Definisi
1. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
2. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya
untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung
maupun tidak langsung di Rumah Sakit.
3. Dokter dan Dokter Gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter
gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di
dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
1. keamanan dan pembatasan akses pada unit kerja tertentu yang memerlukan
pengamanan khusus; dan
2. keamanan Pasien, pengunjung, dan petugas di Rumah Sakit
3. memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada
masyarakat berupa informasi umum tentang Rumah Sakit; dan informasi yang
berkaitan dengan pelayanan medis kepada Pasien.
Pemeriksa internal rumah sakit merupakan salah satu kegiatan manajemen rumah
sakit yang penting dalam rangka mewujudkan tata kelola rumah sakit yang baik (good
corporate governance). Kegiatan pemeriksaan internal dimaksudkan
untukmemastikan terlaksananya penyelenggaraan tata kelola rumah sakit yang baik,
efisien dan efektif serta ekonomis sesuai dengan standar yang berlaku. Kegiatan
pemeriksaan internal Rumah Sakit dilaksanakan oleh Satuan Pemeriksa Internal
Rumah Sakit yang khusus dibentuk untuk itu.
Definisi
SPI adalah unsur organisasi di Rumah Sakit yang bertugas melaksanakan
pemeriksaan melalui pemeriksaan kinerja internal rumah sakit
Pemeriksaan Kinerja adalah pengukuran kinerja berkala yang meliputi kinerja
pelayanan/operasional dan kinerja keuangan melalui suatu proses yang
sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif atas
kinerja organisasi, program, fungsi, atau aktivitas/kegiatan
Pemeriksaaninternal kinerja pelayanan/operasional adalah pemeriksaaninternal
yang dilakukan atas kinerja unit pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap,
pelayanan gawat darurat, pelayanan penunjang, dan pengelolaan sarana
prasarana, sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan serta
pelayanan umum lainnya
Pemeriksaaninternal kinerja keuangan adalah pemeriksaaninternal yang
dilakukan atas kinerja pengelolaan administrasi keuangan dan sistem
pengamanan aset rumah sakit
Standar Pemeriksa internal adalah ukuran mutu pekerjaan pemeriksa internal
sebagai persyaratan minimum yang harus dicapai pemeriksa internal dalam
melaksanakan tugas pemeriksa internal
Dasar Hukum
1. Undang Undang No 44 tahn 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 33
2. Permenkes No 10 tahun 2014 tentang Dewan Pengawas Rumah Sakit Pasal 5
3. Peraturan Presiden No 77 Tahun 2015 tentang Pedoman Organisasi Rumah
Sakit Pasal 6, 21 dan 22
4. Permenkes No 36 tahun 2016 tentang pencegahan FRAUD dalam pelaksanaan
program JKN pasal 18 ayat 1, pasal 21 ayat 3
5. Permenkes No 56 tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perijinan Rumah Sakit
Pasal 72 ayat 3
6. Permenkes No 4 tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban
Pasien Pasal 11
Fungsi SPI
1. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan manajemen risiko di unit kerja rumah
sakit;
2. penilaian terhadap sistem pengendalian, pengelolaan, dan pemantauan
efektifitas dan efisiensi sistem dan prosedur dalam bidang administrasi
pelayanan, serta administrasi umum dan keuangan;
3. pelaksanaan tugas khusus dalam lingkup pengawasan intern yangditugaskan
oleh Kepala Rumah Sakit;
4. pemantauan pelaksanaan dan ketepatan pelaksanaan tindak lanjut atas laporan
hasil pemeriksa internal; dan
5. pemberian konsultasi, advokasi, pembimbingan, dan pendampingandalam
pelaksanaan kegiatan operasional rumah sakit
Wewenang SPI
1. menerima dan memberikan penilaian terhadap laporan kinerja
pelayanan/operasionaldan kinerja keuangan dari Kepala Rumah Sakit;
2. menyusun, mengusulkan perubahandan melaksanakan kebijakan
pemeriksaaninternal;
3. mendapatkan akses terhadap dokumen, informasi atas obyek pemeriksaandari
unit struktural dan nonstruktural pada organisasi Rumah Sakit dalam rangka
pelaksanaan tugasnya; dan
4. berkoordinasi dengan dewan pengawas rumah sakit terkait hasil
pemeriksaaninternal yang dilakukan dengan sepengetahuan Kepala Rumah
Sakit atau Direktur Rumah Sakit.
