0.84
Kul onprogo 74.84 74.86 74.87 74.89 74.90 75.00 75.03 0.84 0.84 0.84 0.84 0.84 0.85 0.85
Ba ntul 73.14 73.17 73.19 73.22 73.24 73.44 73.50 0.82 0.82 0.82 0.82 0.82 0.82 0.82
Gunungki dul 73.35 73.36 73.37 73.38 73.39 73.69 73.76 0.82 0.82 0.82 0.82 0.82 0.83 0.83
Sl ema n 74.43 74.44 74.46 74.47 74.47 74.57 74.60 0.84 0.84 0.84 0.84 0.84 0.84 0.84
Kota Yogya ka rta 74.00 74.02 74.04 74.05 74.05 74.25 74.30 0.83 0.83 0.83 0.83 0.83 0.83 0.84
Sumber : BPS
id
o.
Tabel 7.
.g
Pengeluaran Perkapita Riil per Bulan Disesuaikan (PPP) menurut Kabupaten/Kota di DIY,
ps
2010-2016 (000 Rp)
Kabupaten/Kota
Pengeluaran Perkapita Disesuaikan (PPP)
.b Indeks PPP
ta
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
r
( 1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) ( 10 ) ( 11) ( 12 ) ( 13 ) ( 14 ) ( 15 )
ka
D.I. Yogyakarta 12 080 12 115 12 137 12 261 12 294 12 684 13 229 0.76 0.76 0.76 0.76 0.76 0.77 0.79
a
Kul onprogo 8 274 8 330 8 342 8 468 8 480 8 688 8 938 0.64 0.65 0.65 0.65 0.65 0.66 0.67
gy
Ba ntul 13 725 13 778 13 798 13 902 13 921 14 320 14 880 0.80 0.80 0.80 0.80 0.80 0.81 0.82
yo
Gunungki dul 8 093 8 138 8 170 8 202 8 235 8 336 8 467 0.64 0.64 0.64 0.64 0.64 0.65 0.65
://
Sl ema n 13 848 13 882 13 916 14 085 14 170 14 562 14 921 0.80 0.80 0.80 0.81 0.81 0.82 0.82
tp
Kota Yogya ka rta 16 462 16 497 16 498 16 645 16 755 17 317 17 770 0.85 0.85 0.85 0.86 0.86 0.87 0.88
ht
Sumber : BPS
Tabel 8.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menurut Kabupaten/Kota di DIY, 2004-2016
1)
Indeks Pembangunan Manusia
Kabupaten/Kota
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)
D.I. Yogyakarta 72.91 73.50 73.70 74.15 74.88 75.23 75.37 75.93 76.15 76.44 76.81 77.59 78.38
Kul onprogo 70.92 71.50 72.01 72.76 73.26 73.77 68.83 69.53 69.74 70.14 70.68 71.51 72.38
Ba ntul 71.50 71.95 71.96 72.78 73.38 73.75 75.31 75.79 76.13 76.78 77.11 78.00 78.42
Gunungki dul 68.86 69.27 69.44 69.68 70.00 70.17 64.20 64.83 65.69 66.31 67.03 67.41 67.82
Sl ema n 75.10 75.57 76.22 76.70 77.24 77.70 79.69 80.04 80.10 80.26 80.73 81.20 82.15
Kota Yogya ka rta 77.42 77.70 77.81 78.14 78.95 79.28 82.72 82.98 83.29 83.61 83.78 84.57 85.32
Sumber : BPS Catatan 1) mulai tahun 2010 ihitung dengan metode barui
Kelompok Komoditas 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
Bahan Makanan 15.62 13.30 14.92 3.91 18.86 1.82 8.10 12.31 7.70 4.64 4.77
Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau 13.85 7.33 9.01 7.50 5.47 7.07 6.90 8.15 2.95 5.04 3.84
Perumahan, Air, Listrik, Bahan Bakar 6.68 6.17 13.78 1.40 5.49 3.01 2.99 5.18 8.92 4.41 1.64
Sandang 8.04 9.34 9.90 5.81 5.41 9.40 3.56 0.00 3.61 5.87 3.04
Kesehatan 16.09 4.37 8.19 1.86 1.97 5.64 1.93 3.08 5.49 4.21 4.17
Pendidikan, Rekreasi, Olahraga 15.36 12.57 5.62 2.26 4.25 1.73 1.43 3.17 2.37 1.36 2.40
Transportasi, Komunikasi, Keuangan 1.50 2.97 6.12 -1.23 5.57 2.40 1.30 10.45 9.36 -2.51 -2.06
Umum 10.40 7.98 10.80 2.93 7.38 3.88 4.31 7.32 6.59 3.09 2.29
id
Sumber : BPS
o.
