Anda di halaman 1dari 33

Hak dan Kewajiban Rumah Sakit

Posted on March 19, 2019 by Healthcare and Hospital Consultant (IKKESINDO


Batch 4)

Definisi
1. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
2. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya
untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung
maupun tidak langsung di Rumah Sakit.
3. Dokter dan Dokter Gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter
gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di
dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Kewajiban Rumah Sakit


1. memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada
masyarakat;
2. memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan
efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar
pelayanan Rumah Sakit;
3. memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan
kemampuan pelayanannya;
4. berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana, sesuai
dengan kemampuan pelayanannya;
5. menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin;
6. melaksanakan fungsi sosial;
7. membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di
Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien;
8. menyelenggarakan rekam medis
9. menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak meliputi sarana ibadah,
parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui, anak-anak,
lanjut usia;
10. melaksanakan sistem rujukan;
11. menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika
serta peraturan perundang-undangan;
12. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan
kewajiban pasien;
13. menghormati dan melindungi hak pasien
14. melaksanakan etika Rumah Sakit;
15. memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana;
16. melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara regional
maupun nasional;
17. membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau
kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya;
18. menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by
laws);
19. melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas Rumah Sakit
dalam melaksanakan tugas; dan
20. memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa rokok.

Upaya Rumah Sakit


Rumah sakit berupaya untuk melaksanakan :

1. keamanan dan pembatasan akses pada unit kerja tertentu yang memerlukan
pengamanan khusus; dan
2. keamanan Pasien, pengunjung, dan petugas di Rumah Sakit
3. memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada
masyarakat berupa informasi umum tentang Rumah Sakit; dan informasi yang
berkaitan dengan pelayanan medis kepada Pasien.

Jenis Informasi yang harus disediakan


1. Status perizinan, klasifikasi dan akreditasi Rumah Sakit;
2. jenis dan fasilitas pelayanan Rumah Sakit;
3. jumlah, kualifikasi, dan jadwal praktik Tenaga Kesehatan;
4. tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
5. hak dan kewajiban Pasien;
6. mekanisme pengaduan; dan pembiayaan.
7. Rumah Sakit ditetapkan sebagai tempat pendidikan bagi Tenaga Kesehatan,
Rumah Sakit wajib memberikan informasi kepada Pasien dan masyarakat
mengenai status Rumah Sakit sebagai Rumah Sakit pendidikan.

Informasi berkaitan dengan pelayanan medik


1. Pemberi pelayanan
2. diagnosis dan tata cara tindakan medis;
3. tujuan tindakan medis;
4. alternatif tindakan;
5. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi;
6. rehabilitatif;
7. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan; dan
8. perkiraan biaya
9. Rumah Sakit wajib memberikan informasi dan meminta persetujuan kepada
Pasien untuk melibatkan Pasien dalam penelitian kesehatan.

Kewajiban Rumah Sakit menulak uituk :


1. permintaan aborsi ilegal
2. permintaan untuk eutanasia dan physician assisted suicide;
3. pemberian keterangan palsu;
4. melakukan fraud; dan
5. keinginan Pasien lain yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Referensi

1. Permenkes 14 tahun 2018 tentang Kewajiban Pasien dan Rumah Sakit

Satuan Pemeriksaan internal Update Maret 2019


Posted on March 21, 2019 by Healthcare and Hospital Consultant (IKKESINDO
Batch 4) https://galihendradita.wordpress.com

Pemeriksa internal rumah sakit merupakan salah satu kegiatan manajemen rumah
sakit yang penting dalam rangka mewujudkan tata kelola rumah sakit yang baik (good
corporate governance). Kegiatan pemeriksaan internal dimaksudkan
untukmemastikan terlaksananya penyelenggaraan tata kelola rumah sakit yang baik,
efisien dan efektif serta ekonomis sesuai dengan standar yang berlaku. Kegiatan
pemeriksaan internal Rumah Sakit dilaksanakan oleh Satuan Pemeriksa Internal
Rumah Sakit yang khusus dibentuk untuk itu.

SPI merupakan salah satu unsur organisasi non struktural


bertugas melaksanakan pemeriksaan internal kinerja Rumah
Sakit meliputi pelaksanaan manajemen pelayanan,
penunjang, umum dan sumber daya manusia, serta
pengawasan manajemen keuangan. Agar dalam pelaksanaan
pemeriksaan internal di Rumah Sakit dapat berjalan sesuai
standar pemeriksaan internal yang berlaku, perlu ditetapkan
suatu pedoman teknis yang dapat dijadikan acuan oleh SPI
Rumah Sakit yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri
Kesehatan.

Definisi
 SPI adalah unsur organisasi di Rumah Sakit yang bertugas melaksanakan
pemeriksaan melalui pemeriksaan kinerja internal rumah sakit
 Pemeriksaan Kinerja adalah pengukuran kinerja berkala yang meliputi kinerja
pelayanan/operasional dan kinerja keuangan melalui suatu proses yang
sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif atas
kinerja organisasi, program, fungsi, atau aktivitas/kegiatan
 Pemeriksaaninternal kinerja pelayanan/operasional adalah pemeriksaaninternal
yang dilakukan atas kinerja unit pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap,
pelayanan gawat darurat, pelayanan penunjang, dan pengelolaan sarana
prasarana, sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan serta
pelayanan umum lainnya
 Pemeriksaaninternal kinerja keuangan adalah pemeriksaaninternal yang
dilakukan atas kinerja pengelolaan administrasi keuangan dan sistem
pengamanan aset rumah sakit
 Standar Pemeriksa internal adalah ukuran mutu pekerjaan pemeriksa internal
sebagai persyaratan minimum yang harus dicapai pemeriksa internal dalam
melaksanakan tugas pemeriksa internal
Dasar Hukum
1. Undang Undang No 44 tahn 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 33
2. Permenkes No 10 tahun 2014 tentang Dewan Pengawas Rumah Sakit Pasal 5
3. Peraturan Presiden No 77 Tahun 2015 tentang Pedoman Organisasi Rumah
Sakit Pasal 6, 21 dan 22
4. Permenkes No 36 tahun 2016 tentang pencegahan FRAUD dalam pelaksanaan
program JKN pasal 18 ayat 1, pasal 21 ayat 3
5. Permenkes No 56 tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perijinan Rumah Sakit
Pasal 72 ayat 3
6. Permenkes No 4 tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban
Pasien Pasal 11

Fungsi SPI
1. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan manajemen risiko di unit kerja rumah
sakit;
2. penilaian terhadap sistem pengendalian, pengelolaan, dan pemantauan
efektifitas dan efisiensi sistem dan prosedur dalam bidang administrasi
pelayanan, serta administrasi umum dan keuangan;
3. pelaksanaan tugas khusus dalam lingkup pengawasan intern yangditugaskan
oleh Kepala Rumah Sakit;
4. pemantauan pelaksanaan dan ketepatan pelaksanaan tindak lanjut atas laporan
hasil pemeriksa internal; dan
5. pemberian konsultasi, advokasi, pembimbingan, dan pendampingandalam
pelaksanaan kegiatan operasional rumah sakit

Wewenang SPI
1. menerima dan memberikan penilaian terhadap laporan kinerja
pelayanan/operasionaldan kinerja keuangan dari Kepala Rumah Sakit;
2. menyusun, mengusulkan perubahandan melaksanakan kebijakan
pemeriksaaninternal;
3. mendapatkan akses terhadap dokumen, informasi atas obyek pemeriksaandari
unit struktural dan nonstruktural pada organisasi Rumah Sakit dalam rangka
pelaksanaan tugasnya; dan
4. berkoordinasi dengan dewan pengawas rumah sakit terkait hasil
pemeriksaaninternal yang dilakukan dengan sepengetahuan Kepala Rumah
Sakit atau Direktur Rumah Sakit.

Kualifikasi SPI

Ketua SPI

Kepala SPI adalah pegawai rumah sakit/individu yang dipandang memiliki kecakapan
dalam mengelola organisasi SPI dan mampu bertindak sebagai pengendali mutu
pemeriksa internal, dengan kualifikasikasi sekurang-kurangnya Sarjana (S1),
berpengalaman di bidang manajemen rumah sakit, memiliki pengetahuan dalam
pengelolaan keuangan rumah sakit, tidak merangkap jabatan struktural di lingkungan
rumah sakit, serta cakap, jujur, memiliki moral, etik dan memiliki integritas yang
tinggi
1. paling rendah pendidikan Sarjana (S1);
2. berpengalaman di bidang manajemen rumah sakit;
3. memiliki pengetahuan dalam pengelolaan keuangan rumah sakit;
4. tidak merangkap jabatan struktural di lingkungan rumah sakit; dan
5. cakap, jujur, memiliki moral, etik dan integritas yang tinggi.