Kualifikasi SPI
Ketua SPI
Kepala SPI adalah pegawai rumah sakit/individu yang dipandang memiliki kecakapan
dalam mengelola organisasi SPI dan mampu bertindak sebagai pengendali mutu
pemeriksa internal, dengan kualifikasikasi sekurang-kurangnya Sarjana (S1),
berpengalaman di bidang manajemen rumah sakit, memiliki pengetahuan dalam
pengelolaan keuangan rumah sakit, tidak merangkap jabatan struktural di lingkungan
rumah sakit, serta cakap, jujur, memiliki moral, etik dan memiliki integritas yang
tinggi
1. paling rendah pendidikan Sarjana (S1);
2. berpengalaman di bidang manajemen rumah sakit;
3. memiliki pengetahuan dalam pengelolaan keuangan rumah sakit;
4. tidak merangkap jabatan struktural di lingkungan rumah sakit; dan
5. cakap, jujur, memiliki moral, etik dan integritas yang tinggi.
Anggota SPI
Jumlah anggota SPI dapat disesuaikan dengan beban kerja atau kebutuhan rumah
sakit.Seorang anggota SPI memiliki kualifikasikasi pendidikan sekurang- kurangnya
Diploma III, Cakap, jujur, memiliki moral, etik dan integritas yang tinggi,
berpengalaman di bidang manajemen rumah sakit, memiliki pengetahuan dalam
pengelolaan keuangan rumah sakit, dan tidak merangkap jabatan di lingkungan
Rumah Sakit. Dalam melaksanakan pekerjaannya, keanggotaan SPI tidak boleh
memiliki konflik kepentingan
TATA KERJA/PENYELENGGARAAN
PEMERIKSA INTERNAL
Program Pemeriksaan Tahunan.
Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan manajemen risiko pada unit kerja di rumah
sakit untuk menilai bahwa:
Pelaksanaan tugas khusus dalam lingkup pengawasan internal yang ditugaskan oleh
kepala rumah sakit atau direktur rumah sakit, hal ini dapat berupa;
1. Penugasan khusus oleh Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit harus
dibuat secara tertulis.
2. Dalam hal pelaksanaan tugas khusus tersebut tumpang tindih dengan unit kerja
laindi Rumah Sakit harus dilakukan dengan cara berkoordinasi dengan unit
kerja lain tersebut.
Pemantauan pelaksanaan dan ketepatan pelaksanaan tindak lanjut atas laporan hasil
pemeriksa internal;
1. Dilakukan secara rutin atau atas permintaan unit kerja di Rumah Sakit.
2. Dapat dilakukan dengan cara berkoordinasi dengan unit kerja terkait di Rumah
Sakit.
Tim pemeriksa internal harus melaporkan rencana kegiatan yang akan dilakukan
secara tertulis kepada kepala Rumah Sakit atau direktur Rumah Sakit. Persetujuan
diperoleh dari kepala atau direktur Rumah Sakit diperlukan sebagai dasar kegiatan
yang akan dilakukan oleh Tim pemeriksa internal, dan dilengkapi dengan Surat Tugas
pemeriksaaninternalatas satu obyek atau kegiatan tertentu. Penyusunan rencana
langkah kegiatan pemeriksa internal yang telah disetujui oleh Kepala SPI, paling
sedikit berisikan tujuan pemeriksa internal, nama pemeriksa internal yang melakukan
pemeriksaan, obyek pemeriksaan internal, sasaran pemeriksaan internal, lingkup
pemeriksa internal, periode pemeriksa internal, langkah kerja pemeriksa internal,
dan waktu pelaksanaan.
Permintaan keterangan oleh Tim pemeriksa internal harus mudah dipahami agar
informasi menjadi lengkap dan didukung bukti-bukti yang kuat. Tim Pemeriksa
internal harus menggali informasi yang mendukung penilaian penerapan sistem
pengendalian internal, sistem manajemen risiko, dari aktivitas manajemen.
Pelaporan
1. SPI wajib melaporkan hasil pemeriksaankepada kepala Rumah Sakit atau
direktur Rumah Sakit.