Tabel 10
.g
Perkembangan Laju Inflasi Bulanan Kota Yogyakarta, 1990-2017 (Persen)
ps
Bulan
Tahun
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan-Des
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) .b
(8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)
ta
1990 0.44 0.96 0.13 1.56 0.31 1.2 1.01 1.32 0.83 2.29 0.44 0.24 10.73
r
1991 0.74 0.29 0.2 1.66 0.34 -0.08 1.33 1.23 0.53 1.27 0.62 0.23 8.38
ka
1992 1.19 0.61 0.67 0.17 -0.34 0.62 -0.02 -0.53 0.35 0.02 0.7 1.34 4.78
a
1993 2.94 2.05 1.1 -0.17 0.32 0.41 0.62 -0.06 0.17 0.48 1.21 0.94 10.01
gy
1994 0.47 1.56 1.29 -0.72 0.53 -0.31 1.46 1.29 0.49 0.87 1.38 0.24 8.55
1995 1.32 1.36 1.59 1.64 0.08 -0.41 1.21 0.73 0.64 0.34 0.3 0.84 9.64
yo
1996 1.23 1.1 -0.37 -1.05 -0.07 0.1 0.6 -0.66 0.15 0.66 1.03 0.33 3.05
://
1997 0.17 0.88 0.53 0.01 -0.4 -0.11 0.95 1.24 1.76 1.67 2.81 3.21 12.72
1998 6.23 14.58 5.38 4.11 3.57 4.75 8.6 7.53 4.43 -0.14 -0.24 0.83 77.46
tp
1999 2.46 0.31 0.28 -0.51 -0.14 -0.46 -0.61 -0.1 -0.39 -0.05 0.47 2.51 2.51
ht
2000 0.78 -0.34 0.09 0.3 0.37 0.65 1.3 0.36 0.3 0.72 1.2 1.37 7.32
2001 -0.08 1.31 1.26 0.48 0.9 1.16 1.75 0.32 1.08 0.67 1.49 1.57 12.56
2002 1.44 0.75 0.33 -0.25 1.53 0.4 1.38 0.82 1.56 0.51 1.68 1.27 12.01
2003 0.88 0.1 -0.02 0.22 0.11 0.67 1.06 0.06 0.53 0.75 0.67 0.57 5.73
2004 0.6 -0.2 0.44 0.75 0.86 0.31 0.55 0.54 0.26 0.5 1.08 1.05 6.95
2005 1.2 0.14 0.95 0.3 0.47 0.66 1.09 0.87 1.06 6.53 1.4 -0.45 14.98
2006 2.5 0.21 -0.17 0.64 1.05 0.83 0.6 0.84 1.07 0.79 0.43 1.17 10.4
2007 0.89 0.54 0.42 0.02 0.07 0.08 0.77 1.4 0.96 1.09 1.01 0.47 7.99
2008 1.25 1.01 0.56 0.21 1.08 2.51 1.31 0.67 1.15 0.62 0.07 -0.11 9.88
2009 0.09 0.32 0.18 -0.34 0.27 0.18 0.32 0.77 0.8 -0.03 0.09 0.24 3.6
2010 0.57 0.31 0.13 0.25 0.14 1.26 1.4 0.43 1.06 0.28 0.62 0.72 7.38
2011 0.84 0.1 0.21 -0.28 0.13 0.26 0.9 0.63 0.19 0.04 0.33 0.48 3.88
2012 0.25 0.1 0.36 0.11 0.05 0.75 0.76 0.42 0.19 0.38 0.2 0.66 4.31
2013 0.96 0.93 0.79 -0.3 -0.29 0.84 2.58 0.87 -0.24 0.61 0.2 0.17 7.32
2014 1.05 0.07 0.14 0.07 0.05 0.43 0.85 0.09 0.49 0.28 1.13 1.76 6.59
2015 0.13 -0.40 0.15 0.38 0.36 0.35 0.63 0.33 0.04 0.01 0.13 0.96 3.09
2016 0.53 -0.09 0.02 -0.16 0.08 0.43 0.94 -0.04 -0.16 0.05 0.32 0.35 2.29
2017 1.24 0.36 -0.06 0.28 0.33 0.61 0.43 -0.45
Sumber : BPS
81
Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2017 81
Tabel 11
Perkembangan Indikator Kemiskinan menurut Kabupaten/Kota di DIY, 2009-2016
Kulonprogo 205.585 89,9 24,65 225.059 90,0 23,15 240.301 92,8 23,62
Bantul 224.373 158,5 17,64 245.626 146,9 16,09 264.546 159,4 17,28
Gunungkidul 186.232 163,7 24,44 203.873 148,7 22,05 220.479 157,1 23,03
Sleman 226.256 117,5 11,45 247.688 117,0 10,7 267.107 117,3 10,61
Yogyakarta 265.168 45,3 10,05 290.286 37,8 9,75 314.311 37,7 9,62
id
DIY 220.830 574,9 16,86 234.282 540,4 15,63 257.909 564,3 16,14
o.
