Anda di halaman 1dari 4

FARMAKOLOGI HERBAL

Berdasarkan jurnal (Sepahvand dkk., 2017) terdapat beberapa tanaman herbal yang memiliki
aktivitas antijamur sebagai terapi untuk pengobatan penyakit kulit Tinea Versicolor, seperti kunyit, jintan
hitam, bawang putih, dan lidah buaya. Tanaman herbal tersebut memiliki senyawa aktif yang memiliki
mekanisme kerja sehingga bisa menghambat pertumbuhan jamur atau mematika jamur tersebut.
Berikut beberapa penelitian yang menjelaskan mengenai farmakologi tanaman-tanaman tersebut :

1. Allium Sativum atau sereh


Allium sativum atau biasa dikenal dengan bawang putih memiliki konsentrasi minimun
untuk menghambat (MIC) yaitu 0.35 μg/mL dalam sediaan minyak bawang. Pada
analisis menggunakan TEM (Transmission Electron Microscopy) menunjukkan bahwa
minyak bawang putih dapat berpenetrasi kedalam membrane sel termasuk
kedalam membrane mitokondria yang kemudian menyebabkan destruksi sel dan
kematian sel. Kerusakan parah terjadi pada mitokondria, vakuola dan tempat-
tempat penyimpanan.
Beberapa gen juga mengalami downregulasi setelah diberi minyak bawang.
Salah satu gen yang mengalami downregulasi adalah pathogenicity-related genes yang
membuat patogenisitas jamur menurun. Gen-gen yang diekspresikan secara diferensial
terutama berkerumun di 19 jalur yang terkait dengan fosforilasi oksidatif, spliceosome, siklus
sel, pemrosesan protein dalam retikulum endoplasma, metabolisme pirimidin, meiosis,
transportasi RNA, biogenesis ribosom, dan degradasi RNA. Jalur KEGG paling signifikan yang
diidentifikasi terkait dengan fosforilasi oksidatif. Fosforilasi oksidatif adalah proses biokimia
penting dalam sel. Ini adalah jalur metabolisme akhir dari respirasi seluler dan langkah kunci
yang diperlukan untuk pembentukan ATP dan terjadi di membran dalam mitokondria sel
eukariotik. Jalur KEGG kedua yang diidentifikasi terkait dengan spliceosom. Penyambungan
RNA adalah proses biologis ekspresi gen yang sangat penting dalam sel eukariotik, dan
sintesis protein sangat tergantung pada aktivitas spliceosome. Transkrip gen harus menjalani
penyambungan RNA untuk menjadi mRNA matang yang mengandung informasi pengkodean
protein yang tepat, dan oleh karena itu, penyambungan RNA sangat penting untuk ekspresi
gen. sedangkan, jalur-jalur ini mengalami gangguan sehingga mengganggu proses
pembentukan ATP dan RNA. (Li dkk., 2016)
 Uji in vitro
Pemberian A. sativum menunjukkan aktivitas titik akhir (<99,9% penurunan
jumlah CFU / ml dari inokulum awal) pada titik waktu yang berbeda (Diba dan
Alizadeh, 2018).

Gambar 1 Aktivitas antijamur A. hirtifolium dan A. sativum (sebagaimana tercermin oleh zona hambat (mm)) terhadap isolat
klinis C. tropicalis dengan uji kerentanan difusi cakram pada konsentrasi 100 mg / ml setelah inkubasi 24 jam pada 35 ° C.
 Uji in vivo

Pada uji in vivo menunjukkan bahwa A. sativum efisien dalam menghambat jamur candida tropicalis.
Hasil penentuan beban jamur di ginjal pada titik waktu yang berbeda menunjukkan penurunan CFU / g
yang signifikan dalam jaringan (p<0.05) mulai dari hari ke-2 post-infection (Diba dan Alizadeh, 2018).

Gambar 2 Beban jamur jaringan (Log10 CFU / g jaringan ginjal ± SD) diperoleh dari tikus yang terinfeksi C. tropicalis ATCC 750
dan diobati dengan A. hirtifolium dan A. sativum.

2. Cymbopogon citratus atau sereh


Sereh atau serai disebutkan memiliki aktifitas antijamur karena mengandung senyawa
aktif seperti citral, β-myrcene, linalool, and geraniol. Kandungan-kandungan ini kemudian dilihat aktifitasnya
menggunakan electro microscopy. Linalool menginduksi terjadinya reduksi pada ukuran sel dan percambahan yang
tidak normal. Juga diamati bahwa sitral memiliki efek penghambatan pada pertumbuhan miselia dan ragi Candida
albicans. Efek ini dapat menyebabkan penghambatan pembentukan dan aktivitas biofilm Candida terhadap biofilm
yang telah terbentuk. Namun, mekanisme spesifik yang bertanggung jawab atas penghambatan kepatuhan Candida
albicans oleh minyak C. citratus dan konstituen utamanya perlu penyelidikan lebih lanjut (Ekpenyong dkk., 2015)
 uji in vitro
pada penelitian (Kishore dkk., 1993) yang dilakukan salah satunya menunjukkan fungitoxicity dari
minyak esensisal Cymbopogon citratus yang menunjukkan memiliki aktivitas kuat dalam melawan
dua dermatofita Trichophyton rubrum dan Microsporum gypseum. Pada hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa minyak esensial Cymbopogon citratus menghambat 100% pertumbuhan pada
kedua pathogen bahkan pada konsentrasi 1000 ppm (Kishore dkk., 1993).