Anggota SPI

Jumlah anggota SPI dapat disesuaikan dengan beban kerja atau kebutuhan rumah
sakit.Seorang anggota SPI memiliki kualifikasikasi pendidikan sekurang- kurangnya
Diploma III, Cakap, jujur, memiliki moral, etik dan integritas yang tinggi,
berpengalaman di bidang manajemen rumah sakit, memiliki pengetahuan dalam
pengelolaan keuangan rumah sakit, dan tidak merangkap jabatan di lingkungan
Rumah Sakit. Dalam melaksanakan pekerjaannya, keanggotaan SPI tidak boleh
memiliki konflik kepentingan

1. pendidikan paling rendah Diploma III


2. Cakap, jujur, memiliki moral, etik dan integritas yang tinggi;
3. pengalaman di bidang manajemen rumah sakit;
4. memiliki pengetahuan dalam pengelolaan keuangan rumah sakit;dan
5. tidakmerangkap jabatan di lingkungan Rumah Sakit.

TATA KERJA/PENYELENGGARAAN
PEMERIKSA INTERNAL
Program Pemeriksaan Tahunan.

Program PemeriksaanTahunan didasarkan atas prinsip keserasian, keterpaduan,


tidaktumpang tindih dan pemeriksaan internal berulang-ulang,serta memperhatikan
efisiensi dan efektifitas penggunaan sumber dayadalam melakukan
PemeriksaanInternal yang meliputi;

Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan manajemen risiko pada unit kerja di rumah
sakit untuk menilai bahwa:

1. Unit kerja di Rumah sakit telah mengidentifikasi risiko-risiko dan telah


dianalisis sesuai dengan pedoman yang berlaku.
2. Manajemen telah menyediakan sistem pengendalian internal terhadap berbagai
risiko.
3. Risiko dan tindakan pengendaliannya telah direviu secara berkala,
4. Penilaian penerapan mencakup penilaian atas maturasi manajemen risiko
organisasi.

Penilaian terhadap sistem pengendalian, pengelolaan, dan pemantauan efektifitas dan


efisiensi sistem dan prosedur dalam bidang administrasi umum dan keuangan,
mencakup semua hal yang berpotensi:

1. menggagalkan pencapaian tujuan organisasi,


2. menimbulkan kerugian finansial, pemborosan, ketidak-amanan atas asset
rumah sakit,
3. merugikan citra rumah sakit, atau dapat menimbulkan kasus hukum yang
merugikan.

Pelaksanaan tugas khusus dalam lingkup pengawasan internal yang ditugaskan oleh
kepala rumah sakit atau direktur rumah sakit, hal ini dapat berupa;

1. Penugasan khusus oleh Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit harus
dibuat secara tertulis.
2. Dalam hal pelaksanaan tugas khusus tersebut tumpang tindih dengan unit kerja
laindi Rumah Sakit harus dilakukan dengan cara berkoordinasi dengan unit
kerja lain tersebut.

Pemantauan pelaksanaan dan ketepatan pelaksanaan tindak lanjut atas laporan hasil
pemeriksa internal;

Setelah melaksanaan pemeriksaaninternal dan tugas khusus dalam lingkup


pengawasan internal yang ditugaskan oleh kepala rumah sakit atau direktur rumah
sakit, maka tim pemeriksa internal harus membuat laporan hasil pemeriksaan internal.
Penyusunan laporan memuatseluruhgambaran kondisi obyek pemeriksaanyang
relevan, kriteria yang seharusnya, keterangan penyebab ketidaksesuaian dan akibat
yang ditimbulkan dari ketidaksesuaiantersebut, serta rekomendasi dari tim pemeriksa
internal.

Pelaporan hasil pemeriksaaninternal, disusun dan dikomunikasikan terlebih dahulu


kepada pejabat yang bertanggungjawab langsung dengan obyek pemeriksaaninternal.
Rekomendasi tim pemeriksa internal harus relevan dengan upaya perbaikan
dikemudian hari dan pertanggungjawaban dari pejabat yang terkait. Pelaporan dari
Tim pemeriksa internal harus memuat pernyataan bahwa proses pemeriksaaninternal
telah dilaksanakan sesuai dengan Standar Kerja Pemeriksa internaldan jaminan atas
tersedianya bukti-bukti pemeriksaaninternal.

Berdasarkan rekomendasi pada laporan hasil pemeriksaaninternal, kepala Rumah


Sakit atau direktur Rumah Sakit menindaklanjuti perbaikan yang akan dilaksanakan
olehunit kerja Rumah Sakit yang diperiksa, dimana tindaklanjut perbaikan tersebut
juga ditembuskan kepada SPI sebagai bahan pemantauan pelaksanaan dan ketepatan
pelaksanaan tindak lanjut.

Pemberian konsultasi, advokasi, pembimbingan, dan pendampingan dalam


pelaksanaan kegiatan operasional rumah sakit.

1. Dilakukan secara rutin atau atas permintaan unit kerja di Rumah Sakit.
2. Dapat dilakukan dengan cara berkoordinasi dengan unit kerja terkait di Rumah
Sakit.

Rencana Kegiatan Pemeriksa Internal


Setiap akan melaksanakan kegiatan pemeriksaaninternal, SPI harus merencanakan
langkah-langkah kegiatan yang disusun sebagai Program Kerja Pemeriksa (PKP) yang
meliputi: rencana tahap survei pendahuluan (jika diperlukan), Evaluasi Sistem
Pengendalian Manajemen (ESPM), Pendalaman temuan dan rencana penyelesaian
laporan hasil pemeriksa internal internal. Program Kerja Pemeriksa internal internal
(PKP) memuat tujuan setiap kegiatan pemeriksa internal , rincian langkah kerja, nama
pemeriksa internal yang akan melaksanakan, rencana dan realisasi tanggal
pelaksanaan, kesimpulan tim pemeriksa internal, ditanda tangani oleh Ketua Tim
Pemeriksa internal dan di setujui Pengendali Teknis.

Pelaksanaan Pemeriksaan Internal

Pelaksanaan pemeriksaaninternaldilakukan dengan memperhatikan hal- hal sebagai


berikut;

Persetujuan Direktur atau Kepala Rumah Sakit.

Tim pemeriksa internal harus melaporkan rencana kegiatan yang akan dilakukan
secara tertulis kepada kepala Rumah Sakit atau direktur Rumah Sakit. Persetujuan
diperoleh dari kepala atau direktur Rumah Sakit diperlukan sebagai dasar kegiatan
yang akan dilakukan oleh Tim pemeriksa internal, dan dilengkapi dengan Surat Tugas
pemeriksaaninternalatas satu obyek atau kegiatan tertentu. Penyusunan rencana
langkah kegiatan pemeriksa internal yang telah disetujui oleh Kepala SPI, paling
sedikit berisikan tujuan pemeriksa internal, nama pemeriksa internal yang melakukan
pemeriksaan, obyek pemeriksaan internal, sasaran pemeriksaan internal, lingkup
pemeriksa internal, periode pemeriksa internal, langkah kerja pemeriksa internal,
dan waktu pelaksanaan.

1. Komunikasi Pemeriksaan Internal. Tim pemeriksaharus mengkomunikasikan


rencana pemeriksaanyang ditugaskan oleh Kepala Rumah sakit atau Direktur
Rumah Sakit secara tertulis, yang berisi ;
2. Langkah-langkah kegiatan pemeriksaan yang akan dilaksanakan,
dikomunikasikan kepada pimpinan rumah sakit dan dijelaskan kepada pejabat
teknis yang akan diperiksa.
3. Rencana pertanyaan (kuesioner) yang akan diajukan kepada objek
pemeriksaan, dan jadual kerja.
4. Mekanisme pemeriksaan yang akan dilaksanakan oleh Tim Pemeriksa,
meliputi jenis dokumen yang diperiksa, laporan, transaksi, keterangan dan
informasi lain yang diperlukan, proses pengujian kebenaran data, penelusuran,
penjejagan bukti-bukti transaksi yang relevan yang nantinya mendukung
pernyataan Tim Pemeriksa internal.
5. Langkah kegiatan pemeriksaan sesuai dengan informasi yang telah
dikomunikasikan kepada kepala Rumah Sakit atau direktur Rumah Sakit,
meliputi langkah kegiatan persiapan, survey pendahuluan, evaluasi sistem
pengendalian manajemen, pengembangan temuan, dan tahap pelaporan

Permintaan Keterangan dan dokumen

Permintaan keterangan oleh Tim pemeriksa internal harus mudah dipahami agar
informasi menjadi lengkap dan didukung bukti-bukti yang kuat. Tim Pemeriksa
internal harus menggali informasi yang mendukung penilaian penerapan sistem
pengendalian internal, sistem manajemen risiko, dari aktivitas manajemen.