.g
Lanjutan
ps
2012 2013 2014
Garis Jumlah Garis Jumlah Garis Jumlah
Kab/Kota Kemiskinan Penduduk
Persentase
Penduduk
Kemiskinan Penduduk .b
Persentase
Penduduk
Kemiskinan Penduduk
Persentase
Penduduk
ta
(Rp/Kapita/ Miskin (Rp/Kapita/ Miskin (Rp/Kapita/ Miskin
Miskin Miskin Miskin
Bulan) (000 Jiwa) Bulan) (000 Jiwa) Bulan) (000 Jiwa)
r
ka
(1) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19)
Kulon Progo 256.575 92,4 23,3 259.945 86,5 21,39 265.575 84,67 20,64
a
gy
Bantul 284.923 158,8 17,0 292.639 156,6 16,48 301.986 153,49 15,89
Gunungkidul 238.438 156,5 22,7 238.056 152,4 21,7 243.847 148,39 20,83
yo
Sleman 288.048 116,8 10,4 297.170 110,8 9,68 306.961 110,44 9,50
://
Yogyakarta 340.324 37,6 9,4 353.602 35,6 8,82 366.520 35,60 8,67
tp
DIY 270.110 562,1 15,88 303.843 541,9 15,03 321.056 532,59 14,55
ht
Lanjutan
2015 2016
Garis Jumlah Garis Jumlah
Kab/Kota Persentase Persentase
Kemiskinan Penduduk Kemiskinan Penduduk
Penduduk Penduduk
(Rp/Kapita/ Miskin (000 (Rp/Kapita/B Miskin (000
Miskin Miskin
Bulan) Jiwa) ulan) Jiwa)
(1) (17) (18) (19) (20) (21) (21)
Kulon Progo 273 436 88.13 21.40 297 353 84.34 20.30
Bantul 312 514 160.15 16.33 332 057 142.76 14.55
Gunungkidul 250 630 155.00 21.73 264 637 139.15 19.34
Sleman 318 312 110.96 9.46 334 406 96.63 8.21
Yogyakarta 383 966 35.98 8.75 401 193 32.06 7.70
Sumber : BPS
id
Mar 2008 208.66 324.2 14.99 2.72 0.71 169.93 292.1 24.32 4.49 1.29 194.83 616.3 18.32 3.35 0.92
o.
Mar 2009 228.24 311.5 14.25 2.84 0.81 182.71 274.3 22.60 4.74 1.46 211.98 585.8 17.23 3.52 1.04
.g
Mar 2010 240.28 308.4 13.98 2.27 0.56 195.41 268.9 21.95 3.89 1.02 224.26 577.3 16.83 2.85 0.73
ps
Mar 2011 265.75 304.3 13.16 1.93 0.50 217.92 256.6 21.82 3.67 0.93 249.63 560.9 16.08 2.51 0.65
Sep 2011 273.68 298.9 12.88 1.93 0.48 226.77
.b
265.3 22.57 3.54 0.81 257.91 564.2 16.14 2.48 0.59
ta
Mar 2012 274.66 305.9 13.13 3.56 1.32 231.86 259.4 21.76 3.29 0.79 260.17 565.3 16.05 3.47 1.14
r
Sep 2012 284.55 306.5 13.10 2.29 0.58 241.98 255.6 21.29 4.07 1.09 270.11 562.1 15.88 2.89 0.75
ka
Mar 2013 297.39 315.5 13.43 2.08 0.50 256.56 234.7 19.29 3.02 0.63 283.45 550.2 15.43 2.40 0.55
a
Sep 2013 317.93 325.5 13.73 2.18 0.52 275.79 209.7 17.62 2.03 0.34 303.84 535.2 15.03 2.13 0.46
gy
Mar 2014 327.27 333.0 13.81 2.22 0.53 286.14 211.8 17.36 2.11 0.40 313.45 544.9 15.00 2.19 0.48
yo
Sep 2014 333.56 324.4 13.36 2.03 0.52 296.43 208.2 16.88 2.98 0.79 321.06 532.6 14.55 2.35 0.61
Mar 2015 347.79 329.7 13.43 2.55 0.71 312.25 220.6 17.85 3.70 1.09 335.89 550.2 14.91 2.93 0.83
://
Sep 2015 359.47 292.6 11.93 2.19 0.60 324.39 192.9 15.62 2.57 0.68 347.72 485.6 13.16 2.32 0.63
tp
Mar 2016 364.79 297.7 11.79 1.78 0.38 331.31 197.2 16.63 3.41 1.05 354.08 494.9 13.34 2.30 0.59
ht
Sep 2016 370.51 301.3 11.68 1.26 0.22 337.23 187.6 16.27 2.83 0.67 360.17 488.8 13.10 1.75 0.36
Mar 2017 385.31 309.0 11.72 2.15 0.58 348.06 179.5 16.11 2.29 0.47 374.01 488.5 13.02 2.19 0.55
Sumber : BPS
83
Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2017 83
Tabel 13.