Gambar 3 aktivitas fungitoxic pada minyak esensial


 uji in vivo
pada penelitian in vivo diuji cobakan pada marmot yang diinfeksi pathogen yang kemudian
diberikan minyak esensial sebanyak 1 ml dan dicampurkan dengan 100 g petroleum jelly, dan
hasilnya menunjukkan bahwa salep yang dibuat dari kelima minyak atsiri paling aktif mampu
menyembuhkan secara mikologis (hasil rekontruksi 0% dari lokasi infeksi) hewan yang terinfeksi
T. rubrum setelah 11 hari dan mereka yang terinfeksi M. gypseum setelah 12 hari perawatan atau
kurang(Kishore dkk., 1993).

Gambar 4 efikasi dari minyak esensial melawan ringworm pada marmot

3. Nigella sativa atau jintan hitam


Nigella sativa memiliki beberapa kandungan yang memiliki aktivitas antifungi seperti
thymol, thymoquinone, dan thymohidroquinone. Secara umum, thymoquinone lebih efisien
terhadap dermatofita, diikuti oleh thymohydroquinone dan thymol (Shokri, 2016). Protein anti-
jamur dari N. sativa. Protein N. sativa memiliki aktivitas tinggi sebagai anti-dermatofit yang
sangat signifikan pada empat dermatofita zoofilik (M. canis, M. equinum, T. mentagrophytes
dan T. verrucosum). Protein N. sativa memiliki efek yang besar pada permeabilitas sel jamur dari
semua dermatofit zoofilik (Geweely dan Alakilli, 2012).
 In vitro

Analisis GC-MS mengungkapkan adanya senyawa aktif biologis yang


berkontribusi terhadap aktivitas antimikroba seperti Cinnamyl alcohol,
Caryophyllene, Thymoquinone, asam Palmitat dan asam Linoleat dalam ekstrak
metanol biji Nigella sativa, dan telah menyoroti tanaman untuk nilai terapeutiknya.
Analisis membuktikan bahwa ekstrak metanol tanaman ditemukan memiliki
aktivitas antijamur yang signifikan yang mirip dengan studi kasus ini di mana ekstrak
metanol biji diuji positif untuk aktivitas antijamur (Anand dan Periyasamy, 2015).

 In vivo
Pada studi in vivo pada mencit yang diberikan ekstrak cair Nigella sativa
menunjukkan pemeriksaan histologis mengkonfirmasi pola aktivitas ini. Ini
menunjukkan bahwa ekstrak tanaman berair tidak memiliki aktivitas fungisida
langsung, melainkan aksinya dengan mempotensiasi sistem kekebalan, yang
jelas menjadi aktif setelah terpapar dengan organisme yang menginfeksi.
aktivitas imunopotensiasi juga telah diamati dalam ekstrak air tanaman ini.
Telah ditunjukkan bahwa jalur kandidasida pada neutrofil tikus tergantung nitrat
oksida (NO). NO bertanggung jawab untuk pertahanan terhadap patogen yang
bertahan dan berkembang biak di lingkungan intraseluler dari berbagai jenis sel
somatic. Ada kemungkinan bahwa ekstrak tanaman mengandung bahan aktif,
yang dapat secara langsung merangsang granulosit dan monosit untuk
menghasilkan NO, yang pada gilirannya membunuh Candida albicans. Ekstrak
berair yang digunakan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa ada zat yang
larut dalam air, yang mungkin mengaktifkan NO dalam neutrofil dan makrofag
yang mengarah ke aktivitas antijamur yang sangat baik (Khan dkk., 2003).

DAFTAR PUSTAKA

Anand, D. dan S. Periyasamy. 2015. ( LINN .) seed extract and it ’ s phytochemical screening using gc- a
study on the in vitro antifungal activity of nigella sativa ( linn .) seed extract and it ’ s phytochemical
screening using gc-ms analysis . (July)
Diba, A. dan F. Alizadeh. 2018. In vitro and in vivo antifungal activity of allium hirtifolium and allium
sativum. Avicenna Journal of Phytomedicine. 8(5):465–474.
Ekpenyong, C. E., E. Akpan, dan A. Nyoh. 2015. Ethnopharmacology, phytochemistry, and biological
activities of cymbopogon citratus (dc.) stapf extracts. Chinese Journal of Natural Medicines.
13(5):321–337.
Geweely, N. S. dan S. Y. M. Alakilli. 2012. Effect of the purification of antidermatophytic proteins from
nigella sativa on four zoophilic species. 11(39):9422–9434.
Khan, M. A. U., M. K. Ashfaq, H. S. Zuberi, M. S. Mahmood, dan A. H. Gilani. 2003. The in vivo antifungal
activity of the aqueous extract from nigella sativa seeds. Phytotherapy Research. 17(2):183–186.
Kishore, N., A. K. Mishra, dan J. P. N. Chansouria. 1993. Fungitoxicity of essential oils against
dermatophytes: die fungitoxizität ätherischer öle gegen dermatophyten. Mycoses. 36(5–6):211–
215.
Li, W. R., Q. S. Shi, H. Q. Dai, Q. Liang, X. B. Xie, X. M. Huang, G. Z. Zhao, dan L. X. Zhang. 2016. Antifungal
activity, kinetics and molecular mechanism of action of garlic oil against candida albicans. Scientific
Reports. 6:1–9.
Sepahvand, A., H. Eliasy, H. Rahimi, M. Asadolahi, S. M. M. Fard, A. Saeedi-Boroujeni, dan S. Heidari-
Soureshjani. 2017. Phytotherapy for tinea versicolor. International Journal of Health Medicine and
Current Research-Ijhmcr. 2(04):592–599.
Shokri, H. 2016. A review on the inhibitory potential of nigella sativa against pathogenic and toxigenic
fungi. 6(1):21–33.

Anda mungkin juga menyukai