Pendalaman dan pengembangan temuan pemeriksa internal

Dalam melaksanakan pemeriksaan, Pemeriksa internal wajib melakukan pengujian


silang antara data, bukti dari berbagai sumber informasi untuk memperkuat
kesimpulan atas suatu kondisi, dan membandingkannya dengan kondisi atau kriteria
yang seharusnya berdasarkan ketentuan, peraturan atau norma-norma yang dapat
diterima. Bila ditemukan perbedaan antara kondisi realita atau fakta-fakta yang tidak
sesuai dengan kondisi yang seharusnya, maka Pemeriksa internal wajib untuk
mendalami permintaan keterangan untuk menemukan penyebab terjadinya
ketidaksesuaian. Penyebab ketidaksesuaian antara kriteria dengan realitas, dapat
disebabkan oleh beberapa kemungkinan antara lain lemahnya atau tidak efektifnya
sistem pengendalian internal yang diterapkan, ketidakpatuhan penyelengara kegiatan,
atau karena penyebab lain dari faktor lingkungan lainnya.

Temuan dan Kesimpulan Hasil Pemeriksa internal Internal

Pemeriksa internal internal wajib mengungkapkan temuan-temuan dan kesimpulannya


yang didukung oleh bukti-bukti yang kuat, relevan, cukup, dan bermakna serta dari
sumber yang kompeten. Temuan dan kesimpulan hasil pemeriksaanharus
diklarifikasikan terlebih dahulu kepada pimpinan objek pemeriksaanatau yang
bertanggungjawab untuk menghindari kesalahan atau perbedaan penafsiran
antara pemeriksa internaldan yang objek pemeriksaan. Kesimpulanberisikan rumusan
pernyataan tentang kondisi, kriteria, sebab, akibat, dan rekomendasi tim pemeriksa
internal, untuk memastikan tidak terdapat kesalahan pemahaman, penafsiran atas
fakta-fakta yang diperoleh dari hasil pemeriksaan internal. Temuan dan kesimpulan
hasil pemeriksaaninternal disajikandengan menggunakan kata atau kalimat singkat,
ringkas, tegas, dan jelas. Kertas Kerja Pemeriksa internal internal, Reviu, Evaluasi
dan penilaian atas obyek pemeriksaan, harusdidokumentasikanuntuk penelusuran
balik dikemudian hari saat diperlukan.

Pelaporan
1. SPI wajib melaporkan hasil pemeriksaankepada kepala Rumah Sakit atau
direktur Rumah Sakit.
2. SPI harus menjamin tersusunnya laporan hasil pemeriksaan yang diterbitkan
dalam batas waktu pelaksanaan pemeriksaan internal yang direncanakan
3. Laporan Hasil Pemeriksaan harus tertulis dan memuat: judul kegiatan
pemeriksaan, nomor laporan hasil pemeriksaan, nama-nama pemeriksa
internal, waktu pelaksanaan pemeriksaan, pernyataan pemeriksa internal
bahwa pemeriksaan telah dilaksanakan sesuai standar pemeriksa internal,
pernyataan pemeriksa utama bahwa isi laporan pemeriks telah dipahami dan
kesanggupan untuk menindak-lanjuti hasil pemeriksaan, ringkasan laporan,
daftar risiko dari topik-topik yang diperiksa, dan laporan rinci setiap topik.
4. Laporan hasil pemeriksaan disampaikan kepada Kepala Rumah Sakit atau
Direktur Rumah Sakit dan objek pemeriksaan, serta tembusan diserahkan
kepada para pihak sesuai dengan kebijakan internal rumah sakit.
5. SPI wajib menyusun dan menyampaikan laporan secara berkala tentang
realisasi kinerja dan kegiatan pemeriksaan dilaksanakan SPI.
6. Laporan dimaksudkan untuk menyampaikan perkembangan pengawasan
sesuai dengan rencana pengawasan tahunan, hambatan yang dijumpai serta
rencana pengawasan periode berikutnya.
7. Hasil pemeriksaan SPI dapat dipergunakan kepala Rumah Sakit atau direktur
Rumah Sakit dalammembuat kebijakan,selain itu dapat juga dipergunakan
oleh Dewan Pengawas Rumah Sakit atau Institusi lain yang memiliki
tanggung jawab melakukan pemeriksa internal internal setelah mendapat izin
dari kepala Rumah Sakit atau direktur Rumah Sakit.
8.

Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Internal

PemeriksaInternal wajib melakukan pemantauan secara berkala


atas tindak lajut hasil pemeriksaan sesuai dengan
kesanggupan yang telah dinyatakan oleh pejabat
penanggung jawab obyek pemeriksaan.Pemeriksa internal
dalam membuat rekomendasi harus secara tegas berkaitan
dengan upaya menghilangkan penyebab yang menimbulkan
akibat yang merugikan rumah sakit, dalam bentuk kerugian
finansial, material, termasuk akibat yang dapat
mempengaruhi keamanan dan keselamatan pasien, atau hal
lain yang dapat menggagalkan pencapaian tujuan rumah
sakit.Rekomendasi tim pemeriksa internalyang telah selesai
ditindak-lanjuti harus dinyatakan tuntas (t) oleh pemeriksa
internal, sebaliknya rekomendasi yang belum tuntas
dinyatakan dalam proses penyelesaian (pp). Pemeriksa
internalharus melaporkan secara berkala status tindak lanjut
kepada pimpinan sebagai bukti kegiatan pemantauan hasil
pemeriksaaan.

Dewan Pengawas Rumah Sakit


Posted on March 21, 2019 by Healthcare and Hospital Consultant (IKKESINDO
Batch 4) https://galihendradita.wordpress.com

Definisi
Dewan Pengawas Rumah Sakit yang selanjutnya disebut Dewan Pengawas adalah
unit nonstruktural pada rumah sakit yang melakukan pembinaan dan pengawasan
rumah sakit secara internal yang bersifat nonteknis perumahsakitan yang melibatkan
unsur masyarakat.

Dasar Hukum
1. Undang Undang No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit Pasal 56 dan Pasal
57
2. Peraturan Presiden No 77 tahúr 2015 Tentang Pedoman Organisasi Rumah
Sakit Pasal 23 dan Pasal 24
3. Permenkes No 36 Tahun 2015 Tentang Pencegahan Kecurangan (FRAUD)
dalam pelayanan JKN Pasal 27
4. Permenkes No 755 Tahun 2011 Tentang Komite Medik Pasal 17
5. Permenkes No 10 tahun 2014 Tentang Dewan Pengawas

Fungsi
sebagai governing body Rumah Sakit dalam melakukan pembinaan dan pengawasan
nonteknis perumahsakitan secara internal di Rumah Sakit

Tugas
Dewan Pengawas bertugas :

1. menentukan arah kebijakan Rumah Sakit;


2. menyetujui dan mengawasi pelaksanaan rencana strategis;
3. menilai dan menyetujui pelaksanaan rencana anggaran;
4. mengawasi pelaksanaan kendali mutu dan kendali biaya;
5. mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban pasien;
6. mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban Rumah Sakit; dan
7. mengawasi kepatuhan penerapan etika Rumah Sakit, etika profesi, dan
peraturan perundang-undangan;

Kewajiban
Dewan Pengawas melaporkan pelaksanaan tugas kepada pemilik Rumah Sakit paling
sedikit 1 (satu) kali dalam satu semester dan sewaktu-sewaktu atas permintaan
pemilik Rumah Sakit

Wewenang Dewan Pengawas


Dewan Pengawas mempunyai wewenang:

1. menerima dan memberikan penilaian terhadap laporan kinerja dan keuangan


Rumah Sakit dari Kepala/Direktur Rumah Sakit;
2. menerima laporan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Satuan Pemeriksa
Internal Rumah Sakit dengan sepengetahuan Kepala/Direktur Rumah Sakit
dan memantau pelaksanaan rekomendasi tindak lanjut;
3. meminta penjelasan dari Direksi dan/atau pejabat manajemen lainnya
mengenai penyelenggaraan pelayanan di Rumah Sakit dengan sepengetahuan
Kepala/Direktur Rumah Sakit sesuai dengan Peraturan Internal Rumah Sakit
(hospital bylaws) atau Dokumen Pola Tata Kelola (corporate governance)
4. meminta penjelasan dari komite atau unit nonstruktural di Rumah Sakit terkait
pelaksanaan tugas dan fungsi Dewan Pengawas sesuai dengan Peraturan
Internal Rumah Sakit (hospital bylaws) atau Dokumen Pola Tata Kelola
(corporate governance)
5. berkoordinasi dengan Kepala/Direktur Rumah Sakit dalam menyusun
Peraturan Internal Rumah Sakit (hospital bylaws) atau Dokumen Pola Tata
Kelola (corporate governance), untuk ditetapkan oleh pemilik; dan
6. memberikan rekomendasi perbaikan terhadap pengelolaan Rumah Sakit.