PDRB DIY Seri 2010 Atas Dasar Harga Berlaku, 2010-2016 (miliar Rp)
Kat. Uraian 2010 2011 2012 2013 2014 2015 *) 2016 **)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
A Perta ni a n, Kehuta na n, da n Peri ka na n 7 252.60 7 805.13 8 640.41 9 449.02 9 769.11 10 793.84 11 456.17
B Perta mba nga n da n Pengga l i a n 406.71 455.99 467.15 495.04 537.60 573.13 593.16
C Indus tri Pengol a ha n 9 215.50 10 280.01 10 242.47 11 563.73 12 614.92 13 303.47 14 547.75
D Penga da a n Li s tri k da n Ga s 94.73 91.00 90.99 86.39 101.94 118.01 141.79
E Penga da a n Ai r, Pengel ol a a n Sa mpa h 76.11 79.89 83.13 89.65 102.67 109.70 114.76
F Kons truks i 6 183.44 6 786.01 7 350.63 8 060.75 8 722.68 9 499.92 10 286.73
G Perda ga nga n Bes a r da n Ecera n 5 146.47 5 812.82 6 413.32 6 938.42 7 681.03 8 342.65 9 332.04
H Tra ns porta s i da n Perguda nga n 3 651.71 3 922.58 4 256.79 4 783.13 5 313.23 5 765.07 6 253.14
I Akomoda s i da n Ma ka n Mi num 5 740.11 6 457.19 7 203.28 8 284.06 9 324.12 10 383.39 11 255.10
J Informa s i da n Komuni ka s i 6 184.51 6 700.37 7 331.84 7 572.22 7 897.51 8 244.24 8 957.49
id
K Ja s a Keua nga n da n As ura ns i 2 037.37 2 412.03 2 696.11 3 170.93 3 602.56 4 028.36 4 342.15
L Rea l Es ta te 4 498.31 4 891.40 5 429.46 5 815.25 6 497.27 7 116.82 7 808.29
o.
M,N Ja s a Perus a ha a n 722.49 783.19 836.06 855.44 956.39 1 048.36 1 115.19
.g
O Admi ni s tra s i Pemeri nta ha n 4 777.67 5 223.33 5 931.30 6 702.82 7 492.25 8 379.23 9 217.11
ps
P Ja s a Pendi di ka n 5 428.05 6 050.41 6 364.49 6 816.00 7 600.85 8 598.74 9 088.42
Q Ja s a Kes eha ta n da n Kegi a ta n Sos i a l 1 540.11 1 749.19 1 928.47 2 094.67 2 276.36 2 553.55 2 764.05
R,S,T,U Ja s a l a i nnya
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
1 723.09 1 869.40
.b
1 981.96 2 147.02 2 351.98 2 589.17 2 824.99
ta
64 678.97 71 369.96 77 247.86 84 924.54 92 842.48 101 447.65 110 098.34
r
ka
Tabel 14.
a
Produk Domestik Regional Bruto DIY Seri 2010 Atas Dasar Konstan, 2010-2016 (miliar Rp)
gy
Kat. Uraian 2010 2011 2012 2013 2014 2015 *) 2016 **)
yo
A Perta ni a n, Kehuta na n, da n Peri ka na n 7 252.60 7 134.68 7 500.73 7 670.03 7 508.98 7 667.60 7 779.80
tp
B Perta mba nga n da n Pengga l i a n 406.71 436.33 443.63 461.01 470.73 471.32 473.30
C Indus tri Pengol a ha n 9 215.50 9 711.79 9 435.89 10 084.21 10 469.75 10 693.04 11 234.80
ht
MENCERDASKAN BANGSA
a
gy
yo
://
tp
ht