2. SPI harus menjamin tersusunnya laporan hasil pemeriksaan yang diterbitkan
dalam batas waktu pelaksanaan pemeriksaan internal yang direncanakan
3. Laporan Hasil Pemeriksaan harus tertulis dan memuat: judul kegiatan
pemeriksaan, nomor laporan hasil pemeriksaan, nama-nama pemeriksa
internal, waktu pelaksanaan pemeriksaan, pernyataan pemeriksa internal
bahwa pemeriksaan telah dilaksanakan sesuai standar pemeriksa internal,
pernyataan pemeriksa utama bahwa isi laporan pemeriks telah dipahami dan
kesanggupan untuk menindak-lanjuti hasil pemeriksaan, ringkasan laporan,
daftar risiko dari topik-topik yang diperiksa, dan laporan rinci setiap topik.
4. Laporan hasil pemeriksaan disampaikan kepada Kepala Rumah Sakit atau
Direktur Rumah Sakit dan objek pemeriksaan, serta tembusan diserahkan
kepada para pihak sesuai dengan kebijakan internal rumah sakit.
5. SPI wajib menyusun dan menyampaikan laporan secara berkala tentang
realisasi kinerja dan kegiatan pemeriksaan dilaksanakan SPI.
6. Laporan dimaksudkan untuk menyampaikan perkembangan pengawasan
sesuai dengan rencana pengawasan tahunan, hambatan yang dijumpai serta
rencana pengawasan periode berikutnya.
7. Hasil pemeriksaan SPI dapat dipergunakan kepala Rumah Sakit atau direktur
Rumah Sakit dalammembuat kebijakan,selain itu dapat juga dipergunakan
oleh Dewan Pengawas Rumah Sakit atau Institusi lain yang memiliki
tanggung jawab melakukan pemeriksa internal internal setelah mendapat izin
dari kepala Rumah Sakit atau direktur Rumah Sakit.
8.
Definisi
Dewan Pengawas Rumah Sakit yang selanjutnya disebut Dewan Pengawas adalah
unit nonstruktural pada rumah sakit yang melakukan pembinaan dan pengawasan
rumah sakit secara internal yang bersifat nonteknis perumahsakitan yang melibatkan
unsur masyarakat.
Dasar Hukum
1. Undang Undang No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit Pasal 56 dan Pasal
57
2. Peraturan Presiden No 77 tahúr 2015 Tentang Pedoman Organisasi Rumah
Sakit Pasal 23 dan Pasal 24
3. Permenkes No 36 Tahun 2015 Tentang Pencegahan Kecurangan (FRAUD)
dalam pelayanan JKN Pasal 27
4. Permenkes No 755 Tahun 2011 Tentang Komite Medik Pasal 17
5. Permenkes No 10 tahun 2014 Tentang Dewan Pengawas
Fungsi
sebagai governing body Rumah Sakit dalam melakukan pembinaan dan pengawasan
nonteknis perumahsakitan secara internal di Rumah Sakit
Tugas
Dewan Pengawas bertugas :
Kewajiban
Dewan Pengawas melaporkan pelaksanaan tugas kepada pemilik Rumah Sakit paling
sedikit 1 (satu) kali dalam satu semester dan sewaktu-sewaktu atas permintaan
pemilik Rumah Sakit
Masa Jabatan
Masa jabatan anggota Dewan Pengawas ditetapkan selama 5 (lima) tahun atau sesuai
dengan Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital Bylaws) atau Dokumen Pola Tata
Kelola (corporate governance) dan dapat diangkat kembali selama memenuhi
persyaratan
Honorarium
Honorarium dewan pengawas ditetapkan sebagai berikut :
Definisi
1. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
2. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya
untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung
maupun tidak langsung di Rumah Sakit.
3. Dokter dan Dokter Gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter
gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di
dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
1. keamanan dan pembatasan akses pada unit kerja tertentu yang memerlukan
pengamanan khusus; dan
2. keamanan Pasien, pengunjung, dan petugas di Rumah Sakit
3. memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada
masyarakat berupa informasi umum tentang Rumah Sakit; dan informasi yang
berkaitan dengan pelayanan medis kepada Pasien.