Struktur Dewan Pengawas


Struktur Dewan pengawas berjumlah 5 orang (ganjil) until memudahkan pengambilan
keputusan meliputi :

 Ketua Dewan Pengawas


 Sekretaris (tanya berfungsi administrate dan tidal bertindak atas nama Dewan
pengawas)
 Anggota

Unsur Dewan Pengawas

1. Unsur Pemilik Rumah sakit


2. Unsur Organisasi Profess
3. Unsur Asosiasi rumah sakit
4. Unsur Tokoh masyarakat

Start Dewan Pengawas


1. memiliki integritas, dedikasi, dan memahami masalah yang berkaitan dengan
perumahsakitan, serta dapat menyediakan waktu yang cukup untuk
melaksanakan tugasnya;
2. mampu melaksanakan perbuatan hukum;
3. tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi anggota direksi atau
komisaris atau dewan pengawas yang dinyatakan bersalah sehingga
menyebabkan suatu badan usaha pailit;
4. Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana
5. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana;
6. mempunyai kompetensi dalam bidang manajemen keuangan, sumber daya
manusia dan mempunyai komitmen terhadap peningkatan kualitas pelayanan
publik
7. persyaratan lain yang ditetapkan oleh pemilik Rumah Sakit.

Masa Jabatan
Masa jabatan anggota Dewan Pengawas ditetapkan selama 5 (lima) tahun atau sesuai
dengan Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital Bylaws) atau Dokumen Pola Tata
Kelola (corporate governance) dan dapat diangkat kembali selama memenuhi
persyaratan

Pemberhentian Dewan Pengawas


1. Keanggotaan Dewan Pengawas berakhir setelah masa jabatan anggota Dewan
Pengawas berakhir.
2. Anggota Dewan Pengawas pada Rumah Sakit dapat diberhentikan sebelum
habis masa jabatannya oleh pemilik Rumah Sakit.

Pemberhentian anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


dilakukan apabila anggota Dewan Pengawas terbukti :

1. Tidak melaksanakan tugasnya dengan baik;


2. tidak melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan;
3. terlibat dalam tindakan yang merugikan Rumah Sakit;
4. mempunyai benturan kepentingan dengan Rumah Sakit; atau
5. dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.
6. Dalam hal anggota Dewan Pengawas menjadi tersangka tindak pidana
kejahatan, yang bersangkutan diberhentikan sementara dari jabatannya oleh
pemilik Rumah Sakit.

Honorarium
Honorarium dewan pengawas ditetapkan sebagai berikut :

1. honorarium Ketua Dewan Pengawas paling banyak


sebesar 40% (empat puluh persen) dari gaji Direktur;
2. honorarium Anggota Dewan Pengawas paling banyak sebesar 36% (tiga puluh
enam persen) dari gaji Direktur; dan
3. honorarium Sekretaris Dewan Pengawas paling banyak sebesar 15% (lima
belas persen) dari gaji Direktur

Hak dan Kewajiban Rumah Sakit


Posted on March 19, 2019 by Healthcare and Hospital Consultant (IKKESINDO
Batch 4) https://galihendradita.wordpress.com

Definisi
1. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
2. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya
untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung
maupun tidak langsung di Rumah Sakit.
3. Dokter dan Dokter Gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter
gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di
dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Kewajiban Rumah Sakit


1. memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada
masyarakat;
2. memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan
efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar
pelayanan Rumah Sakit;
3. memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan
kemampuan pelayanannya;
4. berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana, sesuai
dengan kemampuan pelayanannya;
5. menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin;
6. melaksanakan fungsi sosial;
7. membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di
Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien;
8. menyelenggarakan rekam medis
9. menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak meliputi sarana ibadah,
parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui, anak-anak,
lanjut usia;
10. melaksanakan sistem rujukan;
11. menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika
serta peraturan perundang-undangan;
12. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan
kewajiban pasien;
13. menghormati dan melindungi hak pasien
14. melaksanakan etika Rumah Sakit;
15. memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana;
16. melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara regional
maupun nasional;
17. membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau
kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya;
18. menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by
laws);
19. melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas Rumah Sakit
dalam melaksanakan tugas; dan
20. memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa rokok.
Upaya Rumah Sakit
Rumah sakit berupaya untuk melaksanakan :

1. keamanan dan pembatasan akses pada unit kerja tertentu yang memerlukan
pengamanan khusus; dan
2. keamanan Pasien, pengunjung, dan petugas di Rumah Sakit
3. memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada
masyarakat berupa informasi umum tentang Rumah Sakit; dan informasi yang
berkaitan dengan pelayanan medis kepada Pasien.

Jenis Informasi yang harus disediakan


1. Status perizinan, klasifikasi dan akreditasi Rumah Sakit;
2. jenis dan fasilitas pelayanan Rumah Sakit;
3. jumlah, kualifikasi, dan jadwal praktik Tenaga Kesehatan;
4. tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
5. hak dan kewajiban Pasien;
6. mekanisme pengaduan; dan pembiayaan.
7. Rumah Sakit ditetapkan sebagai tempat pendidikan bagi Tenaga Kesehatan,
Rumah Sakit wajib memberikan informasi kepada Pasien dan masyarakat
mengenai status Rumah Sakit sebagai Rumah Sakit pendidikan.

Informasi berkaitan dengan pelayanan medik


1. Pemberi pelayanan
2. diagnosis dan tata cara tindakan medis;
3. tujuan tindakan medis;
4. alternatif tindakan;
5. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi;
6. rehabilitatif;
7. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan; dan
8. perkiraan biaya
9. Rumah Sakit wajib memberikan informasi dan meminta persetujuan kepada
Pasien untuk melibatkan Pasien dalam penelitian kesehatan.

Kewajiban Rumah Sakit menulak uituk :


1. permintaan aborsi ilegal
2. permintaan untuk eutanasia dan physician assisted suicide;
3. pemberian keterangan palsu;
4. melakukan fraud; dan
5. keinginan Pasien lain yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Referensi

1. Permenkes 14 tahun 2018 tentang Kewajiban Pasien dan Rumah Sakit


Hak dan Kewajiban Pasien dalam Rumah Sakit
Update Maret 2019
Posted on March 18, 2019 by Healthcare and Hospital Consultant (IKKESINDO
Batch 4) https://galihendradita.wordpress.com
Kewajiban Rumah Sakit untuk menghormati dan melindungi hak Pasien sebagaimana
dimaksud dalam Permenkes No 14 tahun 2018 Pasal 2 ayat (1) huruf m dilaksanakan
dengan memberlakukan peraturan dan standar Rumah Sakit, melakukan pelayanan
yang berorientasi pada hak dan kepentingan Pasien, serta melakukan monitoring dan
evaluasi penerapannya

Hak Pasien meliputi :


1. memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di
Rumah Sakit
2. memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban Pasien;
3. mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;
4. memilih dokter, dokter gigi, dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya
dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
5. meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang
mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah
Sakit;
6. mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data
medisnya;
7. mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis,
tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang
mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta
perkiraan biaya pengobatan;
8. memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh
Tenaga Kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya;
9. didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
10. menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama
hal itu tidak mengganggu Pasien lainnya;
11. memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di
Rumah Sakit;
12. mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap
dirinya;
memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi
13. memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi
dan standar prosedur operasional;
14. memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga Pasien terhindar dari
kerugian fisik dan materi;
15. menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan
kepercayaan yang dianutnya;
16. menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga
memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata
ataupun pidana; dan
17. mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar
pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Kewajiban Pasien
1. mematuhi peraturan yang berlaku di rumah sakit
2. menggunakan fasilitas Rumah Sakit secara bertanggung jawab;
3. menghormati hak Pasien lain, pengunjung dan hak Tenaga Kesehatan serta
petugas lainnya yang bekerja di Rumah Sakit ;
4. memberikan informasi yang jujur, lengkap dan akurat sesuai dengan
kemampuan dan pengetahuannya tentang masalah kesehatannya;
5. memberikan informasi mengenai kemampuan finansial dan jaminan kesehatan
yang dimilikinya;
6. mematuhi rencana terapi yang direkomendasikan oleh Tenaga Kesehatan di
Rumah Sakit dan disetujui oleh Pasien yang bersangkutan setelah
mendapatkan penjelasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
7. menerima segala konsekuensi atas keputusan pribadinya untuk menolak
rencana terapi yang direkomendasikan oleh Tenaga Kesehatan dan/atau tidak
mematuhi petunjuk yang diberikan oleh Tenaga Kesehatan untuk
penyembuhan penyakit atau masalah kesehatannya; dan
8. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

Laporan pengaduan masyarakat


Pengaduan data dilakukan oleh :

1. perorangan atau
2. kelompok
3. institusi, organisasi

Persyaratan pengaduan :

1. dilakukan secara tertulis


2. memiliki uraian peristiwa yang dapat ditelusuri faktanya; dan
3. bukan merupakan permintaan ganti rugi.

Pengaduan memiliki ciri :

1. identitas pelapor meliputi nama lengkap, alamat lengkap, nomor kontak


(telepon, faksimili, atau email) yang dapat dihubungi (jika ada), dan
kedudukan;
2. nama dan alamat lengkap pihak yang diadukan;
3. perbuatan Rumah Sakit yang diduga melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 25;
4. waktu pelanggaran dilakukan;
5. alasan pengaduan (kronologis peristiwa yang diadukan); dan
6. keterangan yang memuat fakta, data, atau petunjuk terjadinya pelanggaran.

Referensi

1. Permenkes No 14 tahun 2018 tentang Kewajiban Pasien dan Kewajiban


Rumah Sakit
Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit
Posted on December 24, 2018 by Healthcare and Hospital Consultant (IKKESINDO
Batch 4) https://galihendradita.wordpress.com

Definisi
Hukum dan Etika

1. Etik berasal dari kata Yunani “Ethos”, yang berarti “yang baik, yang layak”.
Etik merupakan norma-norma, nilai-nilai atau pola tingkah laku kelompok
profesi tertentu dalam memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat.
2. Hukum adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu
kekuasaan dalam mengatur pergaulan hidup bermasyarakat.

Etik dan hukum memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mengatur tertib dan pergaulan
hidup dalam masyarakat.

Persamaan etik dan hukum adalah :

1. Sama-sama merupakan alat untuk mengatur tertibnya hidup bermasyarakat.


2. Memiliki objek yaitu tingkah laku manusia.
3. Mengandung hak dan kewajiban anggota-anggota masyarakat agar tidak saling
merugikan.
4. Menggugah kesadaran untuk bersikap manusiawi.
5. Memiliki sumber yaitu hasil pemikiran para pakar dan pengalaman para
anggota senior.

Perbedaan etik dan hukum adalah :

1. Etik berlaku untuk lingkungan profesi. Hukum berlaku untuk umum.


2. Etik disusun berdasarkan kesepakatan anggota profesi. Hukum disusun oleh
badan pemerintah.
3. Etik tidak seluruhnya tertulis. Hukum tercantum secara terinci dalam kitab
undang-undang dan lembaran / berita negara.
4. Sanksi terhadap pelanggaran etik berupa tuntunan. Sanksi terhadap
pelanggaran hukum berupa tuntutan.
5. Pelanggaran etik diselesaikan oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran
(MKEK), yang dibentuk oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan apabila perlu
diteruskan kepada Panitia Pembinaan Etika Kedokteran (P2EK), yang
dibentuk oleh Kementerian Kesehatan (KEMKES). Pelanggaran hukum
diselesaikan melalui pengadilan.
6. Penyelesaian pelanggaran etik tidka selalui disertai bukti fisik. Penyelesaian
pelanggaran hukum memerlukan bukti fisik.

Etika Rumah Sakit

1. Rumah sakit adalah sarana kesehatan sebagai kesatuan sosial ekonomi, bukan
merupakan kompilasi dari kode etik profesi penyelenggara pelayanan
kesehatan, namun mengandung unsure dari etika profesi masing-masing
penyelenggara, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun oleh
masyarakat.
2. Etika rumah sakit adalah etika terapan (applied ethics) atau etika praktis
(practical ethics), yaitu moralitas atau etika umum yang diterapkan pada isu-
isu praktis, seperti perlakuan terhadap etnik-etnik minoritas, keadilan untuk
kaum perempuan, penggunaan hewan untuk bahan makanan atau penelitian,
pelestarian lingkungan hidup, aborsi, euthanasia, kewajiban bagi yang mampu
untuk membantu yang tidak mampu dan sebagainya. Jadi, etika rumah sakit
adalah etika umum yang diterapkan pada operasional rumah sakit.

Etika memiliki arti yang berbeda-beda jika dilihat dari sudut pandang pengguna yang
berbeda. Bagi ahli falsafah etika adalah ilmu atau kajian formal tentang moralitas.
Bagi praktisi profesional termasuk dokter dan tenaga kesehatan lainnya, etika berarti
kewajiban dan tanggung jawab untuk memenuhi harapan profesi dan masyarakat,
serta bertindak dengan cara-cara yang profesional. Bagi pimpinan ataupun pemilik
rumah sakit, etika seharusnya berarti kewajiban dan tanggung jawab khusus terhadap
pasien dan klien lain terhadap organisasi dan petugas, terhadap diri sendiri dan
profesi, terhadap pemerintah dan pada tingkat akhir walaupun tidak langsung terhadap
masyarakat. Kriteria wajar, jujur, adil, profesional dan terhormat juga berlaku untuk
petugas lain di rumah sakit.

Etika rumah sakit adalah suatu etika praktis yang dikembangkan untuk rumah sakit
sebagai suatu institusi , dan ada pada waktu yang hampir bersamaan dengan kehadiran
etika biomedis. Atau dapat juga dikatakan etika institusional rumah sakit adalah
pengembangan dari etika biomedika (bioetika), karena masalah-masalah atau dilema
etika yang baru sama sXli sebagai dampak atau akibat dari penerapan kemajuan pesat
ilmu dan teknologi biomedis justru terjadi di rumah sakit, seperti transplantasi organ.

TATA LAKSANA
Dalam rumah sakit terdiri atas beragam disiplin ilmu. Masing-masing disiplin
umumnya telah memiliki etik profesi yang harus diamalkan anggotanya. Begitu pun
dengan RSUD Jakarta yang sebagai suatu institusi dalam memberikan pelayanan
kesehatan juga telah mempunyai etik, sehingga setiap petugas dalam memberikan
pelayanan kesehatan, harus berpedoman pada etika profesi masing-masing, etika
profesi lainnya dan etik rumah sakit agar tidak saling berbenturan.

Dalam pelaksanaan masalah etik, RSUD Jakarta melakukan langkah-langkah sebagai


berikut :

IDENTIFIKASI MASALAH ETIKA

Pimpinan rumah sakit harus melakukan identifikasi masalah etika pada kasus tertentu
sebelum proses pemecahan masalah. Identifikasi masalah etika dilakukan dengan cara
sebagai berikut :

 Menempatkan diri sendiri sebagai proses refleksi terhadap kasus yang terjadi
pada pasien, petugas atau masyarakat umum
 Pastikan pasien, petugas serta masyarakat umum telah cukup dilindungi
terhadap kemungkinan cedera dalam keberadaan dan mendapatkan pelayanan
di rumah sakit. Hal ini terkait dengan prinsip patient safety.
 Pastikan apakah petugas telah memberikan penjelasan mengenai informed
consent yang cukup mengenai apa yang akan dilakukan pada diri pasien dan
pasien telah mengerti sepenuhnya terhadap penjelasan tersebut.

ISU-ISU ETIKA YANG TERJADI DI RSUD JAKARTA


Ada beberapa isu etika yang seringkali timbul dalam pelayanan kesehatan, khususnya
di RSUD Jakarta, diantaranya adalah :

Isu etika administratif

Berikut adalah potensi isu etika administratif yang timbul di RSUD Jakarta :

Kepemimpinan dan manajemen

Fungsi manajemen mencakup antara lain kegiatan menentukan objektif, menentukan


arah dan memberi pedoman pada organisasi. Seorang pemimpin atau direktur rumah
sakit tidak berperilaku diskriminasi. Berdasarkan hal tersebut, direktur RSUD Jakarta
tidak membeda-bedakan setiap petugas, dokter maupun pasien yang datang berobat.
Yang dimaksud tidak membedakan antar petugas adalah direktur telah menerapkan
standar-standar yang harus diikuti oleh seluruh petugas tetapi Ia juga mengikuti
standar tersebut. Apabila ada pelanggaran maka akan diberikan sanksi yang juga telah
disepakati dalam manajemen dan diinformasikan kepada seluruh petugas

Sedangkan untuk pasien adalah RSUD Jakarta tidak menolak pasien yang ingin
berobat dan berupaya meberikan pelayanan kesehatan yang sama baiknya pada setiap
pasien. Begitu pula dengan dokter yang berpraktik di RSUD Jakarta, yang diterima
berdasarkan kredensial dari komite medis rumah sakit. Sehingga dokter-dokter yang
berpraktik adalah dokter yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan
RSUD Jakarta, untuk menjamin pelayanan yang baik bagi pasien.

Privasi

Potensi isu etika administratif yang berikutnya adalah tentang privasi. Privasi
menyangkut hal-hal rahasia tentang pasien, seperti rahasia pribadi, kelainan atau
penyakit yang diderita, keadaan keuangan dan terjaminnya pasien dari gangguan
terhadap kesendirian yang menjadi haknya.

RSUD Jakarta menjamin privasi setiap pasien salah satunya melalui kerahasiaan
rekam medis pasien. Di RSUD Jakarta, rekam medis pasien yang dirawat inap
maupun pasien rawat jalan melalui sistem Vesalius dan hanya dapat diakses oleh
dokter yang merawat, perawat dan petugas yang terkait langsung dalam proses
perawatan pasien dengan password pribadi. Rekam medis pasien yang dijaga
kerahasiaannya tidak hanya tentang masalah kesehatan saja tetapi juga mengenai
identifikasi pasien. Untuk itu RSUD Jakarta membatasi petugas-petugas yang dapat
akses ke rekam medis pasien. Apabila ada petugas lain yang ingin mengetahui
mengenai rekam medis pasien yang dirawat harus mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan oleh RSUD Jakarta mengenai pelepasan informasi medis.

Terkait dengan penyakit yang diderita oleh pasien, juga sepenuhnya adalah hak pasien
untuk memberitahukan ataupun tidak memberitahukan kondisinya kepada keluarga.
Hal ini dikarenakan isi rekam medis adalah milik pasien. Apabila ada keluarga pasien
yang ingin meminta informasi terkait kondisi pasien, maka RSUD Jakarta
memberlakukan adanya surat pernyataan dari pasien atau yang mewakili untuk
keluarga sebagai bentuk persetujuan untuk menginformasikan atau tidak
menginformasikan kondisinya kepada keluarga atau pihak-pihak yang meminta.
RSUD Jakarta menjamin privasi pasien apabila pasien tidak menginginkan adanya
kunjungan dari keluarga atau orang lain, melalui surat pernyataan pasien yang
dikeluarkan oleh RSUD Jakarta.

Informed consent

Masalah etika administratif terkait informed consentdapat terjadi, jika tidak dilakukan
sebagaimana seharusnya, yaitu persetujuan yang diberikan oleh pasien kepada dokter
untuk melakukan tindakan medis pada dirinya. Saat ini RSUD Jakarta telah
memberlakukan beberapa informed consent, yaitu informed consent persetujuan
tindakan kedokteran, informed consent penolakan tindakan kedokteran, informed
consent pemberian sedasi/anestesi, informed consentpemberian transfusi dan produk
darah, informed consent perawatan unit intensif, informed consenttindakan
mikrodermabrasi, informed consent tindakan orthodontis. Di dalam informed consent
tersebut, petugas (perawat atau dokter) RSUD Jakarta berkewajiban untuk
menjelaskan tindakan yang akan dilakukan, mencakup komplikasi dan alternatif
tindakan lainnya. Perawat atau dokter juga harus memastikan bahwa pasien dan
keluarga telah mengerti dengan penjelasan yang diberikan dengan menandatangani
formulir informed consent tersebut.

Pemberian informasi tersebut harus dalam cara yang mudah dipahami oleh pasien
dan/atau keluarga. Apabila pasien dan/atau keluarga belum mengerti informasi yang
diberikan, maka petugas harus menjelaskan lagi informasi tersebut. Hal ini untuk
mencegah munculnya tuntutan dari pasien dan/keluarga apabila tindakan yang
dilakukan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Memang saat ini tidak terjadi banyak
masalah etika jika intervensi medis berjalan aman sesuai dengan apa yang diharapkan
semua pihak. Tetapi dapat saja terjadi suatu tindakan invasif ringan yang rutin
dikerjakan sehari-hari dapat berakibat fatal bagi pasien. Untuk memastikan bahwa
informed consent telah dipahami oleh pasien/keluarga, RSUD Jakarta menggunakan
formulir bukti edukasi pasien dan/atau keluarga sebagai media untuk memastikan
bahwa informasi telah sepenuhnya dimengerti oleh pasien dan/atau keluarga.

Keuangan

Dilema etika administratif berikutnya yang terjadi di RSUD Jakarta adalah


berhubungan dengan faktor keuangan. Saat ini meskipun RSUD Jakarta
memberlakukan adanya deposit bagi setiap pasien yang akan rawat inap, tetapi
apabila ada pasien yang kurang mampu tetapi membutuhkan penanganan medis
segera, maka RSUD Jakarta akan memberikan pertolongan terlebih dahulu tanpa
meminta deposit kepada pasien/keluarga. Selanjutnya di formulir pendaftaran pasien
akan dicantumkan kode “LS” yang berarti life saving. Apabila pertolongan pertama
telah diberikan, maka RSUD Jakarta akan memberitahukan kepada pasien/keluarga
untuk melunasi deposit dalam waktu 1×24 jam, dan apabila telah melebihi waktu
tersebut dan belum dapat melunasinya, maka pasien/keluarga harus meminta surat
keterangan tidka mampu dari RT/RW setempat atau pun dirujuk ke rumah sakit
pilihan pasien/keluarga.

Selain hal tersebut di atas, sesuai dengan diberlakukannya sistem one pricebagi setiap
dokter yang berpraktik di RSUD Jakarta, maka saat ini tidak ada perlakuan istimewa
bagi dokter karena adanya persamaan dalam pembayaran jasa kesehatan.
Dilema etika terkait keuangan yang berikutnya adalah pasien yang tidak tepat waktu
melunasi biaya kesehatan yang dibebankan kepadanya atau dapat dikatakan adalah
pasien yang tidak mampu membayar biaya kesehatan. Dalam hal pengobatan, RSUD
Jakarta tidak akan menghentikan pengobatan pada pasien, tetapi akan mengganti obat
yang dibutuhkan dengan khasiat yang sama tetapi harga yang sesuai dengan
kemampuan pasien. Apabila pasien membutuhkan pelayanan kesehatan dalam kondisi
keuangan yang tidak memungkinkan, maka pasien harus memberikan surat
keterangan tidak mampu yang dikeluarkan dari RT/RW setempat dan membuat surat
pernyataan tidak sanggup bayar di atas materai dengan mencantumkan tanggal kapan
akan dilunasi.

Kesejahteraan petugas dan keselamatan kerja

RSUD Jakarta berkewajiban memberikan kesejahteraan kepada petugas dan menjaga


keselamatan kerja petugas. Dalam hal menyangkut kesejahteraan kepada petugas
adalah adanya penetapan upah/imbalan materi yang memadai sesuai dengan prestasi
yang diberikan oleh masing-masing petugas kepada RSUD Jakarta, pemberian
berbagai jaminan, tunjangan khusus sesuai dengan profesi yang dimilikinya dan tugas
pekerjaannya. Selain itu, Departemen Sumber Daya Manusia RSUD Jakarta juga
memberikan kesempatan bagi para petugas untuk memperoleh kemajuan, dapat
berupa pelatihan-pelatihan, seminar.