Referensi
Kewajiban Pasien
1. mematuhi peraturan yang berlaku di rumah sakit
2. menggunakan fasilitas Rumah Sakit secara bertanggung jawab;
3. menghormati hak Pasien lain, pengunjung dan hak Tenaga Kesehatan serta
petugas lainnya yang bekerja di Rumah Sakit ;
4. memberikan informasi yang jujur, lengkap dan akurat sesuai dengan
kemampuan dan pengetahuannya tentang masalah kesehatannya;
5. memberikan informasi mengenai kemampuan finansial dan jaminan kesehatan
yang dimilikinya;
6. mematuhi rencana terapi yang direkomendasikan oleh Tenaga Kesehatan di
Rumah Sakit dan disetujui oleh Pasien yang bersangkutan setelah
mendapatkan penjelasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
7. menerima segala konsekuensi atas keputusan pribadinya untuk menolak
rencana terapi yang direkomendasikan oleh Tenaga Kesehatan dan/atau tidak
mematuhi petunjuk yang diberikan oleh Tenaga Kesehatan untuk
penyembuhan penyakit atau masalah kesehatannya; dan
8. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
1. perorangan atau
2. kelompok
3. institusi, organisasi
Persyaratan pengaduan :
Referensi
Definisi
Hukum dan Etika
1. Etik berasal dari kata Yunani “Ethos”, yang berarti “yang baik, yang layak”.
Etik merupakan norma-norma, nilai-nilai atau pola tingkah laku kelompok
profesi tertentu dalam memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat.
2. Hukum adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu
kekuasaan dalam mengatur pergaulan hidup bermasyarakat.
Etik dan hukum memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mengatur tertib dan pergaulan
hidup dalam masyarakat.
1. Rumah sakit adalah sarana kesehatan sebagai kesatuan sosial ekonomi, bukan
merupakan kompilasi dari kode etik profesi penyelenggara pelayanan
kesehatan, namun mengandung unsure dari etika profesi masing-masing
penyelenggara, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun oleh
masyarakat.
2. Etika rumah sakit adalah etika terapan (applied ethics) atau etika praktis
(practical ethics), yaitu moralitas atau etika umum yang diterapkan pada isu-
isu praktis, seperti perlakuan terhadap etnik-etnik minoritas, keadilan untuk
kaum perempuan, penggunaan hewan untuk bahan makanan atau penelitian,
pelestarian lingkungan hidup, aborsi, euthanasia, kewajiban bagi yang mampu
untuk membantu yang tidak mampu dan sebagainya. Jadi, etika rumah sakit
adalah etika umum yang diterapkan pada operasional rumah sakit.
Etika memiliki arti yang berbeda-beda jika dilihat dari sudut pandang pengguna yang
berbeda. Bagi ahli falsafah etika adalah ilmu atau kajian formal tentang moralitas.
Bagi praktisi profesional termasuk dokter dan tenaga kesehatan lainnya, etika berarti
kewajiban dan tanggung jawab untuk memenuhi harapan profesi dan masyarakat,
serta bertindak dengan cara-cara yang profesional. Bagi pimpinan ataupun pemilik
rumah sakit, etika seharusnya berarti kewajiban dan tanggung jawab khusus terhadap
pasien dan klien lain terhadap organisasi dan petugas, terhadap diri sendiri dan
profesi, terhadap pemerintah dan pada tingkat akhir walaupun tidak langsung terhadap
masyarakat. Kriteria wajar, jujur, adil, profesional dan terhormat juga berlaku untuk
petugas lain di rumah sakit.
Etika rumah sakit adalah suatu etika praktis yang dikembangkan untuk rumah sakit
sebagai suatu institusi , dan ada pada waktu yang hampir bersamaan dengan kehadiran
etika biomedis. Atau dapat juga dikatakan etika institusional rumah sakit adalah
pengembangan dari etika biomedika (bioetika), karena masalah-masalah atau dilema
etika yang baru sama sXli sebagai dampak atau akibat dari penerapan kemajuan pesat
ilmu dan teknologi biomedis justru terjadi di rumah sakit, seperti transplantasi organ.
TATA LAKSANA
Dalam rumah sakit terdiri atas beragam disiplin ilmu. Masing-masing disiplin
umumnya telah memiliki etik profesi yang harus diamalkan anggotanya. Begitu pun
dengan RSUD Jakarta yang sebagai suatu institusi dalam memberikan pelayanan
kesehatan juga telah mempunyai etik, sehingga setiap petugas dalam memberikan
pelayanan kesehatan, harus berpedoman pada etika profesi masing-masing, etika
profesi lainnya dan etik rumah sakit agar tidak saling berbenturan.