Dalam hal keselamatan kerja petugas, RSUD Jakarta, berupaya melindungi


keselamatan petugas karena seperti yang diketahui bahwa di rumah sakit banyak
faktor-faktor yang membahayakan, baik itu berupa faktor mekanik yang dapat
menimbulkan kecelakaan pada petugas, faktor-faktor biologik, fisik, kimia yang dapat
mengancam kesehatan petugas. Berdasarkan hal tersebut RSUD Jakarta telah
menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai dengan tugas pekerjaannya sehingga
petugas merasa aman ketika bekerja di lingkungannya sebagai upaya dalam
meningkatkan kesehatan kerja. Rumah sakit melakukan pemeriksaan kesehatan
berkala karyawan yang dalam pelaksanaannya Departemen Sumber Daya Manusia
berkoordinasi dengan Komite Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Rumah Sakit.

Pemasaran dan pembinaan hubungan baik antar rumah sakit

RSUD Jakarta dalam melakukan pemasaran juga tidak boleh bertentangan dengan
etika yang ada. Hal ini karena dalam pelayanan kesehatan konsep “pemasaran”
(marketing) lebih berkonotasi negatif daripada positif, karena menimbulkan
pemikiran ke arah promosi periklanan dan penjualan. Untuk itu, RSUD Jakarta lebih
mengutamakan komunikasi sebagai bentuk pemasaran yang efektif. Komunikasi yang
dimaksud adalah berupa penyuluhan kesehatan yang bersifat informatif, edukatif bagi
khalayak ramai umumnya dan pasien khususnya. Pemberian penyuluhan kesehatan
telah dilakukan RSUD Jakarta di sekolah-sekolah, kelompok keagamaan, klub-klub
kesehatan di masyarakat, dengan melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama,
sehingga mampu memberikan informasi dan edukasi yang efektif bagi
pasien/konsumen.

Dalam hal pembinaan hubungan baik antar rumah sakit, RSUD Jakarta berupaya
mencegah adanya persaingan yang tidak sehat dengan mengadakan kerja sama dan
koordinasi yang saling menguntungkan dalam hal pelayanan, pemanfaatan bersama
peralatan dan fasilitas, maupun sumber daya manusia, pendidikan petugas. Hal ini
dapat terlihat dari kerja sama yang telah dilakukan oleh Rumah Sakit Umum Daerah
Jakarta dalam proses rujukan ke beberapa rumah sakit terdekat dan bergabungnya
RSUD Jakarta dalam Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) sebagai
organisasi profesi perumahsakitan.

Kesehatan lingkungan

RSUD Jakarta dalam melakukan operasional banyak menggunakan bahan-bahan


berupa limbah yang dapat mencemari lingkungan, menimbulkan gangguan,
mengancam dan bahkan membahayakan kehidupan manusia. Untuk menangani hal
tersebut, RSUD Jakarta berupaya dengan memisahkan sampah medis dan non medis.
RSUD Jakarta telah memiliki incinerator untuk pemusnahan limbah medis padat.
Sedangkan untuk pengolahan limbah cair, RSUD Jakarta memiliki Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL). Hasil dari pengujian limbah tersevut akan dilakukan
pemeriksaan laboratorium lingkungan dan hasil analisa tersebut akan dilaporan dalam
bentuk laporan UKL/UPL ke direktur rumah sakit, Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten,
Badan Lingkungan Hidup Kota/Kabupaten dan Badan Lingkungan Hidup Provinsi.

Isu etika biomedis (bioetika)

Beberapa contoh yang dapat dikemukakan tentang isu etika biomedis (bioetika) yang
terjadi RSUD Jakarta adalah terkait dengan eksperimen medis, donasi dan
transplantasi organ, euthanasia. Isu etika biomedis tidak hanya terbatas pada
kepentingan internal rumah sakit saja, tetapi juga masyarakat.

Dikarenakan permasalahan isu etika biomedis menyangkut banyak aspek, maka saat
ini RSUD Jakarta tidak melakukan atau tidak memberikan pelayanan seperti yang
telah disebutkan di atas. Apabila ada pasien/keluarga yang ingin melakukan hal
tersbut, maka RSUD Jakarta akan memberikan informasi terkait hal tersebut.

PEMBENTUKAN KOMITE ETIK DAN HUKUM RUMAH SAKIT (KEHRS)

Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit (KEHRS) dapat dikatakan sebagai suatu badan
yang secara resmi dibentuk dengan anggota dari berbagai disiplin perawatan
kesehatan dalam rumah sakit yang bertugas untuk menangani berbagai masalah etik
yang timbul dalam rumah sakit. KEHRS dapat menjadi sarana efektif dalam
mengusahakan saling pengertian antara berbagai pihak yang terlibat seperti dokter,
pasien, keluarga pasien dan masyarakat tentang berbagai masalah etika hukum
kedokteran yang muncul dalam perawatan kesehatan di rumah sakit.

RSUD Jakarta telah membentuk KEHRS yang dinyatakan dalam struktur organisasi
rumah sakit dan keanggotaan komite ini diangkat oleh direktur rumah sakit.
Keanggotaan KEHRS di RSUD Jakarta meliputi berbagai disiplin ilmu, seperti
dokter, perawat, ahli psikologi, petugas administratif rumah sakit.

PEMECAHAN MASALAH ETIKA YANG TERJADI


Setelah mengetahui masalah etika yang terjadi di RSUD Jakarta, maka langkah
selanjutnya adalah mencari solusi untuk masalah tersebut. Prosedur yang dilakukan
oleh direktur RSUD Jakarta untuk menyelesaikan masalah etika rumah sakit, yaitu:

1. Memecahkan struktur masalah yang sudah teridentifikasi ke dalam komponen-


komponennya, menganalisis komponen-komponen itu sehingga ditemukan
akar masalah. Akar masalah adalah penyebab paling dasar dari masalah etika
yang terjadi, dapat berupa kelemahan pada manusia, kepemimpinan,
manajemen, budaya organisasi, sarana, alat, sistem, prosedur, atau faktor-
faktor lain.
2. Melakukan analisis lebih dalam tentang akar masalah yang sudah ditemukan
(root cause analysis), untuk menetapkan arah pemecahannya.
3. Menetapkan beberapa alternatif untuk pemecahan akar masalah.
4. Memilih alternatif yang situasional terbaik untuk pemecahan masalah itu.
5. Memantau dan mengevaluasi penerapan upaya pemecahan yang sudah
dilaksanakan.
6. Melakukan tindakan koreksi jika masalah etika belum terpecahkan atau
terulang lagi terjadi. Tindakan koreksi yang dapat menimbulkan masalah etika
baru adalah jika manusia sebagai penyebab akar masalah yang berulang-ulang
dikeluarkan dari rumah

Resume Pertanyaan Surveior dalam SNARS


Posted on December 10, 2018 by Healthcare and Hospital Consultant (IKKESINDO
Batch 4) https://galihendradita.wordpress.com

INSTALASI RAWAT INAP I

PERAWAT
1. Disini ruangan apa? Merawat pasien dengan kasus apa?
2. Metode Pemberian Asuhan Keperawatan dengan apa?
3. Jumlah pasiennya ada berapa?
4. Ka Tim/PJ Shiffnya siapa?
5. Ada UTW nya?Kewenangan Klinisnya?
6. Pasien ini sudah 3 hari di rawat, edukasi apa saja yang sudah dilakukan?
7. Bukti pemberian edukasi mana?
8. Siapa yang mengkonsulkan pasien bila ternyata kasusnya bedah/dalam?
9. Bagaimana caranya lapor dengan tehnik SBAR?Praktek cara lapor via telp.

 Bila pasien dari awal datang ada skala nyeri, apa yang akan dilakukan?
 Kapan dilakukan pengkajian resiko pasien jatuh?
 Bila dilakukan transfuse darah, dimana observasi dan pencatatannya?
 Ada berapa momen cuci tangan?
 Berapa langkah?
 Coba praktekkan semua!
 Apakah tau Hak Kewajiban Pasien?
 Bagaimana bila ada muntahan atau tercecer darah?
 Kalau dalam 1 hari 2×1 berarti obat diminum jam berapa saja?

PASIEN & KELUARGA

1. Apa yang dilakukan perawat/ petugas kesehatan disini pada bapak/


ibu/mbak/mas?
2. Sudah diajari cuci tangan?
3. Sudah diberi tahu tentang apa saja?
4. Bisa cara mempraktekkan?
5. Apa gunanya gelang identitas?
6. Siapa nama perawat yang merawat bapak/ibu?
7. Apakah diberi tau cara minum obat dan efek sampingnya?
8. Ibu dapat obat apa saja? Untuk apa obat itu?

INSTALASI RAWAT INAP II


PERAWAT

1. Disini ruangan apa? Merawat pasien dengan kasus apa?


2. Metode Pemberian Asuhan Keperawatan dengan apa?
3. Jumlah pasiennya ada berapa?
4. Ka Tim/PJ Shiffnya siapa?
5. Ada UTW nya?Kewenangan Klinisnya?
6. Pasien ini sudah 3 hari di rawat, edukasi apa saja yang sudah dilakukan?
7. Bukti pemberian edukasi mana?
8. Siapa yang mengkonsulkan pasien bila ternyata kasusnya bedah/dalam?
9. Bagaimana caranya lapor dengan tehnik SBAR?Praktek cara lapor via telp.
10. Bila pasien dari awal datang ada skala nyeri, apa yang akan dilakukan?
11. Kapan dilakukan pengkajian resiko pasien jatuh?
12. Bila dilakukan transfuse darah, dimana observasi dan pencatatannya?
13. Ada berapa momen cuci tangan?
14. Berapa langkah?
15. Coba praktekkan semua!
16. Apakah dan Hak Kewajiban Pasien?
17. Bagaimana bila ada muntahan atau tercecer darah?
18. Kalau dalam 1 hari 2×1 berarti obat diminum jam berapa saja?
19. Bila ada pasien menghendaki pelayanan kerohanian dari luar bagaimana?
20. Bagaimana kita tau obat injeksi/oral sudah diberikan ke pasien, dilakukan
double check?
21. Bagaimana pengendalian suhu dan kelembaban ruang peracikan obat di
ruangan? Suhu lemari es?
22. Dicatat dimana? Tindak lanjut bila tidak sesuai standar suhu?
23. APD yang digunakan?
24. Bagaimana cara pembuangan jarum pada safety box?
25. Apa saja yang boleh dibuang pada sampah B3?
26. Coba cuci tangan bersama
27. Pelayanan profesi lain ditulis dimana?

PASIEN & KELUARGA

1. Apa yang dilakukan perawat/ petugas kesehatan disini pada bapak/


ibu/mbak/mas?
2. Sudah diajari cuci tangan?
3. Sudah diberi tahu tentang apa saja?
4. Bisa cara mempraktekkan?
5. Apa gunanya gelang identitas?
6. Siapa nama perawat yang merawat bapak/ibu?
7. Apakah diberi tau cara minum obat dan efek sampingnya?
8. Obatnya dapat berapa? Apa saja? Untuk apa?

Kebijakan Cara Penilaian dalam SNARS KARS 2018


Posted on June 6, 2018 by Healthcare and Hospital Consultant (IKKESINDO Batch
4) https://galihendradita.wordpress.com

1. Pemberian skoring
o Setiap Elemen Penilaian diberi skor 0 atau 5 atau 10, sesuai
pemenuhan rumah sakit pada elemen penilaian (EP)
o Nilai setiap standar yang ada di bab merupakan penjumlahan dari nilai
elemen penilaian
o Nilai dari standar dijumlahkan menjadi nilai untuk bab
o Elemen penilaian yang tidak dapat diterapkan (TDD) tidak diberikan
skor dan mengurangi jumlah EP

1. Selama survei dilapangan, setiap elemen penilaian (EP) pada standar


dinilai sebagai berikut:
o Skor 10 (terpenuhi lengkap), yaitu bila rumah sakit dapat memenuhi
elemen penilaian tersebut minimal 80%
o Skor 5 (terpenuhi sebagian) yaitu bila rumah sakit dapat memenuhi
elemen penilaian tersebut antara 20–79%
o Skor 0 (tidak terpenuhi) yaitu bila rumah sakit hanya dapat memenuhi
elemen penilaian tersebu tkurang dari 20%
2. Menentuan Skor yang Tepat pada setiap EP

No KRITERIA SKOR 10 (TL) SKOR 5 (TS) SKOR 0 (TT)

1. Pemenuhan elemen penilaian minimal 80 % 20 – 79 % kurang 20 %


Bukti kepatuhan Bukti kepatuhan
2. Bukti kepatuhan Bukti kepatuhan ditemukan
secara konsisten pada semua tidak dapatditemukan tidak ditemukan secara menyel
bagian/departemen dimana persyaratan- secarakonsisten pada semua uruh pada
persyaratan tersebut berlaku bagian/ departemen di mana semua bagian/departemen dima
persyaratan-persyaratan tersebut na persyaratan-
berlaku (seperti misalnya ditemukan kepersyaratan tersebut berlaku
patuhan di IRI, namun tidak di
IRJ, patuh pada
ruang operasi namun tidak patuh di
unit rawat sehari (day surgery), patuh
pada area-area
yang menggunakan sedasi namun tidak
patuh di klinik gigi).

2. Hasil wawancara dari pemenuhan persya jawaban “ya” atau “selalu” jawaban“biasanya” atau“kadang- jawaban“jarang” atau“tidak
ratan yang ada di EP kadang” pernah”

3. Regulasi sesuai dengan yang kelengkapan regulasi 80 % kelengkapan regulasi 20 – 79 % kelengkapan regulasi kurang 20
dijelaskan di maksud dan tujuan %
pada standar
kelengkapan bukti dokumen rapat 80 %
4. Dokumen rapat/pertemuan : meliputi kelengkapan bukti dokumen rapat 20 – kelengkapan bukti dokumen ra
undangan, materi rapat, absensi/ Catatan : Pengamatan negatif 79 % pat kurang 20 %
daftar hadir, notulen rapat. tunggal tidak selalu menghalangi peroleh
an skor “terpenuhi lengkap”.

Dokumen pelatihan : meliputi Kerangka


acuan(TOR) pelatihan yang
kelengkapan bukti dokumen pelatihan 80 kelengkapan bukti dokumen pelatihan kelengkapan bukti dokumen
5. dilampiri jadwal acara, undangan,
% 20 – 79 % pelatihan kurang 20 %
materi /bahan pelatihan,absensi/ daftar
hadir, laporan pelatihan
Dokumen orientasi staf : meliputi
kerangka acuan(TOR) orientasi
yang dilampiri jadwal acara, undangan, kelengkapan bukti dokumen orientasi kelengkapan bukti dokumen
6. kelengkapan buktidokumen orientasi80 %
absensi/ daftar hadir, laporan orientasi 20- 79 % orientasi kurang 20 %
dari kepala SDM(orientasi umum) atau
kepala unit (orientasi khusus)
kurang 20 %
20 – 79 % %
80 %
Hasil observasi pelaksanaan kegiatan/ Contoh : 1 dari 10
7. Contoh : 2-7 dari 10
pelayanan sesuai regulasi Contoh : 8 dari 10kegiatan/pelayanan kegiatan/pelayanan yang
kegiatan/pelayanan yang diobservasi
yang diobservasi 8 sudah memenuhi EP diobservasi 8 sudah memenuhi
2-7 sudah memenuhi EP
EP
Hasil simulasi staf sesuai regulasi. kurang 20%
80 % 20 – 79 % %
8. Contoh : 1 dari 10 staf yang di
Contoh : 8 dari 10 staf yang di minta Contoh : 2-7 dari 10 staf yang di minta
minta simulasi sudah
simulasi sudah memenuhi simulasi sudah memenuhi
. memenuhi
9. Rekam jejak kepatuhan pada kepatuhan pelaksanaan kepatuhan pelaksanaan kegiatan/ kepatuhan pelaksanaan
survei akreditasi pertama kegiatan/pelayanan secara pelayanan secara berkesinambungan kegiatan/pelayanan secara
berkesinambungan sejak 3 bulan sebelum sejak 2 bulan sebelum survei berkesinambungan sejak 1
survei bulan sebelum survei
Rekam jejak kepatuhan pelaksanaan kepatuhan pelaksanaan
kepatuhan pelaksanaan kegiatan/
10 kegiatan/pelayanan sejak 4-10 bulan kegiatan/ pelayanan sejak 1-3
pelayanan sejak 12 bulan sebelum survei
kepatuhan surveiakreditasi ulang sebelum survei bulan sebelum survei
Tidak ada rekam jejak khusus untuk survei terfokus. Kesinambungan dalam usaha peningkatan mutu digunakan
11 Rekam jejak akreditasi terfokus
untuk meni

Anda mungkin juga menyukai