Pimpinan rumah sakit harus melakukan identifikasi masalah etika pada kasus tertentu
sebelum proses pemecahan masalah. Identifikasi masalah etika dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
Menempatkan diri sendiri sebagai proses refleksi terhadap kasus yang terjadi
pada pasien, petugas atau masyarakat umum
Pastikan pasien, petugas serta masyarakat umum telah cukup dilindungi
terhadap kemungkinan cedera dalam keberadaan dan mendapatkan pelayanan
di rumah sakit. Hal ini terkait dengan prinsip patient safety.
Pastikan apakah petugas telah memberikan penjelasan mengenai informed
consent yang cukup mengenai apa yang akan dilakukan pada diri pasien dan
pasien telah mengerti sepenuhnya terhadap penjelasan tersebut.
Berikut adalah potensi isu etika administratif yang timbul di RSUD Jakarta :
Sedangkan untuk pasien adalah RSUD Jakarta tidak menolak pasien yang ingin
berobat dan berupaya meberikan pelayanan kesehatan yang sama baiknya pada setiap
pasien. Begitu pula dengan dokter yang berpraktik di RSUD Jakarta, yang diterima
berdasarkan kredensial dari komite medis rumah sakit. Sehingga dokter-dokter yang
berpraktik adalah dokter yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan
RSUD Jakarta, untuk menjamin pelayanan yang baik bagi pasien.
Privasi
Potensi isu etika administratif yang berikutnya adalah tentang privasi. Privasi
menyangkut hal-hal rahasia tentang pasien, seperti rahasia pribadi, kelainan atau
penyakit yang diderita, keadaan keuangan dan terjaminnya pasien dari gangguan
terhadap kesendirian yang menjadi haknya.
RSUD Jakarta menjamin privasi setiap pasien salah satunya melalui kerahasiaan
rekam medis pasien. Di RSUD Jakarta, rekam medis pasien yang dirawat inap
maupun pasien rawat jalan melalui sistem Vesalius dan hanya dapat diakses oleh
dokter yang merawat, perawat dan petugas yang terkait langsung dalam proses
perawatan pasien dengan password pribadi. Rekam medis pasien yang dijaga
kerahasiaannya tidak hanya tentang masalah kesehatan saja tetapi juga mengenai
identifikasi pasien. Untuk itu RSUD Jakarta membatasi petugas-petugas yang dapat
akses ke rekam medis pasien. Apabila ada petugas lain yang ingin mengetahui
mengenai rekam medis pasien yang dirawat harus mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan oleh RSUD Jakarta mengenai pelepasan informasi medis.
Terkait dengan penyakit yang diderita oleh pasien, juga sepenuhnya adalah hak pasien
untuk memberitahukan ataupun tidak memberitahukan kondisinya kepada keluarga.
Hal ini dikarenakan isi rekam medis adalah milik pasien. Apabila ada keluarga pasien
yang ingin meminta informasi terkait kondisi pasien, maka RSUD Jakarta
memberlakukan adanya surat pernyataan dari pasien atau yang mewakili untuk
keluarga sebagai bentuk persetujuan untuk menginformasikan atau tidak
menginformasikan kondisinya kepada keluarga atau pihak-pihak yang meminta.
RSUD Jakarta menjamin privasi pasien apabila pasien tidak menginginkan adanya
kunjungan dari keluarga atau orang lain, melalui surat pernyataan pasien yang
dikeluarkan oleh RSUD Jakarta.
Informed consent
Masalah etika administratif terkait informed consentdapat terjadi, jika tidak dilakukan
sebagaimana seharusnya, yaitu persetujuan yang diberikan oleh pasien kepada dokter
untuk melakukan tindakan medis pada dirinya. Saat ini RSUD Jakarta telah
memberlakukan beberapa informed consent, yaitu informed consent persetujuan
tindakan kedokteran, informed consent penolakan tindakan kedokteran, informed
consent pemberian sedasi/anestesi, informed consentpemberian transfusi dan produk
darah, informed consent perawatan unit intensif, informed consenttindakan
mikrodermabrasi, informed consent tindakan orthodontis. Di dalam informed consent
tersebut, petugas (perawat atau dokter) RSUD Jakarta berkewajiban untuk
menjelaskan tindakan yang akan dilakukan, mencakup komplikasi dan alternatif
tindakan lainnya. Perawat atau dokter juga harus memastikan bahwa pasien dan
keluarga telah mengerti dengan penjelasan yang diberikan dengan menandatangani
formulir informed consent tersebut.
Pemberian informasi tersebut harus dalam cara yang mudah dipahami oleh pasien
dan/atau keluarga. Apabila pasien dan/atau keluarga belum mengerti informasi yang
diberikan, maka petugas harus menjelaskan lagi informasi tersebut. Hal ini untuk
mencegah munculnya tuntutan dari pasien dan/keluarga apabila tindakan yang
dilakukan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Memang saat ini tidak terjadi banyak
masalah etika jika intervensi medis berjalan aman sesuai dengan apa yang diharapkan
semua pihak. Tetapi dapat saja terjadi suatu tindakan invasif ringan yang rutin
dikerjakan sehari-hari dapat berakibat fatal bagi pasien. Untuk memastikan bahwa
informed consent telah dipahami oleh pasien/keluarga, RSUD Jakarta menggunakan
formulir bukti edukasi pasien dan/atau keluarga sebagai media untuk memastikan
bahwa informasi telah sepenuhnya dimengerti oleh pasien dan/atau keluarga.
Keuangan
Selain hal tersebut di atas, sesuai dengan diberlakukannya sistem one pricebagi setiap
dokter yang berpraktik di RSUD Jakarta, maka saat ini tidak ada perlakuan istimewa
bagi dokter karena adanya persamaan dalam pembayaran jasa kesehatan.
Dilema etika terkait keuangan yang berikutnya adalah pasien yang tidak tepat waktu
melunasi biaya kesehatan yang dibebankan kepadanya atau dapat dikatakan adalah
pasien yang tidak mampu membayar biaya kesehatan. Dalam hal pengobatan, RSUD
Jakarta tidak akan menghentikan pengobatan pada pasien, tetapi akan mengganti obat
yang dibutuhkan dengan khasiat yang sama tetapi harga yang sesuai dengan
kemampuan pasien. Apabila pasien membutuhkan pelayanan kesehatan dalam kondisi
keuangan yang tidak memungkinkan, maka pasien harus memberikan surat
keterangan tidak mampu yang dikeluarkan dari RT/RW setempat dan membuat surat
pernyataan tidak sanggup bayar di atas materai dengan mencantumkan tanggal kapan
akan dilunasi.
RSUD Jakarta dalam melakukan pemasaran juga tidak boleh bertentangan dengan
etika yang ada. Hal ini karena dalam pelayanan kesehatan konsep “pemasaran”
(marketing) lebih berkonotasi negatif daripada positif, karena menimbulkan
pemikiran ke arah promosi periklanan dan penjualan. Untuk itu, RSUD Jakarta lebih
mengutamakan komunikasi sebagai bentuk pemasaran yang efektif. Komunikasi yang
dimaksud adalah berupa penyuluhan kesehatan yang bersifat informatif, edukatif bagi
khalayak ramai umumnya dan pasien khususnya. Pemberian penyuluhan kesehatan
telah dilakukan RSUD Jakarta di sekolah-sekolah, kelompok keagamaan, klub-klub
kesehatan di masyarakat, dengan melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama,
sehingga mampu memberikan informasi dan edukasi yang efektif bagi
pasien/konsumen.
Dalam hal pembinaan hubungan baik antar rumah sakit, RSUD Jakarta berupaya
mencegah adanya persaingan yang tidak sehat dengan mengadakan kerja sama dan
koordinasi yang saling menguntungkan dalam hal pelayanan, pemanfaatan bersama
peralatan dan fasilitas, maupun sumber daya manusia, pendidikan petugas. Hal ini
dapat terlihat dari kerja sama yang telah dilakukan oleh Rumah Sakit Umum Daerah
Jakarta dalam proses rujukan ke beberapa rumah sakit terdekat dan bergabungnya
RSUD Jakarta dalam Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) sebagai
organisasi profesi perumahsakitan.
Kesehatan lingkungan
Beberapa contoh yang dapat dikemukakan tentang isu etika biomedis (bioetika) yang
terjadi RSUD Jakarta adalah terkait dengan eksperimen medis, donasi dan
transplantasi organ, euthanasia. Isu etika biomedis tidak hanya terbatas pada
kepentingan internal rumah sakit saja, tetapi juga masyarakat.
Dikarenakan permasalahan isu etika biomedis menyangkut banyak aspek, maka saat
ini RSUD Jakarta tidak melakukan atau tidak memberikan pelayanan seperti yang
telah disebutkan di atas. Apabila ada pasien/keluarga yang ingin melakukan hal
tersbut, maka RSUD Jakarta akan memberikan informasi terkait hal tersebut.
Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit (KEHRS) dapat dikatakan sebagai suatu badan
yang secara resmi dibentuk dengan anggota dari berbagai disiplin perawatan
kesehatan dalam rumah sakit yang bertugas untuk menangani berbagai masalah etik
yang timbul dalam rumah sakit. KEHRS dapat menjadi sarana efektif dalam
mengusahakan saling pengertian antara berbagai pihak yang terlibat seperti dokter,
pasien, keluarga pasien dan masyarakat tentang berbagai masalah etika hukum
kedokteran yang muncul dalam perawatan kesehatan di rumah sakit.
RSUD Jakarta telah membentuk KEHRS yang dinyatakan dalam struktur organisasi
rumah sakit dan keanggotaan komite ini diangkat oleh direktur rumah sakit.
Keanggotaan KEHRS di RSUD Jakarta meliputi berbagai disiplin ilmu, seperti
dokter, perawat, ahli psikologi, petugas administratif rumah sakit.
PERAWAT
1. Disini ruangan apa? Merawat pasien dengan kasus apa?
2. Metode Pemberian Asuhan Keperawatan dengan apa?
3. Jumlah pasiennya ada berapa?
4. Ka Tim/PJ Shiffnya siapa?
5. Ada UTW nya?Kewenangan Klinisnya?
6. Pasien ini sudah 3 hari di rawat, edukasi apa saja yang sudah dilakukan?
7. Bukti pemberian edukasi mana?
8. Siapa yang mengkonsulkan pasien bila ternyata kasusnya bedah/dalam?
9. Bagaimana caranya lapor dengan tehnik SBAR?Praktek cara lapor via telp.
Bila pasien dari awal datang ada skala nyeri, apa yang akan dilakukan?
Kapan dilakukan pengkajian resiko pasien jatuh?
Bila dilakukan transfuse darah, dimana observasi dan pencatatannya?
Ada berapa momen cuci tangan?
Berapa langkah?
Coba praktekkan semua!
Apakah tau Hak Kewajiban Pasien?
Bagaimana bila ada muntahan atau tercecer darah?
Kalau dalam 1 hari 2×1 berarti obat diminum jam berapa saja?
1. Pemberian skoring
o Setiap Elemen Penilaian diberi skor 0 atau 5 atau 10, sesuai
pemenuhan rumah sakit pada elemen penilaian (EP)
o Nilai setiap standar yang ada di bab merupakan penjumlahan dari nilai
elemen penilaian
o Nilai dari standar dijumlahkan menjadi nilai untuk bab
o Elemen penilaian yang tidak dapat diterapkan (TDD) tidak diberikan
skor dan mengurangi jumlah EP
2. Hasil wawancara dari pemenuhan persya jawaban “ya” atau “selalu” jawaban“biasanya” atau“kadang- jawaban“jarang” atau“tidak
ratan yang ada di EP kadang” pernah”
3. Regulasi sesuai dengan yang kelengkapan regulasi 80 % kelengkapan regulasi 20 – 79 % kelengkapan regulasi kurang 20
dijelaskan di maksud dan tujuan %
pada standar
kelengkapan bukti dokumen rapat 80 %
4. Dokumen rapat/pertemuan : meliputi kelengkapan bukti dokumen rapat 20 – kelengkapan bukti dokumen ra
undangan, materi rapat, absensi/ Catatan : Pengamatan negatif 79 % pat kurang 20 %
daftar hadir, notulen rapat. tunggal tidak selalu menghalangi peroleh
an skor “terpenuhi lengkap”.